Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS KASUS SENGKETA LAHAN PTUN

Posted on January 19, 2011by alvie xlalu

TOLAK GUGATAN TERHADAP BUANA ESTATE


BAB I PENDAHULUAN
Pengertian
Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung
yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap
sengketa Tata Usaha Negara. TUN sendiri, menurut ketentuan pasal 1 ayat 7 UU No 51
Tahun 2009, Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi
untuk menye-lenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
Adapun Sengketa TUN, menurut ketentuan pasal 1 ayat 10 UU No 51 Tahun 2009,
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha
negara antara orang atau badan hu-kum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha
negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata
usaha negara, termasuk sengketa kepega-waian berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Objek sengketa dalam TUN yaitu Keputusan TUN
atau Beschikking. Keputusan TUN sendiri, menurut ketentuan pa-sal 1 ayat 9 UU No 51
Tahun 2009 yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh ba-dan atau pejabat
tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, indi-vidual, dan
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum per-data.
Peradilan Tata Usaha Negara meliputi:
1. Pengadilan Tata Usaha Negara
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Adapun Hukum Acara sendiri, menurut Kansil (1986:329) yaitu, rangkaian peraturan
hukum yang menentukan bagaimana cara mengajukan ke depan pengadilan perkara
dalam arti luas berdasarkan peraturan yang berlaku. Jadi Hukum Acara TUN adalah
bagaimana ca-ra penggugat mengajukan sengketa TUN terhadap tergugat di Pengadilan
TUN.
Namun dalam kenyataannya, banyak yang belum memahami dengan jelas bahwa PTUN
yang merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman ini adalah salah satu Pub-

lic Service masyarakat terhadap pemerintah. Oleh karena itu, perlu suatu contoh analisa
ka-sus agar mampu memberi sedikit pemahaman dalam memahami penyelesaian
sengketa TUN ini.
BAB II PEMBAHASAN
Contoh Kasus
SENGKETA LAHAN
PTUN Tolak Gugatan terhadap Buana Estate
Senin, 30 April 2007
JAKARTA (Suara Karya): Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak
guga-tan Direktur PT Genta Pranata yang diwakili direkturnya Drs Dolok F Sirait
terhadap Kepala BPN (tergugat I), Kepala Kantor Pertanahan Bogor (tergugat II) dan
PT Buana Estate selaku tergugat II intervensi.
Dolok Sirait selaku penggugat I dan HM Sukandi penggugat II yang diwakili kuasa
hukum-nya Denny Kailimang menggugat Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 9/HGU/
BPN/2006 tentang Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di desa
Hambalang, Keca-matan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dalam penjelasannya kepada wartawan, kemarin, kuasa tergugat II intervensi Drs Anim
San-joyo Romansyah mengatakan, sejak awal pihaknya yakin akan dimenangkan PTUN
dalam gugatan tersebut karena berada dalam posisi yang benar. Terbukti, PTUN
menolak gugatan pihak penggugat, katanya menanggapi putusan PTUN Jakarta, Kamis
lalu.
Adapun obyek gugatan dalam perkara tersebut adalah SK Kepala BPN No
9/HGU/BPN/2006 tentang Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di
Kabu-paten Bogor atas na-ma PT Buana Estate yang diterbitkan tergugat 1 Juni 2006.
Sertifikat HGU No 149/Ham-balang atas nama PT Buana Estate yang diterbitkan oleh
tergugat II pada 15 Juni 2006 atas tanah seluas 4.486.975 M2.
Dalam gugatannya, penggugat menyatakan selaku pemilik/pemegang hak atas tanah
seluas 2.117.500 meter persegi yang terletak di desa Hambalang, termasuk dalam
bagian tanah ob-yek Surat keputusan N0 9/HGU/BPN 2006 tentang Jangka Waktu
HGU atas tanah yang ter-letak di Kabupaten Bogor atas nama PT Buana Estate.

Penggugat juga menyatakan pihak paling yang berhak atas tanah seluas 211,75 Ha
karena te-lah memiliki/menguasai tanah tersebut dari penguasaan penggarap yang
telah menguasai dan menggarap lokasi tanah tersebut sejak sekitar tahun 1960.
Namun majelis hakim yang diketuai oleh Kadar Slamet menyatakan penerbitan HGU
PT Bu-ana Estate telah sesuai dengan prosedur, demikian juga penerbitan sertifikat
tidak cacat hu-kum. Majelis hakim juga tidak menemukan fakta-fakta penelantaran
lahan oleh PT Buana Estate. Atas dasar tersebut majelis hakim menolak gugatan
penggugat.
Majelis hakim juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara dan diberi
waktu 14 hari untuk menentukan apakah banding atau menerima putusan tersebut.
Analisa kasus
Para pihak dalam kasus ini yaitu:
1.

Direktur PT Genta Pranata sebagai penggugat I yang diwakili direkturnya Drs


Dolok F Sirait
2.
HM Sukandi sebagai penggugat II yang diwakili kuasa hukumnya Denny
Kailimang
MELAWAN
1.
Kepala BPN sebagai tergugat I
2.
Kepala Kantor Pertanahan Bogor sebagai tergugat II
3.
PT Buana Estate sebagai tergugat II intervensi.
Menurut S. Prajudi Atmosudidjo, birokrasi (bureavcracy) atau Administrasi Negara atau
tata Usaha Negara (TUN) meliputi tiga hal, yaitu:
1. aparatur negara, aparatur pemerintah, atau institusi politik (kenegaraan)
2. fungsi atau aktivitas melayani atau sebagai kegiatan pemerintah operasional
3. proses teknis peyelenggaraan undang-undang.
Ketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dalam kenyataan melalui aktivitas pejabat
birokrasi atau aparatur negara yang menjalankan tugas administrasi melalui
pengambilan keputusan-keputusan administratif yang bersifat individual, kasual,

faktual, teknis penyelenggaraan, dan tindakan administratif, yang bersifat


organisasional, manajerial, informasional, atau operasional. Keputusan maupun
tindakan pejabat birokrasi itu dapat dilawan melalui berbagai bentuk peradilan
Administrasi Negara.
Adapun yang dikategorikan pejabat birokrasi atau pejabat Tata Usaha Negara (TUN)
menurut ketentuan pasal I angka 8 UU No 51 tahun 2009, adalah Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian yang
menjadi patokan bukanlah kedudukan struktural pejabat atau organ yang bersangkutan
dalam jajaran pemerintahan dan bukan pula nama resminya, melainkan fungsi urusan
pemerintah, maka oleh Undang-undang Pengadilan Tata Usaha Negara dianggap
sebagai badan atau Pejabat Tata Usaha Negara/ pejabat birokrasi.
Menurut ketentuan Pasal 53 UU No 5 Tahun 1986 tentang PTUN, menyatakan bahwa
Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan
yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan
ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud diatas
adalah:
1.

Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan
per-undang-undangan yang berlaku;
2.
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas
umum pemerintahan yang baik.
Maka dengan hal itu, Penggugat mengajukan sengketa ini ke PTUN Jakarta.
Kompetensi Pengadilan TUN terdapat dua macam kompetensi, yaitu:
1) Kompetensi Absolut, yaitu menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan
peradilan, dilihat dari macam-macamnya pengadilan menyangkut pemberian
kekuasaan untuk mengadili;

Agar suatu perkara dapat dikatakan sebagai perkara yang masuk dalam lingkup
kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara, maka objek dari perkara tersebut
berdasarkan pasal 1 angka 9 UU No. 51 tahun 2009 haruslah berupa Putusan Tata
Usaha Negara yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a) Penetapan Tertulis
Berdasarkan penjelasan pasal ini, penetapan tertulis yang dimaksud terutama menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat TUN. Keputusan itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan
tertulis bukan bentuk formalnya seperti surat pengangkatan dan sebagainya.
Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan segi pembuktian. Dalam kasusu
ini, penetapannya yaitu Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 9/HGU/ BPN/2006
tentang Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di desa Hambalang,
Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
b) dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara ini berdasarkan penjelasan pasal tersebut adalah
Badan atau Pejabat di pusat dan daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat eksekutif. Dalam Kasus pihak yang mengeluarkan keputusan adalah Kepala BPN tentang
Pembe-rian Jangka Waktu HGU atas tanah. Sehingga dalam Kasus unsur ini terpenuhi.
c) Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Tindakan hukum Tata Usaha Negara adalah perbuatan hukum Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang bersumber pada suatu ketentuan hukum Tata Usaha Negara yang
dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain. Dalam Kasus isi dari
keputusan yang dikeluarkan Kepala Surat Keputusan Kepala BPN tergugat I yang
mengeluarkan kepu-tusan tentang Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang
terletak di desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Sehingga dalam Kasus unsur ini telah terpenuhi.
d) Bersifat Konkrit
Artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak,
tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan kepada siapa keputusan TUN tersebut
ditu-jukan. Dalam Kasus Keputusan Tata Usaha Negara yang dilahirkan oleh Tergugat I
bersifat konkrit karena berwujud yaitu Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 9/HGU/

BPN/2006 ten-tang Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di desa
Hambalang, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sehingga unsur ini
terpenuhi.
e) Bersifat individual
Artinya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut tidak ditujukan untuk umum tetapi
tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Dalam Kasus keputusan yang dilahirkan
oleh Tergugat I bersifat individual karena tidak ditujukan kepada umum melainkan
hanya kepada objek tanah yang terletak di desa Hambalang, Kecamatan Citeureup,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sehingga unsur ini terpenuhi.
f) Bersifat Final
Artinya sudah defenitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. Dalam Kasus, keputusan yang dikeluarkan oleh Tergugat I bersifat final karena tidak
memerlukan per-setujuan dari instansi atasan maupun instansi lain mengingat
kapasitas Tergugat I selaku Kepala BPN.
Dengan terpenuhinya unsur-unsur tersebut, maka jelas dan tepat apabila atas keputusan yang dilahirkan Tergugat I. Penggugat mengajukan gugatan ke PTUN.
2) Kompetensi Relatif, yaitu mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara
pengadilan yang serupa tergantung dari tempat tinggalnya tergugat;
Setelah merasa terpenuhi kewenangan untuk mengajukan perkara ini ke PTUN, ma-ka
Drs Dolok F Sirait mengajukan gugatan terhadap Kepala BPN. Pasalnya, Kepala BPN
ter-sebut telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan secara
sepihak SK, karena penggugat menyatakan selaku pemilik/pemegang hak atas tanah
seluas 2.117.500 meter persegi yang terletak di desa Hambalang, termasuk dalam
bagian tanah obyek Surat keputusan N0 9/HGU/BPN 2006 tentang Jangka Waktu
HGU atas tanah yang terletak di Ka-bupaten Bogor atas nama PT Buana Estate.
Penggugat juga menyatakan pihak paling yang berhak atas tanah seluas 211,75 Ha
karena telah memiliki/menguasai tanah tersebut dari penguasaan penggarap yang telah
menguasai dan menggarap lokasi tanah tersebut sejak sekitar tahun 1960.
Pada sidang ini dihadiri oleh penggugat dan tergugat.

Berdasarkan pasal 109 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1986 maka Putusan Pengadilan harus
me-muat:
1.

Kepala putusan yang berbunyi: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang


Maha Esa
2.
nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman atau tempat kedudukan para
pi-hak yang bersengketa;
3.
Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas.
Dalam putusan kasus ini, terhadap ketiga hal diatas telah terpenuhi .
Majelis hakim memutuskan dalam perkara ini sebagai berikut:
1.
Majelis hakim menolak gugatan penggugat.
Hal ini karena penerbitan HGU PT Buana Estate telah sesuai dengan prosedur, demikian juga penerbitan sertifikat tidak cacat hukum. Majelis hakim juga tidak menemukan
fak-ta-fakta penelantaran lahan oleh PT Buana Estate.
1.

Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara dan diberi waktu 14 hari
untuk menentukan apakah banding atau menerima putusan tersebut.
Hal ini dikarenakan pihak penggugat dalam perkara ini merupakan pihak yang kalah,
maka sesuai dengan Pasal 110 UU No. 9 Tahun 2004, yaitu Pihak yang dikalahkan
untuk se-luruhnya atau sebagian dihukum membayar biaya perkara.
Yang termasuk dalam biaya perkara ialah :
1.
2.

Biaya kepaniteraan dan biaya meterai;


Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa dengan catatan bahwa pihak yang meminta
pemerik-saan lebih dari lima orang saksi harus membayar biaya untuk saksi yang
lebih itu meski-pun pihak tersebut dimenangkan;
3.
Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan biaya lain yang
diperlukan ba-gi pemutusan sengketa atas perintah Hakim Ketua Sidang.
BAB III KESIMPULAN
Berdasarkan hal diatas dan setelah mempelajari kasus tersebut, maka saya sepen-dapat
dengan putusan Majelis Hakim PTUN Bandung tersebut, karena jika dilihat alasan Tergugat bahwa HGU PT Buana Estate telah sesuai dengan prosedur, demikian juga

penerbitan sertifikat tidak cacat hukum. Majelis hakim juga tidak menemukan faktafakta penelantaran lahan oleh PT Buana Estate.

Anda mungkin juga menyukai