Isu kependudukan seringkali dikaitkan dengan pembangunan ekonomi suatu negara. Beberapa ahli memiliki berbagai sudut pandang yang berbeda mengenai hal ini. Dari teori-teori kependudukan yang dikembangkan oleh berbagai ahli, lahirlah berbagai kebijakan kependudukan yang diterapkan di berbagai negara. Berdasarkan aliran pemikiran yang dianut, para ahli dikelompokkan ke dalam 4 kelompok, yaitu: Malthusian, Neo-Malthusian, Marxist, serta Teknologi yang Optimis. Teori Malthusian dan Neo-Malthusian berawal dari hipotesis yang dituangkan dalam Essay on Principle of Population bahwa jumlah penduduk akan meningkat mengikuti pola deret geometri, sedangkan ketersediaan pangan meningkat mengikuti pola deret ukur (Malthus, 1798). Artinya, apabila tidak dilakukan pembatasan, penduduk akan berkembang biak dengan sangat cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi (Weeks, 1992). Malthus juga berpendapat bahwa terdapat 2 cara dalam mengendalikan jumlah penduduk, yaitu dengan preventive checks (lewat penekanan kelahiran) dan positive checks (lewat proses kematian). Lebih spesifik lagi, Malthus berpendapat bahwa preventive checks hanya dapat dilakukan dengan moral restraints, salah satunya dengan cara menunda usia perkawinan. Pendapat tersebut menjadi titik perbedaan antara Malthusian dan Neo-Malthusian, dimana menurut pemikiran Neo-Malthusian mengurangi jumlah penduduk tidak cukup dengan moral restraints saja, dibutuhkan semua cara preventive checks (Ehlrich, Weeks, 1992). Kebijakan kependudukan yang telah diterapkan di Indonesia adalah kebijakan pengendalian jumlah penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB). Program KB telah menjadi salah satu kebijakan kependudukan yang sangat penting di Indonesia serta terbukti berhasil mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk. Melalui program yang dilaksanakan sejak awal 1970-an ini, angka fertilitas perempuan Indonesia menurun cukup drastis. Dampak penurunan fertilitas ini terlihat sangat signifikan, tidak saja secara langsung dalam menghambat laju pertumbuhan penduduk tetapi juga ada kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan keluarga peserta KB itu sendiri. Pada masa itu budaya yang diciptakan adalah mewujudkan keluarga kecil yag berbahagia. Jumlah anak dalam 1 rumah tangga dianjurkan sedikit, hal ini dicapai dengan berbagai persuasi dan sosialisasi alat kontrasepsi. Dalam pelaksanaan program, dapat dikatakan bahwa penundaan usia perkawinan yang disosialisasikan oleh BKKBN merupakan salah satu bentuk moral restraints yang disebutkan pada teori Malthusian, dan penggunaan alat kontraspesi merupakan salah satu bentuk dari preventive checks yang dimaksud pada pemikiran Neo-Malthusian. Di sisi lain, dalam teori Malthus yang berkembang menjadi Neo-malthusian, salah satu alasan pembatasan pertumbuhan penduduk adalah didasari oleh kekhawatiran akan keterbatasan bahan pangan, tidak terbukti secara sains. Hal ini dijelaskan oleh pemikiran Marxist dan Teknologi yang Optimis. Menurut Marx, semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi jumlah produk yang dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu dilakukan pembatasan penduduk. Karl Marx adalah orang menentang teori Malthus, prinsip yang terbangun dalam pemikiran Marx adalah tidak ada aturan yang bersifat umum untuk kependudukan (Population Laws). Teori Marxist menitikberatkan pada ketersediaaan lapangan kerja, bukan keterbatasan pangan. Teori Marxist juga dapat digambarkan oleh kondisi saat Indonesia swasembada beras pada tahun 1948, dimana saat itu Indonesia mampu menyediakan lapangan kerja serta bahan pangan yang mencukupi secara bersamaan. Selain itu, seiring dengan berkembangnya pengetahuan akan teknologi, kekhawatiran akan bahan pangan tidak terbukti, namun jumlah penduduk memang harus tetap dikendalikan. Teknologi yang diciptakan dapat mempermudah manusia dalam meningkatkan produksi bahan pangan. Saat orde baru, kebijakan kependudukan lebih fokus terhadap pengendalian kuantitas penduduk. Keberhasilan KB membuktikan bahwa jumlah penduduk dapat dikendalikan oleh manusia. Arah kebijakan kependudukan saat ini disesuaikan dengan GBHN bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial adalah sebagai berikut: "meningkatkan kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran, memperkecil angka kematian dan peningkatan kualitas program keluarga berencana". Kebijakan kependudukan di Indonesia fokus dalam menciptakan keluarga kecil yang berkualitas. Hal tersebut dicapai melalui program pengendalian kuantitas penduduk melalui program KB, serta meningkatkan
Ummu Salamah/1206206682 kualitas penduduk yang dapat dilihat dari program-program kesehatan gratis serta wajib belajar 12 tahun.