: I Made Setiadji
: 030.09.114
: dr. Tjahaja, Sp. A
:
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. RA
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur
: 4 tahun
Suku Bangsa : Betawi
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 18 Juni 2010
Agama
: Islam
Alamat
: Jln. Al Ikhlas No.44 RT/RW 10/06 Pendidikan
:Kelurahan Makasar, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur
IDENTITAS ORANG TUA/ WALI
Ayah:
Nama: Tn. I
Umur: 33 tahun
Alamat: Jalan Al Ikhlas, Jakarta Timur
Pekerjaan: Buruh
Penghasilan: Rp. 2.000.000,00
Pendidikan: STM
Suku Bangsa: Betawi
Agama: Islam
Ibu:
Nama: Ny. A
Umur: 30 tahun
Alamat: Jalan Al Ikhlas, Jakarta Timur
Pekerjaan: Ibu rumah tangga
Penghasilan: (-)
Pendidikan: SMK
Suku Bangsa: Betawi
Agama: Islam
hanya kedua tangan dan kaki yang terasa dingin. Menjelang sore pasien dirasa makin
mengantuk dan tubuhnya terasa dingin serta mulai tampak pucat.
Selain keluhan utama tersebut, pasien juga demam, nyeri perut, badan pegal-linu,
sakit kepala, napsu makan menurun, bintik-bintik merah pada kulit, gusi berdarah, mimisan,
BAK berkurang, mengantuk, serta BAB berwarna hitam. Demam dirasakan pasien sejak
kamis siang (saat ini merupakan demam hari ke 7), awalnya pasien hanya hangat tiba-tiba
suhu mendadak meningkat dan terasa sangat panas dengan perabaan tangan. Demam disertai
mengigau namun tidak menggigil ataupun kejang. Demam sempat turun pada hari ketiga dan
setelah minum obat namun kembali tinggi. Demam muncul disertai nyeri perut disekitar ulu
hati, terjadi penurunan napsu makan, dan pasien mengeluh badan pegal-lini serta sakit kepala.
Bintik-bintik merah timbul pada kulit perut pada demam hari kedua. Mimisan dan perdarahan
gusi timbul pada demam hari ketiga. Pada hari tersebut pasien dikerok oleh sang nenek
sehingga muncul bintik-bintik merah pada bekas kerokan di tubuh. Pada demam hari ke
empat, pasien mulai mengalami penurunan kesadaran, badan terasa dingin, keluar keringat
dingin, dan badan tampak pucat. Sehari setelahnya pasien dibawa ke IGD RSUD karena
dirasa semakin lemas dan BAK sedikit hanya sekali pada pagi hari gelas pekat. Pasien
masuk bangsal perawatan pada hari senin pukul 20.00 WIB setelah di IGD selama 5 jam.
Selama dirawat kesadaran pasien membaik, demam menurun, dan BAK semakin banyak,
namun perut pasien menjadi buncit semakin tegang. Pada demam hari ke 6 pasien mengalami
bengkak. Bengkak muncul pertama kali pada perut lalu pada tungkai dan tangan, dan terakhir
pada wajah. Sesak napas disangkal. Pada demam hari ke 7 pasien BAB hitam sebanyak satu
kali pada pagi hari, konsistensi lunak tidak cair ataupun terlalu padat, sebelumnya pasien
belum BAB selama 3 hari.
Pasien sebelumnya sudah berobat ke puskesmas pada demam hari ke dua dan
diberikan puyer serta obat penurun panas. Dengan obat yang diberikan panas berkurang
namun hanya beberapa jam dan kembali tinggi namun keluhan nyeri perut tidak berkurang.
Orang tua pasien juga memberikan pasien obat panas (proris syrup) yang dibeli sendiri di
apotek.
Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Sebelumnya pasien
pernah dibawa berobat ke RS sebanyak tiga kali: yang pertama pada usia 1 tahun karena
campak, yang kedua usia 2 tahun karena diare, dan yang ketiga karena cacar air pada usia 3
tahun. Berikut merupakan tabel ringkasan riwayat penyakit yang diderita oleh pasien:
Penyakit
Alergi
Cacingan
DBD
Otitis
Parotitis
Umu
r
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Difteria
Diare
Kejang
Morbili
Operasi
(-)
2 tahun
(-)
1 tahun
(-)
Penyakit jantung
Penyakit ginjal
Radang paru/ TBC
Penyakit darah
Lain-lain: cacar air
(-)
(-)
(-)
(-)
3 tahun
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita : Pasien pernah menderita diare,
campak, dan cacar air namun riwayat penyakit dahulu tidak berhubungan dengan kondisi
sakit sekarang.
C. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Morbiditas kehamilan
KEHAMILAN
Perawatan antenatal
Tempat persalinan
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
KELAHIRAN
Keadaan bayi
Tidak ada
ANC rutin ke puskesmas 1x/ bulan, tidak
dilakukan suntik TT
RSUP Fatmawati
Dokter spesialis kebidanan
SC atas indikasi panggul sempit
Cukup bulan
Berat lahir: 3400 gr
Panjang lahir: 53 cm
Lingkar kepala: (tidak tahu)
Langsung menangis (+) Kemerahan (+)
Pucat (-) Biru (-) Kuning (-) Kejang (-)
Nilai APGAR: (tidak tahu)
Kelainan bawaan: tidak ada
: Umur 4 bulan
Duduk
: Umur 7 bulan
Berdiri
: Umur 12 bulan
Berjalan
: Umur 13 bulan
(Normal: 13 bulan)
Bicara
: Umur 12 bulan
ASI/PASI
Buah / Biskuit
Bubur Susu
Nasi Tim
02
ASI
24
ASI
46
ASI
68
ASI
8 10
10 -12
ASI
ASI
+
+
+
+
+
+
Kesulitan makan : Tidak ada kesulitan makan sebelum jatuh sakit. Sejak timbul demam,
pasien tidak mau makan ataupun minum. Kesulitan makan sudah sejak 4 hari SMRS.
Kesimpulan riwayat makanan : Pasien mengalami kesulitan makan sejak jatuh sakit.
F. Riwayat Imunisasi
Vaksin
BCG
DPT / PT
Dasar ( umur )
2 bulan
2 bulan
-
6 bulan
Ulangan ( umur )
-
Polio
0 bulan
2 bulan
4 bulan
Campak
Hepatitis B
0 bulan
1 bulan
9 bulan
6 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar tidak lengkap karena pasien hanya
mendapatkan suntikan DPT sebanyak dua kali.
G. Riwayat Keluarga
Corak reproduksi :
No
1.
2.
Tahun
Jenis
lahir
kelamin
01/ 02/
2004
Perempuan
18/ 06/
Perempuan
2010
Riwayat pernikahan :
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada
Hidup
+
Lahir
mati
-
Abortus
Mati (sebab)
Ayah / Wali
Tn. I
1
26 tahun
Tamat STM
Islam
Betawi
Sehat
-
Keterangan
kesehatan
Sehat
(kakak
pasien)
Sakit
(pasien)
Ibu / Wali
Ny. A
1
23 tahun
Tamat SMK
Islam
Betawi
Sehat
-
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada yang menderita gejala atau penyakit yang sama
seperti dialami oleh pasien. Tidak ada penyakit keturunan dalam keluarga pasien. Ayah dan
ibu pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang dapat diturunkan kepada anak.
Kesimpulan riwayat keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala dan
penyakit yang serupa dengan pasien. Pasien tidak memiliki penyakit turunan dalam keluarga
dan tidak ada yang menderita penyakit menular dalam keluarga.
A. Riwayat Lingkungan Perumahan
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan seorang kakak kandung di rumah yang
merupakan rumah orang tua Ayah. Kawasan tempat tinggal pasien padat penduduk,
pencahayaan dan ventilasi kurang karena hanya memiliki satu jendela, sumber air berasal dari
Sanyo dimana jarak antara septic tank dan sumber air lebih dari 10 meter. Air limbah rumah
tangga disalurkan melalui selokan dan dibersihkan satu kali dalam seminggu. Daerah tempat
tinggal pasien tidak ada yang sakit demam-demam seperti DBD. Tidak dilakukan fogging di
daerah tempat tinggal pasien.
Kesimpulan riwayat lingkungan perumahan : Kondisi tempat tinggal pasien kurang baik
karena ventilasi dan pencahayaan tidak adekuat serta tidak pernah dilakukan fogging.
B. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai seorang buruh dengan penghasilan yang tidak tetap
berkisar sekitar Rp.2.000.000,-/ bulan. Dengan penghasilan tersebut Ayah menanggung dua
orang anak dan satu istri.
Kesimpulan sosial ekonomi : Pasien berasal dari keluarga dengan taraf sosial ekonomi
menengah kebawah.
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 04 Juni 2014 pukul 08.00 WIB)
A. Status Generalis
Keadaan Umum :
Kesan Sakit
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Kesan Gizi
: Baik
Keadaan lain
: Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-), edema (+)
pada wajah, perut, serta keempat ekstremitas
Data Antropometri :
Berat Badan Masuk : 15 kg
Berat Badan Sekarang: 17 kg
Panjang Badan
: 100 cm
Status Gizi :
BB / U = 15/16 x 100 % = 93,75 % (Gizi baik)
TB / U = 100/100 x 100 % = 100 % (Tinggi baik)
BB / TB = 15/16 x 100 % = 93.75 % (Gizi baik)
Peningkatan BB sejak sakit = 2 kg
Berdasarkan kurva CDC 2000 gizi pasien termasuk dalam kategori gizi baik.
Tanda Vital :
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi
: 130 x/menit, kuat, isi cukup, regular (takikardia)
Napas
: 38 x/menit, tipe abdomino-torakal
Suhu
: 36,8C (diukur dengan termometer air raksa pada aksila)
Kepala
: Normocephali, ubun-ubun sudah menutup
Rambut
: Rambut hitam, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut
Wajah
: Wajah simetris, tampak edema
Mata :
Visus
: Tidak dilakukan
Sklera ikterik
: -/Konjungtiva anemis : -/-
Ptosis
: -/Lagofthalmus : -/Cekung
: -/-
Exophthalmus
: -/Kornea jernih : +/+
Strabismus
: -/Lensa jernih : +/+
Nistagmus
: -/Pupil
: Bulat, isokor
Refleks cahaya
: Langsung +/+ , tidak langsung +/+
Edema palpebra
: +/+
Telinga :
Bentuk
: Normotia
Tuli
: -/Nyeri tarik aurikula : -/Nyeri tekan tragus
: -/Liang telinga
: Sempit
Membran timpani
: Sulit dinilai
Serumen
: -/Refleks cahaya
: Sulit dinilai
Cairan
: -/Hidung :
Bentuk
: Simetris
Napas cuping hidung
: -/Sekret
: -/Deviasi septum
:Mukosa hiperemis
: -/Konka eutrofi
: +/+
Bibir
: Mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)
Mulut
: Trismus (-), oral hygiene cukup baik
Lidah
: Normoglossia, lidah kotor (-)
Tenggorokan : Tidak ada kelainan palatum, dinding faring posterior tidak hiperemis, ukuran
tonsil T1-T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, tidak ada detritus
Leher
: Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak massa/ benjolan, tidak tampak
deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun kelenjar getah bening,
trakea teraba di tengah, pemeriksaan JVP tidak dilakukan
Thoraks :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan
yang tertinggal, tipe pernapasan abdomino-torakal, tidak terdapat retraksi, ictus cordis
tidak terlihat
Palpasi : Gerakan pernapasan simetris kanan dan kiri, vokal fremitus sama kuat kanan
dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS IV linea midklavikularis kiri, denyut kuat
Perkusi : Redup pada daerah basal paru dalam posisi duduk.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronki (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung
umbilicus (+).
Auskultasi : Bising usus (+) melemah, frekuensi 3 x/ menit
Palpasi : Lingkar perut 60 cm, tegang, nyeri tekan (-) pada seluruh regio abdomen,
turgor kulit sulit dinilai, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, dan lien tidak
Postaurikuler
: Tidak teraba membesar
Submandibula
: Tidak teraba membesar
Supraklavikula
: Tidak teraba membesar
Aksila
: Tidak teraba membesar
Inguinal
: Tidak teraba membesar
Ekstremitas : Keempat ekstremitas teraba hangat, capillary refill time (CRT) kurang dari 2
Punggung
Kulit
B. Status Neurologis
Refleks Fisiologis
Biceps
Triceps
Patella
Achilles
Kanan
+
+
+
+
Kiri
+
+
+
+
Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Kanan
-
Kiri
-
Kiri
-
N. II dan III (Optikus dan Okulomotorius) : Pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+
N. IV dan VI (Troklearis dan Abducens) : Gerakan bola mata baik ke segala arah
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Hasil
Nilai Normal
5.8 ribu/ L
5.4 juta/ L
13.7 g/dL ()
41 % ()
17 ribu/ L ()
76.0 fl
25.6 pg
33.5 g/dL
13.4 %
5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
31 43 %
229 553 ribu/ L
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
LED
Hasil
Nilai Normal
10.1 ribu/ L
5.1 juta/ L
13.3 g/dL ()
38 %
17 ribu/ L ()
5 mm/jam
5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
31 43 %
229 553 ribu/ L
0-10 mm/jam
MCV
MCH
MCHC
RDW
75.0 fl
26.3 pg
35.0 g/dL
13.2 %
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14
Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
0%
2%
4%
52 %
36 %
6%
1.1 %
1-5 %
3-6 %
25-60 %
25-50 %
1-6 %
Hasil
Nilai Normal
10.6 ribu/ L
4.0 juta/ L
10.1 g/dL ()
29 % ()
39 ribu/ L ()
71.5 fl
25.1 pg
35.2 g/dL
12.3 %
5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
31 43 %
229 553 ribu/ L
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14
Kuning
Agak keruh
Negatif
Negatif
+1
6.0
1.030
Negatif
1.0 EU/dl
Positif
Negatif
Negatif
Kuning
Jernih
Negatif
Negatif
Negatif
4.6-8
1.005-1.030
Negatif
0.1-1 EU/dl
Negatif
Negatif
Negatif
0-1/ lpb
0-1 /lpb
Positif
Negatif
Negatif
Positif
Negatif
< 5/ lpb
< 2/ lpb
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Coklat
Lunak
Negatif
Negatif
Coklat
Lunak
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Serat
Sel Ragi
Darah Samar
Negatif
Negatif
Negatif
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Positif
Negatif
Negatif
Hasil
Nilai Normal
7.0 ribu/ L
3.7 juta/ L
9.4 g/dL ()
29 % ()
48 ribu/L ()
76.0 fl
25.0 pg
33.0 g/dL
14.0 %
5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
31 43 %
229 553 ribu/ L
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Hasil
Nilai Normal
5.9 ribu/ L
4.0 juta/ L
9.8 g/dL ()
29 % ()
70 ribu/L ()
72.6 fl
24.8 pg
34.1 g/dL
12.4 %
5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
31 43 %
229 553 ribu/ L
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14
AST / SGOT
211 mU/dL
<56
ALT / SGPT
106 mU/dL
<39
Kimia Klinik
Hati
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hasil
Nilai Normal
5.5 ribu/ L
4.1 juta/ L
9.9 g/dL ()
5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
31 %
146 ribu/L ()
76.0 fl
24.2 pg
31.7 g/dL ()
14.7 %
31 43 %
229 553 ribu/ L
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Hasil
Nilai Normal
8.8 ribu/ L
4.0 juta/ L
9.9 g/dL ()
31 %
324 ribu/L ()
76.0 fl
24.6 pg
32.5 g/dL ()
14.6 %
5 - 14.5/ L
3.7 - 5.7/ L
10.8 12.8 g/dL
31 43 %
229 553 ribu/ L
72 88 fl
23 31 pg
32 36 g/dL
<14
AST / SGOT
211 mU/dL
<56
ALT / SGPT
106 mU/dL
<39
Kimia Klinik
Hati
sehingga dibawa ke IGD RSUD Budhi Asih dan akhirnya dirawat di ruang perawatan. Pada
demam hari keenam pasien timbul bengkak, bengkak muncul pertama kali pada perut, lalu
pada tungkai dan tangan, kemudian terakhir pada wajah. Sesak napas disangkal. Pada demam
hari ketujuh pasien BAB hitam sebanyak satu kali pada pagi hari dengan konsistensi lunak
sebelumnya pasien belum BAB selama 3 hari. Riwayat penyakit dahulu yang pernah diderita
oleh pasien ialah campak pada usia 1 tahun, diare pada usia 2 tahun, serta cacar air pada usia
3 tahun. Tidak ada masalah selama masa kehamilan maupun persalinan. Imunisasi dasar tidak
lengkap karena baru mendapat suntikan DPT sebanyak dua kali. Perkembangan baik dan
sesuai usia. Pasien mengalami kesulitan makan sejak timbul demam/ 4 hari SMRS. Riwayat
penyakit di keluarga disangkal. Lingkungan perumahan pasien dinilai kurang baik karena
ventilasi dan pencahayaan tidak adekuat serta tidak pernah dilakukan fogging.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan pasien keadaan umum sakit
sedang, compos mentis, dan status gizi baik berdasarkan data antropometri dan grafik CDC
2000. Pemeriksaan tanda vital didapatkan takikardia dan suhu tidak febris. Kelainan yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik status generalis berupa edema wajah, edema palpebra,
perkusi pada thorax didapatkan redup pada daerah basal paru, abdomen distensi dengan
lingkar perut 60 cm, bising usus melemah, abdomen tegang, hepar teraba 2 jari dibawah arcus
costae, smiling umbilicus, shifting dullness, pitting edema pada keempat ekstremitas, dan
bintik perdarahan pada tubuh dan keempat ekstremitas. Status neurologis dalam batas normal.
Dari
hemokonsentrasi
(ditandai
hemoglobin serta hematokrit yang meningkat) dan trombositopenia. Hasil pemeriksaan urin
didapatkan urin agak keruh dengan keton +1, nitrit positif, serta bakteri positif. Hasil
pemeriksaan feces ditemukan serat pada feces sedangkan paremeter lainnya dalam batas
normal. Tidak dilakukan pemeriksaan radiologi.
V. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis utama : Dengue shock syndrome / dengue haemorrhagic fever grade III
16.20
TTV
KU/Kes
TSB/Somnolen
Tensi
90/Palpasi mmHg
Nadi
RR
30x/menit
Suhu
KU/KES
37.2C
Akral dingin
TSB/Somnolen
Tensi
90/Palpasi mmHg
Nadi
RR
Terapi
O2 2 liter/menit
(I) : Asering 500cc
(20cc/kgBB/Jam)
Lanjutkan
Akral dingin
16.50
KU/KES
TSB/Somnolen
Tensi
90/60 mmHg
Nadi
RR
32 x/menit
O2 2 liter/menit
(II) : Asering 500cc
(10cc/kgBB/Jam)
Akral dingin
20.20
21.30
KU/KES
TSB/Somnolen
Tensi
90/63 mmHg
Nadi
134 x/menit
RR
32 x/menit
Suhu
Balans :
Intake : 900cc (Infus)
Output : 100cc (BAK)
Total : +800cc
KU/KES
TSS/Somnolen
O2 2 liter/menit
(II) : Asering : (III) : Gelafusin
(6cc/kgBB/Jam:4cc/kgBB/Jam
)
O2 2 liter/menit
Tensi
Nadi
RR
Suhu
Akral dingin
KU/KES
Tensi
Nadi
23.00
103/67 mmHg
128 x/menit
38 x/menit
36oC
TSS/Apatis Delirium
95/67 mmHg
115 x/menit pulsasi kuat di
radialis
40 x/menit
-
Lanjutkan
RR
Suhu
Akral dingin
KU/KES
TSS/Apatis Delirium
00.00
Tensi
100/70 mmHg
Nadi
113 x/menit
RR
23 x/menit
Suhu
36.5oC
O2 2 liter/menit
(III) : Gelafusin Habis
(IV) : Asering Sisa 410cc
Rawat Inap
Akral dingin
Balans Cairan :
Intake : 900cc + 690cc
Output : 100cc + 140cc
Total : 1590 240 = +1350cc
BANGSAL :
A Non medika Mentosa
1
2
B Medika Mentosa
1 O2 2 liter/menit
2 IVFD Asering 7cc/kgBB/Jam
3 Inj. Ranitidin 2 x 15mg
4 Paracetamol 3 x 150mg bila suhu > 38oC
IV. PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Functionam
Ad Sanationam
: Dubia Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam
FOLLOW UP
Tgl
3/6/2014
Perawatan
S
Perut
menjadi
O
KU : CM / TSS, kesan
gizi cukup
A
DSS
Perbaikan
P
1. O2 1-2 L/menit
2. Asering
5-
Hari ke-2
BB: 15kg
Balans :
18.00
06.00 :
+250cc
Diuresis :
1.38/kgB
B/12 jam
4/6/2014
Perawatan
Hari ke-3
BB: 17kg
Balans :
06.00
06.00 :
I: 1800cc
O: 550cc
T:1250cc
Diuresis :
kencang
TTV :110/60 mmHg
Nyeri perut Nadi : 115 x/menit
Suhu : 36.9 0C
(+)
RR : 44 x/menit
Demam (-)
Kepala : normocephali,
Sesak (-)
BAB 1 kali, UUB datar
Mata : CA -/-, SI -/-,
konsistensi
RCL +/+, RCTL +/+
cair, ampas Hidung : NCH -/-,
Sekret (-)
(+) sedikit
Mulut : kering (-)
tidak
ada sianosis (-)
Leher : KGB Tidak
kehitaman.
teraba membesar,
BAK
Retraksi (-)
normal
Tho : simetris, retrasksi
(-)
P:sn. Vesikuler +/+, rh
-/- kasar, wh -/-, suara
napas melemah pada
daerah basal paru kanan
dan kiri. Perkusi redup
pada daerah basal paru.
J: BJ I-II reg, m (-),
gallop (-)
Abdomen : buncit,
tegang, bu (+), turgor
baik. Hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costae,
tepi tajam, lunak, nyeri
tekan (+).
Ekstremitas : akral
hangat, udem (+), CRT
< 2, Petechie (+)
Perut
KU : CM / TSS, kesan
DSS
gizi cukup
Perbaikan
menjadi
TTV :
kencang
Tensi : 100/60 mmHg
Kaki,
Nadi : 130 x/menit
Suhu : 36.8 0C
Tangan,
RR : 38 x/menit
Wajah dirasa Kepala : normocephali,
UUB datar
bengkak
Nyeri perut Mata : CA -/-, SI -/-,
RCL +/+, RCTL +/+
(+)
Oedem palpebral +/+
Demam (-)
Hidung : NCH -/-,
7cc/kgBB/Jam
(Bila
urine
>
1cc/kgBB/Jam
5cc/kgBB/Jam)
3. Inj. Rantin 2x15mg
4. Puasa
5. Monitor TTV
1. O2 1-2 L/menit
2. Asering
5cc/kgBB/Jam
(Bila Hematokrit
3cc/kgBB/Jam)
3. Inj. Rantin 2x15mg
4. PCT 150mg T >
38oC
5. Diit Bubur susu
6. Monitor TTV
7. Cek UL + FL
1.83/kgB
B/24 jam
5/6/2014
Perawatan
Hari ke-4
BB: 18kg
Balans :
06.00
06.00 :
I: 1224cc
O: 1150cc
T: 74cc
Diuresis :
2.66/kgB
B/12 jam
Sesak (-)
Sekret (-)
BAB 1 kali, Mulut : kering (-)
sianosis (-)
konsistensi
Tho : simetris, retrasksi
cair, ampas (-)
(+) Warna P:sn. Vesikuler +/+, rh
-/- kasar, wh -/-, suara
kehitaman.
napas melemah pada
BAK
daerah basal paru kanan
normal
dan kiri. Perkusi redup
pada daerah basal paru.
J: BJ I-II reg, m (-),
gallop (-)
Abdomen : buncit,
tegang, bu (+), turgor
baik. Hepar teraba 2 jari
dibawah arcus costae,
tepi tajam, lunak, nyeri
tekan (+).
Ekstremitas : akral
hangat, udem (+), CRT
< 2, petechie (+)
Perut,
KU : CM / TSS, kesan
DSS
Perbaikan
tangan, kaki, gizi cukup.
TTV :
dan wajah Tensi : 100/60 mmHg
masih terasa Nadi : 130 x/menit
Suhu : 36.3 0C
bengkak
RR : 35 x/menit
Nyeri perut Kepala : normocephali,
UUB datar, sudah
(+)
menutup.
Demam (-)
Mata : CA -/-, SI -/-,
Sesak (-)
BAB hitam RCL +/+, RCTL +/+
Oedem palpebral +/+
(-).
Hidung : NCH -/-,
BAK
Sekret (-)
normal
Mulut : kering (-)
sianosis (-)
Tho : simetris, retrasksi
(-)
P:sn. Vesikuler +/+, rh
-/- kasar, wh -/-, suara
napas melemah pada
daerah basal paru kanan
dan kiri. Perkusi redup
1. O2 1-2 L/menit
2. Asering
3cc/kgBB/Jam
Venflon
3. Inj. Rantin 2x15mg
4. PCT 150mg T >
38oC
5. Diit makanan lunak
6. Monitor TTV
7. Cek OT/PT
6/6/2014
Perawatan
Hari ke-5
BB: 16kg
Balans :
06.00
06.00 :
I: 500cc
O: 1350cc
T: -850cc
Diuresis :
3.5/kgBB/
12 jam
Perut,
tangan, kaki,
dan
wajah
berkurang
-
bengkaknya.
Nyeri perut
(+)
Demam (-)
Sesak (-)
BAB hitam
(-).
Belum
BAB 2 hari.
BAK
normal
1.
2.
3.
4.
38oC
5. Diit makanan lunak
6. Monitor TTV
7. Bio Curliv Syr 2 x
1 Cth
7/6/2014
Perawatan
Hari ke-6
BB: 15kg
Balans :
06.00
06.00 :
I: 900cc
O: 1650cc
T: -750cc
Diuresis :
4.58/kgB
B/12 jam
8/6/2014
Perawatan
Hari ke-7
BB:
14.5kg
DSS
Perbaikan
Sore :
S : 36.8 oC
N : 110 x/menit
Sakit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
38oC
Curliv Syr 2 x 1Cth
Diit makanan lunak
Monitor TTV
Cek ulang OT/PT +
H2TL
Siang :
S : 36.5 oC
N : 110 x/menit
Balans :
06.00
06.00 :
I: 700cc
O: 1600cc
T: -900cc
Diuresis :
4.59/kgB
B/12 jam
9/6/2014
DSS
Perbaikan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
38oC
Curliv Syr 2 x 1Cth
Diit makanan lunak
Monitor TTV
Cek ulang OT/PT +
H2TL
DSS
Perawatan
Hari ke-8
BB: 14kg
Balans :
06.00
06.00 :
I: 600cc
O: 1050cc
T: -350cc
Diuresis :
3.125/kgB
B/12 jam
(-)
Demam (-)
Sesak (-)
BAB 1 kali,
Perbaikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam berdarah dengue adalah infeksi virus dengue yang ditandai dengan demam
tinggi yang timbul mendadak tanpa sebab jelas, berlangsung secara terus-menerus
selama 2-7 hari, terdapat manifestasi perdarahan, adanya kebocoran plasma karena
peningkatan permeabilitas kapiler.(1)
B. Etiologi
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian
besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia tenggaa, Amerika tengah, Amerika, dan
Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk
ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus. Terdapat empat serotipe virus dengue
yaitu DENV-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes, terutama Ae. Aegypti dan Ae. Albopticus. Virus dengue dapat menyebabkan
demam dengue, demam berdarah, dan sindrom syok dengue yang endemik dan epidemik
di daerah tropis Asia dan Afrika.
(infectiusdisease)
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak
ada perlindungan terhadap serotipe lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis tipe
serotipe dengue dapat ditemukan di berbagai daerah Indonesia. Serotipe DENV-3
merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.(1)
C. Epidemiologi
Dengue merupakan penyakit viral dengan hospes nyamuk yang paling cepat
menyebar di dunia. Pada 50 tahun terakhir telah terjadi peningkatan insiden sebesar 30%
dan penambahan ekspansi secara geografik ke negara lain. Kurang lebih 50 juta infeksi
dengue terjadi setiap tahunnya dan 2,5 miliar orang tinggal di negara endemik dengue.
Di Indonesia dimana lebih dari 35% penduduknya tinggal di daerah kota, 150.000 kasus
dilaporkan pada tahun 2007 yang merupakan kasus tercatat tertinggi dengan lebih dari
25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat. Mortalitas kasus dengue di
Indonesia adalah sebesar sebesar 1%.(2)
D. Patogenesis
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia berkisar antara 3-14 hari sebelum gejala
muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai ketujuh, sedangkan
masa inkubasi dalam tubuh nyamuk berkisar sekitar 8-10 hari. Setelah masuk ke dalam
tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang
selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul
respon imun baik humoral maupun selular, antar lain anti netralisasi, anti-hemaglutiin,
dan anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada
infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada menjadi meningkat.(3)Antibodi terhadap virus dengue dapat
ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-lima, meningkat pada minggu pertama
sampai ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat saat demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat
pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat dtegakkan
dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi seknder
dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang
cepat.(4)
Patofisiologi DBD dan DSS sampai saat ini belum jelas, oleh karena itu muncul
banyak teori tentang respon imun. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki
aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal antibodi terhadap NS1,
Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah
terinfeksi virus tersebut melalui aktivitas netralisasi atau aktivasi komplemen. Akhirnya
banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah
kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama, tetapi apabila terjadi antiodi
non-netralisasi virus, keadaan penderita menjadi parah apabila epitop vitus yang masuk
tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes. Pada infeksi kedua yang dipicu
oleh virus dengue dengan serotipe berbeda, virus dengue berperan sebagai super antigen
setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan APC yang
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari MHC.(3)
Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masuh merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak
langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus
dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain dan akan
menginfeksi, kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan
dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi
antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit
yang bertransformasi, dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3A dan C5A akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan
syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama
24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura,
asites). Syok yang tidak dapat ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan
anoksia, yang dapat berakibat fatal. Oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna
mencegah kematian.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP, sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (Reticulo Endothelial System) sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan
terjadinya koagulopati konsumtif, ditandai dengan peningkatan FDP (Fibrinogen Degradation
Product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga
Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus
dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder
oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4
berproliferasi dan menghasilkan IFN-. IFN- selanjutnya merangsang sel yang
terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh
limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus dengue monosit akan mengalami lisis dan
mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.(1)
E. Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue menyebabkan infeksi simptomatik atau serokonversi
asimptomatik. Infeksi dengue simptomatik adalah penyakit sistemik dan dinamik, yang
secara umum dibagi menjadi berat dan tidak berat.(6) Setelah periode inkubasi, gejala
mulai muncul dan dibagi menjadi tiga fase yaitu fase febris, fase kritis, dan fase
pemulihan.
1. Fase Febris
Pasien mengalami demam tinggi mendadak. Fase ini biasanya terjadi antara 27 hari dan sering diikuti dengan kemerahan muka, kemerahan pada kulit, nyeri pada
seluruh tubuh, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital, fotopobia, dan nyeri kepala.
Beberapa pasien juga dapat mengeluhkan nyeri tenggorok, faring hiperemis, dan
injeksi konjungtiva, anoreksia, mual, dan muntah.(8)
Pada fase ini infeksi dengue akan sulit dibedakan dengan demam yang
disebabkan non-dengue. Uji torniquet positif meningkatkan kemungkinan infeksi
dengue.(9,10) Manifestasi perdarahan ringan seperti ptekiae dan perdarahan membran
mukosa bisa terjadi.(10,12) Perdarahan masif vagina dan saluran pencernaan dapat
terjadi pada fase ini namun sangat jarang terjadi. (5) Hepar akan membesar dan nyeri
beberapa hari setelah demam muncul. Abnormalitas pemeriksaan laboratorium
adalah penurunan jumlah total leukosit, yang merupakan tanda yang meningkatkan
kemungkinan infeksi dengue.(9)
2. Fase Kritis
Selama masa transisi dari fase febris ke fase tidak febris, pasien tanpa
peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik tanpa melewati fase kritis.
Sedangkan pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menunjukkan
tanda bahaya yang kebanyakan merupakan akibat dari kebocoran plasma.
Awal dari fase kritis adalah turunnya suhu tubuh menjadi 37,5 38.0 0C atau
lebih rendah, biasanya terjadi 3-8 hari setelah hari pertama demam. Leukopenia
progresif diikuti dengan penurunan drastis trombosit menyebabkan kebocoran
plasma. Peningkatan hematokrit diatas normal merupakan tanda awal adanya
kebooran plasma. Periode klinis kebocoran plasma biasanya terjadi selama 24-48
jam.(13,14)Derajat kebocoran plasma sangat bervariasi. Peningkatan hematokrit
menyebabkan perubahan tekanan darah dan volume nadi.
Derajat hemokonsenterasi diatas hematokrit dasar menggambarkan beratnya
kebocoran plasma. Pemeriksaan hematokrit sangat penting untuk menentukan
kebutuhan dari terapi airan intravena. Efusi pleura dan asites biasanya terdeteksi
setelah terapi cairan intravena, kecuali kebocoran plasma sangat signifikan.
Radiografi foto dada lateral decubitu, usg dada dan abdomen, atau kantung empedu
merupakan cara deteksi awal. Selain tanda dari kebocoran plasma, manifestasi
perdarahan seperti mudah memar dan perdarahan saar dilakukan vena punksi sering
terjadi.
Syok terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran, hal ini
ditandai dengan munculnya tanda bahaya. Suhu tubuh menjadi rendah saat syok
terjadi. Pada syok berat dan atau berkepanjangan dapat terjadi hipoperfusi yang
menyebabkan asidosis metabolik, kerusakan organ progresif, dan koagulasi
intravaskular diseminata. Hal ini menyebabkan perdarahan berat yang menyebaban
penurunan hematokrit pada syok yang berat. Selain leukopenia yang sering terlihat
pada fase ini, peningkatan leukosit juga dapat terjadi akibat respon stres pada pasien
dengan perdarahan masif. Selain itu, gangguan organ dapat muncul seperti hepatitis
berat, ensefalitis, miokarditis, dan atau perdarahan masif tanpa lebocoran plasma
hebat atau syok.(7)
Tanda Bahaya Dengue
Tanda bahaya dengue biasanya muncul pada hari ke 3-7 dari demam hari
pertama. Muntah persisten dan nyeri perut hebat merupakan indikasi awal kebocoran
plasma dan semakin memburuk pada keadaan syok. Akumulsi cairan pada rongga
abdomen ataupun pleura, perdarahan mukosa, letargi, pembesaran hepar >2cm, serta
peningkatan hematokrit disertai dengan penurunan drastis trombosit.(7)
3. Fase Pemulihan
Pasien akan mengalami fase ini setelah 24-48 jam melalui fase kritis,
reabsorpsi secara bertahap dari cairan ekstraseluler terjadi 48-72 jam setelahnya.
Manifestasi klinis mulai membaik, tanda vital stabil, dan diuresis sesuai normal. Pada
beberapa pasien muncul confluent erythematous atau petechial rash. Hematokrit
mulai menurun menjadi normal disertai dengan peningkatan leukosit, namun
peningkatan trombosit biasanya terjadi setelahnya.(7)
4. Dengue Berat
Kasus dengue berat dinyatakan pada pasien yang dicurigai terinfeksi dengue
yang memiliki tanda salah satu dari:
1. Kebocoran plasma berat
yang
menyebabkan
syok
dan
atau
Derajat II
Derajat III
perdarahan lain
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
nadi menurun atau hipotensi, sianosis di sekitar mulu, kulit dingin dan
Derajat IV
penyakit demam berdarah dengue dan peningkatan kasus dengue berat yang tidak
seluruhnya memenuhi klasifikasi dengue derajat IV membuat re-klasifikasi demam
berdarah menjadi penting. Klasifikasi kasus dengue menurut derajat penyakitnya WHO
tahun 2009 terbagi atas 3, yaitu dengue tanpa tanda bahaya, dengue dengan tanda
bahaya, dan dengue berat.(7)
G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis laboratorium dengue ditegakkan dengan mendeteksi virus dan atau
kompenen dari virus tersebut dengan memeriksa respon serologis setelah infeksi. Di
Indonesia pemeriksaan yang digunakan secara umum adalah pemeriksaan darah lengkap,
IgM dan IgG, dan NS1. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan leukopenia,
hemokonsenterasi, trombositopenia, dan pada hitung jenis akan terlihat peningkatan dari
limfosit atau monosit.(7)
Pemeriksaan Serologis
Setelah satu minggu tibuh terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti oleh
pembentukan IgM-antidengue. IgM hanya berada dalam waktu relatif singkat dan akan
disusul segera oleh pembentukan IgG. Pada kira-kira hari kelima infeksi terbentuk
antibodi yang bersifat menetralisir virus (neutralizing antibody = NT). Titer antibodi NT
akan naik cepat dan menurun secara lambat untuk waktu yang lama. Setelah NT, timbul
antibodi yang mempunyai sifat menghambat hemaglutinasi sel darah merah
(hemaglutination inhibiting antibody=HI). Antibodi yang terakhir yaitu antibodi yang
mengikat komplemen (complement fixing antibody=CF). Teknik pemeriksaan serologi
yang dianjurkan WHO ialah pemeriksaan HI dan CF. Pada uji serologi HI, kemungkinan
adanya infeksi sekunder yang baru terjadi ditandai oleh titer antibody HI yang sama atau
lebih besar daripada 1:1280 pada masa akut.
Pemeriksaan NS-1 adalah pemeriksaan terhadap antigen non struktural-1 dengue
(NS1) dapat mendeteksi infeksi virus dengue dengan lebih awal dari pemeriksaan
antibodi dengue, dan bahkan dapat terdeteksi pada hari pertama mulai demam.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada penderita demam yang disertai dengan gejala
klinis infeksi virus dengue pada hari 1-3 mulai demam. Bila hasilnya negatif tetapi gejala
infeksi virus dengue menetap, dianjurkan untuk periksa Anti-Dengue IgG & IgM, serta
hematologi rutin.
H. Diagnosis
Diagnosis DBD menurut WHO 1997, jika terdapat dua kriteria klinis pertama ditambah
satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit cukup untuk
menegakkan diagnosis.(13)
Klinis
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun,
tekanan darah menurun disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung
hidung, jari, dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Laboratorium
1. Trombositopenia
2. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan
-
Dengue
Tinggal di daerah endemis.
Demam dan 2 dari:
-
Mual, muntah
Ptekiae
Nyeri
Tes Torniquet (+)
Leukopenia
Hasil laboratorium
menunjukkan
Dengue
dengan
Bahaya
- Nyeri perut
- Muntah persisten
- Perdarahan mukosa
- Letargi, gelisah
- Pembesaran
hepar
-
>2cm
Peningkatan HT diikuti
dengan
penurunan
napas
Perdarahan hebat
Gangguan organ berat
- Hepar:
SGOT/PT
trombosit
infeksi dengue
gangguan
>=1000
Gangguan kesadaran
Jantung
I. Diagnosis Banding
Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus,
atau infeksi parasit seperti; demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam
chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai
hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain. Demam pada
DBD bersifat mendadak, kontinus, tidak semakin tinggi, dan berkisar antara 3-7 hari.
Pada demam tifoid demam dirasakan semakin hari semakin tinggi dan berlangsung lebih
dari 7 hari. Demam pada campak berlangsung 2-4 hari dan setelah itu timbul ruam pada
muka lalu diikuti bagian leher,ekstremitas.
DBD harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC biasanya
seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip influenza. Bila
dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa
demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif,
petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak
sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada
hitung jenis). Pemeriksaan Laju Endap Dara (LED) dapat dipergunakan untuk
membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus jelas terdapat
gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat
II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari
pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam
cepat menghilang, (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai leukopenia,
tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung jenis.
Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada
ITP.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia
aplastik, anak sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan
darah ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan trombosit menurun). Pada
pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat
membantu
menegakkan
diagnosis.
Pada
DBD
ditemukan
efusi
pleura
dan
Pada DBD derajat III dan IV, segera beri infuse kristaloid ( ringer laktat atau NaCl
0.9 %) 20 ml/KgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit), dan oksigen 2
liter/menit. Untuk derajat IV, diberikan ringer laktat 20 ml/KgBB bersama koloid.
Observasi tensi dan nadi setiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa
elektrolit dan gula darah. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan
ringer laktat belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambahkan plasma (fresh frozen plasma)
atau koloid (dekstran 40) sebanyak 10-20ml/KgBB, maksimal 30 ml/KgBB (koloid
diberikan pada jalur infuse yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya).
Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa
hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah. Apabila syok telah
teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/ hematokrit, tekanan nado > 20 mmHg,
nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ul/KgBB/jam. Volume 10
ml/KgBB/jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinik stabil dan
hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB sampai
keadaan klinik dan hematokrit stabil, kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5 ml
dan seterusnya 3 ml/KgBB/jam. Observasi klinis tekanan darah, nadi, jumlah urin
dikerjakan tiap jam (usahakan urin 1ml/KgBB/jam, BD urin <1.020), dan pemeriksaan
hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik. Apabila syok belum
teratasi, sedangkan kada hematokrit menurun tetapi masih > 40 vol%, berikan darah
dalam volume kecil 10 ml/KgBB.(1)
Severe Dengue
K. Komplikasi
Pada fase febris komplikasi yang bisa terjadi adalah dehidrasi, gangguan
neurologis, dan kejang demam pada anak-anak. Pada fase kritis syok dapat terjadi akibat
dari kebocoran plasma, selain itu dapat pula terjadi perdarahan dan disfungsi organ. Pada
fase pemulihan koplikasi yang dapat terjadi adalah hipervolemia dan edema paru akut.(8)
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang pasien anak perempuan berusia 3 tahun datang ke RSUD Budhi Asih dengan
keluhan utama demam tinggi sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. Gejala lain adalah
adanya nyeri kepala, nyeri perut, nyeri sendi, pusing, tanpa adanya tanda infeksi lokal.
Dengan begitu diagnosis banding yang mungkin pada pasien ini adalah penyakit demam
tanpa disertai tanda lokal seperti infeksi virus dengue (demam dengue, demam berdarah
dengue) lalu malaria. Penyakit campak tidak merupakan diagnosis banding pada pasien ini
karena seteleh 2-4 hari demam, tidak terdapat tanda patognomonik yaitu timbulnya enantema
mukosa di pipi dan tidak timbul ruam makulopapular.
Diagnosis malaria disingkirkan dikarenakan pada penyakit ini meskipun mempunyai
gejala demam tinggi namun bersifat intermitten, sedangkan pada pasien demam yang
dirasakan terus menerus tinggi dan tidak pernah mencapai suhu normal, dan pasien tidak
mempunyai riwayat bepergian atau menetap di daerah endemis malaria.
Dugaan diagnosis mengarah kepada infeksi virus dengue dikarenakan sesuai dengan
tipe demamnya yaitu demam yang mendadak tinggi selama 2- 7 hari. Pada pasien demam
dirasakan mendadak tinggi selama 5 hari dan mulai menurun pada hari ke 6, lalu disertai
gejala penyerta yaitu adanya nyeri kepala, pusing, nyeri pada otot. Pada anamnesis juga
ditemukan bahwa adik pasien ada yang menderita penyakit Demam Berdarah Dengue..
Menurut kepustakaan masa inkubasi virus dengue dalam tubuh manusia sampai menimbulkan
gejala prodormal adalah 5-7 hari, hal ini menunjukan risiko penularan oleh adik pasien yang
telah sembuh 7 hari lalu sesuai dengan masa inkubasi virus dengue.
Hasil pemeriksaan fisik di IGD pukul 21.00 didapatkan tekanan darah 70/40 mmHg,
nadi 80x/menit lemah, dan akral dingin. Hal ini menunjukkan terdapat kegagalan sirkulasi
pada pasien, dimana kegagalan sirkulasi dapat ditandai dengan
tekanan nadi menurun, hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin lembap, dan anak
tampak gelisah. Pasien mendapat terapi cairan asering 20cc/kgBB sesuai dengan tatalaksana
demam berdarah dengan syok menurut WHO yaitu pemasangan oksigen 2-4L/menit dan
larutan kristaloid 20cc/kgBB bolus maksimal 30 menit. Jika pasien keadaan pasien jika
kegagalan sirkulasi teratasi terapi dilanjutkan dengan cairan 10cc/kgBB/ jam dan dievaluasi
2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
Kondisi klinis pasien membaik ditandai dengan tekanan darah meningkat menjadi
80/50 mmHg, nadi 112x/menit lemah. Terapi yang diberikan juga diturunkan secara bertahap
menjadi 10cc/kgBB/jam dan didapatkan diuresis 1,05cc/kgBB/jam. Dalam 4 jam 30 menit
diuresis pasien menjadi normal disertai dengan nadi yang teraba mulai kuat mengindikasikan
penurunan cairan menjadi 7cc/kgBB/jam.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 28 & 29 Agustus 2013 menunjukan adanya
leukopenia, trombositopenia, dan mengarah ke arah hemokensenterasi. Sehingga terapi cairan
dibutuhkan untuk mencegah terjadinya hemokonsenterasi.
Peningkatan hematokrit pada pasien juga menggambarkan bahwa pada kasus DBD,
hemokonsentrasi dijumpai dan merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan
plasma. Saat masuk ke Rumah Sakit kadar hematokrit pasien adalah 42% dan setelah
mendapat tatalaksana berangsur turun ke nilai normal 35%. Peningkatan nilai leukosit dan
penurunan hematokrit menandai pasien memasuki fase pemulihan. Menurut beberapa sumber
dinyatakan, bahwa peningkatan trombosit terjadi lebih lambat,
Tatalaksana pada pasien ini adalah terapi cairan. Terapi pada DBD pada dasarnya
bersifat suportif, yaitu penggantian volume plasma. Ranitidin diberikan untuk mengatasi
mual pasien, parasetamol untuk meredakan gejala demam pasien.
Indikasi pulang pasien demam berdarah menurut guideline WHO 2007 adalah pasien
bebas demam dalam 48 jam, perbaikan klinis (sadar, nafsu makan baik, tanda vital stabil,
dieresis normal, dan tidak ada gangguan pernapasan), peningkatan bertahap trombosit, dan
hematokrit stabil tanpa menggunakan terapi cairan. Sesuai dengan kepustakaan, pasien telah
bebas demam 48 jam, perbaikan klinis sangat terlihat, trombosit telah meningkat bertahap
dalam 3 hari, dansaat iv line dihentikan diuresis pasien 4cc/kgBB/24jam dan hematokrit
pasien berangsur turun.
Prognosis quo ad vitam pasien ini adalah dubia bonam karena derajat penyakit pada
pasien ini karena penyakit ini dapat mengancam nyawa jika penanganan tidak dilakukan
segera dan tepat..
Prognosis quo ad sanactionam pada pasien ini adalah dubia ad bonam sebab ada
kemungkinan suatu saat pasien dapat mengalami penyakit ini lagi jika status imun pasien
sedang turun dan keadaan lingkungan rumah pasien yang kurang baik mempunyai
kecenderungan menjadi daerah endemis penyakit Demam Berdarah Dengue.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SSP, Gama H, Hadinegoro SR, buku ajar infeksi dan pediatric tropis. Balai
penerbit. Edisi kedua. FK UI 2012. Hal 155-180
2. WHO/SEARO. Concrete measure key in controlling dengue in South East Asia. Press
Release SEA/PR/1479. New Delhi, World Health Organization Regional Ofice
(http://www.searo.who.int/EN/Section316/Section503/for
South-East
Asia,
2008.
Section2463_14619.htm).
3. Soegijanto S. PAtogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue. 2002.
Available from: www.pediatrikcom/buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc
4. Novriani H. Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah Dengue dan Dengue
Syndrome Pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran. 2002; Vol 134:46-9
5. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics. Ed 18.
Philadelphia: Saunders, 2003.
6. Konkle BA. Tropic Infection. Dalam: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL,
Longo DL, Jameson JL. Harrisons principles of internal medicine. Ed 17. New York:
McGraw-Hill, 2008.
7. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition
2009. World Health Organization
8. Rigau-Prez JG et al., Dengue and dengue haemorrhagic fever. Lancet, 1998, 352:971
977.
9. Kalayanarooj S et al., Early clinical and laboratory indicators of acute dengue illness.
Journal of Infectious Diseases, 1997, 176:313321.
10. Cao XT et al., Evaluation of the World Health Organization standard tourniquet test in
the diagnosis of dengue infection in Vietnam. Tropical Medicine and International
Health, 2002, 7:125132.
11. Balmaseda A et al., Assessment of the World Health Organization scheme for
classification of dengue severity in Nicaragua. American Journal of Tropical Medicine
and Hygiene, 2005, 73:10591062.
12. Srikiatkhachorn A et al., Natural history of plasma leakage in dengue hemorrhagic fever:
a serial ultrasonic study. The Pediatric Infectious Disease Journal, 2007, 26(4):283-290.
13. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/ DHF in Small Hospital. 1997. World Health
Organization.
14. Nimmannitya S et al., Dengue and chikungunya virus infection in man in Thailand,
1962-64. Observations on hospitalized patients with haemorrhagic fever. American
Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 969, 18(6):954-971.