Anda di halaman 1dari 6

OPTIMALISASI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER

MENUJU BANGSA INDONESIA YANG LEBIH BAIK1

The greatest problem that has confronted man from immemorial is


the moral problem, masalah terbesar yang dihadapi manusia sejak
zaman dahulu kala sampai saat ini adalah masalah dekadensi moral
demikian Abu aala almaududi dalam buku ethical view point of
islam. Masalah dekadensi moral memang sudah menjadi
permasalahan dari zaman dahulu hingga sekarang. Dewasa ini dapat
kita analisis, di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara,
masalah dekadensi moral sedang menggejala, mewabah, marak dan
merebak dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam bidang sosial;
tawuran antar pelajar, tawuran antar warga, perjudian, perzinahan,
narkoba, pencurian, bahkan pembunuhan semakin merajalela. Dalam
bidang hukum; ketidak adilan, jual beli hukum, mafia pengadilan ada dimana-mana. Dalam
bidang politik pemerintahan; desakralisasi kekuasaan, degradasi kredibilitas, budaya hipokrit,
budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme bahkan akhir-akhir ini kita sering mendengar betapa
moralitas para pemimpin bangsa ini sering memalukan, memilukan, mengkhawatirkan bahkan
sangat menyakitkan kita sebagai warga negara yang beradab dan beragama ini. Hal ini terjadi
karena karakter bangsa kita telah memudar( amirullah:2006).
Pertanyaan yang muncul apakah mungkin negara kita akan menjadi negara yang maju,
makmur, aman sentosa menjadi baldah thayyibah ketika bangsa dan para pemimpin bangsa
ini tidak memiliki karakter yang baik? Dengan tegas kita dapat menjawabnya tidak mungkin.
kemajuan sebuah bangsa dapat dilihat dari karakter bangsanya. Negara akan maju ketika
bangsanya memiliki karakter yang baik. Sehingga yang harus diperhatikan dalam pembangunan
bangsa ini yang paling utama adalah pembangunan sumber daya manusia yang berkarakkter.
Kita dapat mengatakan kekayaan sumberdaya alam bangsa ini yang melimpah ruah tidak akan
memberikan dampak apapun bagi seluruh bangsa ini ketika sumberdaya manusianya tidak
dibangun.
Ketika bangsa Indonesia telah bersepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan
indonesia pada tanggal 17 agustus 1945, para bapak pendiri bangsa (the founding fathers)
menyadari paling tidak ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi. Pertama,adalah
mendirikan negara yang bersatu dan berdaulat, kedua adalah membangun bangsa, dan ketiga
adalah membangu karakter. Pada implementasinya upaya mendirikan negara relatif lebih cepat
dibanding dengan upaya membangun bangsa dan membangun karakter. (Muchlas: 2012).
1

Esai seleksi lomba debat Aspirasi untuk Negeri Debat TV One oleh Wahyu Saripudin, (ketua Umum Senat
mahasiswa fakultas Tarbiyah dan Keguruan periode 2012-2013)

Membangun karakter bangsa sangat tergantung kepada bangsa itu sendiri. Bila bangsa
tersebut memberikan perhatian yang cukup untuk membangun karakter maka akan terciptalah
bangsa yang berkarakter. Pembangunan karakter yang paling efektif dan berkesinambungan
yakni melalui pendidikan, yang kita kenal hari ini dengan istilah pendidikan karakter.
Pendidikan merupakan media paling sistematis dan efektif untuk memperkuat character building
(Ngainun: 2012). Pendidikan yang dimaksud bukan hanya pendidikan formal saja (di sekolah)
namun pendidikan dalam artian secara komprehensif. Sebagai mana disampaikan Mahmud
(2010) pendidikan terbagi kedalam tiga bagian yakni mikro, meso dan makro. Mikro pendidikan
pada level yang sangat menentukan pendidikan selanjutnya yaitu pendidikan keluarga. Meso
yakni pendidikan yang diselenggarakan secara formal di sekolah. Sedangkan makro yakni
pendidikan secara luas, pendidikan di masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam pendidikan
secara nasional. Menurut Nursalam Semuanya harus komprehensif-integral dalam membangun
karakter tidak hanya pendidikan firmal, namun informal dan nonformal harus terlibat.
Definisi pendidikan menurut (UU SPN No. 20/2003 [bab i pasal 1 : 1]) adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan karakter sudah mencakup di dalam tujuan
pendidikan nasional. Sedangkan pendidikan karakter Menurut David Elkind & Freddy Sweet
(2004), dimaknai sebagai berikut: Character education is the deliberate effort to help people
understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of
character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is
right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face
of pressure from without and temptation from within.
Di indonesia, pembangunan karakter bangsa talah diupayakan melalui pendidikan
karakter baik di sekolah/madarasah maupun diperguruan tinggi. Namun, penulis memandang
belum optimal implementasi pendidikan karakter, implementasinya hanya berkutat pada ranah
knowing saja belum pada ranah aplikasi secara menyeluruh (suri tauladan dari pendidik).
Sependapat dengan Siti Hasanah ( jurnal Media Pendidikan Islam, Vol XVII: 2012) menyatakan
pendidikan karakter di Indonesia belum berjalan sebagaimana mestinya, bahkan cenderung tidak
menyentuh aspek-aspek karakter dan keperibadian yang substansial sehingga terancam terjebak
pada bentuk pengajaran perilaku yang siafatnya formal kognitif dan simbolis yang hanya
mengulang persoalan yang sama sejak zaman kolonial. Sehingga muncul pertanyaan apa yang
membuat belum optimalnya pendidikan karakter di Indonesia? Jawaban dari pertanyaan ini lah
yang akan memberikan gambaran proses optimalisasi pendidikan karakter di indonesia.
Pendidikan yang baik itu haruslah Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa,
tut wuri handayani akan tetapi pendidikan sekarang jauh dari apa yang dikandung dari pesan
bapak pendidikan kita ini. yang terjadi sekarang justru guru-guru yang seharusnya menjadi
contoh dalam pendidikan, mereka malah memberikan contoh sebaliknya. Pejabat-pejabat publik
2

yang seharusnya menjadi panutan, mereka malah berbuat seolah tak mengenal Tuhan. Inilah
yang membuat implementasi pendidikan karakter dewasa ini belum memberikan dampak yang
signifikan.
Membangkitkan Pendidikan Karakter di Semua Level Kehidupan
Pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (condong kepada kebenaran) hanya
orang tuanya yang akan membuat membuat manusia itu berubah. Seorang bayi tak dilahirkan (ke
dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yg akan
membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi ... (H.R. Muslim). Jika mengacu kepada

haditst ini orang tua dalam arti luas keluarga adalah faktor penentu gagal dan berhasilanya
pendidikan terutama pendidikan karakter.
Implementasi pendidikan karakter pada keluarga melalui penanaman nilai oleh orang tua.
Nilai yang harus ditanamkan dapat dijadikan pegangan yakni nilai-nilai agama. Orang tua
bertanggung jawab dalam menanamkan 9 pilar nilai-nilai luhur universal : (1). Cinta Tuhan dan
alam semesta beserta isinya; (2) Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian; (3) Kejujuran;
(4) Hormat dan Santun: (5) Kasih Sayang, Kepedulian, dan Kerjasama; (6) Percaya Diri, Kreatif,
Kerja Keras, dan Pantang Menyerah; (7) Keadilan dan Kepemimpinan; (8) Baik dan Rendah
Hati; dan (9) Toleransi, Cinta Damai dan Persatuan. Nilai- nilai ini merupakan nilai agama yang
kebenarannya secara universal, semua agama memandang sama.
Semua nilai-nilai ini, tidak akan dapat terinternalisasi tanpa adanya suri tauladan. Jadi,
Orang tua harus menjadi suri tauladan, karena apa yang dilakukan orang tua akan dijadikan
contoh dan acuan oleh anaknya. Tidak cukup dengan menyuruh dengan lisan tetapi sikap dan
prilaku kita harus sesuai dengan nilai-nilai agama.
Optimalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Kemampuan orang tua yang terbatas sehingga mendorong menitipkan anaknya untuk didik oleh
orang lain di lembaga pedidikan. Sekolah menjadi solusi alternatif bagi orang tua untuk
mendidik anaknya. Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah keluarga guru, staf dan semua
stake holder di sekolah bertanggung jawab akan tercapainya tujuan pendidikan. Guru dan stake
holeder nya yang akan menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan.
Yang menjadi permasalahan dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah terletak
pada tahap internalisasi yang tidak integral/terpadu. Pendidikan karakter hanya dijadikan sebagai
mata pelajaran yang hanya menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar
tahu). Banyak kita temui murid nilai pelajaran agama tinggi, mungkin 8 atau 9, akan tetapi
murid yang bersangkutan tidak mengamalkan ajaran agama tersebut dalam kehidupan seharihari. Pembentukan karakter hendaknya dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, serta
melibatkan aspek knowledge, feeling, loving, dan acting. Pembentukan karakter dapat

diibaratkan sebagai pembentukan seseorang menjadi body builder (binaragawan) yang


memerlukan latihan otot-otot akhlak secara terus-menerus agar menjadi kokoh dan kuat.
Penerapan pendidikan karakter di sekolah harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai
berikut: pertama, mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter. Kedua,
mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaaan, dan
prilaku. Ketiga, menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dn efektif untuk membangun
karakter. Keempat, menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian. Keenam,
memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua
peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses. Ketujuh,
mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada peserta didik. Kedelapan, memfungsikan seluruh
staf sekolah sebagai komunitasmoral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter
dan setia pada nilai dasar yang sama. Kesembilan, adanya pembagian kepemimpinan moral dan
dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter. Kesepuluh, memfungsikan
keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter. Kesebelas,
mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi
karakter positif dalam kehidupan peserta didik. (kemendikanas: 2010). Prinsip ini menjadi
pegangan kepala sekolah dalam melakukan monitoring kinerja staf-stafnya, perkembangan dan
dinamikanya. Sehingga, setiap masalah bisa cepat diketahui dan dicarikan solusinya secara
praktis.
Optimalisasi pendidikan karakter dapat dilakukan pula dengan cara sebagai berikut:
Pertama, pendidikan karakter secara terpadu melalui pembelajaran. Pendidikan karakter yang
terpadu dalam pembelajaran merupakan pengenalan nilai-nilai, diperolehnya kesadaran akan
pentingnya nilai-nilai, dan internalisasi nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari
melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun luar kelas pada semua
mata pelajaran. Kedua, Pendidikan karakter secara terpadu melalui manajemen sekolah. Sebagai
suatu sistem pendidikan, dalam pendidikan karakter juga terdiri atas unsur-unsur pendidikan
yang selanjutnya akan dikelola melalui bidang-bidang perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian. Unsur-unsur pendidikan karakter yang akan direncanakan, dilaksanakan dan
dikendalikan tersebut antara lain meliputi nilai-nilai karakter kompetensi lulusan, muatan dalam
pembelajaran, nilai-nilai karakter pembinaan peserta didik. Manajemen yang diterapkan dalam
pendidikan karakter harus bersifat partisipatif, demokratis, elaboratif, dan eksploratif sehingga
semua pihak merasakan kemajuan secara signifikan. Ketiga,Pendidikan karakter secara terpadu
melalui ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler selama ini dipandang sebelah mata, hanya
sebagai pelengkap kegiatan intra kurikuler. Padahal, jika kegiatan ekstra ini di desain secara
profesional maka akan menjadi wahana efektif pembentukan karakter berbasis potensi diri.
(Jamal: 2011)

Optimalisasi Pendidikan Karakter di Masyarakat


Tokoh masyarakat dan para pemimpin pun masuk kedalam kategori yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan. karena mereka merupakan publik figur yang dijadikan acuan oleh
warganya. Termasuk di dalamnya media informasi, cetak maupun elektronik, pemberitaan
maupun film dan sinetron bertanggung jawab pula terhadap pemebentukan karakter bangsa ini.
Sehingga publikasi dari media informasi betul-betul diperhatikan nilai-nilai yang terkandung
dalam informasi yang disampaikan. Tontonan bangsa ini harus memberikan tuntunan dalam
kehidupannya.
Bebas bukan berarti meninggalkan semua batasan. Kebebasan seseorang dibatasi oleh
kebebasan orang lain. Pers sebagai media informasi yang memberikan dampak yang signifikan
terhadap pembentukan karakter bangsa. Kebebasan media informasi harus dibatasi oleh etika dan
nilai-nilai luhur bangsa ini. pemerintah harus tegas dalam mengelola dan mengontrol kebebasan
pers/ media informasi yang ada. Sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang mendidik
yangdapat menguatkan karakter bangsa ini.
Jadi, pendidikan karakter harus tertanam dalam berbagai level kehidupan. Karakter harus
terinternalisasi dalam berbagai bidang kehidupan. Bukan hanya sekolah yang bertanggung jawab
akan pembentukan karakter bangsa ini semua orang bertanggung jawab akan pembentukan
karakter bangsa ini. Sehingga mulailah dari diri sendiri untuk memegang teguh nilai-nilai agama
dan nilai-nilai luhur bangsa ini yang pada akhirnya kita memberikan tauladan kepada orang
disekitar kita.
Pendidikan karakter bangsa indonesia dapat dibangun di atas tiga pondasi, yaitu pendidikan,
agama dan budaya bangsa. Pun demikian dalam ranah implementasi pendidikan karakter jangan
hanya dijadikan sebagai slogan saja tetapi harus terinternalisasi dalam berbagai bentuk
kehidupan disemua level. Tidak hanya di sekolah pendidikan karakter ditanamkan, namun
keluarga yang menjadi core dalam pendidikan yang harus lebih memperhatikan bagaimana
karakter dibangun dengan keteladanan dari orang tua maupun orang dewasa. Sehingga,
pendidikan karakter terimplementasi secara komprehensif tinggal menjaga konsistensi dan
komitmen semua bangsa dalam pembentukan karakter ini sehingga negara kita memiliki bangsa
yang berkarakter, nisacaya perubahan akan segera kita rasakan. Tuhan tidak akan merubah suatu
kaum sampai kaum tersebut merubahnya (Q.S. ar-radu). Bangsa indonesia harus bangkit dari
keterpurukan, bangsa indonesia harus tampil sebagai bangsa yang berkarakter sehingga
kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan dapat kita gapai.

Daftar Pustaka
Jamal Mamur Asmani. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di sekolah.
Jogjakarta: Divapers:
Mahmud. 2010. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Sahifa.
Siti Fatimah. 2012. Formalisme Pendidikan Karakter di indonesia. Jurnal Media Pendidikan
Vol. XXVII Nomor 1.
Ngainun Naim. 2012. Character building. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Muchlas Samani. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosada
Karya.
UU Standar Nasional pendidikan No. 20 tahun 2003
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter Di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta.
Hadits Riwayat Muslim nomor 4803. Shahih Muslim.

Anda mungkin juga menyukai