Anda di halaman 1dari 16

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

Mata Kuliah
Kelas
Kelompok

: Tata Kelola dan Budaya Perusahaan


:C
:5

Disusun Oleh:
Rr. Prisa Wulansari

12311173

Silmi Novita

12311177

Luthfiya Malik

12311196

Prisilia Ardaneswari

12311249

Mazaya Tashwifa W.A

12311461

Ratih Andani Putri

12311468

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di era globalisasi ini, banyak perusahaan tumbuh dan mulai
banyak bermunculan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap perusahaan
lama dan kurang bisa berkembang. Akibatnya kita sering mendengar
banyak perusahaan yang terpuruk karena tata pemerintahan sebuah
perusahaan tersebut tidak baik sehingga banyak masalah yang terjadi
atau tidak ada investor yang mau membeli saham perusahaan tersebut.
artinya,

perusahaan

tersebut

tidak

menerapkan Corporate

Governance yang baik.


Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai proses dan
struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan
utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain
(pemegang

saham,

kreditor,

pemasok,

pelanggan,

pegawai

perusahaan, pemerintah dan masyarakat yang berinteraksi dengan


perusahaan).
Konsep ini menekankan pada dua hal yakni, pertama,
pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan
benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan
untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat
waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan,
kepemilikan,

danstakeholder.

Dari

makalah

ini,

penulis

ingin

menjelaskan apa itu GCG (Good corporate Governance) secara lebih


luas dan seberapa penting peran GCG bagi perusahaan.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar Corporate Governance?
2. Mengapa Corporate Governance penting?

3. Apa sajakah faktor pendorong terjadinya corporate crime?


4. Bagaimana model corporate governance?
5. Apa saja prinsip-prinsip corporate governance?

BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep Dasar Corporate Governance
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi
tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 melalui apa
yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report mengeluarkan
definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG
adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan
agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan
perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada
para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya.
Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur,
manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan
dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good
Corporate Governance merupakan:
a. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang
peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para
Stakeholder lainnya.
b. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas
pengendalian

perusahaan yang dapat membatasi munculnya

dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset


perusahaan.
c. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaian,

berikut pengukuran kinerjanya.

Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)


adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik
utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah
akuntabilitas dan tanggung jawab/ mandat, khususnya implementasi
pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan
melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah
efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola

perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi,


dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham.
Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola
perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang
menunjuk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain
selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.
Inti dari kebijakan tata kelola perusahaan adalah agar pihakpihak yang berperan dalam menjalankan perusahaan memahami
dan menjalankan fungsi dan peran sesuai wewenang dan tanggung
jawab. Pihak yang berperan meliputi pemegang saham, dewan
komisaris, komite, direksi, pimpinan unit dan karyawan.
Konsep Good Corporate Governance (GCG) adalah konsep
yang

sudah

saatnya

diimplementasikan

dalam

perusahaan-

perusahaan yang ada di Indonesia, karena melalui konsep yang


menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari unsur-unsur RUPS,
direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme kerja,
pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis,
baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai
perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.
2. Manfaat tentang pentingnya Corporate Governance
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang
efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundangundangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang
saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai
regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat
sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Berikut adalah
manfaat yang dapat dirasakan perusahaan apabila GCG diterapkan :
a. Meminimalkan cost of capital
Perusahaan

yang

dikelola

dengan

baik

dan

sehat

akan

menciptakan suatu referensi positif bagi kreditor. Kondisi ini


sangat berperan dalam meminimalkan biaya modal yang harus

ditanggung bila perusahaan mengajukan pinjaman.


b. Meningkatkan citra perusahaan
Citra sebuah perusahaan sangat untuk untuk kelangsungan
perusahaan tersebut. Tidak bisa kita pungkiri bahwa perusahaan
yang memiliki citra yang baik otomatis banyak investor yang berniat
menanamkan modalnya di perusahaan tersebut serta dapat
meningkatkan daya jual produk karena kepercayaan konsumen
akibat dari citra yang baik tersebut.
c. Meningkatkan nilai saham perusahaan
Sebuah perusahaan yang dikelola dengan baik akan menarik minat
investor untuk
dilakukan

menanamkan modalnya. Sebuah survey yang

oleh

Russell

Reynolds

Associaties

(1997)

mengungkapkan bahwa kualitas komisaris adalah salah satu faktor


utama yang dinilai oleh investor institusional sebelum mereka
memutuskan untuk membeli saham. Hal ini akan terlihat terutama
ketika seorang investor bermaksud melakukan investasi untuk
jangka waktu yang lama.
3. Faktor pendorong terjadinya Corporate Crime
a. Persaingan
Dalam menghadapi persaingan bisnis, korporasi dituntut untuk
melakukan inovasi seperti penemuan teknologi baru, teknik
pemasaran, usaha-usaha menguasai atau memperluas pasar.
Keadaan ini dapat menghasilkan kejahatan korporasi seperti
memata-matai

saingannya,

meniru,

memalsukan,

mencuri,

menyuap, dan mengadakan persekongkolan mengenai harga atau


daerah pemasaran.
b. Pemerintah
Untuk mengamankan kebijaksanaan ekonominya, pemerintah
antara lain melakukannya dengan memperluas peraturan yang
mengatur kegiatan bisnis, baik melalui peraturan baru maupun
penegkan yang lebih keras terhadap peraturan-peraturan yang

ada. Dalam menghadapi keadaan yang demikian, korporasi dapat


melakukannya dengan cara melanggar peraturan yang ada,
seperti pelanggaran terhadap peraturan perpajakan, memberikan
danadana kampanye yang ilegal kepada para politisi dengan
imbalan janji-janji untuk mencaut peraturan yang ada atau
memberikan proyek-proyek tertentu, mengekspor perbuatan ilegal
ke negara lain.
c. Karyawan
Tuntutan perbaikan dalam penggajian, peningkatan kesejahteraan
dan perbaikan dalam kondisi-kondisi kerja. Dalam hubungan
dengan karyawan, tindakan-tindakan korporasi yang berupa
kejahatan, misalnya pemberian upah di bawah minimal, memaksa
kerja lembur atau menyediakan tempat kerja yang tidak memenuhi
peraturan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.
d. Konsumen
Ini terjadi karena adanya permintaan konsumen terhadap produkproduk industri yang bersifat elastis dan berubah-ubah, atau
karena

meningkatnya

aktivitas

dari

gerakan

perlindungan

konsumen. Adapun tindakan korporasi terhadap konsumen yang


dapat menjurus pada kejahatan korporasi atau yang melanggar
hukum, misalnya iklan yang menyesatkan, pemberian label yang
dipalsukan, menjual barangbarang yang sudah kadaluwarsa,
produk-produk yang membahayakan tanpa pengujian terlebih
dahulu atau memanipulasi hasil pengujian.
e. Publik
Hal ini semakin meningkat dengan tumbuhnya kesadaran akan
perlindungan terhadap lingkungan, seperti konservasi terhadap air
bersih, udara bersih, serta penjagaan terhadap sumber-sumber
alam. Dalam mengahadapi lingkungan publik, tindakan-tindkaan
korporasi yang merugikan publik dapat berupa pencemaran
udara, air dan tanah, menguras sumber-sumber alam.

4. Model Corporate Governance


Terdapat dua model tentang Corporate Governance, yaitu:
a. Model outsider (shareholder) :

Prioritas peraturan pasar

Pemilik perusahaan cenderung memiliki minat sementara di


perusahaan

Tidak adanya hubungan yang erat antara pemegang saham


dan manajemen

Adanya

pasar

aktif

untuk

control

perusahaan

dan

pengambilalihan , terutama yang bersaing

Keutamaan hak pemegang saham atas orang kelompok


organisasi lainnya

Contoh Model Outsider :

b. Model Insider (stakeholder) :

Prioritas kontrol stakeholder

Para pemilik perusahaan cenderung memiliki kepentingan


abadi di perusahaan

Mereka sering memegang posisi di dewan direksi atau posisi


manajerial senior lainnya

Hubungan antara manajemen dan pemegang saham yang


dekat dan stabil

Ada sedikit cara pasar untuk pengendalian perusahaan

Adanya hak formal bagi karyawan untuk mempengaruhi


keputusan kunci manajerial

Contoh model insider di negara Eurasia:


Privasiasi massal dengan kondisi yang menguntungkan
bagi karyawan di negara-negara Eurasia telah menciptakan
prasyarat

untuk

model

insider

tata

kelola

perusahaan.

Kecenderungan Rusia yang saham karyawan lolos ke pemegang


lain juga hadir di negara-negara Eurasia tapi tidak begitu tajam.
Kekhususan untuk beberapa negara adalah konsentrasi tinggi
modal saham yang ada di manajemen. Namun demikian,

karyawan terus memainkan peranan penting sebagai pemegang


saham di Armenia, Azerbaijan, Georgia, Kazakhstan, Kyrgyzstan,
Moldova, Ukraina dan Uzbekistan.
Model-Model Governance Single-Board system dan Two-Board
System :

Model Board structure perusahaan-perusahaan di Inggris dan


Amerika serta negara-negara lain yang dipengaruhi langsung
oleh model Anglo-Saxon, pada umumnya berbasis singleboard systeem dimana keanggotaan Dewan Komisaris dan
dewan Direksi tidak dapat dipisahkan. Dalam model ini
anggota Dewan Komisaris juga merangkap anggota Dewan
Direksi dan kedua dewan ini dirujuk sebagai board of
directors.

Perusahaan-perusahaan

di

Indonesia

pada

umumnya

berbasis two-tier board system atau two-board system seperti


kebanyakan perusahaan di Eropa. Secara konseptual model
two-tier system dengan tegas memisahkan keanggotaan
dewan, yakni antara keanggotaan Dewan Komisaris sebagai
pengawas dan Direksi sebagai Eksekutif korporasi.

Pada umumnya undang-undang perusahaan di seluruh dunia


yang

menganut

model

single-board

system

tidak

membedakan berbagai gaya dan sebutan (titles) direktur.


Semua direktur yang telah ditunjuk secara sah oleh para
pemegang saham, bertanggung jawab atas governance
koporasi. Bahkan dalam banyak hal siapa pun yang menyebut
dirinya direktur harus bertanggung jawab.

Namun, dalam praktik, kita perlu membedakan antara para


direktur yang menempati posisi manajemen dan para
komisaris ang mengawasi (oversight) mereka. Berkaitan
dengan hal itu two-tier board system memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan single-board system (Tricker 1994)

Masyarakat Eropa (Uni Eropa ) semula mengusulkan


agar two-tier board ini diterapkan perusahaan-perusahaan di
seluruh negara anggota. Namun usul ini ditolak, terutama
olehInggris dan Amerika Serikat serta perusahaan-perusahaan
mereka di Eropa. Pemikiran yang kemudian banyak diterima
adalah two-tier board system maupun single-board system
dengan catatan lebih banyak melibatkan outsider

directors

(semacam komisaris independen). Pilihan lainnya adalah singleboard system dengan badan perwakilan karyawan.
5. Prinsip-Prinsip Corporate Governance
Secara umum ada lima prinsip dasar yang terkandung dalam
good corporate governance atau tata kelola yang baik menurut Daniri
(2005), yaitu:
a. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Transparansi diartikan sebagai keterbukaan informasi,
baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam
mengungkapkan informasi material dan

relevan

mengenai

perusahaan.
Dalam mewujudkan transparansi itu sendiri, perusahaan
harus menyediakan

informasi yang lengkap, akurat dan tepat

waktu kepada para pemangku

kepentingan (Stakeholder). Bank

wajib

menyampaikan
otoritas

kepada

pengawas

Bank

Indonesia

perbankan

di

selaku

Indonesia

dan

mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang


material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan
secara akurat dan tepat waktu. Disamping itu, para investor harus
dapat

mengakses informasi penting perusahaan secara

mudah pada saat diperlukan.


Dengan

keterbukaan

informasi

tersebut

maka

para stakeholder dapat menilai kinerja berikut mengetahui risiko


yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan
perusahaan. Adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap
secara

akurat,

tepat

waktu,

jelas,

konsisten,

dan

dapat

diperbandingkan, dapat menghasilkan terjadinya efisiensi atau


disiplin pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan
dengan baik dan tepat, akan dapat mencegah terjadinya benturan
kepentingan (conflict

of

interest) berbagai

pihak

dalam

perusahaan.
b. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif.
Masalah

yang

sering

ditemukan

di

perusahaan-

perusahaan Indonesia adalah kurang efektifnya fungsi pengawasan


Dewan Komisaris. Atau bahkan sebaliknya, Komisaris mengambil
alih peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan Direksi.
Oleh karena itu diperlukan kejelasan mengenai tugas serta fungsi
organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme checks and
balances kewenangan dan peran dalam mengelola perusahaan.
Beberapa

bentuk

implementasi

lain

dari

prinsip

akuntabilitas ini antara lain:


-

Praktek Audit Internal yang efektif, serta

Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung

jawab dalam anggaran dasar perusahaan, kebijakan, dan


prosedur di bank.
c. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Pertanggungjawaban

perusahaan

adalah

kesesuaian

(kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip


korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan
menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia
menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan)
negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu,
lewat prinsip responsibilitas ini juga diharapkan membantu peran
pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan
kesempatan

kerja

pada

segmen

masyarakat

yang

belum

mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.


d. Independency (Kemandirian)
Independensi

merupakan

penerapan GCG di Indonesia.

prinsip

penting

dalam

Independensi atau kemandirian

adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola

secara

profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari


pihak manapun yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Independensi sangat penting dalam proses pengambilan
keputusan. Hilangnya

independensi

dalam

proses

pengambilan keputusan akan menghilangkan objektivitas dalam


pengambilan keputusan tersebut. Kejadian ini akan sangat fatal bila
ternyata kepentingan perusahaan yang seharusnya mendapat
prioritas utama.
Untuk meningkatkan independensi dalam pengambilan
keputusan

bisnis,

perusahaan

hendaknya

mengembangkan

beberapa aturan, pedoman, dan praktek di tingkat pengurus bank,


terutama di tingkat Dewan Komisaris dan Direksi yang oleh
Undang-undang diberi amanat untuk mengurus perusahaan

dengan sebaik-baiknya.
e. Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)
Secara

sederhana

kesetaraan

kewajaran (fairness) bisa didefinisikan

sebagai

perlakuan

dan
yang

adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang


timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang
berlaku.
Fairness juga

mencakup

hak stakeholder berdasarkan

adanya

kejelasan

hak-

sistem hukum dan penegakan

peraturan untuk melindungi hak-hak investor khususnya pemegang


saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk
kecurangan

ini

bisa

berupa insider

melibatkan informasi orang

trading (transaksi

yang

dalam), fraud (penipuan), dilusi

saham (nilai perusahaan berkurang), korupsi-kolusi-nepotisme


(KKN), atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti
pembelian

kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan

saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan


lain.

BAB III
PENUTUP
Berdasarkan ulasan yang telah kita bahas, dapat diambil
kesimpulan bahwa agar perusahaan dapat bertahan dan berkembang
dengan baik, banyak faktor yang harus diperhatikan terutama dalam hal
tata kelola perusahaannya. Penilaian kinerja juga penting untuk
mengetahui seberapa jauh perusahaan telah berkembang dan dapat
bersaing dengan yang lain. GCG disini berfungsi sebagai salah satu
cara untuk perusahaan dapat menerapkannya guna penilaian kinerja
tersebut.

Dengan

mempertimbangkan

segala

faktor

yang

ada,

diharapkan perusahaan dapat bermanfaat dan menjalin hubungan yang


baik

untuk

stakeholder

maupun

shareholder. Sehingga

semua

instrumen yang ada di perusahaan merasa diuntungkan dan dapat


mencapai tujuan perusahaan bersama.

DAFTAR PUSTAKA
http://bankirnews.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=106:tujuan-system-

a-prinsip-

gcg&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101
Miko Kamal, Undang Undang PT dan Harapan Implementasi GCG,
www.alf.com, 2008
Sita Supomo, Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Prinsip GCG

Anda mungkin juga menyukai