Institut Teknologi Bandung (ITB) adalah sebuah perguruan tinggi yang berkedudukan
di Kota Bandung. Nama ITB diresmikan pada tanggal 2 Maret 1959[1]. Sejak tanggal 14 Oktober
2013 ITB menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) yang memiliki otonomi
pengelolaan dalam akademik dan non-akademik sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Nomor
65 Tahun 2013 tentang STATUTA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG. ITB telah memiliki tujuh
program studi yang terakreditasi secara internasional dari ABET yang merupakan salah satu
lembaga akreditasi independen Amerika Serikat, satu program studi yang terakreditasi secara
internasional dari Royal Society of Chemistry RSC yang merupakan lembaga akreditasi Inggris
Kampus utama ITB saat ini merupakan lokasi dari sekolah tinggi teknik pertama
di Indonesia[10] sekaligus lembaga pendidikan tinggi pertama di Hindia-Belanda[11]. Walaupun
masing-masing institusi pendidikan tinggi yang mengawali ITB memiliki karakteristik dan misi
masing-masing, semuanya memberikan pengaruh dalam perkembangan yang menuju pada
pendirian ITB.
Asrama mahasiswa, perumahan dosen, dan kantor pusat administrasi tidak terletak di
kampus utama namun masih dalam jangkauan yang mudah untuk ditempuh. Fasilitas yang tersedia
di kampus di antaranya toko buku, kantor pos, kantin, bank, dan klinik.
Selain ruangan kuliah, laboratorium, bengkel dan studio, ITB memiliki sebuah galeri seni
yaitu Galeri Soemardja, fasilitas olah raga, dan sebuah Campus Center. Di dekat kampus juga
terdapat Masjid Salman untuk beribadah dan aktivitas keagamaan umat Islam di ITB. Untuk
mendukung pelaksanaan aktivitas akademik dan riset, terdapat fasilitas-fasilitas pendukung
akademik, di antaranya Perpustakaan Pusat (dengan koleksi sekira 150.000 buku dan 1000 judul
jurnal), Sarana Olah Raga, Sasana Budaya Ganesha, Pusat Bahasa, pusat layanan komputer
(ComLabs). ITB juga memiliki Observatorium Bosscha (salah satu fasilitas dari Kelompok
Keahlian Astronomi FMIPA), terletak 11 kilometer di sebelah utara Bandung.
Rektor ITB saat ini adalah Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA, untuk masa jabatan 2015-2020.[12]
Kampus ITB merupakan tempat di mana presiden Indonesia pertama,Soekarno, meraih
gelar insinyurnya dalam bidang Teknik Sipil. Lama studi untuk menjadi insinyur adalah empat tahun.
Sampai dengan ditutupnya pada tahun 1942, THS memiliki empat bagian (afdeeling) yaitu Sipil
(1920), Kimia (1940), Mesin (1941) dan Listrik (1941); namun tiga bagian terakhir belum sempat
meluluskan seorang insinyur.
Seleksi penerimaan mahasiswa ITB dilakukan secara ekslusif melalui seleksi secara nasional.
Dalam sejarahnya, ITB adalah universitas yang paling selektif bukan saja di dalam negeri tapi juga
di dunia.[8] Di tahun 2000, survei Asiaweek mencatat bahwa untuk seleksi penerimaan mahasiswa
ITB menduduki ranking pertama di Asia.[9] Di tahun 2008, tingkat penerimaan agregat (aggregate
admission rate) ITB adalah 4%,[10] lebih rendah (lebih selektif) daripada Harvard di tahun yang sama,
yakni 9%.[12]
Di tahun 2013, tergantung Falkutas yang bersangkutan, tingkat penerimaan di ITB berkisar antara
3.5-6.3%,[17] setara dengan Stanford (5.7%) dan Harvard (5.8%) dan lebih selektif dari Yale (6.9%),
Princeton (7.4%), dan MIT (8.3%).[18]
Di tataran nasional, menurut tingkat keketatan masuk SNMPTN bidang IPA tahun 2009, ITB
merupakan perguruan tinggi dengan tingkat kesulitan tertinggi dari 422.159 peserta ujian. Sebagai
gambaran untuk tahun 2007 nilai rata-rata ujian seleksi masuk yang diterima di ITB adalah 808,82;
disusul berikutnya UI (762,85), Unair (723,01), ITS (719,70), UGM (673,52).[19]
Tahun 2008 ITB (826,01), UGM (774,09), Unair (742,60), UI (732,20), ITS (709,86).[19]
Tahun 2009 ITB (92,54), UGM (88,88), UI (87,11), ITS (83,55), Unair (83,36).[19]
Sedangkan pada tahun 2012, ITB memperoleh nilai rata-rata tertinggi yaitu 788,34;
disusulUI (735,94), UGM (677,63), ITS (675,53), dan Unair di urutan ke lima.