Anda di halaman 1dari 5

Kompetensi Pemimpin dalam Budaya Organisasi

Rumah Sakit
(Kajian untuk pemilihan Direktur Rumah Sakit)

Oleh
Fahriadi, SST, SKM, M.Kes*

Industri rumah sakit di Indonesia menjadi industri yang menarik bagi para investor
baik dalam maupun luar negeri. Rumah sakit telah menjadi pusat perhatian yang
penting, karena rumah sakit merupakan value business yang semakin disimak oleh
berbagai fihak. Terlepas dari menguntungkan atau tidak, bisnis rumah sakit sangat sulit
diprediksi, namun pada kenyataannya semakin banyaknya investor pada sektor ini dan
semakin tajamnya persaingan antar rumah sakit, memperlihatkan bahwa bisnis ini
semakin berkembang. Rumah sakit yang merupakan bisnis jasa pelayanan sangat
bergantung kepada kepercayaan pelanggan terhadap pelayanan rumah sakit yang
bersangkutan. Nilai yang menyangkut kepuasan pelanggan merupakan inti dari bisnis
rumah sakit. Karena sifatnya industri jasa, maka para pelaku pelayanan atau provider
haruslah orang-orang yang bisa dipercaya oleh pelanggannya. Karenanya diperlukan
orang-orang yang memiliki pengetahuan yang memadai, sebab pengetahuan merupakan
hal yang terpenting dalam industri dewasa ini kaitannya dengan peningkatan
produktivitas dan peningkatan nilai nilai. Dan nilai-nilai akan sangat dipengaruhi
oleh budaya organisasi.
Mengembangkan budaya sumber daya manusia yang cocok di rumah sakit tentunya
bukan merupakan pekerjaan mudah, bahkan merupakan pekerjaan yang tersulit dari
segala pekerjaan pimpinan puncak di rumah sakit. Berbagai etnis, golongan, persepsi
karyawan, kelompok, profesi, jenis pendidikan, gender, agama, sikap dan perilaku
bercampur menjadi satu di rumah sakit yang melahirkan budaya tertentu, tidak
mudah untuk melakukan penyamaan persepsi tentang organisasi. Bahkan tidak
sedikit organisasi rumah sakit yang membiarkan budaya campuran tersebut
berkembang dengan sendirinya, hal inilah yang memperlihatkan sulit terbentuknya
budaya kerjasama di rumah sakit. Yang pasti adalah bagaimana seorang direktur
memiliki kompetensi untuk mengenali budaya yang ada di rumah sakit yang ia pimpin.
Karena sudah seharusnya mengenali budaya pasar lokal dan global, walaupun tidak
mudah namun merupakan fakta kehidupan yang justru merupakan peluang yang
menguntungkan dari adanya perbedaan budaya, baik internal maupun eksternal rumah
sakit.
Menghadapi kompleksitas organisasi dan beragamnya berbagai
permasalahan yang cenderung semakin rumit, maka kompetensi direktur rumah sakit
tampaknya semakin menjadi sesuatu yang sangat penting dimasa yang akan datang.
Kepemimpinan akan semakin dibutuhkan bahkan merupakan kebutuhan utama,
kapabilitas dan kapasitas direktur rumah sakit akan semakin dituntut oleh berbagai fihak
yang berkepentingan.

1
PEMAHAMAN KOMPETENSI
Kompetensi adalah bauran dari tiga hal penting yaitu attitude (sikap dan
perilaku), knowledge (pengetahuan) dan skill (keterampilan). Attitude adalah
pemegang peran utama keberhasilan seseorang, niat baik seseorang yang dikemas
dengan perilaku atau tingkah laku yang baik dan mengesankan 85% menunjang
kesuksesan, jika dibanding dengan skill dan knowledge yang hanya menunjang
kesuksesan sekitar 15% saja. Hasil riset di Amerika, dari 4000 orang yang diberhentikan
dari pekerjaannya, sebanyak 400 orang (10%) karena dinilai kurang mampu atau skill
dan knowledge kurang menunjang. Tetapi 3600 orang (90%) diberhentikan bekerja
karena perilakunya atau attitude yang tidak sesuai dengan misi organisasi. Disini
tampak jelas bahwa perilakulah yang akan menentukan keberhasilan seseorang.
Namun selain itu perilaku yang baik tidak ada gunanya jika pengetahuan
rendah. Sedangkan pengetahuan adalah hasil dari data yang kemudian dianalisa oleh
orang yang bersangkutan yang memunculkan informasi. Informasi selanjutnya
diaplikasikan dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat yang dikenal dengan
pengetahuan. Bahkan lebih jauh lagi jika pengetahuan ditambah dengan intuisi maka
yang akan muncul adalah wisdom atau kebijaksanaan orang yang bersangkutan.
Keterampilan adalah sesuatu tehnik yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu
dengan baik dan nyaris tanpa cacat, menghasilkan sesuatu yang bernilai. Jadi lebih
bersifat teknis yang terukur. Keterampilan tidak datang begitu saja akan tetapi berkat
latihan, ketekunan dan pengalaman atau bakat. Kompetensi seseorang akan sangat
tergantung kepada ketiga hal ini. Untuk itu perlu adanya pelatihan dan pengembangan diri
agar ketiga unsur kompetensi ini bisa berkembang dengan baik pada diri seseorang.

ILUSTRASI REKRUITMEN DIREKTUR RUMAH SAKIT


Kompetensi seorang direktur rumah sakit dewasa ini secara de facto sangat
diperlukan. Namun pada umumnya para pemilik rumah sakit atau siapapun yang
memiliki rumah sakit, belum memiliki suatu pedoman atau kriteria atau prasyarat untuk
menentukan seorang direktur yang memenuhi syarat dari sisi kompetensi. Pada umumnya
dalam menentukan direktur rumah sakit hanya berdasarkan kenalan, melihat pengalaman
yang bersangkutan dalarn mengelola rumah sakit sebelumnya. Kedekatan, ikatan
keluarga, keterpaksaan daripada tidak ada direktur, sangat patuh dan penurut, sangat baik
perilakunya, senioritas, pangkat yang paling tinggi, dan sebagainya.
Sayangnya mekanisme rekruitmen direktur tidak diatur dengan jelas, pada
umumnya masih belum ada kejelasan indikator keberhasilan seorang direktur yang
sudah barang tentu membutuhkan kompetensi-kompetensi tertentu. Akibatnya terjadi
trial and error, angkat saja dulu menjadi direktur nanti kita nilai apakah dia berhasil
atau tidak, jika tidak maka kita bisa ganti dengan orang lain. Dari kalimat ini tampak
bahwa pemilik samasekali tidak memiliki kejelasan indikator bagi keberhasilan direktur
sejak seseorang ditetapkan sebagai direktur rumah sakit, dan celakanya indikator hanya
dimiliki oleh pemilik saja sedangkan calon direktur tidak mengetahuinya. Terjadi
ketidakterbukaan ataukah memang tidak mengetahui indikator keberhasilan apa yang
harus ditetapkan terhadap direktur rumah sakit. Pertanyaan ini tentunya harus dijawab
dengan berbagai pertimbangan visi den misi pemilik rumah sakit dan sekaligus harus

2
dibuka terhadap calon direktur untuk mengetahui sejauh mana beban yang akan
dipikulnya. Dengan demikian maka calon akan mengetahui seberapa jauh target yang
harus dicapai. Selanjutnya calon direktur sudah bisa membayangkan kompetensi apa
yang harus dimilikinya agar target yang ditentukan bisa dicapai dengan baik.
Pada sisi lain tentunya pemilik rumah sakit atau yang memiliki kewenangan untuk
menentukan dan menetapkan seorang direktur, setidaknya perlu mempunyui perangkat
untuk mengukur kompctensi calon direktur sejak awal. Sehingga bisa dipertimbangkan
apakah calon ini akan mampu mencapai target yang telah ditetapkan pemilik. Kita ketahui
bersama bahwa target bisa muncul jika memiliki visi, mini, value yang jelas, memiliki
tujuan sasaran strategis yang jelas dan memiliki strategi serta kebijakan strategis yang
jelas. Kemudian setelah itu dilakukan semacam fit and proper test dan tentukan kriteria
bahwa seseorang memiliki nilai kompetensi yang diinginkan, bagi yang memenuhi
syarat maka bisa ditetapkan menjadi direktur rumah sakit.
Contoh yang sangat klasik adalah rekruitmen direktur rumah sakit pemerintah,
syarat normatif pada pemerintahan adalah kepangkatan, sudah mengikuti Dilkatpim
Tingkat III atau Tingkat II, DP3 bagus, setia, kepemimpinan dan lain sebagainya. Disini
sama sekali tidak muncul bagimana kompetensi yang bersangkutan, bagaimana latar
belakang pendidikan yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Jadi pada hakekatnya
seseorang yang berbakat, memiliki kompetensi tinggi, memiliki kepemimpinan yang
memadai bahkan berjiwa entrepreneur, jangan bermimpi menjadi direktur rumah sakit
jika pangkatnya tidak memenuhi syarat atau DP3 nya kurang baik terutama
kesetiaan yang indikatornya tidak jelas serta pengukurannya sangat sulit dilakukan dan
hampir tidak pernah diukur.
Sangat sulit untuk memahami atau mengetahui kompetensi direktur rumah sakit.
Hal ini sangat tergantung kepada apa yang dihadapi oleh rumah sakitnya. Tentu saja
tidak sama antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya. Seperti kita lihat
berbagai macam rumah sakit telah berdiri di negara kita ini, dari mulai rumah sakit
pemerintah sampai ke rumah sakit swasta, dari rumah sakit milik pribumi sampai
dengan rumah sakit milik orang asing. Dari rumah sakit yang mencari laba sampai
dengan rumah sakit yang tidak mencari laba, dari rumah sakit dengan lokasi strategik
sampai dengan rumah sakit yang berada didaerah terpencil. Dan rumah sakit
pendidikan sampai dengan rumah sakit non pendidikan, dari rumah sakit umum sampai
dengan rumah sakit khusus, dari rumah sakit yang super besar sampai dengan rumah
sakit super kecil. Masih banyak lagi gradasi berdasarkan bermacam-macam pemahaman
dan hal tersebut sangat tergantung kepada apa visi dari para pemilik, pemegang saham
dan sejenisnya. Melihat dimensi kepentingan yang sangat luas ini, tentu saja diperlukan
berbagai pemahaman yang mendalam tentang kompetensi yang dibutuhkan dari seorang
direktur rumah sakit. Tidak dipungkiri bahwa ada direktur dengan kompetensi yang
lengkap dan memadai namun dia berada dalam pressure yang tinggi sehingga
kompetensinya menjadi tidak berkembang, dilain fihak ada direktur yang biasa-biasa
saja, namun dia berada pada budaya yang mendukung dan hasilnya sangat cemerlang.
Namun demikian bisa kita lihat berbagai cara untuk meningkatkan kompetensi
seseorang melalui jalur pendidikan formal maupun non formal. Secara teoritis seseorang
yang telah mengenyam pendidikan formal atau berada pada temporary systems yang
berkaitan dengan manajemen perumah sakitan, bisa mendapatkan berbagai informasi
tentang kompetensi tertentu yang nantinya bisa diterapkan jika mereka kembali kepada

3
permanent systems. Namun pada kenyataannya hanya sebagian kecil yang mampu
mengelola rumah sakit dengan baik berdasarkan kompetensi yang dia dapat dari
pendidikan formal.
Sudah saatnya direktur rumah sakit memiliki produk unggulan, agar mampu
menjawab tantangan dimasa depan yang syarat akan isue persaingan bebas, keaneka-
ragaman budaya, penegakkan komitmen karyawan, kinerja perusahaan, kapasitas dan
kapabilitas karyawan, tuntutan pasar yang semakin dewasa, menggerakkan sistem-
sistem internal, menerapkan strategi bahkan mengelola konflik di rumah sakit. Didalam
suatu organisasi ada tiga hal yang sangat penting yaitu Inspiration, Culture dan
Institution. Bagaimana kompetensi seorang direktur mampu merubah seluruh
karyawannya agar mampu berinspirasi mengerjakan tugasnya dengan kemasan
perasaan, segala sesuatu yang dikerjakannya selalu disentuh dengan emosi namun bukan
emosional, yang mendorong melakukan pekerjaan atas dorongan dari hati
nurani. Mereka mau bekerja bukan karena paksaan, akan tetapi bekerja karena
dorongan nalurinya bahwa mereka harus melakukan pekerjaan terbaik yang dapat mereka
berikan terhadap organisasi. Jadi inspirasi sangat penting dalam organisasi. Yang
menjadi kendala adalah sejauh mana kompetensi direktur untuk melakukan perubahan
dilingkup internal rumah sakit kaitannva dengan paradigma dan persepsi karyawan
terhadap kemajuan organisasi yang menguntungkan semua pihak.
Tidak sedikit direktur rumah sakit yang bekerja melebihi batas waktu
hanya untuk mengurusi masalah-masalah teknis dan sibuk memberi contoh kepada
seluruh karyawannya secara nyata. Namun hati nurani karyawan tidak tersentuh bahkan
tetap bekerja secara rutin seperti biasa. Hal ini memperlihatkan bahwa sebuah lagu
diciptakan oleh direktur, kemudian dinyanyikannya sendiri, sedangkan seluruh karyawan
malah terbiasa menikmati lagu yang dinyanyikan oleh direktur yang sekaligus sebagai
sang pencipta lagu tersebut. Lebih celaka lagi sekelompok karyawan membenci lagu
tersebut. Akibatnya direktur sibuk sendiri, pontang panting, berteriak setiap saat,
bahkan tidak sedikit yang meluruk terhadap pekerjaan-pekerjaan teknis yang
sesungguhnya bisa dikerjakan oleh bawahannya.
Seharusnya sang direktur memiliki kompetensi untuk menciptakan lagu yang
bisa menyentuh seluruh karyawan untuk menyanyikannya secara bersama-sama,
dengan demikian maka kompetensi strategis seorang direktur akan tampak tanpa
berteriak. Jadi selain bisa menciptakan lagu yang kira-kira bisa disukai karyawan
kemudian mampu mengajarkannya kepada seluruh karyawan. Seorang direktur juga
sebaiknya mampu meyakinkan seluruh karyawan bahwa lagu ini sangat panting bagi
kehidupan organisasi. Sesungguhnya kesulitan terbesar adalah bagaimana
mengetahui secara intuitif jenis lagu apa yang disukai oleh semua pihak. Kesulitan
kedua adalah bagaimana membelajarkan karyawan untuk bersedia menyanyikan
lagu yang telah diciptakan. Kesulitan ketiga adalah bagaimana lagu ini bisa
berkumandang pada setiap gerak karyawan dalam melaksanakan tugasnya secara
sukarela. Jika lagu yang diciptakan disukai dan dinyanyikan oleh seluruh karyawan
maka artinya Inspirasi telah muncul. Biarkan karyawan melakukan improvisasi selama
masih ada dalam koridor notasi yang telah ditentukan. Yang lebih baik lagi adalah
minimal setiap kepala unit mampu menciptakan lagu yang berdasar kepada lagu yang kita
ciptakan dan terjadi energizer, saling menguatkan yang secara utuh akan menguatkan
daya saing organisasi. Ungkapan ini menyampaikan bahwa kebijakan, sistem dan

4
prosedur dikemas menjadi menyenangkan karyawan atau delighted customer, seperti
paradigma yang terbaru yaitu pelanggan ingin disenangkan bukan hanya dipuaskan,
dulu pelanggan nomor satu sekarang karyawan yang nomor satu, dulu pelanggan
selalu benar sekarang pelanggan bisa memukul kita, maka siapapun akan menjadi
senang karenanya dan akhirnya sudah bisa dipastikan bahwa kinerja akan meningkat
dengan pesat. Sayangnya masih banyak kebijakan, sistem dan prosedur dibuat secara
top down dan menjadi sia-sia karena tidak dimanfaatkan. Karena itu salah satu
kompetensi direktur adalah bagaimana mampu membelajarkan semua pihak untuk
berubah menuju tujuan bersama yang diinginkan bersama.

* Humas dan Diklat RSUD Ratu Zalecha Martapura

Anda mungkin juga menyukai