Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Restraint (pengekangan) didefinisikan sebagai suatu penahanan secara paksa; dalam hal ini
pada praktik veteriner, suatu metode penahanan hewan secara paksa dibawah pengawasan para
teknis veteriner (Ballard et al 2009). Definisi lain dri kata restraint dalam kedokteran hewan
adalah membtasi aktivitas suatu hewan secara verbal, fisikan, dan atau farmakologis supaya
hewan tersebut dicegah dari melukai diri serta yang berada di sekelilingnya (Crow et al 2009). Ini
adalah keterampilan yang membutuhkan latihan untuk menguasai dan merasa percaya diri dalam
melakukannya. Objektif pengekangan hewan antara lain adalah untuk menangani hewan supaya
suatu prosedur medis dapat dilakukan tanpa melukai hewan maupun manusia yang
bersangkutan.restraint dan handling dilakukan untuk memfasilitasi pemeriksaan fisik, termasuk
pemeriksaan optalmik dan rektal, mengadministrasi obat per oral, injeksi, dan topical,
mengenakan bandase pada hewan, melakukan prosedur seperti kateterisasi, dan untuk mencegah
hewan dri melukai diri contohnya dengan menggunakan Elizabeth collar. Hewan yang berbeda
membutuhkan teknik pengekangan yang berbeda dan meminimalkan stress serta risiko melukai
hewan tersebut. Teknik-teknik yang tidak sesuai dapat mengakibatkan gangguan fisiologis yang
dapat berakibat fatal.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini telah tersedia banyak
produk obat-obatan untuk anestesi, sehingga akan terdapat banyak pilihan penggunaan anestetika
pada proses operasi.Berbagai prosedur diagnostik dan operasi (operasi mayor atau minor) di dunia
kedokteran hewan sering dibawah pengaruh anestesi.Operasi mempunyai beberapa tujuan antara
lain untuk memperbaiki cacat perolehan, membantu dalam proses kelahiran, membantu dalam
menentukan diagnosa penyakit, untuk mengembalikan fungsi organ serta dapat digunakan untuk
memperindah penampilan. Operasi dapat dilakukan saat hewan dalam keadaan sehat yaitu operasi
yang tidak emergency atau operasi elective, misalnya operasi untuk memperindah penampilan.
Operasi yang dilakukan dalam keadaan emergency, misalnya karena kecelakaan harus segera
dioperasi dan dianestesi terlebih dahulu untuk penyelamatan jiwa pasien.
Anestesi sebelum operasi sangat penting dilakukan pada hewan untuk menghilangkan rasa
sakit dan mempermudah pekerjaan dalam operasi. Tujuan hewan dianestesi sebelum dioperasi
untuk memastikan hewan tidak dapat merasa nyeri maupun sakit sehingga dapat mengurangi
penderitaan bagi hewan. Salah satu cara yang diambil adalah dengan penggunaan anestesi umum.
Anestesi umum adalah hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Pemilihan obat anestesi
umum harus didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu jenis operasi, lamanya operasi,
temperamen hewan, fisiologis hewan, dan spesies hewan (Erwin, 2009).
Perkembangan ilmu kedokteran tentang cairan dan tehnik pemberian cairan memberikan
tantangan akan pengetahuan tentang pengaruh dan respon yang dapat terjadi akibat pemberian
cairan tersebut. Pada masa awal tahun 1930-an penggunaan cairan infus yang dikenal hanya
terbatas antara lain ; infus Nacl dan dextrose 5 % , akan tetapi sekarang ini telah banyak tersedia
berbagai macam cairan mulai dari cairan infus untuk mengkoreksi ketidakseimbangan elektrolit
dan cairan infus yang merupakan suatu terapi dari suatu masalah kesehatan, maupun cairan infus
yang
ditujukan untuk pemberian nutrisi.
Pemasangan kateter intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke
vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrien
(biasanya glukosa), vitamin atau obat. Pemasangan kateter intravena digunakan untuk

memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk
memberikan
garam yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang
diperlukan untuk metabolisme, atau untuk memberikan medikasi. (World Health Organization,
2005).
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari teknik-teknik pengendalian dan
pengekangan fisik terhadap hewan yang akan dilakuan pemeriksaan atau perlakuan lebih lanjut
seperti pemeriksaan fisik, pemberian obat secara injeksi atau oral, serta pengambilan darah. Selain
itu praktikum ini juga bertujuan untuk melakukan premedikasi dan anestesi pre operasi secara
tepat, dan pemasangan IV catheter yang sesuai. Dengan memperlajari teknik yang benar,
diharapkan supaya tidak terjadi cedera pada hewan maupun orang yang berada di sekeliling hewan
tersebut sewaktu pemeriksaan berlangsung.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HANDLING & RESTRAIN


2.1.1 Handling Kucing
Merupakan cara penanganan hewan sebelum diperiksa dengan cara menghalangi gerak
aksi dari hewan secara fisik.
Beberapa hal yang harus diingat sebelum melakukan handling pada kucing adalah:
1. Gunakan metode handling paling minimal atau sederhana.
2. Pastikan pintu dan jendela tertutup rapat, karena kucig merupakan hewan yang pandai untuk
melarikan diri.
3. Jangan pernah memperlakukan semua kucing itu sama, karena kita harus memperhatikan
juga
bahasa tubuh dari kucing.
4. Jangan memegang kucing terlalu kencang, karena akan menyebabkan kucing merasa
terancam dan kucing akan mencoba untuk memberikan perlawanan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melakukan handling adalah:
1. Memegang kepala kucing dengan kedua tangan (posisi jempol diatas kepalakucing).
2. Memegang kaki kucing dengan cara menjepitkan jari-jari kita di sela-sela kaki kucing
(Lane, 2004; Aspinall, 2006).

2.1.2 Restrain Kucing


Merupakan cara penanganan hewan sebelum diperiksa dengan cara menghalangi gerak
aksi dari hewan menggunakan bahan-bahan kimiawi (obat penenang). Restrain secara kimiawi
adalah restrain yang menggunakan obat obat penenang atau menggunakan Tranquilizer.
(Anief, 1995).
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melakukan restrain adalah:
1. Menggunakan handuk untuk menutupi (menggulung) tubuh kucing.
2. Menggunakan Cat Restrain Bag
3. Menggunakan penutup kepala kucing (Muzzles).
4. Menggunakan Cat Lasso
(Lane, 2004; Aspinall, 2006).

Obat penenang (psikotropika) adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang

menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. Obat penenang sendiri dibagi
antara lain:
a. Obat-obat yang menekan fungsi-fungsi psikis tertentu di SSP.
Obat Golongan Neuroptika
Obat yang tergolong transquillizer
b. Obat-obat yang menstimulir (merangsang) fungsi-fungsi tertentu di SSP.
Obat golongan anti depressiva
Obat golongan Psikostimulansia
c. Obat-obat yang mengacaukan mental tertentu (LSD/Lysergic Acid Dicthylamide).
Yang biasanya dipergunakan sebagai obat penenang untuk hewan adalah kategori
Transquillizer. Transqullizer adalah obat-obat penenang yang berkhasiat selektif terutama pada
bagian otak yang menguasai emosi-emosi kita, yakni sistem limbis dan menekan SSP. Bedanya
dengan golongan neurotika adalah bukan merupakan anti psikotropika.
2.2 PREMEDIKASI & ANESTESI
2.2.1 Premedikasi
Dengan kemajuan teknik anestesi sekarang, tujuan utama pemberian premedikasi tidak
hanya untuk mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat-obat yang digunakan, akan
tetapi terutama untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anestesia. Kini obat premedikasi
ringan banyak digunakan, agar masa pulih setelah pembedahan singkat. Selain itu ditekankan
agar obat-obat yang digunakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasien oleh karena
kebutuhan tiap-tiap pasien berbeda.
A. Tujuan Premedikasi
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien
a. menghilangkan rasa khawatir
b.memberikan ketenangan
c. membuat amnesia
d. memberikan analgesia
2. Memudahkan induksi
Pada saat ini kebutuhan pemberian obat-obatan khusus untuk membuat induksi
anestesi menjadi lebih mudah sudah berkurang. Hal ini karena banyak dipakai induksi
intra vena dan penggunaan pelemas otot yang mengurangi kesulitan khususnya
pernafasan serta karena pemakaian uap yang tidak merangsang seperti halothan.
Sebelum induksi inhalasi lebih-lebih pada pasien yang kekar dan emosional pemberian
morfin atau pethidin banyak menguntungkan. Selain itu disebutkan bahwa narkotika
dapat mengurangi takipnu yang sering terjadi selama anestesi dengan halothan.
3. Mengurangi dosis dan obat anestesi.
Tujuan premedikasi untuk mengurangi metabolisme basal sehingga
induksi dan
pemeliharaan anestesi menjadi lebih mudah dan diperlukan obat-obatan lebih sedikit
sehingga pasien akan sadar lebih cepat.
4. Menekan refleks yang tidak diinginkan.
Trauma bedah dapat menyebabkan bagian tubuh bergerak, bila anestesi tidak
memadai. Obat-obat analgetika dapat diberikan sebelum pembedahan, sehingga
anestetika lemah seperti N2O memerlukan sedikit penambahan obat-obat lain selama
anestesi. Misalnya dilatasi sfingter anus dan penarikan testikulus merupakan penyebab
crowing selama anestesi yang dangkal. Trauma pada kulit dapat menyebabkan
perubahan denyut jantung dan tekanan darah.
5. Mengurangi sekresi jalan nafas
Atropin dan hiosin mengurangi sekresi saluran nafas. Hal ini tampak
menguntungkan pada pemakaian eter. Sekresi berlangsung selama anestesi dan dapat

dirangsang oleh tindakan seperti pengisapan atau pemasangan pipa jalan nafas trakea.
Antikolinergik ini digunakan untuk mengurangi sekresi bronkus sebelum anestesi.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dosis Obat
1. Usia
2. Suhu
3. Emosi
4. Nyeri
5. Penyakit
C. Waktu Dan Cara Pemberian Obat
Tergantung kepada cara pemberian obat. Pemberian obat secara subcutan tidak akan
efektif dalam 1 jam, secara IM minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat
darurat dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan
secara IV. Obat akan segera efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum akan dimulai
dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi IM, cara subcutan tidak dianjurkan.
Harus diingat semua obat premedikasi bila diberikan secara IV dapat menyebabkan sedikit
hipotensi kecuali atropin dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara
berlahan-lahan dan diencerkan.untuk
D. Obat-Obatan Yang Sering Digunakan Untuk Premedikasi
1. Sulfas Atropine
(Parasympatholytic Agent)
Farmakologi:
Obat ini mempunyai efek blokade pada organ-organ yang disarafi oleh saraf
cholinergic post ganglion seperti otot polos, glandula sekresi. Obat ini adalah
parasympatholitic depresant, parasympatewtic anticholinergic.
Pada mata menimbulkan paralise dari sphincter iris yang mengakibatkan pupil
melebar, walaupun demikian jika dosis hanya 0,6 mg tidak akan mempengaruhi daya
akomodasi. Kelenjar ludah, bronchial dan keringat dilumpuhkan oleh obat ini, sedangkan
otot-otot bronchial menjadi relax, yang menyebabkan dead space anatomis dan physiologis
sedikit bertambah. Pada penderita dengan temperatur tinggi, obat ini harus diberikan
dengan hati-hati terutama anak-anak.
Pada sistem sirkulasi, kecepatan denyut jantung pada mulanya kadang-kadang menjadi
lebih lambat, akibat rangsangan meduler (vagal), tetapi efek ini tidak tampak pada
pemberian secara IV dengan dosis klinis. Atropine 1,3 mg yang diberikan secara subcutan
akan menaikkan denyutan nadi sebanyak 20 30 kali/menit dan berlangsung sampai 2
jam. Jika dosis 0,6 mg secara IV diberikan, maka denyut nadi akan naik sampai 20
kali/menit. Atropine dapat mencegah te3rjadinya reflex-[reflex yang menimbulkan vagal
stimulation, syscope, bradycardi. Dalam kasus-kasus tachycardia yang hebat, misal pada
thyrotoxicosis, hyperpyrexia atau penyakit jantung, penggunaan atropine sebaiknya
dihindari.
Suatu kenyataan telah membuktikan bahwa:
- Jika sebelumnya tidak mendapat pre medikasi atropine, maka jika diberikan atropine IV
dengan dosis 0,5 mg akan terjadi bradicardia. Jika dosis lebih dari 0,5 mg akan terjadi
tachycardia.
- Jika penderita telah mendapat premedikasi atropine, maka jika diberikan lagi dosis secara
IV, maka akan terjadi tachycardia walau bagaimanapun kecepatan penyuntikannya.
- Obat ini dikeluarkan melalui ginjal dan sebagian dihancurkan dalam tubuh.

2. Derivat Fenothiazin
Derivat fenothiazin yang banyak di gunakan untuk premidikasi adalah prometazin.
Obat ini pada mulanya di gunakan sebagai anti histamin.
Kasiat farmakologi
Terhadap saraf:
Menimbulkan depresi saraf pusat, bekerja pada formasioretikularis dan
hypothalamus
Menekan pusat muntah dan mengatur suhu obat Ini berpotensi dengan sedative
lainnya.
Terhadap respirasi:
Menyebabkan dilatasi otot polos saluran nafas dan menghambat sekresi kelenjar.
Terhadap kardiovaskuler:
Menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat memperbaiki perfusi jaringan
Terhadap saluran cerna efek lainnya
Menurunkan peristaltik usus, mencegah spasme dan mengurangi sekresi kelenjar.
Efek lainnya adalah menekan dekresi katekolamin dan sebagai antikholinergik.
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa kasiat promethazin sebagai obat
premedikasi
adalah sebagai
sedative, antiemetic, antikhonergik, antihistamin,
bronkodilator dan anti pretika.
3. Morphine
Berasal dari bahasa Gerika dari kata mopheus yang artinya dewa mimpi.
Farmakologi:
Obat yang mendepresi metabolisme secara langsung, efeknya yang terutama adalah
pada susunan saraf pusat, sistem pernafasan dan pada usus.
Pada sistem saraf pusat :
Obat ini menyebabkan tidur dan analgesia. Lebih efektif untuk mengatasi rasa sakit
yang terus menerus dan tidak tajam dibandingkan dengan rasa sakit yang tajam dan selang
seling. Analgesia lebih efisien jika obat ini diberikan sebelum terjadinya serangan rasa
sakit dari pada jika sudah terjadi serangan rasa sakit. Analgesia itu kadang-kadang disertai
dengan euphoria. Obat ini mendepresi pusat pernafasan. Tonus parasimpatis meninggi
mungkin karena efek anticholinestrasi dari morphine. Tekanan cerebrospinalis meninggi
karena bertambahnya aliran darah ke otak akibat kenaikan PCO2.
Pada sistem pernafasan :
Sensitifitas pusat pernafasan menurun.kecepatan dan dalamnya pernafasan berkurang.
PCO2 dalam arteri dan alveolus meninggi. Pernafasan dapat menjadi periodik (chyne
stokes) atau irregular (biot). Dapat pula terjadi bronchoconstrictie oleh karena efek
anticholinesterase. Depresi pernafasan yang maksimum terjadi 30 menit setelah
penyuntikan secara IM.
Faktor-faktor yang menambah depresi pernapasan setelah seseorang mendapat
morphine adalah tidur, umur yang lanjut, pemberian obat-obat lain termasuk barbiturate
anestesi umum alkohol phenothiazine.
Faktor-faktor yang melawan depresi pernafasan tersebut adalah rasa kasit, keadaan
emosi, tolerasi addictie, obat-obat tertentu sebagai antagonis seperti nalorphine
naloxone.

Pada gastrointestinalis :
Morphine menyebabkan spincter usus menyempit, gerakan lambung menurun, pylorus
berkontraksi. Tonus otot pada usus halus dan usus besar meninggi tapi peristaltiknya
menurun. Maka akibatnya terjadi konstipasi karena usus yang spasme dan diam. Pengaruh
morphine pada saluran makanan ini adalah secara lokal (tidak central).
Atropine dan propantheline bromide 15 30 mg dapat melawan pengaruh ini,
sedangkan neostigmin akan memperkuat pengaruh morphine. Enek-enek dan muntahmuntah terjadi karena rangsangan pada chemoreceptor medller bukan rangsangan langsung
dari muntah. Muntah-muntah yang terjadi dipengaruhi oleh gerakan tubuh dan posisi
penderita, karena morphine membuat pusat muntah menjadi sensitive terhadap gerakan
vestibulum. Perphenazine (fentazine) adalah antidotum yang baik terhadap nausea dan
muntah-muntah akibat morphine. Obat ini dapat diberikan peroral, rectum atau injeksi.
Morphine menyebabkan spincter oddi (pada ductus choledoctus) berkontraksi
sehingga tekanan cairan empedu meninggikarena terhalang pengosongannya. Atropine
mempunyai sedikit antagonis dalam hal ini. Tapinitroglycerine mempunyai antagonis yang
kuat dalam hal ini.
Pada sistem cardiovasculer :
Pada dosis klinis pengaruhnya tidak begitu besar, kadang-kadang terjadi sedikit
menurun nadi dan tekanan darah terutama jika pemberian IV. Pada penderita morphinis
dapat diikuti dengan collaps vasculer jika ia secara mendadak disuruh berdiri. Terjadi
vasodilatasi terutama dikepala dan leher, pengeluaran keringat meningkat. Morphine
kadang-kadang menimbulkan rasa gatal terutama pada hidung. Kadang menimbulkan
reaksi alergi. Morphine dapat meninggikan kadar gula darah.
2.2.2

Anestesi
Kata anestesi berasal dari bahasa yunani yang berarti keadaan tanpa rasa sakit. Anestesi
dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi umum. Pada anestesi lokal
hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilangnya kesadaran, sedangkan pada anestesi umum
hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran.
Anestesi sebelum operasi sangat penting dilakukan pada hewan untuk menghilangkan
rasa sakit dan mempermudah pekerjaan dalam operasi. Tujuan hewan dianestesi sebelum
dioperasi untuk memastikan hewan tidak dapat merasa nyeri maupun sakit sehingga dapat
mengurangi penderitaan bagi hewan. Salah satu cara yang diambil adalah dengan penggunaan
anestesi umum. Anestesi umum adalah hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran.
Pemilihan obat anestesi umum harus didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu jenis
operasi,
lamanya operasi, temperamen hewan, fisiologis hewan, dan spesies hewan (Erwin, 2009). Saat
ini anestesi yang banyak digunakan oleh Dokter Hewan praktek adalah anestesi secara injeksi.
Anestesi secara injeksi baik yang diberikan secara intramuskular atau intravena pada umumnya
digunakan untuk operasi yang memerlukan waktu pendek. Penggunaan anestesi ini karena
beberapa alasan tertentu, diantaranya karena penggunaan yang praktis, relatif tidak mahal, dan
obat yang digunakan relatif mudah didapat. Kekurangan dari anestesi secara injeksi adalah
kedalaman anestesinya tidak bisa dikontrol dan untuk recovery pasien harus menunggu proses
metabolisme agen anestetika tersebut. Anestesi secara injeksi juga dapat menimbulkan stres
akibat restrain dan rasa sakit ditempat penyuntikan, serta jika sudah diinjeksikan tidak dapat
ditarik kembali. Berbeda dengan anestesi secara inhalasi dimana dalam penggunaannya
memerlukan seseorang yang dapat menggunakan mesin anestesi, sehingga kurang praktis,

anestetika yang digunakan relatif sulit didapat sehingga mempengaruhi biaya yang dikeluarkan
oleh klien,serta dapat menghasilkan tekanan intracranial pada pasien.
Ketamin sebagai salah satu anestesi injeksi, dapat digunakan sebagai anestesi umum
pada kucing, primata,kuda, sapi, unggas, dan anjing. Ketamin termasuk anestesi golongan
dissosiatif. Ketamin merupakan analgesik yang bekerja kuat pada sistem saraf pusat melalui
saraf simpatomimetik dan parasimpatolitik. Ketamin merangsang proses metabolisme, kerja
kardiovaskular, salivasi, meningkatkan suhu tubuh, detak jantung dan tekanan arteri. Ketamin
bila diberikan secara tunggal memiliki beberapa efek samping antara lain meningkatnya
tekanan darah arteri terutama bila diberikan secara intravena, hipersalivasi, halusinasi, dan
tidak adanya refleks otot (Erwin, 2009). Penggunaan ketamin sebagai agen anestesi memiliki
beberapa keuntungan diantaranya adalah mudah pengaplikasiannya, induksi cepat, dan dapat
dikombinasikan dengan agen preanestesi lainnya . Penggunaan ketamin juga memiliki dampak
negatif karena menyebabkan terjadinya ketegangan otot, oleh karena itu perlu dicarikan
alternatif campuran ketamin untuk menghilangkan efek ketegangan otot karena akibat ketamin.
Acepromazin merupakan transquilizer yang sering digunakan sebagai premedikasi
anestesi. Acepromazine menghambat reseptor postsinap dopamin dalam sistem saraf pusat dan
menekan sistem dalam tubuh yang mengatur tekanan darah sehingga mengakibatkan hipotensi
dan bradikardia. Adanya vasodilatasi pembuluh darah dan penurunan denyut jantung
mengakibatkan aliran darah ke pembuluh darah menurun termasuk yang ke jaringan dan
tekanan darah menjadi rendah.Acepromazin juga merupakan salah satu golongan sedativa yang
memiliki efek muskuli relaksan, sehingga cocok dikombinasikan dengan ketamin yang dapat
menyebabkan kekakuan otot pada pasien.
2.3 IV CATHETER
Pemasangan kateter intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke
vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrien
(biasanya glukosa), vitamin atau obat.
Pemasangan kateter intravena digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak
dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme, atau
untuk memberikan medikasi (World Health Organization, 2005).
Untuk pemilihan kateter, pilihlah alat dengan panjang terpendek, diameter terkecil yang
memungkinkan administrasi cairan dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1995. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Aspinal, V. 2006. Clinical Procedures in Veterinary Nursing. Toronto: Elseveir Lim.

Ballard. 2009. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. Edinburgh: Oliver and Boyd.
Crow, S.J., 2009. How to Restraint a Cat. California.
Erwin. 2005. Synopsis of Anaesthesia 6th Edition. USA.
Goth, Andres. 2009. Medical Pharmacology: Principles and Concepts 2nd Edition. London.
Lane, D.R., Cooper, B., 2004. Veterinary Nursing: Formerly Jones Animal Nursing. Pergamon:
BSAVA.
Robertson, J., D., 2005. Recent Advances in Anaesthesia and Analgesia. London.

Anda mungkin juga menyukai