Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan mengatur mengenai penerapan basis akrual untuk akuntansi entitas
pelaporan maupun entitas akuntansi pemerintahan. Implementasi dari Peraturan
Pemerintah tersebut dalam merupakan hal baru yang perlahan-perlahan diterapkan
di Indonesia, melalui akuntansi berbasis Cash to Acrual (CTA) sampai akhirnya
penerapan secara penuh basis akrual yang harus dilakukan pemerintah pada tahun
2015.
Salah satu aspek penting dari penerapan akuntansi basis akrual adalah aset. Sangat
diperlukan pemahaman yang tepat dan mendalam untuk dapat menangani aset
pemerintah untuk menghindari adanya kesalahan penafsiran SAP yang dapat
menyebabkan kekeliruan penyajian item aset di Neraca.
Tulisan ini akan menyajikan informasi relevan yang sekira dapat digunakan
sebagai sarana pemahaman mengenai salah satu klasifikasi aset pemerintah, yaitu
aset lainnya. Berdasarkan Buletin Teknis SAP No.1 tentang Penyusunan Neraca
Awal Pemerintah Pusat, aset lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar,
investasi jangka panjang, aset tetap dan dana cadangan. Dalam tulisan ini akan
lebih lanjut diulas secara sistematis mengenai definisi aset lainnya, klasifikasi aset
yang termasuk dalam aset lainnya, pengakuan beserta pengukuran aset lainnya,
penyajian, dan tak lupa mengenai pengakuan aset lainnya.
2. Ruang Lingkup
Pembahasan yang akan diulas dalam tulisan ini mencakup:
1) Definisi aset dan aset lainnya;

2) Pengakuan, pengukuran, dan pelaporan TGR/TP/TPA;


3) Pengakuan, pengukuran, dan pelaporan aset kemitraan;
4) Pengakuan, pengukuran, dan pelaporan aset tak berwujud;
5) Pengakuan, pengukuran, dan pelaporan aset lain-lain.
3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah mengenai aset lainnya ini adalah sebagai sarana
yang relevan, bernilai tambah, dan bermanfaat sekiranya kepada pembaca untuk
dapat memahami mengenai aset, khususnya aset lainnya.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi dan Klasifikasi Aset Lainnya
1.1 Definisi Aset Lainnya

Dasar Hukum

AKRUAL
CTA
PMK 219/ PMK.05/ 2013 tentang Buletin Teknis No. 01: Penyusunan
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat Neraca Awal Pemerintah Pusat
dan

Permendagri

64

Tahun

2013

tentang Penerapan Standar Akuntansi


Pemerintahan Berbasis Akrual pada
Definisi

Pemerintah Daerah
Aset lainnya adalah aset pemerintah Aset

Lainnya

selain aset lancar, investasi jangka pemerintah

selain

adalah
aset

aset
lancar,

panjang, aset tetap, dana cadangan, dan investasi jangka panjang, aset tetap,
Klasifikasi

piutang jangka panjang.


1. Aset Tidak Berwujud

dan dana cadangan.


1. Aset Tak Berwujud

2. Kemitraan dengan Pihak Ketiga


3. Kas
yang
Dibatasi
Penggunaannya
4. Aset Lain-lain

2. Tagihan Penjualan Angsuran


(TPA)
3. Tuntutan

Perbendaharaan/

Tuntutan Ganti Rugi (TP/


TGR)
4. Kemitraan

dengan

Pihak

Ketiga
5. Aset Lain-lain

1.2 Klasifikasi Aset Lainnya


Pada bagian definisi sebelumnya telah dijelaskan mengenai dasar hukum,
definisi Aset Lainnya, dan Klasifikasi Aset Lainnya berdasarkan Accrual Basis dan
Cash Toward Accrual Basis. Berikut penjelasan klasifikasi Aset Lainnya berdasarkan
PMK 219/ PMK.05/ 2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat (Accrual
Basis) dan Buletin Teknis No. 01: Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat (CTA).
PMK 219/ PMK.05/ 2013 (Accrual Basis)

Buletin Teknis No. 01 (CTA)

Aset Tidak Berwujud


Aset Tak Berwujud didefinisikan sebagai aset

Goodwill

dan

Royalti

tidak

nonmoneter yang dapat diidentifikasi namun tidak

terdapat pada klasifikasi berbasis

mempunyai wujud fisik.

CTA
Aset

Jenis-jenis aset tak berwujud tersebut adalah sebagai


berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Goodwill
Hak Paten dan Hak Cipta
Royalti
Software
Lisensi
Hasil Kajian/ Penelitian yang mempunyai
manfaat jangka panjang

Tidak

Berwujud

yang

memiliki nilai sejarah / budaya dan


Aset

Tidak

Berwujud

dalam

pengerjaan terdapat pada basis


CTA.

PMK 219/ PMK.05/ 2013 (Accrual Basis)

Buletin Teknis No. 01 (CTA)

g. Aset tak berwujud lainnya


Tagihan Penjualan Angsuran
Tagihan Penjualan Angsuran diklasifikasikan pada
Tagihan
penjualan
angsuran
Piutang Jangka Panjang. Sesuai dengan definisi Aset
menggambarkan jumlah yang dapat
Lainnya di atas, piutang jangka panjang tidak
diterima dari penjualan aset pemerintah
termasuk pada Aset Lainnya sehingga TPA tidak
secara angsuran kepada pegawai
diklasifikasikan pada Aset Lainnya.
pemerintah.
Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Definisi Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga:
[SAMA]
a. Aset kerja sama/ Kemitraan adalah aset tetap
yang

dibangun

atau

digunakan

untuk

menyelenggarakan kerja sama/ kemitraan.


b. Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk
membukukan kemitraan dengan pihak ketiga
adalah kontrak kerjasama dengan pihak ketiga
yang bersangkutan.
a. Bangun, Serah Kelola-BKS, (Build, Operate,
Transfer-BOT) adalah pemanfaatan tanah milik
pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan
bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya,
kemudian didayagunakan oleh pihak lain
tersebut dalam jangka waktu tertentu yang
disepakati, untuk selanjutnya tanah beserta
bangunan dan/ atau sarana, berikut fasilitasnya
diserahkan kepada pengelola barang setelah
berakhirnya jangka waktu BKS.
b. Bangun Serah Kelola-BSK (Build, Transfer,
Operate-BTO) adalah pemanfaatan tanah milik
pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan

PMK 219/ PMK.05/ 2013 (Accrual Basis)


bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya,

Buletin Teknis No. 01 (CTA)

dan setelah selesai pembangunannya diserahkan


kepada pengelola barang untuk kemudian
diadayagunakan oleh pihak lain tersebut selama
jangka waktu yang telah disepakati.
Jenis Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga:
a. Tanah
b. Gedung dan Bangunan dan/ atau sarana beserta
seluruh fasilitasnya yang dibangun untuk
pelaksanaan perjanjian kerja sama/ kemitraan.
c. BMN selain tanah dan bangunan
Kas yang Dibatasi Penggunaannya
Definisi Kas yang Dibatasi Penggunaannya:
[Tidak Ada]
Kas yang Dibatasi Penggunaannya adalah uang yang

merupakan

hak

pemerintah,

namun

dibatasi

penggunaannya untuk membiayai kegiatan tertentu


dalam waktu lebih dari dua belas (12) bulan sejak
tanggal

pelaporan

sebagai

akibat

ketetapan/

keputusan baik dari pemerintah maupun dari pihak


luar pemerintah misalnya pengadilan atau pihak luar
lainnya.

Jenis Kas yang Dibatasi Penggunaannya:

Kas yang Dibatasi Penggunaannya atau Kas Terikat


(restricted cash) pada suatu kegiatan tertentu dalam
jangka waktu lebih dari 12 bulan memiliki jenis yang
beragam misalnya Dana Abadi Umat dan Dana Abadi
Pendidikan.
Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi
Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (TP/
Tuntutan

perbendaharaan

PMK 219/ PMK.05/ 2013 (Accrual Basis)


TGR) diklasifikasikan pada Piutang Jangka Panjang.

Buletin Teknis No. 01 (CTA)

Sesuai dengan definisi Aset Lainnya di atas, piutang


jangka panjang tidak termasuk pada Aset Lainnya

merupakan

suatu

proses

dilakukan

terhadap

dengan tujuan untuk

sehingga TP/ TGR tidak diklasifikasikan pada Aset

yang

bendahara
menuntut

penggantian atas suatu kerugian

Lainnya.

yang diderita oleh negara sebagai


akibat

langsung

langsung

dari

ataupun
suatu

tidak

perbuatan

melanggar hukum yang dilakukan


oleh

bendahara

tersebut

atau

kelalaian dalam pelaksanaan tugas

kewajibannya.
Tuntutan ganti rugi merupakan
suatu

proses

yang

dilakukan

terhadap pegawai negeri bukan


bendahara

dengantujuan

untuk

menuntut penggantian atas suatu


kerugian yang diderita oleh negara
sebagai akibat langsung ataupun
tidak langsung dari suatu perbuatan
melanggar hukum yang dilakukan
oleh

pegawai

tersebut

atau

kelalaian dalam pelaksanaan tugas


kewajibannya.
Aset Lain - lain

Definisi Aset Lain-lain:

Aset lain-lain adalah aset lainnya yang tidak dapat


dikelompokkan dalam aset tidak berwujud, aset
kemitraan dengan pihak ketiga, dan kas yang dibatasi

[SAMA]

PMK 219/ PMK.05/ 2013 (Accrual Basis)


penggunaannya.

Jenis Aset Lain-lain:

Yang termasuk aset lain-lain adalah aset tetap yang


dimaksudkan untuk dihentikan dari penggunaan aktif
pemerintah. Contohnya penghentian penggunaan aset
tetap pemerintah dapat disebabkan karena rusak
berat, using, dan/ atau aset tetap yang tidak
digunakan

karena

sedang

menunggu

proses

pemindahtanganan (proses penjualan, sewa beli,


penghibahan, penyertaan modal). Selain itu aset-aset
lain pada pemerintah pusat termasuk di dalamnya
antara lain :
1) Aset Tetap Yang Dimaksudkan Untuk Dihentikan
Dari Penggunaan Aktif Pemerintah.
Aset
dihentikan

tetap
dari

yang

dimaksudkan

penggunaan

aktif

untuk

pemerintah

direklasifikasikan ke dalam aset lain-lain. Contoh:


penghentian penggunaan aset tetap pemerintah dapat
disebabkan karena rusak berat, usang dan /atau aset
tetap yang tidak digunakan karena sedang menunggu
proses pemindah tanganan (proses penjualan, sewa
beli, penghibahan, penyertaan modal).
2) Aset Pemerintah Eks BPPN Yang Dialihkan
Pengelolaannya

Kepada

PT

Perusahaan

Pengelola Aset (PT PPA).


Pengelolaan aset Negara yang berasal dari
BPPN meliputi kegiatan:

restrukturisasi aset;
kerjasama dengan pihak lain dalam rangka

Buletin Teknis No. 01 (CTA)

PMK 219/ PMK.05/ 2013 (Accrual Basis)


peningkatan nilai aset;
penagihan piutang; dan
penjualan.
3) Aset Eks Pertamina
PMK

234/PMK.05/2011

dibuat

Buletin Teknis No. 01 (CTA)

untuk

menjawab PMK Nomor 92/KMK.06/2008 tentang


Penetapan Status Aset Eks-Pertamina Sebagai Barang
Milik

Negara.

Dengan

pertimbangan

telah

ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor


23/KMK.06/2008

tentang

Penetapan

Neraca

Pembukaan Perusahaan Perseroan (Persero) PT


Pertamina Per 17 September 2003, terdapat aset eks
Pertamina yang perlu ditetapkan statusnya menjadi
Barang Milik Negara. Adapun aset yang perlu
ditetapkan statusnya adalah:
1. Sepuluh aset berupa tanah dan bangunan ;
2. Aktiva Kilang LNG yang dikelola oleh PT Arun
dan PT Badak
3. Aset eks kontrak kerja sama yang digunakan oleh
PT Pertamina EP,
4) Aset KKKS
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)
adalah Badan Usaha atau Bentuk Badan Usaha Tetap
yang diberikan wewenang untuk melaksanakan
eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja
berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan
Pelaksana. Barang yang menjadi milik/ kekayaan
negara yang berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja
Sama adalah seluruh barang dan peralatan yang
diperoleh atau dibeli KKKS dan yang secara

PMK 219/ PMK.05/ 2013 (Accrual Basis)


langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu.

Buletin Teknis No. 01 (CTA)

2. Pengakuan, Pengukuran, dan Pelaporan TGR/TP/TPA


2.1 Cash Toward Accrual Basis
a. Tagihan Penjualan Angsuran
Tagihan penjualan angsuran menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari
penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah. Contoh
tagihan penjualan angsuran antara lain adalah penjualan rumah dinas dan penjualan
kendaraan dinas.
Tagihan penjualan angsuran dinilai sebesar nilai nominal darikontrak/berita acara
penjualan aset yang bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah
dibayarkan oleh pegawai ke kasnegara/kas daerah atau daftar saldo tagihan
penjualan angsuran.
Dalam menyusun neraca awal, dokumen sumber yang dapat digunakan untuk
menentukan nilai tagihan penjualan angsuran adalah daftar saldo tagihan penjualan
angsuran yang nilainya menggambarkan nilai yang ditetapkan dalam berita acara
penjualan aset setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayarkan oleh
pegawai ke kas negara/kas daerah. Dokumen mengenai tagihan penjualan angsuran
dapat diperoleh di biro/bagian keuangan, badan pengelola keuangan daerah atau
unit lain yang ditunjuk.
Jurnal untuk mencatat saldo awal Tagihan Penjualan Angsuran adalah sebagai
berikut:
Tagihan Penjualan Angsuran
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
Contoh kasus:

XXX
XXX

Berdasarkan berita acara penjualan aset nomor BA-456/XYZ/2007 diketahui


bahwa Pemda XYZ telah menjual rumah dinas kepada para pegawai Pemda XYZ
dengan harga 500.000.000 secara angsuran. Pada akhir Desember 2004, angsuran
yang telah dibayar olehpegawai adalah sebesar Rp 50.000.000.
Jurnal untuk mencatat tagihan penjualan angsuran rumah dinastersebut sebagai
berikut:
Tagihan Penjualan Angsuran
450.000.000
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
450.000.000
b. Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)
Tuntutan perbendaharaan merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap
bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang
diderita oleh negara/daerah sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari
suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh bendahara tersebut atau
kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya.
Tuntutan perbendaharaan dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat Keputusan
Pembebanan setelah dikurangi dengan setoran yang telah dilakukan oleh
bendahara yang bersangkutan ke kas negara/kas daerah.
Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai tuntutan
perbendaharaan adalah Surat Keputusan Pembebanan dan surat tanda setoran
(SSBP atau STS lainnya). Dokumen sumber tersebut dapat diperoleh di
biro/bagian keuangan, badan pengelola keuangan daerah atau unit lain yang
ditunjuk.
Tuntutan ganti rugi merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap pegawai
negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu
kerugian yang diderita oleh negara/daerah sebagai akibat langsung ataupun tidak
langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai
tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya.

10

Tuntutan ganti rugi dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat Keterangan
Tanggungjawab Mutlak setelah dikurangi dengan setoran yang telah dilakukan
oleh pegawai yang bersangkutan ke kas negara/kas daerah.
Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai tuntutan ganti
rugi adalah Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak dan bukti setor berupa STS
atau SSBP.
Jurnal untuk mencatat saldo awal Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi
adalah sebagai berikut:
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi
XXX
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
XXX
Contoh kasus:
Berdasarkan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM) nomor SK
01/SKTM/XYZ/2007 diperoleh informasi Pemda XYZ memiliki piutang kepada
pegawai atas hilangnya aset Pemda berupa kendaraan dinas seharga Rp
100.000.000. Pengawai yang bersangkutan menyanggupi untuk membayar
tuntutan ganti rugi tersebut dengan mengangsur bulanan.Sampai dengan akhir
Desember 2004 cicilan pembayaran TGR yang telah dilakukan oleh pegawai
tersebut adalah sebesar Rp 3.000.000.
Jurnal untuk mencatat tuntutan ganti rugi tersebut adalah sebagai berikut:
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi
97.000.000
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
97.000.000
2.2 Acrrual Basis
Pada PSAP no 1 lampiran I di ilustrasi neraca Tagihan Penjualan Angsuran serta
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi diklasifikasikan pada aset lainnya
sesuai dengan ilustrasi di bawah ini:

11

Namun apabila kita mengacu pada PMK 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan


Akuntansi Pemerintah Pusat yang berdasarkan SAP berbasis akrual pada
penjelasan terkait aset lainnya, aset lainnya didefinisikan terdiri atas:
1) Aset Tak Berwujud
2) Kemitraan dengan Pihak Ketiga
3) Kas yang Dibatasi Penggunaannya
4) Aset Lain-Lain
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam kebijakan akuntansi
pemerintah

pusat

Tagihan

Penjualan

Angsuran

serta

Tuntutan

Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi tidak masuk dalam penggolongan aset


lainnya.
Berdasarkan PMK 219/PMK.05/2013 Tagihan Penjualan Angsuran serta Tuntutan
Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi yang melebihi jangka waktu 12 bulan
setelah tanggal pelaporan dimasukkan ke dalam klasifikasi Piutang Jangka
Panjang.
a. Piutang Tagihan Penjualan Angsuran (TPA)
1) Pengakuan;
Piutang TPA diakui saat terjadinya penjualan angsuran yang ditetapkan dalam
naskah/dokumen perjanjian penjualan.
2) Pengukuran;
Piutang TPA dicatat sebesar tagihan sebagaimana yang ditetapkan dalam
naskah/dokumen perjanjian penjualan

12

3) Penyajian;
Piutang TPA yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan setelah tanggal pelaporan
disajikan pada neraca sebagai Piutang Jangka Panjang.
b. Piutang Tagihan TP/TGR
1) Pengakuan;
Piutang TP/TGR diakui apabila telah memenuhi kriteria:
a) Telah ditandatanganinya Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM)
b) Telah diterbitkan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian
Sementara (SKP2KS) kepada pihak yang dikenakan tuntutan Ganti Kerugain
Negara; atau
c) Telah ada putusan Lembaga Peradilan yang berkekuatan hukum tetap yang
menghukum seseorang untuk membayar sejumlah uang kepada Pemerintah.
2) Pengukuran;
Piutang TP/TGR dicatat sebesar tagihan sebagaimana yang ditetapkan dalam
surat keterangan/ketetapan/keputusan adanya kerugian negara.
3) Penyajian;
Tagihan TP/TGR yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan setelah tanggal pelaporan
disajikan pada neraca sebagai Piutang Jangka Panjang.
Berikut adalah ilustrasi penyajian Piutang TPA dan Tagihan TP/TGR

c. Ilustrasi Jurnal
Saat muncul Piutang Jangka Panjang, KPA pada Buku Besar Akrual membukukan
dengan jurnal:

13

Piutang Jangka Panjang


xxx
Pendapatan Negara dan Hibah
xxx
Setelah Pelunasan Kas, pada Buku Besar Akrual dibukukan jurnal:
Diterima dari Entitas Lain
xxx
Piutang jangka Panjang
xxx
Dan pada Buku Besar Kas dibukukan Jurnal
Diterima Dari Entitas Lain
xxx
Pendapatan Negara dan Hibah
xxx
Dan pada saat akhir periode pelaporan, reklasifikasi bagian lancar piutang jangka
panjang dilakukan dengan cara membukukan di Buku Besar Akrual dengan jurnal:
Bagian Lancar Piutang Jangka Panjang
Piutang Jangka Panjang

xxx
xxx

3. Pengakuan, Pengukuran, dan Pelaporan Aset Kemitraan


3.1 Umum
Dalam PMK 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat,
Kemitraan dengan Pihak Ketiga merupakan jenis Aset Lainnya. Sedangkan dalam
PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual,
disebutkan bahwa, Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya.
Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan
angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerjasama dengan
fihak ketiga (kemitraan), dan kas yang dibatasi penggunaannya. Dalam
Permendagri No. 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintahan Daerah, Aset lainnya adalah
aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan dana
cadangan. Aset lainnya antara lain aset tak berwujud, kemitraan dengan pihak
ketiga, kas yang dibatasi penggunaannya, dan aset lain-lain.
3.2 Definisi
Berdasarkan PMK 219/PMK.05/2013 serta Permendagri No. 64/2013, yang
dimaksud dengan Aset Kerjasama/Kemitraan adalah aset tetap yang dibangun atau

14

digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan kerjasama/kemitraan. Masa


kerjasama/kemitraan adalah jangka waktu dimana Pemerintah dan mitra
kerjasama masih terikat dengan perjanjian kerjasama/kemitraan.
Sedangkan menurut PP No. 71/2010, yang dimaksud dengan Kemitraan adalah
perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai

komitmen untuk

melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan


atau hak usaha yang dimiliki.
3.3 Klasifikasi
Klasifikasi Aset Kemitraan dalam PMK 219/PMK.05/2013 adalah sebagai
berikut:
a. Bangun, Kelola, Serah BKS (Build, Operate, Transfer BOT), adalah
pemanfaatan tanah milik pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan
bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh
pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk
selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya,
diserahkan kembali kepada pengelola barang setelah berakhirnya jangka
waktu kerjasama BKS.
b. Bangun, Serah, Kelola BSK (Build, Transfer, Operate BTO) adalah
pemanfaatan tanah milik pemerintah oleh pihak lain dengan mendirikan
bangunan

dan/atau sarana,

berikut

fasilitasnya,

dan setelah selesai

pembangunannya diserahkan kepada pengelola barang untuk kemudian


didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu tertentu yang
disepakati.

15

c. Kerjasama Pemanfaatan (KSP) adalah pendayagunaan Barang Milik Negara


oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan
penerimaan Negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.
Untuk jenisnya sendiri berupa:
a. Tanah;
b. Gedung dan Bangunan dan/atau Sarana beserta seluruh fasilitasnya yang
dibangun untuk pelaksanaan perjanjian kerjasama/kemitraan;
c. BMN selain Tanah dan Bangunan.
Klasifikasi di atas dianut juga oleh Permendagri No. 64/2013, dengan beberapa
perubahan yaitu:
a. Istilah BKS dalam PMK 219/2013 menjadi Bangun, Guna, Serah (BGS);
b. Istilah BSK dalam PMK 219/2013 menjadi Bangun, Serah, Guna (BSG);
c. Barang Milik Negara menjadi Barang Milik Daerah dan ditujukan untuk
penerimaan daerah;
d. Tambahan klasifikasi yaitu Sewa, adalah pemanfaatan barang milik daerah
oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang
tunai;
3.4 Pengakuan
Berdasarkan PMK 219/PMK.05/2013 pengakuan Aset Kemitraan adalah sebagai
berikut:

16

a. Aset

Kerjasama/Kemitraan

diakui

pada

saat

terjadi

perjanjian

kerjasama/kemitraan, yaitu dengan perubahan klasifikasi aset dari aset tetap


menjadi aset kerjasama/kemitraan.
b. Aset

Kerjasama/Kemitraan

fasilitasnya,

dalam

rangka

berupa
kerja

Gedung
sama

dan/atau
BSK,

sarana

diakui

berikut

pada

saat

pengadaan/pembangunan Gedung dan/atau Sarana berikut fasilitasnya selesai


dan siap digunakan untuk digunakan/dioperasikan.
c. Dalam rangka kerja sama pola BSK/BTO, harus diakui adanya Utang
Kemitraan dengan Pihak Ketiga, yaitu sebesar nilai aset yang dibangun oleh
mitra dan telah diserahkan kepada Pemerintah pada saat proses pembangunan
selesai.
d. Setelah masa perjanjian kerjasama berakhir, aset kerjasama/kemitraan harus
diaudit oleh aparat pengawas fungsional sebelum diserahkan kepada Pengelola
Barang dan/atau Pengguna Barang.
e. Penyerahan kembali objek kerjasama beserta fasilitasnya kepada Pengelola
Barang dilaksanakan setelah berakhirnya perjanjian dituangkan dalam berita
acara serah terima barang.
f. Setelah masa pemanfaatan berakhir, tanah serta bangunan dan fasilitas hasil
kerjasama/kemitraan ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola Barang.

17

g. Klasifikasi aset hasil kerjasama/kemitraan berubah dari Aset Lainnya


menjadi Aset Tetap sesuai jenisnya setelah berakhirnya perjanjian dan telah
ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola Barang.
Dalam Permendagri No. 64/2013, poin b. istilah BSK diubah menjadi BSG. Poin
c. tidak diatur dalam Permendagri No. 64/2013. Istilah Pengguna Barang seperti
dalam poin d. tidak digunakan dalam Permendagri No. 64/2013. Kemudian dalam
poin g. istilah Pengelola Barang diganti dengan Kepala Daerah.
3.5 Pengukuran
Pengukuran Aset Kemitraan berdasarkan PMK 219/PMK.05/2013 serta
Permendagri No. 64/2013 adalah sebagai berikut:
a. Aset yang diserahkan oleh Pemerintah untuk diusahakan dalam perjanjian
kerjasama/kemitraan harus dicatat sebagai aset kerjasama/kemitraan sebesar
nilai bersih yang tercatat pada saat perjanjian atau nilai wajar pada saat
perjanjian, dipilih yang paling objektif atau paling berdaya uji.
b. Dana yang ditanamkan Pemerintah dalam Kerjasama/Kemitraan dicatat
sebagai penyertaan Kerjasama/Kemitraan. Di sisi lain, investor mencatat dana
yang diterima ini sebagai kewajiban.
c. Aset hasil kerjasama yang telah diserahkan kepada pemerintah setelah
berakhirnya perjanjian dan telah ditetapkan status penggunaannya, dicatat
sebesar nilai bersih yang tercatat atau sebesar nilai wajar pada saat aset
tersebut diserahkan, dipilih yang paling objektif atau paling berdaya uji.
3.6 Pelaporan

18

Penyajian

dan

pengungkapan

Aset

Kemitraan

berdasarkan

PMK

219/PMK.05/2013 serta Permendagri No. 64/2013 adalah sebagai berikut:


a. Aset kerjasama/kemitraan disajikan dalam neraca sebagai aset lainnya.
b. Dalam

hal

sebagian

dari

luas

aset

kemitraan

(tanah

dan

atau

gedung/bangunan), sesuai perjanjian, digunakan untuk kegiatan operasional


K/L (SKPD untuk Pemda), harus diungkapkan dalam CaLK.
c. Aset kerjasama/kemitraan selain tanah harus dilakukan penyusutan selama
masa kerja sama.
d. Masa penyusutan aset kemitraan dalam rangka KSP (BGS untuk Pemda)
melanjutkan masa penyusutan aset sebelum direklasifikasi menjadi aset
kemitraan.
e. Masa penyusutan aset kemitraan dalam rangka BSK (BSG untuk Pemda)
adalah selama masa kerjasama.
f. Sehubungan dengan Perjanjian Kerjasama/Kemitraan, pengungkapan berikut
harus dibuat:
1) Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian;
2) Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian;
3) Ketentuan tentang perubahan perjanjian apabila ada;
4) Kententuan mengenai penyerahan aset kerjasama/kemitraan kepada
pemerintah pada saat berakhirnya masa kerjasama;

19

5) Ketentuan tentang kontribusi tetap yang harus dibayar/disetor mitra


kerjasama ke Rekening Kas Negara; dan
6) Penghitungan atau penentuan hak bagi pendapatan/hasil kerjasama.
(Dalam Permendagri 64/2013 poin f. ini tidak digunakan untuk Pemda)
g. Sehubungan dengan pengungkapan yang lazim untuk aset, pengungkapan
berikut harus dibuat untuk aset kerjasama/kemitraan:
1) Klasifikasi aset yang membentuk aset kerjasama;
2) Penentuan biaya perolehan aset kerjasama/kemitraan; dan
3) Penentuan depresiasi/penyusutan aset kerjasama/kemitraan.
h. Setelah aset diserahkan dan ditetapkan penggunaannya, aset hasil kerjasama
disajikan dalam neraca dalam klasifikasi aset tetap.
Ilustrasi penyajian Aset Kemitraan yaitu pada Aset Lainnya berdasarkan PMK
219/2013 pada Neraca:

PEMERINTAH ABC
NERACA
Per 31 Desember 20XX
URAIAN

JUMLAH

20

ASET
ASET LANCAR

ASET TETAP
..
ASET LAINNYA
KEWAJIBAN
EKUITAS

xxx

Untuk Permendagri No. 64/2013, penyajian Aset Kemitraan dengan Pihak Ketiga
dalam Neraca adalah sebagai berikut:

PEMERINTAH DAERAH XYZ


NERACA
Per 31 Desember 20XX
Uraian
Jumlah
DANA CADANGAN
Dana Cadangan
Dana Cadangan ..
ASET LAINNYA
Tagihan Jangka Panjang
Kemitraan dengan Pihak Ketiga
xxx
Sewa
Kerjasama Pemanfaatan
Bangun Guna Serah
Bangun Serah Guna
Aset Tidak Berwujud
Aset Lain-lain
KEWAJIBAN
Sedangkan menurut PP No. 71/2010, ilustrasi penyajian Aset Kemitraan dengan
Pihak Ketiga pada Neraca adalah:

21

PEMERINTAH ABC
NERACA
Per 31 Desember 20XX
N
O
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56

Uraian

20XX

Akumulasi Penyusutan
Jumlah Aset Tetap
ASET LAINNYA
Tagihan Penjualan Angsuran
Tuntutan Ganti Rugi
Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Aset Tak Berwujud
Aset Lain-Lain
Jumlah Aset Lainnya

xxx

JUMLAH ASET
KEWAJIBAN

Contoh transaksi awal Bangun Guna Serah untuk Pemerintah Daerah:


Pemerintah Daerah XYZ telah mengikat kerjasama dengan PT A untuk
membangun gedung olahraga. Total nilai aset yang diserahkan pemerintah dalam
kemitraan tersebut adalah sebesar RP 100.000.000,00
Jurnal untuk mencatat kemitraan dengan pihak ketiga dengan pola BGS tersebut
adalah sebagai berikut:
Uraian
Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Aset Tetap Tanah

Debet
100.000.000

Kredit
100.000.000

Contoh transaksi Bangun Serah Kelola Pemerintah:

22

Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah telah


mengikat kerjasama BSK dengan PT R untuk membangun rumah sakit. Untuk
menyelesaikan pembangunan rumah sakit tersebut, investor telah mengeluarkan
dana sebesar Rp500.000.000,00 sedangkan tanah yang diserahkan oleh
Pemerintah

untuk

pembangunan

rumah

sakit

tersebut

adalah

senilai

Rp100.000.000,00 Aset BSK tersebut telah selesai dibangun dan telah diserahkan
kepada pemerintah.
Jurnal untuk mencatat kemitraan dengan pihak ketiga dengan pola BSK tersebut
adalah sebagai berikut:
Uraian
Kemitraan dengan Pihak Ketiga
Aset Tetap Tanah
Utang Jangka Panjang Lainnya-Kemitraan

Debet
600.000.000

Kredit
100.000.000
500.000.000

4. Pengakuan, Pengukuran, dan Pelaporan Aset Tak Berwujud


Aset Tidak Berwujud (ATB) adalah aset non-moneter yang tidak mempunyai
wujud fisik, dan merupakan salah satu jenis aset yang dimiliki oleh
kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Aset ini sering dihubungkan dengan hasil
kegiatan entitas dalam menjalankan tugas dan fungsi penelitian dan pengembangan
serta sebagian diperoleh dari proses pengadaan dari luar entitas. Walaupun telah
banyak ATB yang diidentifikasi dimiliki pemerintah, namun SAP belum mengatur
secara memadai tentang akuntansi dan pelaporan ATB. Pengertian, kriteria, dan
jenis-jenis

ATB

harus

dipahami

dengan

baik

agar

aset

ini

dapat

dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan.


Pemerintah banyak mengeluarkan sumber daya untuk melakukan kegiatan-kegiatan
dalam rangka memperoleh, mengembangkan, memelihara, dan memperkuat

23

sumber daya tak berwujud, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, rancangan dan
implementasi suatu sistem atau proses yang baru, dan kekayaan intelektual.
Berbagai entitas berupaya untuk terus melakukan riset dan pengembangan.
Terlebih bagi entitas yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan kegiatan riset
dan pengembangan sebagian besar anggarannya dialokasikan untuk riset dan
pengembangan.
4.1 Kriteria ATB
a. Dapat diidentifikasi
Dapat dipisahkan, artinya aset ini memungkinkan untuk dipisahkan atau
dibedakan secara jelas dari aset-aset yang lain pada suatu entitas. Oleh karena
aset ini dapat dipisahkan atau dibedakan dengan aset yang lain, maka ATB ini
dapat dijual, dipindahtangankan, diberikan lisensi, disewakan, ditukarkan, baik
secara individual maupun secara bersama-sama. Namun demikian tidak berarti
bahwa ATB baru diakui
Timbul dari kesepakatan yang mengikat, seperti hak kontraktual atau hak
hukum

lainnya,

tanpa

memperhatikan

apakah

hak

tersebut

dapat

dipindahtangankan atau dipisahkan dari entitas atau dari hak dan kewajiban
lainnya.
b. Pengendalian asset
Pengendalian merupakan syarat yang harus dipenuhi. Tanpa adanya
kemampuan untuk mengendalikan aset maka sumber daya dimaksud tidak
dapat diakui sebagai aset suatu entitas. Suatu entitas disebut mengendalikan
aset jika entitas memiliki kemampuan untuk memperoleh manfaat ekonomi
masa depan yang timbul dari aset tersebut dan dapat membatasi akses pihak
lain dalam memperoleh manfaat ekonomi dari aset tersebut. Kemampuan
untuk mengendalikan aset ini pada umumnya didasarkan pada dokumen

24

hukum yang sah dari lembaga yang berwenang, namun demikian dokumen
hukum ini bukanlah sebagai suatu prasyarat yang wajib dipenuhi karena
mungkin

masih

terdapat

cara

lain

yang

digunakan

entitas

untuk

mengendalikan hak tersebut.


c. Manfaat masa depan
Karakteristik aset secara umum adalah kemampuannya untuk dapat
memberikan manfaat ekonomis dan jasa potensial (potential services) di masa
depan. Manfaat ekonomis dapat menghasilkan aliran masuk atas kas, setara
kas, barang, atau jasa ke pemerintah.
4.2 Jenis ATB
a. Goodwill
Goodwill adalah kelebihan nilai yang diakui oleh suatu entitas akibat adanya
pembelian kepentingan/saham di atas nilai buku. Goodwill dihitung
berdasarkan selisih antara nilai entitas berdasarkan pengakuan dari suatu
transaksi peralihan/penjualan kepentingan/saham dengan nilai buku kekayaan
bersih perusahaan.
b. Software
Software computer yang masuk dalam kategori ATB adalah software yang
bukan merupakan bagian tak terpisahkan dari hardware komputer tertentu.
Jadi software ini dapat digunakan di komputer lain. Oleh karena itu software
komputer sepanjang memenuhi definisi dan kriteria pengakuan merupakan
ATB.
c. Royalti
Nilai manfaat ekonomi yang akan/dapat diterima atas kepemilikan hak
cipta/hak paten/hak lainnya pada saat hak dimaksud akan dimanfaatkan oleh
orang, instansi atau perusahaan lain.
d. Lisensi dan franchise

25

Lisensi dapat diartikan memberi izin. Pemberian lisensi dilakukan jika ada
pihak yang memberi lisensi dan pihak yang menerima lisensi, melalui sebuah
perjanjian. Dapat juga merupakan pemberian izin dari pemilik barang/jasa
kepada pihak yang menerima lisensi untuk menggunakan barang atau jasa
yang dilisensikan. Franchise merupakan perikatan dimana salah satu pihak
diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan
intelektual (HAKI) atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu
imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut
dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
e. Hak Paten, Hak Cipta.
Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor
atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya
kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Hak
cipta

merupakan

"hak

untuk

menyalin

suatu

ciptaan".

Hak

cipta

memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak


sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya, hak cipta memiliki masa berlaku
tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau
karya cipta atau ciptaan.
f. Hasil kajian/pengembangan yang memberikan manfaat jangka panjang
Hasil kajian/pengembangan yang memberikan manfaat jangka panjang adalah
suatu kajian atau pengembangan yang memberikan manfaat ekonomis
dan/atau sosial dimasa yang akan datang yang dapat diidentifikasi sebagai

26

aset. Apabila hasil kajian tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan
manfaat ekonomis dan/atau sosial maka tidak dapat diakui sebagai ATB.
g. ATB Lainnya
ATB lainnya merupakan jenis ATB yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
jenis ATB yang ada.
4.3 Pengakuan ATB
Untuk dapat diakui sebagai ATB maka suatu entitas harus dapat membuktikan
bahwa pengeluaran atas aktivitas/kegiatan tersebut telah memenuhi:
1. Kriteria ATB; dan
2. Kriteria pengakuan.
Persyaratan pengakuan tersebut berlaku untuk pengeluaran pada saat
pengakuan awal dan pengeluaran biaya setelah pengakuan awal. Pengakuan
awal sebesar biaya perolehan untuk ATB yang berasal dari transaksi
pertukaran atau untuk ATB yang dihasilkan dari internal entitas. Nilai wajar
digunakan untuk ATB yang diperoleh melalui transaksi bukan pertukaran.
Pengeluaran setelah pengakuan sebesar biaya yang dikeluarkan untuk
menambah dan mengganti ATB yang memenuhi kriteria pengakuan ATB.
Sifat alamiah ATB, dalam banyak kasus, adalah tidak adanya penambahan
nilai terhadap ATB tertentu atau penggantian dari sebagian ATB dimaksud.
Oleh karena itu, kebanyakan pengeluaran setelah perolehan dari ATB mungkin
dimaksudkan untuk memelihara kemungkinan manfaat ekonomi di masa
datang atau jasa potensial yang terkandung dalam ATB dimaksud dan tidak
lagi merupakan upaya untuk memenuhi definisi ATB dan kriteria
pengakuannya. Dengan kata lain, seringkali sulit untuk mengatribusikan
secara langsung pengeluaran setelah perolehan terhadap suatu ATB tertentu
sehingga diperlakukan sebagai biaya operasional suatu entitas. Namun
demikian, apabila memang terdapat pengeluaran setelah perolehan yang dapat

27

diatribusikan langsung terhadap ATB tertentu, maka pengeluaran tersebut


dapat dikapitalisasi ke dalam nilai ATB dimaksud.
a. Pengakuan ATB Diperoleh Secara Internal
Untuk menentukan apakah perolehan internal ATB memenuhi kriteria untuk
pengakuan, perolehan ATB dikelompokkan dalam 2 tahap, yaitu:
1. Tahap penelitian atau riset;
2. Tahap pengembangan.
Jika pemerintah tidak dapat membedakan tahap penelitian/riset dengan tahap
pengembangan atas aktivitas/kegiatan internal untuk menghasilkan ATB,
pemerintah harus memperlakukan seluruh pengeluaran atas aktivitas/kegiatan
tersebut sebagai pengeluaran dalam tahap penelitian/riset.
Pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan/aktivitas penelitian/riset (atau tahap
penelitian/riset dari kegiatan/aktivitas internal) tidak dapat diakui sebagai
ATB. Pengeluaran-pengeluaran tersebut harus diakui sebagai beban pada saat
terjadi.
ATB yang timbul dari pengembangan (atau dari tahapan pengembangan satu
kegiatan internal) harus diakui jika, dan hanya jika, pemerintah dapat
memperlihatkan seluruh kondisi dibawah ini, yaitu adanya:
Kelayakan teknis atas penyelesaian ATB sehingga dapat tersedia untuk

1.

digunakan atau dimanfaatkan;


2. Keinginan untuk menyelesaikan dan menggunakan atau memanfaatkan ATB
3.
4.
5.

tersebut;
Kemampuan untuk menggunakan dan memanfaatkan ATB tersebut;
Manfaat ekonomi dan atau sosial dimasa datang;
Ketersediaan sumber daya teknis, keuangan, dan lainnya yang cukup untuk
menyelesaikan pengembangan dan penggunaan atau pemanfaatkan ATB

6.

tersebut;
Kemampuan untuk mengukur secara memadai pengeluaran-pengeluaran
yang diatribusikan ke ATB selama masa pengembangan.

28

b. Perlakuan Untuk Hak Paten


Hak Paten adalah salah satu jenis ATB yang kemungkinan dapat dimiliki oleh
Pemerintah yang perolehannya dapat berasal dari hasil Kajian dan
Pengembangan atas penelitian yang dilakukan pemerintah atau pendaftaran
atas suatu kekayaan/warisan budaya/sejarah yang dimiliki.
Hak Paten yang diperoleh untuk melindungi kekayaan/warisan budaya/sejarah,
maka atas aset ini secara umum diakui pada saat dokumen hukum yang sah
atas Hak Paten tersebut telah diperoleh. Namun untuk mengantisipasi lamanya
jangka waktu terbitnya dokumen tersebut, maka entitas dapat mengakui
sebagai Hak Paten terlebih dahulu dengan nilai sebesar biaya pendaftarannya,
kemudian memberikan penjelasan yang memadai dalam Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK).
4.4 Pengukuran ATB
a. Pembelian
Harga yang harus dibayar entitas untuk memperoleh suatu ATB akan
mencerminkan harapan kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang
dharapkan dimasa datang atau jasa potensial yang melekat pada aset tersebut
akan mengalir masuk kedalam entitas tersebut. Dengan kata lain, entitas
pemerintah mengharapkan adanya manfaat ekonomi ataupun jasa potensial
yang mengalir masuk. Oleh karenanya, kriteria pengakuan umum harus dapat
dipenuhi dalam perolehan ini.
Biaya untuk memperoleh ATB dengan pembelian terdiri dari:
1) Harga beli, termasuk biaya import dan pajak-pajak, setelah dikurangi
dengan potongan harga dan rabat;

29

2) Setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa


aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk
penggunaan yang dimaksudkan.
b. Pertukaran
Perolehan ATB dari pertukaran aset yang dimiliki entitas dinilai sebesar nilai
wajar dari aset yang diserahkan. Apabila terdapat aset lainnya dalam
pertukaran, misalnya kas, maka hal ini mengindikasikan bahwa pos yang
dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang sama sehingga pengukuran dinilai
sebesar aset yang dipertukarkan ditambah dengan kas yang diserahkan.
c. Kerjasama
ATB dari hasil kerjasama antar dua entitas atau lebih disajikan berdasarkan
biaya perolehannya dan dicatat pada entitas yang menerima ATB tersebut
sesuai dengan perjanjian dan atau peraturan yang berlaku.
d. Donasi/hibah
ATB yang diperoleh dari donasi/hibah harus dicatat sebesar nilai wajar pada
saat perolehan. Penyerahan ATB tersebut akan sangat andal bila didukung
dengan bukti perpindahan kepemilikannya secara hukum, seperti adanya akta
hibah.
e. Pengembangan secara internal
ATB yang diperoleh dari pengembangan secara internal, misalnya hasil dari
kegiatan pengembangan yang memenuhi syarat pengakuan, nilai perolehannya
diakui sebesar biaya perolehan yang meliputi biaya yang dikeluarkan sejak
ditetapkannya ATB tersebut memiliki masa manfaat di masa yang akan datang
sampai dengan ATB tersebut telah selesai dikembangkan.
Pengeluaran atas unsur ATB yang awalnya telah diakui oleh entitas sebagai
beban tidak boleh diakui sebagai bagian dari harga perolehan ATB di

30

kemudian hari. ATB yang dihasilkan dari pengembangan software komputer r,


maka tahap yang dapat dilakukan kapitalisasi adalah tahap pengembangan
aplikasi.
Terhadap ATB dilakukan amortisasi, kecuali atas ATB yang memiliki masa
manfaat tidak terbatas. Namun demikian, perlu dipastikan benar - benar aset
tersebut memiliki masa manfaat tidak terbatas atau sebaliknya masa
manfaatnya masih dapat diestimasikan khususnya terkait dengan saat dimana
aset dimaksud tidak akan memiliki nilai lagi, misalnya karena adanya
teknologi yang lebih baru atau yang lebih canggih. Amortisasi dapat dilakukan
dengan berbagai metode seperti garis lurus, metode saldo menurun dan
metode unit produksi.
4.5 Penghentian dan Pelepasan
ATB diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam mendukung kegiatan
operasional pemerintah. Namun demikian, pada saatnya suatu ATB harus
dihentikan dari penggunaannya. Beberapa keadaan dan alasan penghentian
ATB antara lain adalah penjualan, pertukaran, hibah, atau berakhirnya masa
manfaat ATB sehingga perlu diganti dengan yang baru. Apabila suatu ATB
dihentikan dari penggunaannya, baik karena dipindahtangankan maupun
karena berakhirnya masa manfaat atau tidak lagi memiliki manfaat ekonomi,
maka pencatatan ATB yang bersangkutan harus dikoreksi.
4.6 Penyajian dan Pengungkapan
ATB disajikan dalam neraca sebagai bagian dari Aset Lainnya. Hal-hal yang
diungkapkan dalam Laporan Keuangan atas ATB antara lain sebagai berikut:
a. Masa manfaat dan metode amortisasi;
b. Nilai tercatat bruto, jumlah amortisasi yang telah dilakukan dan nilai buku
ATB;

31

c. Penambahan maupun penurunan nilai tercatat pada awal dan akhir periode,
termasuk penghentian dan pelepasan ATB.
5. Pengakuan, Pengukuran, dan Pelaporan Aset Lain-Lain
5.1 Pengertian
Aset lainnya merupakan aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka
panjang, aset tetap dan dana cadangan. Aset tetap yang dimaksudkan untuk
dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah direklasifikasi ke dalam Aset Lainlain. Hal ini dapat disebabkan karena rusak berat, usang, dan/atau aset tetap yang
tidak digunakan karena sedang menunggu proses pemindahtanganan (proses
penjualan, sewa beli, penghibahan, penyertaan modal).
5.2 Pengakuan
Pengakuan aset lain-lain diakui pada saat suatu aset tetap dihentikan dari
penggunaan aktif pemerintah dan direklasifikasikan ke dalam aset lain-lain.
5.3 Pengukuran
Aset tetap yang dimaksudkan untuk dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah
direklasifikasi ke dalam Aset Lain-lain menurut nilai tercatatnya. Pengukuran Aset
lainlain yang berasal dari reklasifikasi aset tetap disusutkan mengikuti kebijakan
penyusutan aset tetap. Proses penghapusan terhadap aset lain lain dilakukan
paling lama 12 bulan sejak direklasifikasi kecuali ditentukan lain menurut
ketentuan perundang-undangan.
5.4 Penyajian dan Pengungkapan
Aset Lain-lain disajikan di dalam kelompok Aset Lainnya dan diungkapkan secara
memadai di dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Hal-hal yang perlu
diungkapkan antara lain adalah faktor-faktor yang menyebabkan dilakukannya
penghentian penggunaan, jenis aset tetap yang dihentikan penggunaannya, dan
informasi-informasi lainnya yang relevan.

32

BAB III
PENUTUP
Simpulan
1. Menurut Buletin Teknis No. 01 SAP tentang Penyusunan Neraca Awal
Pemerintah Pusat, yaitu; Aset lainnya adalah aset pemerintah selain aset
lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan dana cadangan.
Aset lainnya antara lain terdiri dari :
a. Aset Tak Berwujud
b. Tagihan Penjualan Angsuran
c. Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)
d. Kemitraan dengan Pihak Ketiga
e. Aset Lain-lain
2. Mengacu pada PMK 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi
Pemerintah Pusat yang berdasarkan SAP berbasis akrual pada penjelasan
terkait aset lainnya, dalam kebijakan akuntansi pemerintah pusat Tagihan
Penjualan Angsuran serta Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi tidak
masuk dalam penggolongan aset lainnya.
Berdasarkan PMK 219/PMK.05/2013 Tagihan Penjualan Angsuran serta
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi yang melebihi jangka waktu 12
bulan setalah tanggal pelaporan dimasukkan ke dalam klasifikasi Piutang
Jangka Panjang.

33

3. Berdasarkan PMK 219/PMK.05/2013 serta Permendagri No. 64/2013, yang


dimaksud dengan Aset Kerjasama/Kemitraan adalah aset tetap yang dibangun
atau digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan kerjasama/kemitraan. Masa
kerjasama/kemitraan adalah jangka waktu dimana Pemerintah dan mitra
kerjasama masih terikat dengan perjanjian kerjasama/kemitraan.
Sedangkan menurut PP No. 71/2010, yang dimaksud dengan Kemitraan adalah
perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai komitmen untuk
melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset
dan atau hak usaha yang dimiliki.
Klasifikasi aset kemitraan ada 3 (tiga) yaitu Bangun Guna Serah, Bangun
Serah Guna, dan Kerjasama Pemanfaatan.
4. Aset Tidak Berwujud (ATB) adalah aset non-moneter yang tidak mempunyai
wujud fisik, dan merupakan salah satu jenis aset yang dimiliki oleh
kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Aset ini sering dihubungkan dengan
hasil kegiatan entitas dalam menjalankan tugas dan fungsi penelitian dan
pengembangan serta sebagian diperoleh dari proses pengadaan dari luar
entitas.
Jenis-jenis klasifikasi ATB antara lain goodwill, royalti, software, lisensi,
franchise, hak paten & hak cipta, hasil kajian/pengembangan yang
memberikan manfaat jangka panjang, dan ATB lainnya.
5. Aset lainnya merupakan aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka
panjang, aset tetap dan dana cadangan. Aset tetap yang dimaksudkan untuk
dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah direklasifikasi ke dalam Aset
Lain-lain. Hal ini dapat disebabkan karena rusak berat, usang, dan/atau aset
tetap

yang

tidak

digunakan

34

karena

sedang

menunggu

proses

pemindahtanganan (proses penjualan, sewa beli, penghibahan, penyertaan


modal).

DAFTAR PUSTAKA

35

1. PMK 219/ PMK.05/ 2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.


2. Permendagri 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah.
3. PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
4. Buletin Teknis No. 01: Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat.
5. Buletin Teknis No. 11 tentang Aset Tidak Berwujud.

36

Anda mungkin juga menyukai