Anda di halaman 1dari 37

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Skizofrenia
1. Pengertian
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama
pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi,
kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataaan terutama karena
waham

dan

halusinasi,

assosiasi

terbagi-bagi

sehingga

muncul

inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, psikomotor menunjukkan


penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar (Maramis, 2009).
Skizofrenia berasal dari dua kata skizo yang berarti retak atau
pecah (split), dan frenia yang berarti jiwa. Dengan demikian seseorang
yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami
keretakan atau keretakan kepribadian (splitting of personality) (Hawari,
2001).
Skizofrenia merupakan sebuah sindrom kompleks yang dapat
merusak pada efek kehidupan penderita maupun anggota-anggota
keluarganya atau gangguan mental dini untuk melukiskan bentuk psikosis
tertentu yang sesuai dengan pengertian skizofrenia sekarang (Durand dan
H.Barlow, 2007). Hal tersebut dilaporkan dalam bentuk kasus yang terjadi
pada seorang pemuda yang ditandai adanya kemunduran atau keruntuhan

10

fungsi intelek yang gawat, berikutnya (Kraepelin (1856-1926) dalam


Kaplan

&

Sadock, 2010), menjadi dementia

yanc,

merupakan

kemerosotan otak (dementia) yang diderita oleh orang muds (praecox)


yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekaburan keseluruhan
kepribadian. Bahwa halusinasi, delusi dan tingkah laku yang aneh pada
penderita skizofrenia dapat dikatakan sebagai kelainan fisik atau suatu
penyakit.
(Eugen Bleuler (1857-1938) dalam Kaplan & Sadock, 2010).
Memperkenalkan istilah skizofrenia atau jiwa yang terbelah, sebab
gangguan ini ditandai dengan disorganisasi proses berpikir, rusaknya
koherensi antara pikiran dan perasaan, serta berorientasi dini kedalam dan
menjauh dari realitas yang intinya terjadi perpecahan antara intelek dan
emosi.
2. Etiologi Skizofrenia
a. Keterlibatan faktor keturunan
Secara umum dapat dikatakan semakin dekat hubungan
genetiknya dengan pasien, maka semakin besar pula kemungkinannya
untuk menderita gangguan tersebut. Hal ini sering disebut concordant,
yaitu anak kembar dari satu telur mempunyai kemungkinan tiga
sampai enam kali lebih besar untuk sama-sama menderita gangguan
skizofrenia dibandingkan dengan anak kembar dari dua telur.

11

b. Faktor lingkungan
Penelitian menyatakan bahwa ibu yang terlalu melindungi,
hubungan perkawinan orang tua yang kurang sehat, kesalahan dalam
pola komunikasi diantara anggota keluarga dapat menimbulkan
skizofrenia. Skizofrenia tidak diduga sebagai suatu penyakit tunggal
tetapi sebagai sekelompok penyakit dengan ciri-ciri klinik umum.
Banyak teori penting telah diajukan mengenai etiologi dan ekspresi
gangguan ini, salah satunya yang diungkapkan oleh Residen Bagian
Psikiatri UCLA.
c. Teori biologik dan genetik
Penelitian keluarga (termasuk penelitian kembar dan adopsi) sangat
mendukung teori bahwa faktor genetik sangat penting dalam transmisi
mendukung skizofrenia atau paling tidak memberi suatu sifat
kerawanan dan juga dapat menjadi penyebab peningkatan insiden dari
sindrom, yang mirip dengan skizofrenia (gangguan kepribadian
skizoafektif, skizotipik dan lainnya) yang terjadi dalam keluarga.
d. Hipotesis neurotransmitter
Penelitian terakhir memperlihatkan adanya kelebihan reseptor
dopaminergik

dalam

susunan

syaraf

pusat

(SSP)

penderita

skizofrenik. Pada hakekatnya neuroleptik diduga efektif karena


kemampuannya

memblokir

reseptor

dopaminergik.

Penelitian

12

mengenai skizofrenik yang tidak di obati juga mengungkapkan suatu


kelebihan dari reseptor dopaminergik yang secara langsung
berlawanan dengan teori bahwa temuan ini berhubungan dengan
pemberian neuroleptik.
e. Pencetus psikososial
Stressor sosio lingkungan sering menyebabkan timbulnya serangan
awal dan kekambuhan skizofrenia serta dapat diduga sebagai suatu
terobosan

kekuatan

protektif

dengan

tetap

mempertahankan

kerawanan secara psiko biologik dalam pengendalian. Tiga tindakan


emosi yang dinyatakan di lingkungan rumah : komentar kritis,
permusuhan dan keterlibatan emosional yang berlebihan terbukti
menyebabkan peningkatan angka kekambuhan skizofrenia.
Etiologi atau penyebab skizofrenia yang lebih rinci dijelaskan oleh
Kaplan dan Sadock (1998) sebagai berikut:
1. Model diatesis-stress
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial
dan

lingkungan

adalah

model

diatesis-stress.

Model

ini

merumuskan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan


spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh
lingkungan yang menimbulkan stress akan memungkinkan
perkembangan gejala skizofrenia.

13

2. Faktor biologis
Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofiologis
untuk daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik, korteks
frontalis dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling
berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah tersebut
mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya sehingga
menjadi suatu tempat potensial untuk patologi primer pasien
skizofrenik.
3. Kriteria Diagnostik Skizofrenia
Adapun kriteria diagnostik skizofrenia meliputi (Maramis, 2009):
a. Gangguan pada isi pikiran
Delusi atau kepercayaan salah yang mendalam merupakan gangguan
pikiran yang paling umum dihubungkan dengan skizofrenia. Delusi
ini mencakup delusi rujukan, penyiksaan, kebesaran, cinta, kesalahan
diri, kontrol, nihil atau doss dan pengkhianatan. Delusi lain berkenan
dengan kepercayaan irasional mengenai suatu proses berpikir, seperti
percaya bahwa pikiran bisa disiarkan, dimasuki yang lain atau hilang
dari alam pikirannya karena paksaan dari orang lain atau objek dari
luar. Delusi somatik meliputi kepercayaan yang salah dan aneh
tentang kerja tubuh, misalnya pasien skizofrenia menganggap bahwa
otaknya sudah dimakan rayap.

14

b. Gangguan pada bentuk pikiran, bahasa dan komunikasi


Proses berpikir dari pasien skizofrenia dapat menjadi tidak
terorganisasi dan tidak berfungsi, kemampuan berpikir mereka
menjadi kehilangan logika, cara mereka mengekspresikan dalam
pikiran dan bahasa dapat menjadi tidak dapat dimengerti, akan sangat
membingungkan jika kita berkomunikasi dengan penderita, gangguan
pikiran. Contoh umum gangguan berpikir adalah inkoheren,
kehilangan asosiasi, neologisms, blocking dan pemakaian kata-kata
yang salah.
c. Gangguan persepsi halusinasi
Halusinasi adalah salah satu simpton skizofrenia yang merupakan
kesalahan dalam persepsi yang melibatkan kelima alat indera kita
walaupun halusinasi tidak begitu terikat pada stimulus yang di luar
tetapi kelihatan begitu nyata bagi pasien skizofrenia. Halusinasi tidak
berada dalam kontrol individu, tetapi tejadi begitu spontan walaupun
individu mencoba untuk menghalanginya.
d. Gangguan afeksi (perasaan)
Pasien skizofrenia selalu mengekspresikan emosinya secara, abnormal
dibandingkan dengan orang lain. secara umum, perasaan itu konsisten
dengan emosi tetapi reaksi ditampilkan tidak sesuai dengan
perasaannya.

15

e. Gangguan psikomotor
Pasien skizofrenia kadang akan terlihat aneh dan cara yang
berantakan, memakai pakaian aneh atau membuat mimik yang aneh
atau pasien skizofrenia akan memperlihatkan gangguan katatonik
stupor (suatu keadaan di mana pasien tidak lagi merespon stimulus
dari luar, mungkin tidak mengetahui bahwa ada orang di sekitarnya),
katatonik rigid (mempertahankan suatu posisi tubuh atau tidak
mengadakan gerakan) dan katatonik gerakan (selalu mengulang suatu
gerakan tubuh) menonjol adalah afek yang menumpul, hilangnya
dorongan kehendak dan bertambahnya kemunduran sosial.
Menurut Eugen Bleuler (1857-1938) dalam Kaplan & Sadock,
(2010) membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok: gejala
positif dan negatif. Gejala positif antara lain thougt echo, delusi,
halusinasi. Gejala negatifnya seperti: sikap apatis, bicara jarang, efek
tumpul, menarik diri. Gejala lain dapat bersifat non-skizofrenia
meliputi kecemasan, depresi dan psikosomatik.

B.

Depresi
1.

Pengertian Depresi
Menurut sejarah psikiatri dapat dilihat bahwa pengertian depresi
sebagai gangguan tersendiri terpisah dari gangguan mental lain yang telah

16

lama ada sejak zaman Hipocrates (460-377 SM). Hipocrates inilah yang
berusaha mengklasifikasikan gangguan jiwa dalam beberapa penyakit
yang berdiri sendiri: epilepsi, mania (gaduh, gelisah, melankoli (depresi),
paranoid. Walaupun namanya berbeda, waktu itu diberi nama
melancholy, yang digambarkan sebagai kemurungan atau kesedihan yang
ditimbulkan oleh karena kelebihan cairan empedu yang berwarna hitam
(zwartgalligheid). Kemudian pada tahun 1905 istilah melancholy diganti
dengan depresi oleh Meyer dengan alasan etiologi yang luas. Depresi
merupakan kata Indonesia yang disadur dari bahasa Inggris yaitu
depression, sadness dan low spirit (Hornby et al., 1955 dalam.
Prawirohardjo, 2000).
Depresi adalah suatu penyakit jiwa yang gejala utamanya adalah
sedih, yang dapat disertai gejala-gejala psikologik lainnya, gangguan
somatik maupun gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan
digolongkan kedalam penyakit jiwa afektif (Prawirohardjo, 2000). Stuart
(2006) berpendapat bahwa depresi atau melankolia adalah suatu
kesedihan dan perasaan yang berkepanjangan atau abnormal. Dapat
digunakan untuk menunjukkan berbagai fenomena, seperti tanda, gejala,
sindrom, emosional, reaksi. Menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnostik Gangguan Jiwa III di Indonesia yang dimaksud depresi adalah
sekumpulan gejala dengan gambaran utama gangguan mood yang

17

mempengaruhi penampilan kognitif, psikomotor dan psikososial disertai


kesulitan hubungan interpersonal (Videbeck, 2008).
2.

Teori Penyebab Depresi


Adapun teori penyebab terjadinya depresi meliputi (Lubis, 2009):
a. Teori biologi: depresi berhubungan dengan gangguan pada ritme
sirkadian,

disfungsi

otak,

aktivitas

kejang

limbik,

disfungsi

neuroendokrin, defisiensi biogenik amine, cacat pada sistem imun dan


genetik
b. Teori psikoanalitical: depresi berasal dari respon terhadap kehilangan,
kekecewaan

atau

kegagalan.

Rasa

marah

dipindahkan

dan

dikembalikan pada diri sendiri, ketidakmampuan untuk berduka cita


karena adanya kehilangan
c. Teori Behavioral: kegagalan untuk menerima reinforcement positif
dari orang lain dan lingkungan merupakan predisposisi bagi seseorang
untuk mengalami gangguan depresi
d.

Teori kognitif: konsep negatif dari diri, pengalaman, orang lain dan
lingkungan merupakan kontribusi terjadinya depresi. Kepercayaan
bahwa seseorang tidak dapat mengontrol situasi memberikan
kontribusi terjadinya depresi.

e. Teori sociological: kehilangan kekuasaan, status, identitas, nilai dan


tujuan untuk menciptakan eksistensi yang tepat akan menyebabkan
depresi

18

f.

Teori Holism: depresi adalah hasil dari genetik, biologi, psikoanalisa,


tingkah laku, kognitif dan pengalaman sosiologis.

3.

Etiologi Depresi
Faktor penyebab terjadinya depresi menurut Kaplan dan Saddock
(2010) adalah:
a.

Faktor Biologi
Noreepinephrin dan serotonin adalah dua jenis neurotransmitter
yang bertanggung jawab mengendalikan patofisiologi gangguan alam
perasaan pada manusia. Gangguan depresi melibatkan keadaan
patologi di limbic system, basal ganglia dan hypothalamus. Limbic
system dan basal ganglia berhubungan sangat erat, hipotesa sekarang
menyebutkan produksi alam perasaan berupa emosi, depresi dan
mania rupakan peranan utama limbic system. Disfungsi hypothalamus
berakibat perubahan regulasi tidur, selera makan, dorongan seksual
dan memacu perubahan biologi dalam endokrin dan imunologik.

b. Faktor Genetika
Gangguan alam perasaan (mood) baik tipe bipolar (adanya
episode manik dan depresi) dan tipe unipolar (hanya depresi saja)
memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya. Gangguan
bipolar lebih kuat menurun daripada unipolar. Sebanyak 50 % pasien
bipolar memiliki satu orang tua dengan alam perasaan atau gangguan
afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika salah satu orang
tua mengidap gangguan bipolar maka 27 % anaknya memiliki resiko

19

mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orang tua mengidap


gangguan bipolar maka 75 % anaknya memiliki resiko mengidap
gangguan alam perasaan.
c. Faktor Psikososial
Peristiwa traumatik kehidupan dan lingkungan sosial dengan
suasana yang menegangkan dapat menjadi kausa gangguan neurosa
depresi. Sejumlah data yang kuat menunjukkan kehilangan orang tua
sebelum berusia 11 tahun dan kehilangan pasangan hidup dapat
memacu serangan awal gangguan neurosa depresi.
Boyd dan Nihart (1998) menggambarkan hubungan sebabsebab biopsikososial terjadinya depresi pada lansia terdiri dari:
1) Biologik: penyakit fisik, disregulasi neurotransmitter dalam sistem
saraf pusat (SSP), efek samping terapi pengobatan, interaksi
pengobatan resep maupun non resep, gangguan mobilitas,
perubahan kapasitas sensorik.
2) Psikologis: stress, kehilangan sesuatu dalam hidup, episode depresi
sebelumnya (diawal kehidupan), kemunduran kognitif.
3) Sosiokultural: isolasi sosial, kematian atau ketidakmampuan
pasangan atau teman, kesulitan ekonomi, pensiun, gangguan
perubahan lingkungan.
4.

Faktor Resiko Depresi


Menurut Kaplan dan Saddock (2010), faktor resiko dari depresi
dipengaruhi oleh:

20

a.

Umur, rata-rata usia onset untuk depresi berat adalah kira-kira 40


tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20 dan
50 tahun. Gangguan depresif berat juga mungkin memiliki onset
selama masa anak-anak atau pada lanjut usia, walaupun hal tersebut
jarang terjadi

b.

Jenis kelamin, terdapat prevalensi gangguan depresi berat yang dua


kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Alasan adanya
perbedaan telah didalilkan sebagai melibatkan perbedaan hormonal,
perbedaan stressor psikososial bagi perempuan dan laki-laki

c.

Status perkawinan, pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi


paling sering pada orang-orang yang tidak memiliki hubungan
interpersonal yang erat atau karena perceraian atau berpisah dengan
pasangan.

d.

Status fungsional baru, adanya perubahan seperti pindah ke


lingkungan baru, pekerjaan baru, hilangnya hubungan yang akrab,
kondisi sakit, adalah sebagian dari beberapa kejadian yang
menyebabkan seseorang menjadi depresi.

5.

Gejala-gejala Depresi
Menurut Pedoman dan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) III depresi ditandai dengan gejala, yaitu (Videbeck, 2008) :
a. Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat
1) Afek depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan

21

3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah


lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
aktivitas menurun.
b. Gejala lain, meliputi:
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang.
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik.
5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.
6) Tidur terganggu.
7) Nafsu makan berkurang.
Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala
psikis, gejala fisik dan sosial yang khas, seperti murung, sedih
berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilang semangat
kerja, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi dan menurunnya
daya tahan.
Gejala-gejala ini dapat dilihat dari tiga segi yaitu:
a.

Gejala fisik
Gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan
variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang
dialami. Namun secara garis besar ada beberapa gejala fisik umum
yang relatif mudah dideteksi. Gejala itu seperti:
1) Sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit

22

2) Pada umumnya, orang yang mengalami depresi menunjukkan


perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan
orang lain seperti nonton tv, makan, tidur.
3) Orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian
atau pikiran pada suatu hal, atau pekerjaan. Sehingga mereka juga
akan

sulit

memfokuskan

energi

pada

hal-hal

prioritas.

Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal yang tidak efisien dan


tidak berguna, seperti misalnya mengemil, melamun, merokok
terus-menerus, sering menelpon yang tidak perlu. Orang yang
terkena depresi akan terlihat dari metode kerjanya yang menjadi
kurang terstruktur, sistematika kerjanya jadi kacau atau kerjanya
jadi lamban.
4) Orang yang terkena depresi akan kehilangan sebagian atau
seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati
dan merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya. Ia sudah
kehilangan minat dan motivasi untuk melakukan kegiatannya
seperti semula. Oleh karena itu, keharusan untuk tetap
beraktivitas membuatnya semakin kehilangan energi karena
energi yang ada sudah banyak terpakai untuk mempertahankan
diri agar tetap dapat berfungsi seperti biasanya. Mereka mudah
sekali lelah, capai padahal belum melakukan aktivitas yang
berarti.

23

5) Depresi itu sendiri adalah perasaan negatif. Jika seseorang


menyimpan perasaan negatif maka jelas akan membuat letih
karena membebani pikiran dan perasaan dan ia harus memikulnya
dimana saja dan kapan saja, suka tidak suka.
b.

Gejala Psikis
1) Kehilangan rasa percaya diri
Penyebabnya,

orang

yang

mengalami

depresi

cenderung

memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri


sendiri. Pasti mereka senang sekali membandingkan antara dirinya
dengan orang lain. Orang lain dinilai lebih sukses, pandai,
beruntung, kaya, lebih berpendidikan, lebih berpengalaman, lebih
diperhatikan oleh atasan dan pikiran negatif lainnya.
2) Sensitif
Orang yang mengalami depresi senang sekali mengkaitkan segala
sesuatu dengan dirinya perasaannya sensitive sekali, sehingga
sering peristiwa yang netral jadi dipandang dari sudut pandang
yang berbeda oleh mereka, bahkan disalahartikan. Akibatnya,
mereka mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan
maksud orang lain (yang sebenarnya tidak ada apa-apa), mudah
sedih, murung, dan lebih suka menyendiri
3) Merasa diri tidak berguna
Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi
orang yang gagal terutama dalam bidang atau lingkungan yang

24

seharusnya mereka kuasai. Misalnya seorang manager mengalami


depresi karena ia dimutasikan ke bagian lain. Dalam persepsinya,
pemutasian itu disebabkan ketidakmampuannya dalam bekerja dan
pimpinan menilai dirinya tidak cukup memberikan kontribusi
sesuai dengan yang diharapkan
4) Perasaan Bersalah
Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang yang
mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang
menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari
kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya
dikerjakan. Banyak pula yang merasa dirinya menjadi beban bagi
orang lain dan menyalahkan diri mereka atas situasi tersebut.
5) Perasaan terbebani
Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan yang
dialami. Mereka merasakan beban yang terlalu berat karena
merasa dibebani tanggung jawab yang berat.
c. Gejala Sosial
Masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya
mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas lainnya).
Bagaimana tidak, lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku
orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah
marah, tersinggung, menyendiri, sensitive, mudah letih, mudah sakit).
Masalah sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah yang

25

berinteraksi dengan rekan kerja, atasan, atau bawahan. Masalah ini


tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga seperti
perasaan minder, malu, cemas jika berada diantara kelompok dan
merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka
merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin
hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.
6.

Tingkatan Depresi
Menurut

PPDGJ-III,

depresi

dibagi

sesuai

dengan

tingkat

keparahannya, yaitu (Videbeck, 2008):


a. Depresi Ringan
Pedoman yang dipakai adalah:
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
4) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar
2 minggu
5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang
biasa dilakukan
b. Depresi Sedang
Pedoman yang dipakai adalah :
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
seperti pada episode depresi ringan
2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala
lainnya

26

3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu


4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga.
c. Depresi Berat
Pedoman yang dipakai adalah:
1) Semua 3 gejala depresi harus ada
2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi dan retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak
mampu untuk melaporkan banyak gejala secara rinci Dalam hal
demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif
berat masih dapat dibenarkan, yaitu:
a) Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangkurangnya dua minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan
beronset sangat cepat, masih dibenarkan untuk menegakkan
diagnosis dalam kurun waktu kurang dari dua minggu
b) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali
pada tahap yang sangat terbatas.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa depresi berat ditandai dengan adanya:
1) Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut episode
depresif berat tanpa gejala psikotik.

27

2) Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya


melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika
diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent)
7. Penatalaksanaan Depresi
Penatalaksanaan pada penderita depresi harus dilakukan secara
adekuat

dengan

menggunakan

kombinasi

terapi

psikologis

dan

farmakologis disertai pendekatan multidisiplin yang menyeluruh. Adapun


penatalaksanaan depresi (Agus, 2002) meliputi:
a. Terapi Fisik
1) Obat. Secara umum, semua obat anti-depresan sama efektifitasnya.
Pemilihan jenis anti-depresan lebih ditentukan oleh pengalaman
klinikus dan familiarity terhadap jenis-jenis anti-depresan.
Pertimbangkan baik, untung dan rugi dari setiap pemberian terapi
dengan mengacu pada 4 hal yaitu efektivitas, tolerabilitas,
keamanan, dan interaksi obat.
2) Terapi ECT (Electroconvulsive Therapy). Untuk pasien depresi
yang tidak bisa makan minum, mau bunuh diri atau retardasi
psikomotor yang hebat, maka ECT merupakan pilihan terapi yang
efektif dan aman. ECT diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien

28

rawat inap, dengan metode unilateral untuk mengurangi confusion


atau memory problem. Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan
mood (sekitar 5-10 kali), sementara anti-depresan maintenance
harus diberikan untuk mencegah relaps atau kekambuhan.
3) Terapi profilaksis. Terapi profilaksis harus diberikan untuk
mencegah terjadinya kekambuhan depresi. Setelah gejala-gejala
depresi membaik, terapi anti-depresan masih harus dilanjutkan
selama 4-6 bukan dengan dosis terapeutik penuh. Beberapa
penelitian bahkan menganjurkan agar terapi diteruskan sampai 2
tahun. Kapan anti-depresan boleh dihentikan, sangatlah tergantung
pada evaluasi klinis (perkembangan efek samping, munculnya
penyakit fisik atau kelemahan kondisi umum).
b. Terapi psikologik antara lain:
1) Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika
dilakukan bersama-sama dengan pemberian anti-depresan. Baik
pendekatan secara psikodinamik maupun kognitif behavioural
adalah sama keberhasilannya.
2) Terapi kognitif
Terapi kognitif perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien
yang selalu negatif (persepsi diri yang buruk, masa depan yang
suram, dunia yang tak ramah, diri yang tak berguna lagi, tak
mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif.

29

3) Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan gangguan
depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien adalah
sangat penting. Tujuan dari terapi terhadap keluarga pasien yang
depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa,
merubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang
menghambat proses penyembuhan pasien.
4) Penanganan ansietas (relaksasi)
Macam relaksasi antara lain (Davis et.al., 1995): Relaksasi
progresif,

pernafasan

mendengarkan

musik,

dalam,

meditasi,

biofeedback,

guided

kesadaran

imagery,

tubuh,

dan

visualisasi.
8.

Instrumen Pengukuran Tingkat Depresi


Dalam mengukur tingkat depresi menggunakan skala Hamilton
Rating Scale For Depresion (HRSD) yaitu suatu skala depresi yang terdiri
dari 24 item, yaitu item berkisar antara 0 sampai 4, atau 0 sampai 2
dengan total skor antara 0 sampai 76. Dokter mengevaluasi jawaban
pasien terhadap pertanyaan tentang rasa bersalah, pikiran bunuh diri,
kebiasaan tidur, dan gejala lain dari depresi, dan penilaian diperoleh dari
wawancara klinik. Hasil skor penilaian menggunakan HRSD adalah
sebagai berikut (Riwanti, 2006):
a. Tidak dijumpai depresi skor HRSD 0 6
b. Depresi ringan skor HRSD 7 17

30

c. Depresi sedang skor HRSD 18 24


d. Depresi berat skor HRSD > 24
HRSD atau Hamilton Rating Scale for Depression merupakan
salah satu dari berbagai intrumen untuk menilai depresi. Penelitian yang
membandingkan HRSD dengan skor depresi lain didapatkan konsistensi.
Reliabilitas antara pemeriksa pada umumnya cukup tinggi. Demikian juga
halnya reliabilitas oleh satu pemeriksa yang dilakukan pada waktu yang
berbeda (Riwanti, 2006). Adapun untuk mengukur tingkat depresi
seseorang menggunakan Hamilton Rating Scale for Depression (Aziz,
2007) :
a. Keadaan perasaan sedih (sedih,putus asa,tak berdaya,tak berguna)
Perasaan ini ada hanya bila ditanya; perasaan ini dinyatakan secara
verbal spontan; perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal,
misalnya ekspresi muka, bentuk, suara, dan kecenderungan menangis
pasien

menyatakan

perasaan

yang

sesungguhnya

ini

dalam

komunikasi baik verbal maupun nonverbal secara spontan.


b. Perasaan bersalah
Menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai penyebab penderitaan
orang lain; ada ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahankesalahan masa lalu; sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah dan
berdosa; ada suara-suara kejaran atau tuduhan dan halusinasi
penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya.

31

c. Bunuh diri
merasa hidup tak ada gunanya, mengharapkan kematian atau pikiranpikiran lain kearah itu, ada ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke
arah itu.
d. Gangguan pola tidur (initial insomnia)
Ada keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur misalnya, lebih dari
setengah jam baru masuk tidur; ada keluhan tiap malam sukar masuk
tidur.
e. Gangguan pola tidur (middle insomnia)
pasien mengeluh gelisah dan terganggu sepanjang malam, terjadi
sepanjang malam (bangun dari tempat tidur kecuali buang air kecil).
f. Gangguan pola tidur (late insomnia)
bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi, bangun saat dini hari
tetapi tidak dapat tidur lagi.
g. Kerja dan kegiatan-kegiatannya
pikiran perasaan ketidakmampuan keletihan atau kelemahan yang
berhubungan dengan kegiatan kerja atau hobi; hilangnya minat
terhadap pekerjaan atau hobi atau kegiatan lainnya baik langsung atau
tidak pasien menyatakan kelesuan, keragu-raguan dan rasa bimbang;
berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari atau produktivitas
menurun. Bila pasien tidak sanggup beraktivitas, sekurang-kurangnya
3 jam sehari dalam kegiatan sehari-hari; tidak bekerja karena sakitnya
sekarang (dirumah sakit) bila pasien tidak bekerja sama sekali, kecuali

32

tugas-tugas di bangsal atau jika pasien gagal melaksanakan; kegiatankegiatan di bangsal tanpa bantuan.
h. Kelambanan (lambat dalam berpikir, berbicara gagal berkonsentrasi,
dan aktivitas motorik menurun) sedikit lamban dalam wawancara;
jelas lamban dalam wawancara; sukar diwawancarai; stupor (diam
sama sekali).
i. Kegelisahan (agitasi)
kegelisahan ringan; memainkan tangan jari-jari, rambut, dan lain-lain;
bergerak terus tidak dapat duduk dengan tenang; meremas-remas
tangan, menggigit-gigit kuku, menarik-narik rambut, menggigit-gigit
bibir.
j. Kecemasan (ansietas somatik)
sakit nyeri di otot-otot, kaku, dan keduten otot; gigi gemerutuk; suara
tidak stabil; tinitus (telinga berdenging); penglihatan kabur; muka
merah atau pucat, lemas; perasaan ditusuk-tusuk.
k. Kecemasan (ansietas psikis)
ketegangan subyektif dan mudah tersinggung; mengkhawatirkan halhal kecil; sikap kekhawatiaran yang tercermin di wajah atau
pembicaraannya; ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya.
l. Gejala somatik (pencernaan)
nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa dorongan teman,
merasa perutnya penuh; sukar makan tanpa dorongan teman,
membutuhkan pencahar untuk buang air besar atau obat-obatan untuk
saluran pencernaan.

33

m. Gejala somatik (umum)


anggota gerak, punggung atau kepala terasa berat; sakit punggung,
kepala dan otot-otot, hilangnya kekuatan dan kemampuan.
n. Kotamil (genital)
sering buang air kecil terutama malam hari dikala tidur; tidak haid,
darah haid sedikit sekali; tidak ada gairah seksual dingin (firgid);
ereksi hilang; impotensi.
o. Hipokondriasis (keluahan somatik, fisik yang berpindah-pindah)
dihayati sendiri, preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehatan
sendiri, sering mengeluh membutuhkan pertolongan orang lain, delusi
hipokondriasi.
p. Kehilangan berat badan (A dan B)
(1). Bila hanya dari anamnesis (wawancara)
berat

badan

berkurang

berhubungan

sekarang,jelas

penurunan

berat

dengan

badan,tak

penyakitnya

terjelaskan

lagi

penurunan berat badan.


(2). Di bawah pengawasan dokter bangsal secara mingguan bila jelas
berat badan berkurang menurut ukuran, kurang dari 0,5 kg
seminggu, lebih dari 0,5 kg seminggu, tidak ternyatakan lagi
kehilangan berat badan.
q. Insight (pemahaman diri)
mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebab-penyebab
iklim, makanan, kerja berlebihan, virus, perlu istirahat, dan lain-lain.

34

r. Variasi Harian
adakah perubahan atau keadaan yang memburuk pada waktu malam
atau pagi.
s. Depersonalisasi (perasaan diri berubah) dan derealisasi (perasaan
tidak nyata tidak realistis).
t. Gejala-gejala paranoid
Kecurigaan; pikiran dirinya menjadi pusat perhatian, atau peristiwa
kejadian diluar tertuju pada dirinya (ideas refence); waham kejaran.

C.

Terapi Senam
Pendekatan psikoterapi bagi pasien terdepresi adalah pendekatan
kognitif dan pendekatan yang lebih terarah dan lebih terstruktur. Walaupun
setelah periode depresif menghilang, intervensi keterampilan jangka panjang
masih diperlukan. Pada beberapa program terapi, modelling dan permainan
peran dapat membantu menegakkan keterampilan pemecahan masalah yang
baik. Beberapa pendekatan psikoterapi berbeda yang digunakan telah
menunjukkan hasil, yaitu psikoterapi perorangan, terapi berorientasi
kesadaran, terapi tingkah laku, terapi bermain, model stress hidup, psikoterapi
kognitif, terapi aktivitas kelompok, terapi kerja, pendidikan remedial,
penempatan di luar rumah serta ECT (Weller, 1990). Terapi aktivitas
kelompok merupakan suatu jenis terapi aktivitas yang dilaksanakan oleh
pasien dengan depresi secara bersama-sama dalam usaha penyaluran energi
secara benar dalam bentuk senam.

35

Pengertian senam adalah aktivitas fisik yang dilakukan baik sebagai


cabang olahraga tersendiri maupun sebagai latihan untuk cabang olahraga
lainnya. Berbeda dengan cabang olahraga lain umumnya yang mengukur hasil
aktivitasnya pada obyek tertentu, senam mengacu pada bentuk gerak yang
dikerjakan dengan kombinasi terpadu dan menjelma dari setiap bagian
anggota tubuh dari komponen-komponen kemampuan motorik seperti :
kekuatan, kecepatan, keseimbangan, kelentukan, agilitas dan ketepatan.
Dengan koordinasi yang sesuai dan tata urutan gerak yang selaras akan
terbentuk rangkaian gerak artistik yang menarik (Brick, 2002).
Sedangkan menurut Hidayat (1990) menyatakan senam ialah latihan
tubuh yang diciptakan dengan sengaja, disusun secara sistematik dan
dilakukan secara sadar dengan tujuan membentuk dan mengembangkan
pribadi secara harmonis. Olahraga senam sendiri ada bermacam-macam,
seperti : senam kuno, senam sekolah, senam alat, senam korektif, senam
irama, turnen, senam artistik dan senam ritmik atau modern ritmik seperti
senam aerobik. Berikut ini akan diuaraikan mengenai senam aerobik :
1. Definisi Senam Aerobik
Aerobik berasal dari kata aero yang berarti oksigen. Jadi aerobik
sangatlah erat dengan penggunaan oksigen. Dalam hal ini berarti latihan
aerobik adalah latihan yang menggunakan sistem kerja dengan
menggunakan osigen sebagai kerja utama. Olahraga yang berlangsung
secara kontinyu lebih dari empat menit dengan intensitas rendah termasuk
golongan aerobik. Jadi olahraga yang bersifat aerobik bukan hanya senam

36

aerobik, tetapi masih banyak jenis olahraga lainnya, misalnya bersepeda,


berenang, jalan cepat, lari lintas alam, lari maraton.
Menurut Dinata (2007) senam aerobik adalah serangkaian gerak
yang dipilih secara sengaja dengan cara mengikuti irama musik yang
dipilih sehingga melahirkan ketentuan ritmis, kuntinuitas dan durasi
tertentu. Pengertian lain senam aerobik adalah suatu sistematika gabungan
antara rangkaian gerak dan musik yang sengaja dibuat sehingga muncul
keselarasan antara gerakan dan musik tersebut untuk mencapai tujuan
tertentu.
2. Macam senam aerobik berdasarkan tingkat benturan
Berdasarkan tingkat intensitas gerakan dan pola kaki yang
digunakan, maka senam aerobik dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
senam aerobik low impact atau benturan ringan, moderate impact atau
benturan sedang, dan juga aerobik high impact atau benturan keras.
Perbedaan tingkat benturan tersebut didasarkan pada perbedaan
sentuhan salah satu kaki terhadap lantai. Pada gerakan senam aerobik low
impact maka salah satu kaki selalu berada dan menapak di lantai setiap
waktu.Contoh gerakan kaki senam aerobik low impact adalah Cha-chacha, grapevine, mengangkat lutut, langkah V dan lain-lain. Pada gerakan
senam aerobik moderate impact maka salah satu kaki selalu berada di
lantai dengan posisi tumit mengangkat tetapi jari kaki tetap berada di
lantai setiap waktu dengan contoh gerakan kaki menekan kaki ke atas,
melompat dan twist. Sedangkan pada senam aerobik mengarah pada

37

gerakan kaki meninggalkan lantai atau berada di udara dengan contoh


gerakan kaki loncat, power moves, lompat sergap dll. Sedangkan
gabungan dari ketiga macam benturan atau impact diatas dapat disebut
sebagai mix impact yang artinya dalam rangkaian gerakan senam aerobik
mix impact tersebut adalah kombinasi dan campuran dari senam aerobik
low impact, moderate impact dan high impact.
3. Jenis Senam Aerobik
Pada saat ini, senam aerobik telah jauh berkembang pesat dan
berbeda. Sekarang aerobik bisa dilakukan secara individu dengan
menirukan gerakan senam yang terdapat dalam cd senam aerobik yang
banyak beredar dipasaran, misalnya cd karya Berty tylarso, Rudi poccopocco, Ester suwito dll. Aerobik dapat pula dilakukan secara berkelompok
misalnya di pusat pusat kebugaran, instansi dinas, jumat dan minggu
pagi serta acara-acara lainnya.
Pembagian senam Aerobik menurut cara melakukan dan musik
pengiring, yaitu:
a. Low impact aerobics (senam aerobik aliran gerakan ringan)
b. High impact aerobics (senam aerobik aliran gerakan keras)
c. Discorobic (kombinasi antara gerakan-gerakan aerobik aliran keras
dan ringan disko)
d. Rockrobic (kombinasi gerakan-gerakan aerobik dan ringan serta
gerakan-gerakan rock nroll)

38

e. Aerobic sport (kombinasi gerakan-gerakan keras dan ringan serta


gerakan-gerakan kalestetik/kelentukan)
Jenis senam aerobik berdasakan tingkat benturan kaki terdapat 3
macam low impact, high impact dan moderat impact. Tingkat benturan
adalah tingkat sentuhan salah satu kaki terhadap lantai. Berikut akan
diuraikan mengenai benturan kaki Low Impact.
4.

Tujuan dari senam aerobik adalah :


a. Meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru. Gerakan yang
dipilih harus mampu menyebabkan denyut jantung meningkat
sedemikian rupa ke target latihan atau disebut juga zona latihan.
b. Pembentukan tubuh. Gerakan yang dipilih harus mengandung
kalestenik yang memenuhi tuntutan teknik dan ketentuan anatomis
tertentu.

5.

Manfaat Melakukan Senam Aerobik


Melakukan aktivitas olahraga senam aerobik dengan takaran yang
pas dan ideal akan membawa banyak manfaat bagi seseorang. Berikut ini
manfaatnya (Nelly, 2009):
a. Melatih jantung, paru dan peredaran darah sehingga dapat mereka
bekerja secara lebih efektif dan efisien.
b. Melatih kekuatan otot-otot tertentu sehingga otot-otot tersebut terlihat
lebih kuat dan kencang.
c. Meningkatkan kelenturan tubuh dan lain-lain.

39

Manfaat lainnya adalah (Nelly, 2009):


a. Meningkatkan fungsi jantung. Dengan menaikkan detak jantung
selama minimal 20 menit, meningkatkan daya tahan dan kekuatannya.
b. Meningkatkan kinerja paru-paru seperti bagian lain dari tubuh.
Aerobik membantu untuk memperluas paru-paru dan meningkatkan
stamina dan kekuatan.
c. Menjaga jantung dan paru-paru bekerja dengan baik adalah hal yang
terpenting untuk dapat menguasai latihan berat tertentu. Setelah daya
tahan dibangun, akan lebih mudah untuk menyelesaikan latihan dalam
jumlah yang relatif singkat.
d. Membantu untuk menurunkan berat badan. Karena dalam latihan
aerobik memanfaatkan oksigen secara maksimal, sehingga dapat
meningkatkan metabolisme tubuh atau pembakaran lemak.
e. Menjadi awet muda, karena latihan aerobik juga memiliki efek
signifikan pada kesehatan otak pada saat terjadi proses penuaan,
sehingga dapat memperbaiki kemampuan memori atau daya ingat, dan
meningkatkan kemampuan fungsi-fungsi organ tubuh
f. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh, selain itu juga dapat
meningkatkan daya ingat dan konsentrasi seseorang.
g. Melawan depresi. Kegiatan aerobik yang teratur telah dikenal untuk
meningkatkan mood seseorang dan membantu membendung efek
depresi. Tidak hanya peningkatan denyut jantung memperbaiki mood,
kegiatan aerobik dapat menyenangkan dan terlalu ramah.

40

h. Latihan aerobik meningkatkan koordinasi. Terutama saat kita lanjut


usia, koordinasi penting untuk gaya hidup sehat.
6.

Terapi senam aerobik low impact


Pengertian senam aerobik Low impact menurut Nelly (2009) adalah
senam aerobik aliran gerakan ringan dengan salah satu kaki tetap menapak
pada lantai setiap waktu. Dalam penelitian ini terapi senam aerobik Low
impact memberikan gerakan senam yang terstruktur, ritmik dengan
diiringi musik yang semangat untuk mencapai perbedaan jumlah skor
pre-test dan post-test pada sampel.
Sistematika latihan senam aerobik low impact tidak terlepas dari
sistematika umum berolahraga yang terdiri dari tiga fase, yaitu (Anonim,
2012) :
a. Pemanasan (Warming Up)
Dalam fase ini dapat menggunakan pola warming up yang
didahului oleh kegiatan stretching atau penguluran otot-otot tubuh dan
dilanjutkan dengan gerakan dinamis pemanasan. Pola yang kedua
yaitu kebalikan dari pola pertama dimana seseorang melakukan
pemanasan dinamis dulu kemudian dilanjutkan dengan melakukan
kegiatan penguluran otot-otot tubuh atau stretching.
Kegiatan pemanasan atau warming up ini memiliki tujuan
yaitu: meningkatkan elastisitas otot dan ligamen di sekitar persendian
untuk mengurangi resiko cedera. Meningkatkan suhu tubuh dan

41

denyut nadi sehingga mempersiapkan diri agar siap menuju ke


aktivitas utama, yaitu aktivitas latihan.
Dalam fase ini, pemilihan gerakan harus dilakukan dan
dilaksanakan secara sistematis, runtut dan konsisten. Misalnya,
apabila gerakan tersebut dimulai dari kepala, maka urutannya adalah
kepala, lengan, dada, pinggang dan kaki. Begitu pila sebaliknya.
b. Kegiatan Inti
Fase latihan adalah fase utama dari sistematika latihan senam
aerobik. Dalam fase ini target latihan haruslah tercapai. Salah satu
indikator latihan telah memenuhi target adalah dengan memprediksi
bahwa latihan tersebut telah mencapai training zone. Training zone
adalah daerah ideal denyut nadi dalam fase latihan. Rentang training
zone adalah 60 %-90 % dari denyut nadi maksimal seseorang (DNM).
Denyut nadi yang dimiliki oleh setiap orang berbeda, tergantung dari
tingkat usia seseorang. Berikut ini adalah rumus untuk mencari denyut
nadi maksimal seseorang (DNM) : DNM = 220 Usia (Tahun).
Umumnya rumus ini digunakan untuk atlet. Sedangkan rumus
menghitung denyut nadi maksimal bagi orang awam atau bukan atlet
adalah : SDNM = 200 - Usia (Tahun). Dalam senam aerobik, fase inti
dapat dilakukan dengan aktivitas senam aerobik low impact, moderate
impact, high impact maupun mix impact selama 25- 55 menit.

42

c. Pendinginan (Cooling Down)


Pada fase ini hendaknya melakukan dan memilih gerakan
gerakan yang mampu menurunkan frekuensi denyut nadi untuk
mendekati denyut nadi yang normal, setidaknya mendekati awal dari
latihan. Pemilihan gerakan pendinginan ini harus merupakan gerakan
penurunan dari intensitas tinggi ke gerakan intensitas rendah.
Ditinjau dari segi faal, perubahan dan penurunan intensitas
secara bertahap tersebut berguna untuk menghindari penumpukan
asam laktat yang akan menyebabkan kelelahan dan rasa pegal pada
bagian tubuh atau otot tertentu.
Pada gerakan senam aerobik low impact maka salah satu kaki selalu
berada dan menapak di lantai setiap waktu. Berikut ini adalah gerakan
kaki senam aerobik low impact :
b. Single step (langkah Tunggal)
Langkahkan kaki kanan ke arah kanan lanjutkan dengan membawa
kaki kiri ke arah kaki kanan dan menutup langkah (Hitungan 1)
c. Double step (langkah ganda)
Langkahkan kaki kanan ke arah kanan, lanjutkan dengan membawa
kaki kiri ke arah kaki kanan dan menutup langkah (hitungan 1).
Lakukan hitungan 1 sekali lagi atau ke arah kanan (hitungan 2)
d. V step (langkah segitiga)
Langkahkan kaki kanan ke arah diagonal kanan depan (1),
Langkahkan kaki kiri ke arah diagonal kiri depan (2), Bawa kembali

43

kaki kanan ke posisi awal (3) dan bawa kaki kiri kembali ke posisi
awal (4)
e. Berjalan
Melangkah maju dan mundur. Hampir sama dengan double step,
hanya dalam penggunaan langkah kaki kiri tidak menutup langkah ke
kaki kanan (pada hitungan 1) melainkan bawa kaki kiri di sisi
belakang kaki kanan. Salah satu kaki menapak di lantai, kaki lainnya
di gunakan untuk mengangkat lutut.

44

D.

Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan teori yang telah diuraikan sebelumnya dapat
dibuat kerangka teori sebagai berikut.
Jenis gangguan jiwa :
a. Skizofrenia
b. Depresi
c. Kecemasan
d. Gangguan Kepribadian
e. Gangguan Mental Organik
f. Gangguan Psikosomatik
g. Retardasi Mental
h. Gangguan Perilaku Masa
Anak dan Remaja

Faktor resiko depresi :

Depresi

a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Status perkawinan

Tingkat Depresi
-

Ringan

Sedang

Berat

Penanganan :
a. ECT
b. Psikofarmaka atau
obat
c. Terapi psikologis:
- Psikoterapi
d. Terapi aktifitas
Kelompok :
- Berkomunikasi
- Menggambar
- Keluarga
e. Terapi fisik
- Senam
- Kerja bakti

Gambar 2.1. Kerangka Teori


(Sumber : Modifikasi teori dari Kaplan dan Saddock, 2010; Maslim, 2001; Agus,
2002; Weller, 1990))

45

E. Kerangka Konsep
Variabel terikat

Variabel bebas

Tingkat Depresi
sebelum diterapi

Terapi senam
aerobic low
impact

Variabel terikat
Tingkat Depresi
setelah diterapi

Keterangan :
:

: Diteliti

Gambar 2.2. Kerangka Teori

F. Hipotesis
Ho: Tidak ada pengaruh terapi senam aerobik low impact terhadap tingkat
depresi pada pasien skizofrenia di Ruang Sadewa RSUD Banyumas tahun
2012.
Ha: Ada pengaruh terapi senam aerobik low impact terhadap tingkat depresi
pada pasien skizofrenia di Ruang Sadewa RSUD Banyumas tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai