Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit febril akut
yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria.
Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah
yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah
disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti.
Wabah pertama terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia, Afrika, dan Amerika
Utara. Penyakit ini kemudian dikenali dan dinamai pada 1779. Wabah besar global dimulai di
Asia Tenggara pada 1950-an dan hingga 1975 demam berdarah ini telah menjadi penyebab
kematian utama di antaranya yang terjadi pada anak-anak di daerah tersebut.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika
termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seringkali salah dalam
penegakkan diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit lain
seperti Flu dan Tipes (Typhoid).
Sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk
mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue belum tersedia. Cara yang tepat guna untuk
menanggulangi penyakit ini secara tuntas
Anamnesa
Anamnesis yang dilakukan antara lain identitas pasien, keluhan utama, riwayat
penyakit. Identitas pasien pada kasus yaitu seorang pria berumur 28 tahun
dengan keluhan utama, demam sejak 5 hari yang lalu, mual, nyeri otot seluruh badan,
mimisan kira-kira 1 sendok makan. Riwayat penyakit pasien penurunan kesadaran sejak 1
jam SMRS, kesadaran somnolen, suhu 35oC, tekanan darah 60mmHg per palpasi, denyut nati
lemah dan cepat, fremitus taktil pada paru kanan melemah dan terdengar redup saat
diperkusi, suara napas vesikulasi paru kanan juga melemah, akral lembab dan dingin, Hb =
16g/dL, Ht = 54%, Leukosit = 4.000/ul, Trombosit = 40.000/ul.
Diagnosa demam berdarah dengue.
Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan:
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7
b. Manitestasi Perdarahan
c.Tombositoperiia yaitu jumlah trombosit
dibawah
150.000/mm3,
biasanya
dilaksanakan
yang
penekanan
dengan
gejala
shoch/kegagalan sirkulasi
yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmhg) atau
hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
4. Derajat IV (berat): Penderita shock berat dengan tensi yang tak dapat
diukur dan nadi yang tak dapat diraba. 1
Diagnosis banding
-Malaria
Penyakit malaria yang ditemukan berdasarkan gejala-gejala klinis dengan gejala
utama demam mengigil secara berkala dan sakit kepala kadang - kadang dengan
gejala klinis lain sebagai berikut :
Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.
Nafsu makan menurun.
Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan
plasmodium Falciparum.
Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.
Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.
Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang
menonjol
(intrisik). Masa inkubasi ini bervariasi antara 9 -30 hari tergantung pada species
parasit, paling pendek pada plasmodium Falciparum dan paling
panjang pada
Demam
tifoid
merupakan
penyakit
endemis
di
beberapa
Negara
Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun,
kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu pertama sakit, demam
tifoid
sangat
sukar
dibedakan
dengan
penyakit
demam
lainnya.
Untuk
Biasanya gejala mulai timbul secara bertahap dalam waktu 8-14 hari setelah
terinfeksi. Gejalanya bisa berupa demam, sakit kepala, nyeri sendi, sakit
tenggorokan, sembelit, penurunan nafsu makan dan nyeri perut. Kadang
penderita merasakan nyeri ketika berkemih dan terjadi batuk sertaperdarahan dari
hidung. 3
Jika pengobatan tidak dimulai, maka suhu tubuh secara perlahan akan meningkat
dalam waktu 2-3 hari, yaitu mencapai 39,4-40C selama 10-14 hari. Panas mulai
turun secara bertahap pada akhir minggu ketiga dan kembali normal pada minggu
keempat. Demam seringkali disertai oleh denyut jantung yang lambat dan
kelelahan yang luar biasa. Pada kasus yang berat bisa terjadi delirium, stupor
atau koma.
berwarna merah muda di dada dan perut pada minggu kedua dan berlangsung
selama 2-5 hari.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan biakan darah, tinja, air kemih atau
jaringan tubuh lainnya guna menemukan bakteri penyebabnya.
metamorfosis trombosit.
Hepatomegali:
-
Syok: Yang dikenal dengan DSS, disebabkan oleh karena perdarahan dan
kebocoran plasma didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak.
Sedangkan tanda-tanda syok adalah:
Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang
dari80 mmHg)
Gejala-gejala lain:
-
Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.
Penurunan kesadaran.4
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila darah akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah
Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
NS 1: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan spesifitas
100% sama tingginya dengan spesifitas gold standard kultur virus. Hasil negatif
antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue. 2
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam virus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30
nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara
serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese encephalitis dan west
nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Ssurvei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, babi, sapi. Penelitian pada ertropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes (Stegomyis) dan
Toxorhynchites. 2
Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tegnggara, Pasifik Barat dan karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis denagn sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.00 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hinga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus aedes (terutama
A.aegypti dan A.albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu:
1. Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasann menggigit, dan kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektordari suatu tempat ke tempat lain.
2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk. 2
Patogenesis
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitoksisitas yang dimediasi antibodi.
Antibodi teradap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enchancement.
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan t-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6
dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag.
d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe
yang berbeda. Reinfeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi. 2
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat healstead dan penelitian lain:
menyatakan
bahwa
infeksi
virus
dengue
menyebabkan
aktivasi
makrofag
yang
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi faktor Xia namun tiadk tidak melalui aktivasi kontak. 2
Patofisiologis.
Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan demam berdarah
dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik.
Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa
renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler
yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai
hematokrit. 5
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan
hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut "the secondary
heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila
seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus
dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan
sampai 5 tahun.
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan
kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi ananmestik yang akan terjardi
dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan
menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Disamping itu replikasi virus dengue
terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya
akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan
mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5
menyebabkan
darah dan
merembesnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24 -48 jam.
Renjatan yang tidak
Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaran hebat yang
biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia
merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai
trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa
renjatan. Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal
biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit.
Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan pada penderita
DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.
Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya
oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu, juga oleh aktifasi sistem
koagulasi. 5
Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial dapat terjadi juga pada
penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan pada PIM akan saling mempengaruhi
sehingga penyakit akan memasuki renjatan irrevesible disertai perdarahan hebat, terlihatnya
organ-organ vital dan berakhir dengan kematian.
Pencegahan
Pencegahan penyakit demam berdarah (DBD) sangat tergantung dengan pengendalian
pada vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis, maupun secara
kimiawi, seperti :
1. Lingkungan
Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik
atau mencegah agaar nyamuk tidak dapat lagi berkembang biak. Pada dasarnya PSN ini dapat
dilakukan dengan :
Menutup rapat tempat penampungan air. Supaya agar nyamu tidak menggunakannya
sebagai tempat berkembang biak.
Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya semunggu sekali.
Membersihkan air yang tergenang diatap rumah juga dapat mencegah berkembangnya
nyamuk tersebut.
2. Biologis
Pengendalian secara bioligis merupakan pengendalian perkembangan nyamuk dan
jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. Seperti pemeliharaan ikan cupang
pada kola/ sumur yang sudah tak terpakai atau menggunakan dengan bakteri Bt H-14.6
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi adalah cara pengendalian serta pembasmian nyamuk
dan jentik dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Diantaranya adalah :
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat yang sering menjadi tempat
penampungan air.6
Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan tindakan untuk memutus mata rantai
perkembangan nyamuk. Tindakan PSN terdiri atas beberapa kegiatan antaranya dengan 3M.
Yaitu : Menguras, Menutup, dan Mengubur tempat-tempat yang sering dijadikan
perkembangbiakan nyamuk. Semoga dengan beberapa cara tersebut dapat membantu anda
dalam pencegahan demam berdarah serta pemberantasan sarang nyamuk.6
Manifestasi klinik
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan
muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan
muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings
hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya
ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi
dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit
mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan
darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila,
wajah, dan palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan
pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm
di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat
ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu
yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam beratringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan
sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
Suhu dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Bradikardi dan ekstrasistol
ventrikel lazim selama konvalesen. Jarang, ada cedera otak sisa yang disebabkan oleh syok
lama atau kadang-kadang karena perdarahan intracranial. Strain virus dengue 3 yang
bersikulasi di daerah utama Asia Tenggara sejak tahun 1983 disertai dengan terutama sindrom
klinis berat, yang ditandai oleh ensefatopati, hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang
mencolok dan kadang-kadang ikterus.7
Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Diet makanan lunak, atau makanan biasa tanpa bahan perangsang.
3. Infus Ringer Lactate atau Ringer Acetate atau NaCl 0,9% dengan tetesan 20 cc / Kg BB /
Jam diguyur, atau secara praktis : 1 1,5 liter di guyur (cor), selanjutnya 5 cc / Kg BB / Jam
atau 50 cc / Kg BB / 24 jam, atau secara praktis 40 tetes/menit, sebagai kebutuhan cairan
rumatan. Cairan oral sebanyak mungkin. Larutan Oralit lebih baik
4. Keadaan klinis di monitor : TD, Nadi, Pernafasan tiap 30 menit, Suhu ( minimal 2 kali
sehari, pagi dan sore dan dicatat pada grafik suhu pada status), jumlah urine perjam
(sebaiknya 50 cc / jam).
5. Obat-obat simtomatik hanya diberikan bila benar-benar diperlukan, seperti parasetamol
atau Xylomidon/Novalgin injeksi bila suhu tubuh 38,50C dan Metoklopramide bila terjadi
muntah-muntah.
6. Bila TD sistolik menurun 20 mmHg, atau Nadi 110 x / menit, atau tekanan nadi (TD
sistol TD diastol 20 mmHg), atau jumlah urine 40 cc / jam, pertanda adanya kebocoran
plasma (plasma leakage) tambahkan cairan infus guyur 5 cc / KgBB / Jam sampai keadaan
kembali stabil. Setelah Tekanan darah dan nadi stabil, kembali ke tetesan rumatan
7. Monitor Laboratorium tergantung keadaan klinis. Bila terjadi penurunan TD, peningkatan
Nadi, atau penurunan volume urine yang berlanjut, atau terjadi perdarahan masif, atau
penurunan kesadaran, perlu di periksa Hb, Ht, Trombosit. Penurunan jumlah trombosit perlu
dipantau secara laboratorium dan kondisi klinis. Dan bila diperlukan periksa Haemorrhagic
test.
8. Bila selama pemantauan lebih dari 12 jam, keadaan klinis makin memberat atau respons
pemberian cairan minimal, maka penderita dinyatakan untuk dirujuk (bila dirawat di
Puskesmas atau klinik atau rumah sakit daerah) atau dilakukan tindakan yang lebih intensif,
kalau perlu di rawat di ICU.
9. Infus trombosit diberikan bila ada penurunan jumlah trombosit yang menyolok disertai
dengan tanda-tanda perdarahan masif. Bila terjadi perdarahan yang masif dengan penurun
kadar Hb dan Ht, segera beri tansfusi Whole blood.
10. Bila keadaan syok masih belum teratasi dengan pemberian cairan yang cukup sesuai
perhitungan, tanda-tanda perdarahan tidak nyata, dan pemantauan laboratorium tidak
menunjukkan perbaikan, maka pilihan kita adalah pemberian FFP (Fresh Frozen Plasma) atau
Plasma biasa.
11. Bila keadaan klinis stabil, pemeriksaan ulangan laboratorium pada fase penyembuhan.8
Prognosis
Pasien didiagnosis terkena DBD stadium 2 (sedang). Jika dilakukan perawatan secara intensif
dan benar, maka keadaan pasien akan membaik dan tidak akan terjadi kematian. Prognosis
pada pasien di atas baik.
Kesimpulan
Pasien berumur 28 tahun dengan keluhan utama , demam sejak 5 hari yang lalu, mual,
nyeri otot seluruh badan, mimisan kira-kira 1 sendok makan serta dengan riwayat penyakit
pasien penurunan kesadaran sejak 1 jam SMRS, kesadaran somnolen, suhu 35oC, tekanan
darah 60mmHg per palpasi, denyut nati lemah dan cepat, fremitus taktil pada paru kanan
melemah dan terdengar redup saat diperkusi, suara napas vesikulasi paru kanan juga
melemah, akral lembab dan dingin, Hb = 16g/dL, Ht = 54%, Leukosit = 4.000/ul, Trombosit
= 40.000/ul menderita demam berdarah dengue.
Daftar Pustaka
1. Thomas Suroso, Hadinegoro SR, Wuryadi. Pencegahan dan penanggulangan penyakit
demam dengue dan demam berdarah dengue, Depkes R. Jakarta.2003.
2. WS Aru, S Bambang, A Idrus, S Siti, SK Marcellus. Ilmu penyakit dalam edisi ke 5.
Interna publishing. Jakarta;2009.hal 2773-80
3. G Abdul. Demam tifoid.2009. Diunduh dari
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/demam-tifoid.pdf, 19 November 2011.
4. Hastuti O. Demam berdarah dengue. Yogyakarta: Karnisius; 2008. Hal 9-10.
5. T Suoros. Review program pemberantasan demam berdarah dengue di Indonesia.
Depkes RI, Jakarta.
6. Satari H I. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara; 2008. Hal 29-30
7. Wahab A S. Ilmu kesehatan anak. Trjh. Arvin B K. Nelson textbook of pediatrics.
Edisi 15. Jakarta: EGC; 2007. Hal 1134-5
8. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Thomas Suroso. Tata laksana demam
berdarah dengue di Indonesia, Depkes RI, Dirjen P2MPL.Jakarta.2001.
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat