Anda di halaman 1dari 43

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa
NIM
Pembimbing
Tanda tangan

: I Made Setiadji
: 030.09.114
: dr. Tjahaja, Sp. A
:

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. RA
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur
: 4 tahun
Suku Bangsa : Betawi
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 18 Juni 2010
Agama
: Islam
Alamat
: Jln. Al Ikhlas No.44 RT/RW 10/06 Pendidikan
:Kelurahan Makasar, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur
IDENTITAS ORANG TUA/ WALI
Ayah:
Nama: Tn. I
Umur: 33 tahun
Alamat: Jalan Al Ikhlas, Jakarta Timur
Pekerjaan: Buruh
Penghasilan: Rp. 2.000.000,00
Pendidikan: STM
Suku Bangsa: Betawi
Agama: Islam

Ibu:
Nama: Ny. A
Umur: 30 tahun
Alamat: Jalan Al Ikhlas, Jakarta Timur
Pekerjaan: Ibu rumah tangga
Penghasilan: (-)
Pendidikan: SMK
Suku Bangsa: Betawi
Agama: Islam

Hubungan dengan orang tua: Pasien merupakan anak kandung.


I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. A (ibu kandung pasien)
Tanggal masuk
: 02 Juni 2014 pukul 20.00 WIB
Tanggal anamnesis : 04 Juni 2014 pukul 07.00 WIB
Keluhan utama
: Badan terasa dingin dan tampak pucat sejak 1 hari sebelum
Keluhan tambahan

masuk rumah sakit


: Demam, nyeri perut, badan pegal-linu, sakit kepala, napsu
makan menurun, bintik-bintik merah pada kulit, gusi berdarah,
mimisan, BAK berkurang, mengantuk, BAB hitam

A. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar oleh sang Ibu dengan keluhan badan
terasa dingin dan tampak pucat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (demam hari ke
empat). Sejak pagi hari pasien sudah tampak mengantuk dan lebih banyak tidur, saat itu

hanya kedua tangan dan kaki yang terasa dingin. Menjelang sore pasien dirasa makin
mengantuk dan tubuhnya terasa dingin serta mulai tampak pucat.
Selain keluhan utama tersebut, pasien juga demam, nyeri perut, badan pegal-linu,
sakit kepala, napsu makan menurun, bintik-bintik merah pada kulit, gusi berdarah, mimisan,
BAK berkurang, mengantuk, serta BAB berwarna hitam. Demam dirasakan pasien sejak
kamis siang (saat ini merupakan demam hari ke 7), awalnya pasien hanya hangat tiba-tiba
suhu mendadak meningkat dan terasa sangat panas dengan perabaan tangan. Demam disertai
mengigau namun tidak menggigil ataupun kejang. Demam sempat turun pada hari ketiga dan
setelah minum obat namun kembali tinggi. Demam muncul disertai nyeri perut disekitar ulu
hati, terjadi penurunan napsu makan, dan pasien mengeluh badan pegal-lini serta sakit kepala.
Bintik-bintik merah timbul pada kulit perut pada demam hari kedua. Mimisan dan perdarahan
gusi timbul pada demam hari ketiga. Pada hari tersebut pasien dikerok oleh sang nenek
sehingga muncul bintik-bintik merah pada bekas kerokan di tubuh. Pada demam hari ke
empat, pasien mulai mengalami penurunan kesadaran, badan terasa dingin, keluar keringat
dingin, dan badan tampak pucat. Sehari setelahnya pasien dibawa ke IGD RSUD karena
dirasa semakin lemas dan BAK sedikit hanya sekali pada pagi hari gelas pekat. Pasien
masuk bangsal perawatan pada hari senin pukul 20.00 WIB setelah di IGD selama 5 jam.
Selama dirawat kesadaran pasien membaik, demam menurun, dan BAK semakin banyak,
namun perut pasien menjadi buncit semakin tegang. Pada demam hari ke 6 pasien mengalami
bengkak. Bengkak muncul pertama kali pada perut lalu pada tungkai dan tangan, dan terakhir
pada wajah. Sesak napas disangkal. Pada demam hari ke 7 pasien BAB hitam sebanyak satu
kali pada pagi hari, konsistensi lunak tidak cair ataupun terlalu padat, sebelumnya pasien
belum BAB selama 3 hari.
Pasien sebelumnya sudah berobat ke puskesmas pada demam hari ke dua dan
diberikan puyer serta obat penurun panas. Dengan obat yang diberikan panas berkurang
namun hanya beberapa jam dan kembali tinggi namun keluhan nyeri perut tidak berkurang.
Orang tua pasien juga memberikan pasien obat panas (proris syrup) yang dibeli sendiri di
apotek.

B. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Sebelumnya pasien
pernah dibawa berobat ke RS sebanyak tiga kali: yang pertama pada usia 1 tahun karena
campak, yang kedua usia 2 tahun karena diare, dan yang ketiga karena cacar air pada usia 3
tahun. Berikut merupakan tabel ringkasan riwayat penyakit yang diderita oleh pasien:
Penyakit
Alergi
Cacingan
DBD
Otitis
Parotitis

Umu
r
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Penyakit

Umur

Penyakit

Umur

Difteria
Diare
Kejang
Morbili
Operasi

(-)
2 tahun
(-)
1 tahun
(-)

Penyakit jantung
Penyakit ginjal
Radang paru/ TBC
Penyakit darah
Lain-lain: cacar air

(-)
(-)
(-)
(-)
3 tahun

Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita : Pasien pernah menderita diare,
campak, dan cacar air namun riwayat penyakit dahulu tidak berhubungan dengan kondisi
sakit sekarang.
C. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Morbiditas kehamilan
KEHAMILAN

Perawatan antenatal
Tempat persalinan
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi

KELAHIRAN
Keadaan bayi

Tidak ada
ANC rutin ke puskesmas 1x/ bulan, tidak
dilakukan suntik TT
RSUP Fatmawati
Dokter spesialis kebidanan
SC atas indikasi panggul sempit
Cukup bulan
Berat lahir: 3400 gr
Panjang lahir: 53 cm
Lingkar kepala: (tidak tahu)
Langsung menangis (+) Kemerahan (+)
Pucat (-) Biru (-) Kuning (-) Kejang (-)
Nilai APGAR: (tidak tahu)
Kelainan bawaan: tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan/ kelahiran : Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa


Kehamilan.
D. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : 6 bulan
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor :
Tengkurap

: Umur 4 bulan

(Normal: 3-4 bulan)

Duduk

: Umur 7 bulan

(Normal: 6-9 bulan)

Berdiri

: Umur 12 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Berjalan

: Umur 13 bulan

(Normal: 13 bulan)

Bicara

: Umur 12 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

: Umur 24 bulan bicara lancar


Kesimpulan riwayat perkembangan : Perkembangan baik/ sesuai usia.
E. Riwayat Makanan
Umur (bulan)

ASI/PASI

Buah / Biskuit

Bubur Susu

Nasi Tim

02

ASI

24

ASI

46

ASI

68

ASI

8 10
10 -12

ASI
ASI

+
+

+
+

+
+

Umur diatas 1 tahun:


Jenis Makanan
Nasi/ Pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu
Lain-lain

Frekuensi dan Jumlah


3x/ hari
2x/ hari
1x/ hari
1x/ hari
1x/ minggu
3x/ minggu
3x/ minggu
1 kotak susu bendera setiap hari sampai 3 tahun
(-)

Kesulitan makan : Tidak ada kesulitan makan sebelum jatuh sakit. Sejak timbul demam,
pasien tidak mau makan ataupun minum. Kesulitan makan sudah sejak 4 hari SMRS.
Kesimpulan riwayat makanan : Pasien mengalami kesulitan makan sejak jatuh sakit.
F. Riwayat Imunisasi
Vaksin
BCG
DPT / PT

Dasar ( umur )
2 bulan
2 bulan
-

6 bulan

Ulangan ( umur )
-

Polio

0 bulan

2 bulan

4 bulan

Campak
Hepatitis B

0 bulan

1 bulan

9 bulan
6 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar tidak lengkap karena pasien hanya
mendapatkan suntikan DPT sebanyak dua kali.
G. Riwayat Keluarga
Corak reproduksi :
No
1.

2.

Tahun

Jenis

lahir

kelamin

01/ 02/
2004

Perempuan

18/ 06/

Perempuan
2010
Riwayat pernikahan :
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada

Hidup
+

Lahir
mati
-

Abortus

Mati (sebab)

Ayah / Wali
Tn. I
1
26 tahun
Tamat STM
Islam
Betawi
Sehat
-

Keterangan
kesehatan
Sehat
(kakak
pasien)
Sakit
(pasien)

Ibu / Wali
Ny. A
1
23 tahun
Tamat SMK
Islam
Betawi
Sehat
-

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada yang menderita gejala atau penyakit yang sama
seperti dialami oleh pasien. Tidak ada penyakit keturunan dalam keluarga pasien. Ayah dan
ibu pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang dapat diturunkan kepada anak.
Kesimpulan riwayat keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala dan
penyakit yang serupa dengan pasien. Pasien tidak memiliki penyakit turunan dalam keluarga
dan tidak ada yang menderita penyakit menular dalam keluarga.
A. Riwayat Lingkungan Perumahan
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan seorang kakak kandung di rumah yang
merupakan rumah orang tua Ayah. Kawasan tempat tinggal pasien padat penduduk,
pencahayaan dan ventilasi kurang karena hanya memiliki satu jendela, sumber air berasal dari
Sanyo dimana jarak antara septic tank dan sumber air lebih dari 10 meter. Air limbah rumah
tangga disalurkan melalui selokan dan dibersihkan satu kali dalam seminggu. Daerah tempat
tinggal pasien tidak ada yang sakit demam-demam seperti DBD. Tidak dilakukan fogging di
daerah tempat tinggal pasien.

Kesimpulan riwayat lingkungan perumahan : Kondisi tempat tinggal pasien kurang baik
karena ventilasi dan pencahayaan tidak adekuat serta tidak pernah dilakukan fogging.
B. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai seorang buruh dengan penghasilan yang tidak tetap
berkisar sekitar Rp.2.000.000,-/ bulan. Dengan penghasilan tersebut Ayah menanggung dua
orang anak dan satu istri.
Kesimpulan sosial ekonomi : Pasien berasal dari keluarga dengan taraf sosial ekonomi
menengah kebawah.
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 04 Juni 2014 pukul 08.00 WIB)
A. Status Generalis
Keadaan Umum :
Kesan Sakit
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Kesan Gizi
: Baik
Keadaan lain
: Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-), edema (+)
pada wajah, perut, serta keempat ekstremitas
Data Antropometri :
Berat Badan Masuk : 15 kg
Berat Badan Sekarang: 17 kg
Panjang Badan
: 100 cm
Status Gizi :
BB / U = 15/16 x 100 % = 93,75 % (Gizi baik)
TB / U = 100/100 x 100 % = 100 % (Tinggi baik)
BB / TB = 15/16 x 100 % = 93.75 % (Gizi baik)
Peningkatan BB sejak sakit = 2 kg
Berdasarkan kurva CDC 2000 gizi pasien termasuk dalam kategori gizi baik.
Tanda Vital :
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi
: 130 x/menit, kuat, isi cukup, regular (takikardia)
Napas
: 38 x/menit, tipe abdomino-torakal
Suhu
: 36,8C (diukur dengan termometer air raksa pada aksila)
Kepala
: Normocephali, ubun-ubun sudah menutup
Rambut
: Rambut hitam, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut
Wajah
: Wajah simetris, tampak edema
Mata :
Visus
: Tidak dilakukan
Sklera ikterik
: -/Konjungtiva anemis : -/-

Ptosis
: -/Lagofthalmus : -/Cekung
: -/-

Exophthalmus
: -/Kornea jernih : +/+
Strabismus
: -/Lensa jernih : +/+
Nistagmus
: -/Pupil
: Bulat, isokor
Refleks cahaya
: Langsung +/+ , tidak langsung +/+
Edema palpebra
: +/+
Telinga :
Bentuk
: Normotia
Tuli
: -/Nyeri tarik aurikula : -/Nyeri tekan tragus
: -/Liang telinga
: Sempit
Membran timpani
: Sulit dinilai
Serumen
: -/Refleks cahaya
: Sulit dinilai
Cairan
: -/Hidung :
Bentuk
: Simetris
Napas cuping hidung
: -/Sekret
: -/Deviasi septum
:Mukosa hiperemis
: -/Konka eutrofi
: +/+
Bibir
: Mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)
Mulut
: Trismus (-), oral hygiene cukup baik
Lidah
: Normoglossia, lidah kotor (-)
Tenggorokan : Tidak ada kelainan palatum, dinding faring posterior tidak hiperemis, ukuran
tonsil T1-T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, tidak ada detritus
Leher
: Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak massa/ benjolan, tidak tampak
deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun kelenjar getah bening,
trakea teraba di tengah, pemeriksaan JVP tidak dilakukan
Thoraks :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan
yang tertinggal, tipe pernapasan abdomino-torakal, tidak terdapat retraksi, ictus cordis

tidak terlihat
Palpasi : Gerakan pernapasan simetris kanan dan kiri, vokal fremitus sama kuat kanan

dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS IV linea midklavikularis kiri, denyut kuat
Perkusi : Redup pada daerah basal paru dalam posisi duduk.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronki (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung

I-II reguler, murmur (-), gallop (-)


Abdomen :
Inspeksi : Perut distensi, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut, roseola
spots (-), tidak tampak benjolan, kulit keriput (-), gerakan peristaltik (-), smiling

umbilicus (+).
Auskultasi : Bising usus (+) melemah, frekuensi 3 x/ menit
Palpasi : Lingkar perut 60 cm, tegang, nyeri tekan (-) pada seluruh regio abdomen,
turgor kulit sulit dinilai, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, dan lien tidak

teraba membesar, undulasi (-)


Perkusi : Redup pada seluruh region abdomen kecuali daerah sekitar umbilicus

timpani pada perkusi, shifting dullness (+)


Genitalia
: Tidak ditemukan kelainan pada genitalia eksterna
Kelenjar Getah Bening :
Preaurikuler
: Tidak teraba membesar

Postaurikuler
: Tidak teraba membesar
Submandibula
: Tidak teraba membesar
Supraklavikula
: Tidak teraba membesar
Aksila
: Tidak teraba membesar
Inguinal
: Tidak teraba membesar
Ekstremitas : Keempat ekstremitas teraba hangat, capillary refill time (CRT) kurang dari 2
Punggung
Kulit

detik, keempat ekstremitas edema +/+ pitting


: Tulang belakang bentuk normal dan tidak tampak deviasi, edema sakrum (-)
: Warna kulit sawo matang merata, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis,
turgor kulit baik, lembab, CRT kurang dari dua detik, tidak tampak ruam,
tampak bintik perdarahan pada tubuh dan keempat ekstremitas

B. Status Neurologis
Refleks Fisiologis
Biceps
Triceps
Patella
Achilles

Kanan
+
+
+
+

Kiri
+
+
+
+

Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer

Kanan
-

Kiri
-

Tanda Rangsang Meningeal


Kaku kuduk
Kanan
Kernig
Laseq
Brudzinski I
Brudzinski II
-

Kiri
-

Pemeriksaan Nervus Kranialis :

N. I (Olfaktorius) : Tidak dilakukan pemeriksaan

N. II dan III (Optikus dan Okulomotorius) : Pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+

N. IV dan VI (Troklearis dan Abducens) : Gerakan bola mata baik ke segala arah

N. V (Trigeminus) : Tidak ada gangguan sensibilitas wajah

N. VII (Facialis) : Wajah simetris, dapat menutup mata sempurna

N. VIII (Vestibulo-koklearis) : Tidak dilakukan pemeriksaan

N. IX dan X (Glossofaringeus dan Vagus) : Tidak dilakukan pemeriksaan

N. XI (Aksesorius) : Gerakan leher dan bahu tidak terganggu

N. XII (Hipoglosus) : Gerakan lidah tidak terganggu

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tanggal 02 Juni 2014 :

Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW

Hasil

Nilai Normal

5.8 ribu/ L
5.4 juta/ L
13.7 g/dL ()
41 % ()
17 ribu/ L ()
76.0 fl
25.6 pg
33.5 g/dL
13.4 %

5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
31 43 %
229 553 ribu/ L
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14

Pemeriksaan laboratorium tanggal 03 Juni 2014 :

Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
LED

Hasil

Nilai Normal

10.1 ribu/ L
5.1 juta/ L
13.3 g/dL ()
38 %
17 ribu/ L ()
5 mm/jam

5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
31 43 %
229 553 ribu/ L
0-10 mm/jam

MCV
MCH
MCHC
RDW

75.0 fl
26.3 pg
35.0 g/dL
13.2 %

72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14

Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit

0%
2%
4%
52 %
36 %
6%

1.1 %
1-5 %
3-6 %
25-60 %
25-50 %
1-6 %

Pemeriksaan laboratorium tanggal 04 Juni 2014 :


Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Urinalisis
Warna
Kejernihan
Glukosa
Bilirubin
Keton
pH
Berat Jenis
Albumin Urin
Urobilinogen
Nitrit
Darah
Esterase Lekosit
Sedimen Urin
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Silinder
Kristal
Bakteri
Jamur
Feces Makroskopik
Warna
Konsistensi
Lendir
Darah
Feces Mikroskopik
Leukosit
Eritrosit
Amoeba Coli
Amoeba Histolitika
Telur Cacing
Feces Pencernaan
Lemak
Amilum

Hasil

Nilai Normal

10.6 ribu/ L
4.0 juta/ L
10.1 g/dL ()
29 % ()
39 ribu/ L ()
71.5 fl
25.1 pg
35.2 g/dL
12.3 %

5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
31 43 %
229 553 ribu/ L
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14

Kuning
Agak keruh
Negatif
Negatif
+1
6.0
1.030
Negatif
1.0 EU/dl
Positif
Negatif
Negatif

Kuning
Jernih
Negatif
Negatif
Negatif
4.6-8
1.005-1.030
Negatif
0.1-1 EU/dl
Negatif
Negatif
Negatif

0-1/ lpb
0-1 /lpb
Positif
Negatif
Negatif
Positif
Negatif

< 5/ lpb
< 2/ lpb
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Coklat
Lunak
Negatif
Negatif

Coklat
Lunak
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif

Negatif
Negatif

Serat
Sel Ragi
Darah Samar

Negatif
Negatif
Negatif

Pemeriksaan laboratorium tanggal 05 Juni 2014 :

Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW

Positif
Negatif
Negatif

Hasil

Nilai Normal

7.0 ribu/ L
3.7 juta/ L
9.4 g/dL ()
29 % ()
48 ribu/L ()
76.0 fl
25.0 pg
33.0 g/dL
14.0 %

5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
31 43 %
229 553 ribu/ L
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14

Pemeriksaan laboratorium tanggal 06 Juni 2014 :

Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW

Hasil

Nilai Normal

5.9 ribu/ L
4.0 juta/ L
9.8 g/dL ()
29 % ()
70 ribu/L ()
72.6 fl
24.8 pg
34.1 g/dL
12.4 %

5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
31 43 %
229 553 ribu/ L
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14

AST / SGOT

211 mU/dL

<56

ALT / SGPT

106 mU/dL

<39

Kimia Klinik
Hati

Pemeriksaan laboratorium tanggal 07 Juni 2014 :

Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin

Hasil

Nilai Normal

5.5 ribu/ L
4.1 juta/ L
9.9 g/dL ()

5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL

Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW

31 %
146 ribu/L ()
76.0 fl
24.2 pg
31.7 g/dL ()
14.7 %

31 43 %
229 553 ribu/ L
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14

Pemeriksaan laboratorium tanggal 09 Juni 2014 :

Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW

Hasil

Nilai Normal

8.8 ribu/ L
4.0 juta/ L
9.9 g/dL ()
31 %
324 ribu/L ()
76.0 fl
24.6 pg
32.5 g/dL ()
14.6 %

5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
31 43 %
229 553 ribu/ L
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14

AST / SGOT

211 mU/dL

<56

ALT / SGPT

106 mU/dL

<39

Kimia Klinik
Hati

B. Pemeriksaan Radiologi : Tidak dilakukan


IV. RESUME
Anak RA, perempuan, usia 4 tahun datang ke IGD RSUD Budhi Asih diantar oleh
sang Ibu dengan keluhan badan terasa dingin dan tampak pucat sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sejak pagi pasien tampak mengantuk/ penurunan kesadaran dan menjelang sore
badan terasa dingin dan tampak pucat. Selain keluhan utama tersebut, pasien juga demam 4
hari sebelum masuk rumah sakit mendadak tinggi hingga pasien mengigau. Saat demam
timbul, pasien juga mengeluh nyeri perut sekitar ulu hari, badan pegal-linu, sakit kepala, dan
napsu makan yang menurun. Pada demam hari kedua timbul bintik-bintik merah pada badan
pasien. Pada demam hari ketiga terjadi perdarahan spontan berupa mimisan serta perdarahan
pada gusi. Pada demam hari keempat pasien mengalami penurunan kesadaran, badan terasa
dingin dan keluar keringat dingin, badan tampak pucat, dan BAK hanya sedikit sekali

sehingga dibawa ke IGD RSUD Budhi Asih dan akhirnya dirawat di ruang perawatan. Pada
demam hari keenam pasien timbul bengkak, bengkak muncul pertama kali pada perut, lalu
pada tungkai dan tangan, kemudian terakhir pada wajah. Sesak napas disangkal. Pada demam
hari ketujuh pasien BAB hitam sebanyak satu kali pada pagi hari dengan konsistensi lunak
sebelumnya pasien belum BAB selama 3 hari. Riwayat penyakit dahulu yang pernah diderita
oleh pasien ialah campak pada usia 1 tahun, diare pada usia 2 tahun, serta cacar air pada usia
3 tahun. Tidak ada masalah selama masa kehamilan maupun persalinan. Imunisasi dasar tidak
lengkap karena baru mendapat suntikan DPT sebanyak dua kali. Perkembangan baik dan
sesuai usia. Pasien mengalami kesulitan makan sejak timbul demam/ 4 hari SMRS. Riwayat
penyakit di keluarga disangkal. Lingkungan perumahan pasien dinilai kurang baik karena
ventilasi dan pencahayaan tidak adekuat serta tidak pernah dilakukan fogging.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan pasien keadaan umum sakit
sedang, compos mentis, dan status gizi baik berdasarkan data antropometri dan grafik CDC
2000. Pemeriksaan tanda vital didapatkan takikardia dan suhu tidak febris. Kelainan yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik status generalis berupa edema wajah, edema palpebra,
perkusi pada thorax didapatkan redup pada daerah basal paru, abdomen distensi dengan
lingkar perut 60 cm, bising usus melemah, abdomen tegang, hepar teraba 2 jari dibawah arcus
costae, smiling umbilicus, shifting dullness, pitting edema pada keempat ekstremitas, dan
bintik perdarahan pada tubuh dan keempat ekstremitas. Status neurologis dalam batas normal.
Dari

hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

hemokonsentrasi

(ditandai

hemoglobin serta hematokrit yang meningkat) dan trombositopenia. Hasil pemeriksaan urin
didapatkan urin agak keruh dengan keton +1, nitrit positif, serta bakteri positif. Hasil
pemeriksaan feces ditemukan serat pada feces sedangkan paremeter lainnya dalam batas
normal. Tidak dilakukan pemeriksaan radiologi.

V. DIAGNOSIS BANDING

Demam Berdarah Dengue Derajat III dengan perbaikan sirkulasi


Demam Berdarah Chikungunya
Idiopatik Trombositopeni Purpura

VI. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis utama : Dengue shock syndrome / dengue haemorrhagic fever grade III

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


- Hematologi rutin ulang
- IgM & IgG Dengue blot
- Urin lengkap dan Feses lengkap
- Faal Hati : SGOT/ SGPT
VIII. PENATALAKSANAAN
IGD :
Jam
15.50

16.20

TTV
KU/Kes

TSB/Somnolen

Tensi

90/Palpasi mmHg

Nadi

160x/menit nadi teraba halus

RR

30x/menit

Suhu
KU/KES

37.2C
Akral dingin
TSB/Somnolen

Tensi

90/Palpasi mmHg

Nadi

152 x/menit teraba agak kuat di


radialis
32 x/menit

RR

Terapi
O2 2 liter/menit
(I) : Asering 500cc
(20cc/kgBB/Jam)

Lanjutkan

Akral dingin
16.50

KU/KES

TSB/Somnolen

Tensi

90/60 mmHg

Nadi

126 x/menit nadi teraba kuat

RR

32 x/menit

O2 2 liter/menit
(II) : Asering 500cc
(10cc/kgBB/Jam)

Akral dingin
20.20

21.30

KU/KES

TSB/Somnolen

Tensi

90/63 mmHg

Nadi

134 x/menit

RR

32 x/menit

Suhu

Balans :
Intake : 900cc (Infus)
Output : 100cc (BAK)
Total : +800cc
KU/KES
TSS/Somnolen

O2 2 liter/menit
(II) : Asering : (III) : Gelafusin
(6cc/kgBB/Jam:4cc/kgBB/Jam
)

O2 2 liter/menit

Tensi
Nadi
RR
Suhu
Akral dingin
KU/KES
Tensi
Nadi

23.00

103/67 mmHg
128 x/menit
38 x/menit
36oC

(IV) : Asering : (III) Gelafusin


(6cc/kgBB/Jam:4cc/kgBB/Jam
)

TSS/Apatis Delirium
95/67 mmHg
115 x/menit pulsasi kuat di
radialis
40 x/menit
-

Lanjutkan

RR
Suhu
Akral dingin
KU/KES
TSS/Apatis Delirium

00.00

Tensi

100/70 mmHg

Nadi

113 x/menit

RR

23 x/menit

Suhu

36.5oC

O2 2 liter/menit
(III) : Gelafusin Habis
(IV) : Asering Sisa 410cc
Rawat Inap

Akral dingin
Balans Cairan :
Intake : 900cc + 690cc
Output : 100cc + 140cc
Total : 1590 240 = +1350cc
BANGSAL :
A Non medika Mentosa
1
2

Edukasi ibu pasien tentang penyakit pasien.


Observasi TTV tiap jam

B Medika Mentosa
1 O2 2 liter/menit
2 IVFD Asering 7cc/kgBB/Jam
3 Inj. Ranitidin 2 x 15mg
4 Paracetamol 3 x 150mg bila suhu > 38oC
IV. PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Functionam
Ad Sanationam

: Dubia Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam

FOLLOW UP
Tgl
3/6/2014
Perawatan

S
Perut
menjadi

O
KU : CM / TSS, kesan
gizi cukup

A
DSS
Perbaikan

P
1. O2 1-2 L/menit
2. Asering

5-

Hari ke-2
BB: 15kg
Balans :
18.00
06.00 :
+250cc

Diuresis :
1.38/kgB
B/12 jam

4/6/2014
Perawatan
Hari ke-3
BB: 17kg
Balans :
06.00
06.00 :
I: 1800cc
O: 550cc
T:1250cc
Diuresis :

kencang
TTV :110/60 mmHg
Nyeri perut Nadi : 115 x/menit
Suhu : 36.9 0C
(+)
RR : 44 x/menit
Demam (-)
Kepala : normocephali,
Sesak (-)
BAB 1 kali, UUB datar
Mata : CA -/-, SI -/-,
konsistensi
RCL +/+, RCTL +/+
cair, ampas Hidung : NCH -/-,
Sekret (-)
(+) sedikit
Mulut : kering (-)
tidak
ada sianosis (-)
Leher : KGB Tidak
kehitaman.
teraba membesar,
BAK
Retraksi (-)
normal
Tho : simetris, retrasksi
(-)
P:sn. Vesikuler +/+, rh
-/- kasar, wh -/-, suara
napas melemah pada
daerah basal paru kanan
dan kiri. Perkusi redup
pada daerah basal paru.
J: BJ I-II reg, m (-),
gallop (-)
Abdomen : buncit,
tegang, bu (+), turgor
baik. Hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costae,
tepi tajam, lunak, nyeri
tekan (+).
Ekstremitas : akral
hangat, udem (+), CRT
< 2, Petechie (+)
Perut
KU : CM / TSS, kesan
DSS
gizi cukup
Perbaikan
menjadi
TTV :
kencang
Tensi : 100/60 mmHg
Kaki,
Nadi : 130 x/menit
Suhu : 36.8 0C
Tangan,
RR : 38 x/menit
Wajah dirasa Kepala : normocephali,
UUB datar
bengkak
Nyeri perut Mata : CA -/-, SI -/-,
RCL +/+, RCTL +/+
(+)
Oedem palpebral +/+
Demam (-)
Hidung : NCH -/-,

7cc/kgBB/Jam
(Bila

urine

>

1cc/kgBB/Jam

5cc/kgBB/Jam)
3. Inj. Rantin 2x15mg
4. Puasa
5. Monitor TTV

1. O2 1-2 L/menit
2. Asering
5cc/kgBB/Jam
(Bila Hematokrit
3cc/kgBB/Jam)
3. Inj. Rantin 2x15mg
4. PCT 150mg T >
38oC
5. Diit Bubur susu
6. Monitor TTV
7. Cek UL + FL

1.83/kgB
B/24 jam

5/6/2014
Perawatan
Hari ke-4
BB: 18kg
Balans :
06.00
06.00 :
I: 1224cc
O: 1150cc
T: 74cc
Diuresis :
2.66/kgB
B/12 jam

Sesak (-)
Sekret (-)
BAB 1 kali, Mulut : kering (-)
sianosis (-)
konsistensi
Tho : simetris, retrasksi
cair, ampas (-)
(+) Warna P:sn. Vesikuler +/+, rh
-/- kasar, wh -/-, suara
kehitaman.
napas melemah pada
BAK
daerah basal paru kanan
normal
dan kiri. Perkusi redup
pada daerah basal paru.
J: BJ I-II reg, m (-),
gallop (-)
Abdomen : buncit,
tegang, bu (+), turgor
baik. Hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costae,
tepi tajam, lunak, nyeri
tekan (+).
Ekstremitas : akral
hangat, udem (+), CRT
< 2, petechie (+)
Perut,
KU : CM / TSS, kesan
DSS
Perbaikan
tangan, kaki, gizi cukup.
TTV :
dan wajah Tensi : 100/60 mmHg
masih terasa Nadi : 130 x/menit
Suhu : 36.3 0C
bengkak
RR : 35 x/menit
Nyeri perut Kepala : normocephali,
UUB datar, sudah
(+)
menutup.
Demam (-)
Mata : CA -/-, SI -/-,
Sesak (-)
BAB hitam RCL +/+, RCTL +/+
Oedem palpebral +/+
(-).
Hidung : NCH -/-,
BAK
Sekret (-)
normal
Mulut : kering (-)
sianosis (-)
Tho : simetris, retrasksi
(-)
P:sn. Vesikuler +/+, rh
-/- kasar, wh -/-, suara
napas melemah pada
daerah basal paru kanan
dan kiri. Perkusi redup

1. O2 1-2 L/menit
2. Asering
3cc/kgBB/Jam

Venflon
3. Inj. Rantin 2x15mg
4. PCT 150mg T >
38oC
5. Diit makanan lunak
6. Monitor TTV
7. Cek OT/PT

6/6/2014
Perawatan
Hari ke-5
BB: 16kg
Balans :
06.00
06.00 :
I: 500cc
O: 1350cc
T: -850cc
Diuresis :
3.5/kgBB/
12 jam

Perut,
tangan, kaki,
dan

wajah

berkurang
-

bengkaknya.
Nyeri perut

(+)
Demam (-)
Sesak (-)
BAB hitam
(-).

Belum

BAB 2 hari.
BAK
normal

pada daerah basal paru.


J: BJ I-II reg, m (-),
gallop (-)
Abdomen : buncit,
tegang, bu (+), turgor
baik. Hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costae,
tepi tajam, lunak, nyeri
tekan (+).
Ekstremitas : akral
hangat, udem (+), CRT
< 2
KU : CM / TSS, kesan
DSS
gizi cukup
Perbaikan
TTV :
Tensi : 100/60 mmHg
Nadi : 123 x/menit
Suhu : 36.3 0C
RR : 35 x/menit
Kepala : normocephali,
UUB datar, sudah
menutup.
Mata : CA -/-, SI -/-,
RCL +/+, RCTL +/+
Oedem palpebral +/+
Hidung : NCH -/-,
Sekret (-)
Mulut : kering (-)
sianosis (-)
Tho : simetris, retrasksi
(-)
P:sn. Vesikuler +/+, rh
-/- kasar, wh -/-, suara
napas melemah pada
daerah basal paru kanan
dan kiri. Perkusi redup
pada daerah basal paru.
J: BJ I-II reg, m (-),
gallop (-)
Abdomen : buncit,
tegang, bu (+), turgor
baik. Hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costae,
tepi tajam, lunak, nyeri
tekan (+).
Ekstremitas : akral

1.
2.
3.
4.

O2 1-2 L/menit K/P


Venflon
Inj. Rantin 2x15mg
PCT 150mg T >

38oC
5. Diit makanan lunak
6. Monitor TTV
7. Bio Curliv Syr 2 x
1 Cth

7/6/2014
Perawatan
Hari ke-6
BB: 15kg

Balans :
06.00
06.00 :
I: 900cc
O: 1650cc
T: -750cc

Diuresis :
4.58/kgB
B/12 jam

8/6/2014
Perawatan
Hari ke-7
BB:
14.5kg

hangat, udem (+), CRT


< 2
Sakit perut KU : CM / TSS, kesan
gizi cukup
(-)
Sakit perut TTV :
Tensi : 100/60 mmHg
(-)
Nadi : 113 x/menit
Demam (-)
Suhu : 36.5 0C
Sesak (-)
RR : 29 x/menit
Belum BAB Kepala : normocephali,
UUB datar
3 hari.
Mata : CA -/-, SI -/-,
BAK
RCL +/+, RCTL +/+
normal
Oedem palpebral -/Hidung : NCH -/-,
Sekret (-)
Mulut : kering (-)
sianosis (-)
Tho : simetris, retrasksi
(-), perkusi redup pada
basal paru
P:sn. Vesikuler +/+, rh
+/+ kasar, wh -/J: BJ I-II reg, m (-),
gallop (-)
Abdomen : datar, supel,
bu (+), turgor baik.
Ekstremitas : akral
hangat, udem (-), CRT
< 2
Pagi :
S : 38.5oC
N : 110 x/menit

DSS
Perbaikan

Sore :
S : 36.8 oC
N : 110 x/menit

Sakit

perut KU : CM / TSS, kesan

1.
2.
3.
4.

O2 1-2 L/menit K/P


Venflon
Inj. Rantin 2x15mg
PCT 150mg T >

5.
6.
7.
8.

38oC
Curliv Syr 2 x 1Cth
Diit makanan lunak
Monitor TTV
Cek ulang OT/PT +
H2TL

Siang :
S : 36.5 oC
N : 110 x/menit

Balans :
06.00
06.00 :
I: 700cc
O: 1600cc
T: -900cc
Diuresis :
4.59/kgB
B/12 jam
9/6/2014

DSS
Perbaikan

1.
2.
3.
4.

O2 1-2 L/menit K/P


Venflon
Inj. Rantin 2x15mg
PCT 150mg T >

5.
6.
7.
8.

38oC
Curliv Syr 2 x 1Cth
Diit makanan lunak
Monitor TTV
Cek ulang OT/PT +
H2TL

DSS

1. Inj. Rantin 2x15mg

Perawatan
Hari ke-8
BB: 14kg
Balans :
06.00
06.00 :
I: 600cc
O: 1050cc
T: -350cc
Diuresis :
3.125/kgB
B/12 jam

(-)
Demam (-)
Sesak (-)
BAB 1 kali,

gizi cukup, edema


TTV :
Tensi : 100/80 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Suhu : 36.9 0C
konsistensi
RR : 28 x/menit
lunak, warna Kepala : normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-,
kuning
RCL +/+, RCTL +/+
kecoklatan.
Oedem palpebral -/BAK
Hidung : NCH -/-,
Sekret (-)
normal
Mulut : kering (-)
sianosis (-)
Tho : simetris, retrasksi
(-), perkusi sonor.
P:sn. Vesikuler +/+, rh
+/+ kasar, wh -/J: BJ I-II reg, m (-),
gallop (-)
Abdomen : datar, supel,
bu (+), turgor baik.
Hepar teraba 2 jari di
bawah arcus costae
kanan.
Ekstremitas : akral
hangat, udem (+), CRT
< 2, petechie (-),
oedem (-).

Perbaikan

2. Curliv Syr 2 x 1Cth


3. PCT 150mg T >
38oC
4. Boleh Pulang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Demam berdarah dengue adalah infeksi virus dengue yang ditandai dengan demam
tinggi yang timbul mendadak tanpa sebab jelas, berlangsung secara terus-menerus
selama 2-7 hari, terdapat manifestasi perdarahan, adanya kebocoran plasma karena
peningkatan permeabilitas kapiler.(1)
B. Etiologi
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian
besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia tenggaa, Amerika tengah, Amerika, dan

Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk
ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus. Terdapat empat serotipe virus dengue
yaitu DENV-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes, terutama Ae. Aegypti dan Ae. Albopticus. Virus dengue dapat menyebabkan
demam dengue, demam berdarah, dan sindrom syok dengue yang endemik dan epidemik
di daerah tropis Asia dan Afrika.

(infectiusdisease)

Infeksi denga salah satu serotipe akan

menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak
ada perlindungan terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis tipe
serotipe dengue dapat ditemukan di berbagai daerah Indonesia. Serotipe DENV-3
merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.(1)
C. Epidemiologi
Dengue merupakan penyakit viral dengan hospes nyamuk yang paling cepat
menyebar di dunia. Pada 50 tahun terakhir telah terjadi peningkatan insiden sebesar 30%
dan penambahan ekspansi secara geografik ke negara lain. Kurang lebih 50 juta infeksi
dengue terjadi setiap tahunnya dan 2,5 miliar orang tinggal di negara endemik dengue.
Di Indonesia dimana lebih dari 35% penduduknya tinggal di daerah kota, 150.000 kasus
dilaporkan pada tahun 2007 yang merupakan kasus tercatat tertinggi dengan lebih dari
25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat. Mortalitas kasus dengue di
Indonesia adalah sebesar sebesar 1%.(2)
D. Patogenesis
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia berkisar antara 3-14 hari sebelum gejala
muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai ketujuh, sedangkan
masa inkubasi dalam tubuh nyamuk berkisar sekitar 8-10 hari. Setelah masuk ke dalam
tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang
selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul
respon imun baik humoral maupun selular, antar lain anti netralisasi, anti-hemaglutiin,
dan anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada
infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada menjadi meningkat.(3)Antibodi terhadap virus dengue dapat
ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-lima, meningkat pada minggu pertama
sampai ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat saat demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat
pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat dtegakkan

dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi seknder
dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang
cepat.(4)
Patofisiologi DBD dan DSS sampai saat ini belum jelas, oleh karena itu muncul
banyak teori tentang respon imun. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal antibodi terhadap NS1,
Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah
terinfeksi virus tersebut melalui aktivitas netralisasi atau aktivasi komplemen. Akhirnya
banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah
kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama, tetapi apabila terjadi antiodi
non-netralisasi virus, keadaan penderita menjadi parah apabila epitop vitus yang masuk
tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes. Pada infeksi kedua yang dipicu
oleh virus dengue dengan serotipe berbeda, virus dengue berperan sebagai super antigen
setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan APC yang
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari MHC.(3)

Gambar Bagan Patogenesis Demam Berdarah Dengue

Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masuh merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak
langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus
dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain dan akan
menginfeksi, kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi
antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit
yang bertransformasi, dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3A dan C5A akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan
syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama
24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura,
asites). Syok yang tidak dapat ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan
anoksia, yang dapat berakibat fatal. Oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna
mencegah kematian.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP, sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (Reticulo Endothelial System) sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan
terjadinya koagulopati konsumtif, ditandai dengan peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation
Product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga

mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih


cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan
aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.(5,6)
The Immunological Enhancement Hypothesis
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi
menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan
neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu (1) kelompok
monoclonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisi tetapi memacu replikasi virus,
dan (2) antibodi yang dapat menetralisi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi
virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant specificity. Antibodi nonneutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks
imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang
mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda
cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi
imunologis (the immunological enhancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut:1
a) Sel fagosit monoklear yaitu monosit, fagosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
b) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat
(sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue
pada permukaan sel fagosit monoklear. Mekanisme pertama ini disebut sebagai
mekanisme aferen.
c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah
terinfeksi.
d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus,
hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter
perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjaran ialah jumlah sel yang terkena
infeksi.
e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral
dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi
pemeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut
mekanisme efektor.
Aktivasi Limfosit T

Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus
dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder
oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4
berproliferasi dan menghasilkan IFN-. IFN- selanjutnya merangsang sel yang
terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh
limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus dengue monosit akan mengalami lisis dan
mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.(1)

E. Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue menyebabkan infeksi simptomatik atau serokonversi
asimptomatik. Infeksi dengue simptomatik adalah penyakit sistemik dan dinamik, yang
secara umum dibagi menjadi berat dan tidak berat.(6) Setelah periode inkubasi, gejala
mulai muncul dan dibagi menjadi tiga fase yaitu fase febris, fase kritis, dan fase
pemulihan.

Gambar Perjalanan Infeksi Dengue(7)

1. Fase Febris
Pasien mengalami demam tinggi mendadak. Fase ini biasanya terjadi antara 27 hari dan sering diikuti dengan kemerahan muka, kemerahan pada kulit, nyeri pada
seluruh tubuh, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital, fotopobia, dan nyeri kepala.
Beberapa pasien juga dapat mengeluhkan nyeri tenggorok, faring hiperemis, dan
injeksi konjungtiva, anoreksia, mual, dan muntah.(8)

Pada fase ini infeksi dengue akan sulit dibedakan dengan demam yang
disebabkan non-dengue. Uji torniquet positif meningkatkan kemungkinan infeksi
dengue.(9,10) Manifestasi perdarahan ringan seperti ptekiae dan perdarahan membran
mukosa bisa terjadi.(10,12) Perdarahan masif vagina dan saluran pencernaan dapat
terjadi pada fase ini namun sangat jarang terjadi. (5) Hepar akan membesar dan nyeri
beberapa hari setelah demam muncul. Abnormalitas pemeriksaan laboratorium
adalah penurunan jumlah total leukosit, yang merupakan tanda yang meningkatkan
kemungkinan infeksi dengue.(9)
2. Fase Kritis
Selama masa transisi dari fase febris ke fase tidak febris, pasien tanpa
peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik tanpa melewati fase kritis.
Sedangkan pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menunjukkan
tanda bahaya yang kebanyakan merupakan akibat dari kebocoran plasma.
Awal dari fase kritis adalah turunnya suhu tubuh menjadi 37,5 38.0 0C atau
lebih rendah, biasanya terjadi 3-8 hari setelah hari pertama demam. Leukopenia
progresif diikuti dengan penurunan drastis trombosit menyebabkan kebocoran
plasma. Peningkatan hematokrit diatas normal merupakan tanda awal adanya
kebooran plasma. Periode klinis kebocoran plasma biasanya terjadi selama 24-48
jam.(13,14)Derajat kebocoran plasma sangat bervariasi. Peningkatan hematokrit
menyebabkan perubahan tekanan darah dan volume nadi.
Derajat hemokonsenterasi diatas hematokrit dasar menggambarkan beratnya
kebocoran plasma. Pemeriksaan hematokrit sangat penting untuk menentukan
kebutuhan dari terapi airan intravena. Efusi pleura dan asites biasanya terdeteksi
setelah terapi cairan intravena, kecuali kebocoran plasma sangat signifikan.
Radiografi foto dada lateral decubitu, usg dada dan abdomen, atau kantung empedu
merupakan cara deteksi awal. Selain tanda dari kebocoran plasma, manifestasi
perdarahan seperti mudah memar dan perdarahan saar dilakukan vena punksi sering
terjadi.
Syok terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran, hal ini
ditandai dengan munculnya tanda bahaya. Suhu tubuh menjadi rendah saat syok
terjadi. Pada syok berat dan atau berkepanjangan dapat terjadi hipoperfusi yang
menyebabkan asidosis metabolik, kerusakan organ progresif, dan koagulasi
intravaskular diseminata. Hal ini menyebabkan perdarahan berat yang menyebaban
penurunan hematokrit pada syok yang berat. Selain leukopenia yang sering terlihat
pada fase ini, peningkatan leukosit juga dapat terjadi akibat respon stres pada pasien

dengan perdarahan masif. Selain itu, gangguan organ dapat muncul seperti hepatitis
berat, ensefalitis, miokarditis, dan atau perdarahan masif tanpa lebocoran plasma
hebat atau syok.(7)
Tanda Bahaya Dengue
Tanda bahaya dengue biasanya muncul pada hari ke 3-7 dari demam hari
pertama. Muntah persisten dan nyeri perut hebat merupakan indikasi awal kebocoran
plasma dan semakin memburuk pada keadaan syok. Akumulsi cairan pada rongga
abdomen ataupun pleura, perdarahan mukosa, letargi, pembesaran hepar >2cm, serta
peningkatan hematokrit disertai dengan penurunan drastis trombosit.(7)
3. Fase Pemulihan
Pasien akan mengalami fase ini setelah 24-48 jam melalui fase kritis,
reabsorpsi secara bertahap dari cairan ekstraseluler terjadi 48-72 jam setelahnya.
Manifestasi klinis mulai membaik, tanda vital stabil, dan diuresis sesuai normal. Pada
beberapa pasien muncul confluent erythematous atau petechial rash. Hematokrit
mulai menurun menjadi normal disertai dengan peningkatan leukosit, namun
peningkatan trombosit biasanya terjadi setelahnya.(7)
4. Dengue Berat
Kasus dengue berat dinyatakan pada pasien yang dicurigai terinfeksi dengue
yang memiliki tanda salah satu dari:
1. Kebocoran plasma berat

yang

menyebabkan

syok

dan

atau

terakumulasinya cairan dengan gangguan pernapasan


2. Perdarahan hebat
3. Kerusakan organ berat(7)
F. Klasifikasi
Derajat penyakit demam berdarah dengue menurut WHO 1997 adalah: (13)
Derajat I

Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

Derajat II

perdarahan ialah uji bending


Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

Derajat III

perdarahan lain
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
nadi menurun atau hipotensi, sianosis di sekitar mulu, kulit dingin dan

Derajat IV

lembap dan anak tampak gelisah


Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
tidak terukur

Perubahan dalam epidemiologi dengue terutama peningkatan jumlah kasus dewasa


dan ekspansi dengue ke negara lain di dunia menimbulkan masalah dalam penggunaan
klasifikasi WHO sebelumnya. Dimana terdapat kesulitan dalam mengaplikasikan derajat

penyakit demam berdarah dengue dan peningkatan kasus dengue berat yang tidak
seluruhnya memenuhi klasifikasi dengue derajat IV membuat re-klasifikasi demam
berdarah menjadi penting. Klasifikasi kasus dengue menurut derajat penyakitnya WHO
tahun 2009 terbagi atas 3, yaitu dengue tanpa tanda bahaya, dengue dengan tanda
bahaya, dan dengue berat.(7)

Gambar Klasifikasi Derajat Dengue menurut WHO 2007(7)

G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis laboratorium dengue ditegakkan dengan mendeteksi virus dan atau
kompenen dari virus tersebut dengan memeriksa respon serologis setelah infeksi. Di
Indonesia pemeriksaan yang digunakan secara umum adalah pemeriksaan darah lengkap,
IgM dan IgG, dan NS1. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan leukopenia,
hemokonsenterasi, trombositopenia, dan pada hitung jenis akan terlihat peningkatan dari
limfosit atau monosit.(7)

Pemeriksaan Serologis
Setelah satu minggu tibuh terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti oleh
pembentukan IgM-antidengue. IgM hanya berada dalam waktu relatif singkat dan akan
disusul segera oleh pembentukan IgG. Pada kira-kira hari kelima infeksi terbentuk
antibodi yang bersifat menetralisir virus (neutralizing antibody = NT). Titer antibodi NT
akan naik cepat dan menurun secara lambat untuk waktu yang lama. Setelah NT, timbul
antibodi yang mempunyai sifat menghambat hemaglutinasi sel darah merah
(hemaglutination inhibiting antibody=HI). Antibodi yang terakhir yaitu antibodi yang
mengikat komplemen (complement fixing antibody=CF). Teknik pemeriksaan serologi
yang dianjurkan WHO ialah pemeriksaan HI dan CF. Pada uji serologi HI, kemungkinan
adanya infeksi sekunder yang baru terjadi ditandai oleh titer antibody HI yang sama atau
lebih besar daripada 1:1280 pada masa akut.
Pemeriksaan NS-1 adalah pemeriksaan terhadap antigen non struktural-1 dengue
(NS1) dapat mendeteksi infeksi virus dengue dengan lebih awal dari pemeriksaan
antibodi dengue, dan bahkan dapat terdeteksi pada hari pertama mulai demam.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada penderita demam yang disertai dengan gejala
klinis infeksi virus dengue pada hari 1-3 mulai demam. Bila hasilnya negatif tetapi gejala
infeksi virus dengue menetap, dianjurkan untuk periksa Anti-Dengue IgG & IgM, serta
hematologi rutin.

Gambar Hasil Pemeriksaan Serologis Dengue

H. Diagnosis
Diagnosis DBD menurut WHO 1997, jika terdapat dua kriteria klinis pertama ditambah
satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit cukup untuk
menegakkan diagnosis.(13)
Klinis
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun,
tekanan darah menurun disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung

hidung, jari, dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Laboratorium
1. Trombositopenia
2. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan
-

manifestasi sebagai berikut:


Peningkatan hematokrit 20% dari nilai standar
Penurunan hematokrit 20%, setelah mendapat terapi cairan
Efusi pleura/ perikardial, asites, hipoprotenemia (13)

Diagnosis Infeksi Dengue menurut WHO 2009, kasus dengue diklasifikasikan


berdasarkan derajat beratnya.(7)

Dengue
Tinggal di daerah endemis.
Demam dan 2 dari:
-

Mual, muntah
Ptekiae
Nyeri
Tes Torniquet (+)
Leukopenia
Hasil laboratorium
menunjukkan

Dengue

dengan

Tanda Dengue Berat

Bahaya
- Nyeri perut
- Muntah persisten
- Perdarahan mukosa
- Letargi, gelisah
- Pembesaran
hepar
-

>2cm
Peningkatan HT diikuti
dengan

penurunan

Kebocoran plasma berat


- DSS
- Akumulasi
cairan
dengan

napas
Perdarahan hebat
Gangguan organ berat
- Hepar:
SGOT/PT

trombosit

infeksi dengue

gangguan

>=1000
Gangguan kesadaran
Jantung

I. Diagnosis Banding
Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus,
atau infeksi parasit seperti; demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam
chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai
hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain. Demam pada
DBD bersifat mendadak, kontinus, tidak semakin tinggi, dan berkisar antara 3-7 hari.
Pada demam tifoid demam dirasakan semakin hari semakin tinggi dan berlangsung lebih
dari 7 hari. Demam pada campak berlangsung 2-4 hari dan setelah itu timbul ruam pada
muka lalu diikuti bagian leher,ekstremitas.
DBD harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC biasanya
seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip influenza. Bila
dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa
demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif,
petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak
sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada
hitung jenis). Pemeriksaan Laju Endap Dara (LED) dapat dipergunakan untuk

membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus jelas terdapat
gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat
II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari
pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam
cepat menghilang, (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai leukopenia,
tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung jenis.
Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada
ITP.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia
aplastik, anak sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan
darah ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan trombosit menurun). Pada
pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat
membantu

menegakkan

diagnosis.

Pada

DBD

ditemukan

efusi

pleura

dan

hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma


J. Tatalaksana
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan. Pasien DBD dirawat di ruangan biasa, tetapi pada DBD dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif.(1)
Keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagaimana mendeteksi secara dini
fase kritis, yaitu saat suhu turun ( the time od defervescence) yang merupakan fase awal
terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Fase kritis pda umumnya terjadi pada hari
sakit ketiga. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/ul atau <1-2 trombosit /LPB (
rata-rata hitung pada 10 LPB) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelim
terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% mencerminkan perembesan
plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Pemberian cairan awal sebagai
pengganti volume plasma dapat diberikan larutan garam isotonic atau ringer laktat, yang
kemudian dapat disesuaikan dengan berat ringan penyakit. Pada DBD derajat I dan II,
cairan intravena dapat diberikan selama 12-24 jam. Perhatian khusus pada kasus dengan

peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit


<50.000/ul.Pemberian oksigen dengan 2 liter per menit pada semua pasien syok.(1)
Menurut WHO 1997 (13)
Demam Berdarah Derajat I dan II
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari , disertai uji tourniquet positif (DBD
dejarat I) atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD derajat
II) dapat dikelola seperti yang tertera. Apabila pasien masih mau minum, berikan minum
banyak 1-2 liter/hari atau 1 sendok makan setiap 5 menit. Jenis minuman adalah air
putih, teh manis, sirup, jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik diberikan bila suhu >
38.5C. Pada anak dengan riwayat kejang dapat diberikan obat antikonvulsif. Apabila
pasien tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infuse NaCl
0.9%: Dekstrose 5% (1:3) dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan.
Disamping itu harus dilakukan pemeruksaan Hb, Ht dan trombosit setiap 6-12 jam. Pada
tindak lanjut, perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari untuk mengetahui pembesaran
oleh karena pembesaran hari yang disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan
saluran cerna. Diuresis diukur tiap 24 jam. Apabila pada tindak lanjut telah terjadi
perbaikan klinik dan laboratorium, anak dapat dipulangkan; tetapi bila kadar Ht
cenderung naik dan trombosit menurun, maka infuse cairan ditukar dengan ringer laktat
dan tetesan disesuaikan.(1)
Pasien dengan DBD derajat II, diberikan cairan kristaloid ringer laktat/ NaCl 0.9%
atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/ NaCl 0.9% 6-7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda
vital dan kadar hematokrit serta trombosit setiap 6 jam, selanjutnya evaluasi 12-24 jam.(1)
Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampat tenang,
tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, dieresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun
minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5
ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan
dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan pada 24-48 jam.(1)
Apabila keadaan klinis tidak ada perbaikan , anak tampak gelisah, nafas cepat,
frekuensi nadi meningkat, dieresis kurang, tekanan nadi < 20mmHg memburuk, serta
peningkatan Ht, maka tetesan dinaikan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi
perbaikan klinis setelah 12 jam, cairan dinaikan lagi menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudia
evaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat dan Ht naik
maka berikan cairan koloid 10-20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30ml/KgBB.
Namun apabila Ht menurun, berikan trasfusi darah segar 10 ml/KgBB/jam.(1)

Demam Berdarah Derajat III dan IV

Pada DBD derajat III dan IV, segera beri infuse kristaloid ( ringer laktat atau NaCl
0.9 %) 20 ml/KgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit), dan oksigen 2
liter/menit. Untuk derajat IV, diberikan ringer laktat 20 ml/KgBB bersama koloid.
Observasi tensi dan nadi setiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa
elektrolit dan gula darah. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan
ringer laktat belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambahkan plasma (fresh frozen plasma)
atau koloid (dekstran 40) sebanyak 10-20ml/KgBB, maksimal 30 ml/KgBB (koloid
diberikan pada jalur infuse yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya).
Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa
hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah. Apabila syok telah
teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/ hematokrit, tekanan nado > 20 mmHg,
nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ul/KgBB/jam. Volume 10
ml/KgBB/jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinik stabil dan
hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB sampai
keadaan klinik dan hematokrit stabil, kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5 ml
dan seterusnya 3 ml/KgBB/jam. Observasi klinis tekanan darah, nadi, jumlah urin
dikerjakan tiap jam (usahakan urin 1ml/KgBB/jam, BD urin <1.020), dan pemeriksaan
hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik. Apabila syok belum
teratasi, sedangkan kada hematokrit menurun tetapi masih > 40 vol%, berikan darah
dalam volume kecil 10 ml/KgBB.(1)

Menurut WHO 2009(7)


Dengue Warning Sign

Severe Dengue

K. Komplikasi
Pada fase febris komplikasi yang bisa terjadi adalah dehidrasi, gangguan
neurologis, dan kejang demam pada anak-anak. Pada fase kritis syok dapat terjadi akibat
dari kebocoran plasma, selain itu dapat pula terjadi perdarahan dan disfungsi organ. Pada
fase pemulihan koplikasi yang dapat terjadi adalah hipervolemia dan edema paru akut.(8)
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang pasien anak perempuan berusia 3 tahun datang ke RSUD Budhi Asih dengan
keluhan utama demam tinggi sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Gejala lain adalah
adanya nyeri kepala, nyeri perut, nyeri sendi, pusing, tanpa adanya tanda infeksi lokal.
Dengan begitu diagnosis banding yang mungkin pada pasien ini adalah penyakit demam
tanpa disertai tanda lokal seperti infeksi virus dengue (demam dengue, demam berdarah

dengue) lalu malaria. Penyakit campak tidak merupakan diagnosis banding pada pasien ini
karena seteleh 2-4 hari demam, tidak terdapat tanda patognomonik yaitu timbulnya enantema
mukosa di pipi dan tidak timbul ruam makulopapular.
Diagnosis malaria disingkirkan dikarenakan pada penyakit ini meskipun mempunyai
gejala demam tinggi namun bersifat intermitten, sedangkan pada pasien demam yang
dirasakan terus menerus tinggi dan tidak pernah mencapai suhu normal, dan pasien tidak
mempunyai riwayat bepergian atau menetap di daerah endemis malaria.
Dugaan diagnosis mengarah kepada infeksi virus dengue dikarenakan sesuai dengan
tipe demamnya yaitu demam yang mendadak tinggi selama 2- 7 hari. Pada pasien demam
dirasakan mendadak tinggi selama 5 hari dan mulai menurun pada hari ke 6, lalu disertai
gejala penyerta yaitu adanya nyeri kepala, pusing, nyeri pada otot. Pada anamnesis juga
ditemukan bahwa adik pasien ada yang menderita penyakit Demam Berdarah Dengue..
Menurut kepustakaan masa inkubasi virus dengue dalam tubuh manusia sampai menimbulkan
gejala prodormal adalah 5-7 hari, hal ini menunjukan risiko penularan oleh adik pasien yang
telah sembuh 7 hari lalu sesuai dengan masa inkubasi virus dengue.
Hasil pemeriksaan fisik di IGD pukul 21.00 didapatkan tekanan darah 70/40 mmHg,
nadi 80x/menit lemah, dan akral dingin. Hal ini menunjukkan terdapat kegagalan sirkulasi
pada pasien, dimana kegagalan sirkulasi dapat ditandai dengan

nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun, hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin lembap, dan anak
tampak gelisah. Pasien mendapat terapi cairan asering 20cc/kgBB sesuai dengan tatalaksana
demam berdarah dengan syok menurut WHO yaitu pemasangan oksigen 2-4L/menit dan
larutan kristaloid 20cc/kgBB bolus maksimal 30 menit. Jika pasien keadaan pasien jika
kegagalan sirkulasi teratasi terapi dilanjutkan dengan cairan 10cc/kgBB/ jam dan dievaluasi
2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
Kondisi klinis pasien membaik ditandai dengan tekanan darah meningkat menjadi
80/50 mmHg, nadi 112x/menit lemah. Terapi yang diberikan juga diturunkan secara bertahap
menjadi 10cc/kgBB/jam dan didapatkan diuresis 1,05cc/kgBB/jam. Dalam 4 jam 30 menit
diuresis pasien menjadi normal disertai dengan nadi yang teraba mulai kuat mengindikasikan
penurunan cairan menjadi 7cc/kgBB/jam.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 28 & 29 Agustus 2013 menunjukan adanya
leukopenia, trombositopenia, dan mengarah ke arah hemokensenterasi. Sehingga terapi cairan
dibutuhkan untuk mencegah terjadinya hemokonsenterasi.
Peningkatan hematokrit pada pasien juga menggambarkan bahwa pada kasus DBD,
hemokonsentrasi dijumpai dan merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan

plasma. Saat masuk ke Rumah Sakit kadar hematokrit pasien adalah 42% dan setelah
mendapat tatalaksana berangsur turun ke nilai normal 35%. Peningkatan nilai leukosit dan
penurunan hematokrit menandai pasien memasuki fase pemulihan. Menurut beberapa sumber
dinyatakan, bahwa peningkatan trombosit terjadi lebih lambat,

Tatalaksana pada pasien ini adalah terapi cairan. Terapi pada DBD pada dasarnya
bersifat suportif, yaitu penggantian volume plasma. Ranitidin diberikan untuk mengatasi
mual pasien, parasetamol untuk meredakan gejala demam pasien.
Indikasi pulang pasien demam berdarah menurut guideline WHO 2007 adalah pasien
bebas demam dalam 48 jam, perbaikan klinis (sadar, nafsu makan baik, tanda vital stabil,
dieresis normal, dan tidak ada gangguan pernapasan), peningkatan bertahap trombosit, dan
hematokrit stabil tanpa menggunakan terapi cairan. Sesuai dengan kepustakaan, pasien telah
bebas demam 48 jam, perbaikan klinis sangat terlihat, trombosit telah meningkat bertahap
dalam 3 hari, dansaat iv line dihentikan diuresis pasien 4cc/kgBB/24jam dan hematokrit
pasien berangsur turun.

Prognosis quo ad vitam pasien ini adalah dubia bonam karena derajat penyakit pada
pasien ini karena penyakit ini dapat mengancam nyawa jika penanganan tidak dilakukan
segera dan tepat..
Prognosis quo ad sanactionam pada pasien ini adalah dubia ad bonam sebab ada
kemungkinan suatu saat pasien dapat mengalami penyakit ini lagi jika status imun pasien
sedang turun dan keadaan lingkungan rumah pasien yang kurang baik mempunyai
kecenderungan menjadi daerah endemis penyakit Demam Berdarah Dengue.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SSP, Gama H, Hadinegoro SR, buku ajar infeksi dan pediatric tropis. Balai
penerbit. Edisi kedua. FK UI 2012. Hal 155-180
2. WHO/SEARO. Concrete measure key in controlling dengue in South East Asia. Press
Release SEA/PR/1479. New Delhi, World Health Organization Regional Ofice
(http://www.searo.who.int/EN/Section316/Section503/for

South-East

Asia,

2008.

Section2463_14619.htm).
3. Soegijanto S. PAtogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue. 2002.
Available from: www.pediatrikcom/buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc
4. Novriani H. Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah Dengue dan Dengue
Syndrome Pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran. 2002; Vol 134:46-9
5. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics. Ed 18.
Philadelphia: Saunders, 2003.

6. Konkle BA. Tropic Infection. Dalam: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL,
Longo DL, Jameson JL. Harrisons principles of internal medicine. Ed 17. New York:
McGraw-Hill, 2008.
7. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition
2009. World Health Organization
8. Rigau-Prez JG et al., Dengue and dengue haemorrhagic fever. Lancet, 1998, 352:971
977.
9. Kalayanarooj S et al., Early clinical and laboratory indicators of acute dengue illness.
Journal of Infectious Diseases, 1997, 176:313321.
10. Cao XT et al., Evaluation of the World Health Organization standard tourniquet test in
the diagnosis of dengue infection in Vietnam. Tropical Medicine and International
Health, 2002, 7:125132.
11. Balmaseda A et al., Assessment of the World Health Organization scheme for
classification of dengue severity in Nicaragua. American Journal of Tropical Medicine
and Hygiene, 2005, 73:10591062.
12. Srikiatkhachorn A et al., Natural history of plasma leakage in dengue hemorrhagic fever:
a serial ultrasonic study. The Pediatric Infectious Disease Journal, 2007, 26(4):283-290.
13. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/ DHF in Small Hospital. 1997. World Health
Organization.
14. Nimmannitya S et al., Dengue and chikungunya virus infection in man in Thailand,
1962-64. Observations on hospitalized patients with haemorrhagic fever. American
Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 969, 18(6):954-971.

Anda mungkin juga menyukai