PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, Indonesia
merupakan wilayah rawan bencana. Indonesia berada di atas kerak bumi yang
aktif dimana ada lima patahan lempeng bumi yang bertemu, bertumbukan dan
mengakibatkan pergerakan bumi Indonesia dinamis (Sunarti, 2009). Indonesia
sering disebut sebagai negara dengan laboratorium bencana, sebab frekuensi
bencana alam yang terjadi di Indonesia cukup tinggi, terjadi silih berganti mulai
dari bencana gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan
gunung meletus, belum lagi bencana yang secara lebih langsung disebabkan oleh
kegiatan manusia, seperti lumpur lapindo. Menurut International Strategy for
Disaster Reduction (ISDR) bencana adalah Suatu gangguan serius terhadap
keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas
pada kehidupan manusia dari segi materi , ekonomi atau lingkungan dan
melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan
menggunakan sumber daya mereka sendiri (PNPM, 2008).
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi
bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana.
Kondisi alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di
Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah
manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan
sumberdaya alam (BNPB, 2008). Frekuensi bencana alam yang terjadi di
Indonesia cukup tinggi, terjadi silih berganti mulai dari bencana gempa bumi,
tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan gunung meletus. Yasuhiro
Otomo (2013) menyebutkan bahwa terdapat tiga bentuk bencana yaitu: bencana
yang diakibatkan oleh alam, bencana oleh manusia dan complex humanitarian
emergency (CHE). Bencana meninggalkan dampak bagi korbannya baik dari segi
fisik, psikologis, sosial , spiritual dan material serta ekonomi (Ilyas,2008).
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang tersebut, penyelenggaraan
penanggulangan bencana mencakup serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Selain itu pada tahun 2010 pemerintah
telah mengeluarkan Peraturan tentang tahap rehabilitasi post disaster terdapat
dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17
tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana (BNPB, 2010).
Manajemen bencana menurut Hendro Wartatmo (2011) merupakan
keseluruhan dari semua tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kemungkinan
kerusakan yang akan terjadi terkait dengan bahaya dan untuk meminimalkan
kerusakan setelah suatu peristiwa bencana terjadi atau telah terjadi dan untuk
pemulihan langsung dari kerusakan. Manajemen bencana terdiri dari beberapa
langkah diantaranya mitigation, preparadness, response dan recovery (Joshi,
2007). Pada tahap recovery, terjadi proses pemulihan kondisi masyarakat yang
terkena bencana dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada
keadaan semula. Tahap recovery terdiri dari rehabilitasi dan rekontruksi baik dari
fisik, psikologis dan komunitas (PNPM, 2008). Perawat sebagai bagian dari tim
tanggap darurat mempunyai peran yang penting dalam penanganan bencana mulai
dari setelah terjadi bencana sampai dengan fase rehabilitasi/recovery post
bencana, perawat juga dituntut untuk mampu berkolaborasi dengan anggota tim
tanggap darurat bencana yang lain dan masyarakat agar mampu dihasilkan
penanganan bencana yang tepat. (Magnaye et al, 2011). Berdasarkan latar
belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai
rehabilitasi post disaster baik secara fisik, psikologi dan komunitas bencana di
Indonesia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui apa
dampak psikologis pasca bencana dan bagaimana rehabilitasi post disaster baik
secara fisik, psikologis, dan komunitas pada bencana di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.
e.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini adalah dari beberapa studi literatur
dan jurnal-jurnal penelitian yang terkait dengan rehabilitasi post disaster.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bencana
Bencana adalah suatu peristiwa dimana kondisi normal dari suatu
komunitas mengalami gangguan baik dari faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengalami kegawatan yang mengakibatkan
terjadinya dampak yang melebihi kemampuan komunitas untuk melakukan
penanganan secara mandiri dengan efektif baik dari segi fisik, kerugian harta
benda dan psikologis (National Academy of Science, 2007; WHO, 2011).
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan definisi bencana peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
B. Tahapan Manajemen Bencana
Tahap-tahap dalam manajemen bencana menurut Joshi (2007) adalah :
1. Mitigation (Pencegahan)
Untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada
kawasan
rawan
bencana,
maka
diperlukan
Mitigasi,
baik
melalui
(DSM-IV)
yang
dikeluarkan
oleh
American
Psychiatric
mempelajari
hebat
(pada
anak-anak,
respon
atau
tersebut
3) Ketidakmampuan
mengingat
aspek
penting
dari
peristiwa
traumatik.
4) Berkurangnya minat atau partisipasi secara nyata pada aktivitas
yang dahulunya merupakan aktivitas yang menyenangkan.
d. Gejala gangguan kehidupan
Adalah gangguan yang menyebabkan distress dalam fungsi
sosial atau bidang penting lainnya. Sedangkan
menurut
Hasanuddin
emosi
dan
perasaan
menumpul,
serta
merasa
sesak napas,
dan
di antaranya iritasi,
antaranya
kebingungan,
ketidakmampuan
tidak mampu
rehabilitasi
dapat
dilakukan
kepada
perumahan,
pemukiman penduduk. Status kesehatan fisik dan psikis korban juga harus
diperhatikan selama fase recovery pasca bencana (Sunarti, 2009).
Pembangunan yang baik haruslah bertahap serta terintegrasi. Kesuksesan
tidak hanya disebabkan formulasi kebijakan yang tepat, tetapi juga
disebabkan karena perencanaan yang baik dan matang. Perencanaan yang
baik akan menghasilkan pembangunan yang optimal (Soesilowaty, 2010).
Dalam perencanaan pembangunan dan pemulihan dukungan dari
LSM, Pemerintah, dan Palang Merah Indonesia (PMI) sangat dibutuhkan
untuk tahap pemulihan post bencana (PNPM, 2008). Peraturan tentang
Rehabilitasi dan Rekontruksi post disaster di Indonesia telah tertuang dalam
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17 tahun
2010
tentang
Pedoman
Umum
Penyelenggaraan
Rehabilitasi
dan
10
Rehabilitasi
dan
Rekonstruksi
pascabencana
serta
Percepatan
11
12
di
sekitar
daerah
bencana
akan
mampu
membangun
13
yang
sesuai
dengan
tugas
pokok
fungsi
dan
14
15
melakukan
pelatihan-pelatihan
keterampilan
yang
difasilitasi
dan
berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang itu.
Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu
membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang dimilikinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kebijakan tentang peraturan pemerintah tentang penanggulangan bencana
tahap rehabilitasi terdapat dalam Peraturan tentang Rehabilitasi dan
Rekontruksi post disaster di Indonesia telah tertuang dalam Peraturan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17 tahun 2010
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana
2. Dampak psikologis yang dapat terjadi pasca bencana yaitu gangguan stres
pasca trauma.
3. Rehabilitasi post disaster di Indonesia sudah berjalan tapi belum
maksimal, masih butuh untuk ditingkatkan terutama dalam peran perawat
dalam hal skill dan pengetahuan dalam penanganan bencana tahap
rehabilitasi.
4. Intansi yang bertanggaung jawab dalam rehabilitasi post disaster adalah
BNPB di tingkat nasional dan atau BPBD di Provinsi/Kab/Kota di tingkat
daerah
5. Solusi dalam proses rehabilitasi post disaster di Indonesia salah satunya
merencanakan penanggulangan rehabilitasi berbasis komunitas.
B. Saran
16
1. Bagi Pemerintah
Diharapkan pemerintah lebih meningkatkan tahap rehabilitasi terhadap
korban bencana tidak hanya dari segi infra struktur tapi juga dari kesehatan
fisik dan psikologis korban bencana
2. Bagi Perawat
Diharapkan perawat lebih dapat meningkatkan perannya dan skill serta
pengetahuan dalam tahap rehabilitasi bencana bagi korban bencana dari segi
kesehatan fisik dan psikologis
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat lebih berperan akitif dan tanggap terhadap
bencana baik saat pra bencana, bencana dan pasca bencana
17
DAFTAR PUSTAKA
18
19
(2000),
The
Post
Traumatic
Stress
Disorder,
20