Anda di halaman 1dari 146

LAMPUNG

SAN
GBUMI RUWAJURAI

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG


NOMOR 1 TAHUN 2010
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2009 SAMPAI DENGAN TAHUN 2029
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR LAMPUNG,

Menimbang :

a. bahwa posisi geografis Provinsi Lampung yang strategis


terletak di ujung Pulau Sumatera bagian Selatan adalah modal
alamiah dan milik bersama masyarakat Provinsi Lampung
harus dikelola dan dimanfaatkan secara serasi, selaras,
seimbang, berdaya guna, berhasil guna, dan berkelanjutan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan keadilan bagi
seluruh masyarakat Provinsi Lampung;
b. bahwa peningkatan kesejahteraan dan perwujudan keadilan
bagi seluruh masyarakat Provinsi Lampung melalui
pembangunan dengan memanfaatkan segenap sumber daya
alam yang tersedia, baik hayati maupun non hayati yang
terdapat di dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang air di
atas wilayah administrasi Provinsi Lampung untuk
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat Indonesia dengan tetap memperhatikan
daya dukung, daya tampung dan kelestarian lingkungan hidup;
c. bahwa dalam rangka mengarahkan strategi dan kebijakan
pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Lampung secara serasi,
selaras, seimbang, berdayaguna, berhasil guna, berbudaya,
berkelanjutan dan memperhatikan daya dukung dan daya
tampung lingkungan, telah ditetapkan Peraturan Daerah
Provinsi Lampung Nomor 5 Tahun 2001 tentang Penataan
Ruang Wilayah Provinsi Lampung sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 13 Tahun
2007;
d. bahwa mengingat Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
pada huruf c tersebut di atas sudah tidak sesuai lagi dengan
tantangan, situasi dan kondisi pembangunan, perkembangan

keadaan serta peraturan perundang-undangan yang berlaku saat


ini, maka dalam rangka mengkoordinasikan kebutuhan ruang
dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut,
dipandang perlu untuk meninjau kembali Peraturan Daerah
dimaksud;
e. bahwa pembangunan di Provinsi Lampung yang semakin pesat
masih
menyisakan
permasalahan
kesenjangan
dan
ketidakmerataan pembangunan antar wilayah dibutuhkan
penyesuaian penataan ruang wilayah Provinsi Lampung dengan
memperhatikan perubahan kebijakan, faktor internal dan
eksternal melalui penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Lampung tahun 2009 sampai dengan tahun 2029;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e, dipandang perlu
menetapkan rencana tata ruang wilayah Provinsi Lampung
tahun 2009 sampai dengan tahun 2029 dengan Peraturan
Daerah.
Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar


Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2013);
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat I Lampung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1964 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2688);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3274);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3469);
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3470);
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3478);

8. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan


Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3647);
9. Undang-Undang Nomor
36
Tahun
1999
tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3881);
10. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2004 tentang penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 87, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4413);
11. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4152);
12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4169);
13. Undang-Undang Nomor
20
Tahun
2002
tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4226);
14. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
15. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4377);
16. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4411);

18. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem


Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
19. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
20. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438);
21. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4444);
22. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4722);
23. Undang-Undang Nomor
24
Tahun
2007
tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4723);
24. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4724);
25. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
26. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
27. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4746);

28. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4849);
29. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4851);
30. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4925);
31. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4956);
32. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4959);
33. Undang-Undang Nomor
10
Tahun
2009
tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4966);
34. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5025);
35. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
36. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5066);
37. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaga Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
38. Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5073);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata


Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3225);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3445);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara
Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3660);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3838);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4145);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan
Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4242);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4385 );
47. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4452);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Nasional Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5056) sebagaimana telah
beberapakali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2009;

49. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman


Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593);
50. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609)
sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4624);
52. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta
Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
53. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
54. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang
Konservasi Sumberdaya Ikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia TAhun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4779);
55. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
56. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan
Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4987);
57. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;

58. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang


Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan
Tata Ruang di Daerah;
59. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2007
tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik danLingkungan,
Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana
Tata Ruang;
60. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007
tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya;
61. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun
2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil;
62. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008
tentang Tata Cara Evaluasi Raperda tentang Tata Cara Evaluasi
Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
Ruang Daerah;
63. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009
tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
64. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 3 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
(Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2006 Nomor 24
Seri C Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Lampung Nomor 307);
65. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 6 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Provinsi Lampung Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah
Tahun 2007 Nomor 6 seri E Nomor 2, Tambahan Lembaran
Daerah Nomor 314).

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI LAMPUNG
dan
GUBERNUR LAMPUNG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH (RTRW) PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2009
SAMPAI DENGAN TAHUN 2029.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.
Provinsi adalah Provinsi Lampung.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.

10.
11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

Pemerintah Daerah adalah Gubernur beserta Perangkat Daerah


sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Gubernur adalah Gubernur Lampung.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi Lampung.
Kabupaten/Kota, adalah Daerah Otonom dalam Provinsi
Lampung yang dipimpin oleh Bupati/ Walikota.
Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Provinsi Lampung.
Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi Lampung.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya
disebut RTRWP adalah rencana struktur tata ruang provinsi
yang mengatur struktur dan pola tata ruang wilayah provinsi.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hirarkis memiliki hubungan fungsional.
Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang.
Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang
meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan
penataan ruang.
Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan
penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pengawasan
Penataan
Ruang
adalah
upaya
agar
penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.
Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk
menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi
penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

19.

20.
21.
22.

23.
24.

25.

26.

27.

28.

29.

30.

31.

Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur


ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk
mewujudkan tertib tata ruang.
Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional.
Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung
atau budi daya.
Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai
sejarah dan budaya bangsa guna kepentingan pembangunan
yang berkelanjutan.
Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan
potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber
daya buatan.
Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau
ditetapkan
oleh
pemerintah
untuk
dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki
sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada
kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata
air, pencegah banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan
tanah.
Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan.
Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda,
daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Daya Dukung Lingkungan adalah kemampuan lingkungan
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya.
Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang
merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan
produktivitas lingkungan hidup.

10

32.

33.

34.

35.

36.

37.

38.

39.

40.

41.

42.

Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai


kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga
merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna
sebagai sumber air.
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah
suatu wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari
curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian
mengalirkannya melalui sungai utama ke laut.
Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kanan kiri sungai,
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi sungai.
Kawasan Sekitar Waduk dan Situ adalah kawasan di sekeliling
waduk dan situ yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsinya.
Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan di sekeliling mata
air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi mata air.
Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah
area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas
tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai
fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi
sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena
kondisi alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan
ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi
dan perkembangannya berlangsung secara alami.
Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di
luar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal/lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.

11

43.

44.

45.

46.

47.

48.

49.

50.

51.

52.

Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu


atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai
sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam
tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional
dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem
agrobisnis.
Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan.
Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang
diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan
Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan
Industri.
Zona Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukan bagi
kegiatan industri dimana prasarana dan sarana penunjangnya
masih dikelola secara individual.
Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN atau
Hirarki I adalah hirarki fungsional kota sebagai pusat kegiatan
yang berpotensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan
internasional, dan mempunyai potensi mendorong daerah
sekitarnya, serta sebagai pusat pelayanan keuangan/bank/jasa,
pusat pengolahan/pengumpul barang, pusat jasa pemerintahan,
simpul transportasi serta pusat jasa-jasa kemasyarakatan yang
lain untuk nasional atau meliputi beberapa provinsi.
Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah
pusat kegiatan yang mempunyai potensi sebagai pusat jasa,
pusat pengolahan, dan simpul transportasi yang melayani
beberapa kabupaten.
Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah
pusat kegiatan yang mempunyai potensi sebagai pusat jasa,
pusat pengolahan, dan simpul transportasi yang mempunyai
pelayanan satu kabupaten atau beberapa kecamatan.
Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disebut WP adalah
wilayah yang secara geografis berada dalam satu pelayanan
pusat sekunder.
Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam
kegiatan pemanfaatan tanah atau ruang sesuai dengan
ketentuan/peraturan perUndang-Undangan.

12

53.

54.

55.

56.

57.

58.

59.

60.

61.
62.

63.

Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan


pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu
Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta
di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.
Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang
digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan,
menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta
perpindahan moda angkutan.
Jalur Kereta Api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak
jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang
milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api,
termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukkan bagi
lalu lintas kereta api.
Jaringan Jalur Kereta Api adalah seluruh jalur kereta api yang
terkait satu dengan yang lain yang menghubungkan berbagai
tempat sehingga merupakan satu sistem.
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang
menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan
dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral
atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan
pascatambang.
Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam,
yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan
kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik
dalam bentuk lepas atau padu.
Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang
terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang
lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya
terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan
sosial dan lingkungan hidup.
Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan
kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.

13

64.

65.

66.

67.
68.

69.

70.

71.

72.

73.

74.

Kawasan Peruntukan Pertambangan yang selanjutnya disebut


KPP adalah wilayah yang diperuntukkan bagi kegiatan
pertambangan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Wilayah Pertarnbangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah
wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan
tidak terikat dengan, batasan administrasi pemerintahan yang
merupakan bagian dari tata ruang nasional.
Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara,
angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan
keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan
fasilitas umum lainnya.
Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di atas
wilayah daratan dan perairan Indonesia.
Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam
melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan, kelancaran, dan
ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo
dan/atau pos, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda
serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.
Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat
pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun
penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan
intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas
pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh,
dan
berkesinambungan
yang
meliputi
pengurangan dan penanganan sampah.
Tempat Penampungan Sementara adalah tempat sebelum
sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan,
dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
Tempat Pengelolaan Akhir adalah tempat untuk memroses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi
manusia dan lingkungan.
Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan
keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.
Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran,
keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang
dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat
perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong
perekonomian
nasional
dan
daerah
dengan
tetap
memperhatikan tata ruang wilayah.

14

75.

76.
77.

78.

79.

80.

81.

82.

83.

84.
85.

Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau


perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang,
dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat
berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan
serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda
transportasi.
Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat
dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama
dengan 2.000 km (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan
Ekosistemnya.
Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama
antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan
status hukumnya.
Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang
melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi
sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis
yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam Ekosistem
pesisir.
Rencana Pengelolaan adalah rencana yang memuat susunan
kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam
rangka pengoordinasian pengambilan keputusan di antara
berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan
penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di zona
yang ditetapkan.
Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai,
minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah
darat.
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam
rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari
sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan,
pengeringan lahan atau drainase.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk
menunjang pertanian.
Jaringan Irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan
satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai
dari penye diaan, pengambilan, pembagian, pemberian, dan
penggunaannya.

15

86.

87.

88.

Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang


termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau
pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya
disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk
untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Lampung dan
mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur
dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN
RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 2
Tujuan penataan ruang wilayah Provinsi adalah Terwujudnya
Keterpaduan Penataan Ruang Provinsi Lampung untuk
Mendukung Pembangunan yang Berkelanjutan dan Berdaya
Saing.
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi
Pasal 3
Untuk mencapai tujuan penataan ruang wilayah Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan dengan strategi
dan kebijakan yang meliputi:
a. meningkatkan aksesibilitas dan pemerataan pelayanan sosial
ekonomi dan budaya keseluruh wilayah provinsi, melalui:
1. pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan kualitas
jaringan transportasi ke seluruh bagian wilayah provinsi;
2. pengembangan pembangkit tenaga listrik dan memanfaatkan
sumber energi baru dan terbarukan yang tersedia serta
memperluas jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik;
3. penyediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang meliputi
sektor-sektor kesehatan, pendidikan, air bersih, pasar,
olahraga, pemerintahan, dan sektor-sektor lain sesuai
kebutuhan masyarakat;
4. pelestarian situs warisan budaya bangsa;
5. percepatan peningkatan infrastruktur yang membuka
keterisoliran wilayah perdesaan, terutama perdesaanperdesaan yang memiliki potensi unggulan provinsi;

16

6. peningkatan aksesibilitas antara Desa Pusat Pertumbuhan


dengan wilayah perkotaan untuk meningkatkan kapasitas
pemasaran produksi hasil pertanian.
b. memelihara dan mewujudkan kelestarian lingkungan hidup, serta
mengurangi resiko bencana alam, melalui:
1. penetapan luasan hutan di Provinsi paling sedikit 30%;
2. pengembalian dan peningkatan fungsi kawasan lindung yang
telah menurun kualitasnya;
3. pencegahan perusakan lingkungan hidup lebih lanjut melalui
penerapan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang secara
sistematis;
4. pengoptimalan pemanfaatan sumber daya alam untuk
menjaga kelestarian lingkungan hidup serta mengurangi
resiko bencana;
5. pengembalian fungsi hutan lindung pada kawasan HPTS
(Hutan Produksi Terbatas Sementara) yang pada masa
berlakunya RTRWP ini, masa berlaku izin HPH nya berakhir
atau apabila pengelolaannya melanggar ketentuan yang ada;
6. pelaksanaan rehabilitasi hutan dan tanah kritis, melakukan
reboisasi, mengkonservasi tanah dan lahan kritis lainnya,
guna memelihara daya dukung sumber daya alam dan
menjaga kelestarian hutan;
7. pengkonservasian dan proteksi kawasan hutan lindung, hutan
kota dan hutan mangrove di sekitar pantai sebagai fungsi
lindung dan pertahanan terhadap bencana tsunami;
8. pengembangan dan penambahan kawasan sabuk hijau sebagai
fungsi pertahanan terhadap bencana dan konservasi alam;
9. pemanfaatan bukit-bukit yang ada di perkotaan/perdesaan
sebagai ruang publik untuk perlidungan/pelarian dari bahaya
tsunami dan banjir;
10. pengembangan bangunan-bangunan fisik di perkotaan/
perdesaan di pinggir pantai yang dapat meminimalkan
dampak terjadinya tsunami;
11. penerapan sistem peringatan dini.
c. mengoptimalkan pemanfaatan ruang kawasan budidaya sesuai
dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, melalui:
1. pembatasan konversi lahan pertanian irigasi teknis untuk
kegiatan budidaya lainnya;
2. pengoptimalan pemanfaatan lahan-lahan tidur untuk kegiatan
produktif;
3. pengembangan kawasan budidaya pertanian sesuai dengan
kemampuan dan kesesuaian lahannya;
4. pengoptimalan pemanfaatan kawasan budidaya pesisir dan
pulau-pulau kecil untuk meningkatkan daya saing dan
perekonomian masyarakat;

17

5. pengembangan keterkaitan perkotaan dengan perdesaan


melalui pengembangan Desa-desa pusat pertumbuhan (DPP)
dan Konsep Pengembangan Agropolitan yang akan berfungsi
sebagai pusat pemasaran produk pertanian, pusat
pengembangan teknologi dan informasi di bidang pertanian.
d. meningkatkan produktifitas sektor-sektor unggulan sesuai dengan
daya dukung lahan, melalui:
1. perluasan jaringan irigasi dan mempertahankan pertanian
irigasi teknis;
2. diversifikasi komoditi pertanian untuk mendukung
pengembangan sektor sekunder;
3. peningkatan produktivitas subsektor peternakan;
4. peningkatan produktivitas subsektor perikanan;
5. pengembangan kawasan agropolitan untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat;
6. pengembangan kegiatan pertanian, yang meliputi upaya
ekstensifikasi, intensifikasi, diversifikasi horisontal dan
vertical serta menerapkan teknologi tepat guna yang akan
berujung pada peningkatan produksi dan peningkatan
pendapatan;
7. Penetapan Lahan Pertanian pangan berkelanjutan.
e. membuka peluang investasi dalam rangka meningkatkan
perekonomian wilayah, melalui:
1. fasilitasi kemudahan mekanisme perizinan dan birokrasi
iklim usaha;
2. penyediaan informasi, sarana dan prasarana penunjang
investasi;
3. penyempurnaan struktur organisasi pemerintahan desa dan
lembaga sosial ekonomi lainnya;
4. peningkatan akses masyarakat ke sumber pembiayaan;
5. pengembangan kawasan-kawasan sebagai berikut:
a) Kawasan Niaga Terpadu di Lampung Tengah;
b) Kawasan Terpadu Mandiri (KTM) di Mesuji dan Way
Kanan;
c) Kawasan Industri Lampung (KAIL) di Lampung Selatan;
d) Kawasan-kawasan potensial lainnya sebagai pusat
pertumbuhan.
6. Kebijakan pemerintah daerah untuk menggiring industri
berlokasi di kawasan industri.
f. mengentaskan kemiskinan di kawasan tertinggal, melalui:
1. pemanfaatan sumberdaya alam sektor potensial secara
optimal dan berkelanjutan;
2. peningkatan aksesibilitas dan pembukaan kawasan tertinggal
ke pusat pertumbuhan;

18

3. pengembangan sarana dan prasarana produksi untuk


menunjang kegiatan ekonomi;
4. pengembangan kawasan perdesaan dengan pasar, fasilitas dan
teknologi informasi serta pemodalan terutama untuk kawasankawasan perdesaan yang tertinggal dan terpencil.
g. mendukung fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan,
melalui pengintegrasian kawasan fungsi khusus pertahanan dan
keamanan dengan kawasan sekitarnya, yaitu di Pesawaran,
Tulang Bawang, dan Bandar Lampung ke dalam kawasan
strategis provinsi.
BAB III
FUNGSI DAN KEDUDUKAN
Pasal 4
(1) RTRWP berfungsi sebagai:
a. arahan penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional,
Provinsi dan Kabupaten/Kota serta sebagai acuan kebijakan
pembangunan daerah;
b. pedoman dan dasar pertimbangan dalam penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi.
(2) RTRW berkedudukan sebagai:
a. dasar pertimbangan dalam penyusunan tata ruang nasional;
b. penyelaras bagi kebijakan penataan ruang Kabupaten/Kota
di wilayah Provinsi Lampung;
c. pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian ruang di Kabupaten/Kota se
Provinsi Lampung;
d. dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan ruang
provinsi lain yang berbatasan dan kebijakan pemanfaatan
ruang Provinsi, lintas Kabupaten/Kota, dan lintas ekosistem.
BAB IV
LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN, SUBSTANSI, DAN
JANGKA WAKTU RTRWP
Pasal 5
(1) Lingkup Wilayah Perencanaan mencakup seluruh ruang Provinsi
dengan batas yang ditentukan berdasarkan aspek administratif
yang meliputi ruang daratan, ruang laut, dan ruang udara
sebagaimana tergambar dalam peta pada Lampiran I Peraturan
Daerah ini.
(2) Batas administratif lingkup wilayah RTRWP, meliputi:
a. sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan
dan Bengkulu;
b. sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda;

19

c. sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa;


d. sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
(3) Lingkup wilayah RTRWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. Kabupaten Tulang Bawang;
b. Kabupaten Lampung Barat;
c. Kabupaten Lampung Tengah;
d. Kabupaten Lampung Timur;
e. Kabupaten Way Kanan;
f. Kabupaten Tanggamus;
g. Kabupaten Lampung Selatan;
h. Kabupaten Lampung Utara
i. Kabupaten Pesawaran;
j. Kabupaten Pringsewu;
k. Kabupaten Mesuji;
l. Kabupaten Tulang Bawang Barat;
m. Kota Bandar Lampung;
n. Kota Metro.
Pasal 6
Substansi muatan RTRWP yang diatur dalam Peraturan Daerah ini
mencakup:
a. tujuan;
b. kebijakan dan strategi penataan ruang;
c. rencana struktur ruang;
d. rencana pola ruang;
e. penetapan kawasan strategis;
f. arahan pemanfaatan ruang;
g. arahan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 7
(1) Jangka waktu RTRWP adalah 20 (duapuluh) tahun dan dapat
ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan
dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas
teritorial wilayah provinsi yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan, RTRWP dapat ditinjau kembali lebih dari
1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan Nasional dan
strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang Provinsi
dan/atau dinamika internal Provinsi.

20

BAB V
RENCANA STRUKTUR RUANG
Bagian Kesatu
Rencana Umum
Pasal 8
(1) Rencana struktur ruang wilayah meliputi:
a. rencana distribusi penduduk;
b. rencana pusat kegiatan;
c. rencana jaringan transportasi;
d. rencana sistem jaringan energi dan kelistrikan;
e. rencana sistem jaringan telekomunikasi;
f. rencana sistem jaringan sumber daya air;
(2) Rencana struktur ruang wilayah Provinsi yang digambarkan
dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 250.000 sebagaimana
tergambar dalam peta pada Lampiran II yang merupakan satu
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Bagian Kedua
Rencana Distribusi Penduduk
Pasal 9
(1) Rencana distribusi penduduk dilakukan, melalui :
a. pengidentifikasian kawasan lindung dan budidaya eksisting;
b. pengidentifikasian daya dukung terhadap kawasan terbangun;
c. pengidentifikasian jumlah penduduk optimal dan perwujudan
distribusi penduduk sesuai dengan daya tampung kabupaten
dan kota di Provinsi Lampung.
(2) Pengidentifikasian kawasan lindung dan budidaya eksisting
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, melalui:
a. penetapan kawasan lindung
Provinsi Lampung seluas
7.796,45 Km;
b. penetapan hutan produksi seluas 2.250,90 Km;
c. penetapan keberadaan kawasan pertanian sawah dan kebun
seluas 12.621,86 Km untuk kepentingan ketahanan pangan
dengan cara mengatur larangan dilakukan konversi lahan
menjadi lahan terbangun;
d. penetapan kawasan perikanan seluas 578,86 Km dengan cara
mengatur larangan dilakukan konversi lahan menjadi lahan
terbangun;
e. Penetapan Kawasan Industri Lampung seluas 350 Ha di
Kabupaten Lampung Selatan.
(3) Pengidentifikasian daya dukung terhadap kawasan terbangun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, melalui:
a. pengoptimalan daya dukung Kota Bandar Lampung dan
Metro yang memiliki luas 254 Km untuk dikembangkan
sebagai kawasan terbangun;

21

b. mengarahkan sisa potensi lahan terbangun seluas 21.786,28

Km untuk pengembangan di kabupaten dengan kegiatan


utama pertanian dan perkebunan.
(4) Pengidentifikasian jumlah penduduk optimal dan perwujudan
distribusi penduduk sesuai dengan daya tampung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, melalui:
a. mengunakan pendekatan kepadatan penduduk perkotaan dan
pendekatan kebutuhan lahan di kabupaten;
b. pendistribusian penduduk secara proporsional dengan
mempertimbangkan proporsi jumlah penduduk eksisting di
masing-masing kabupaten dan kota.

Bagian Ketiga
Sistem Perkotaan Provinsi Lampung
Paragraf 1
Umum
Pasal 10
Pengembangan Sistem Perkotaan Provinsi Lampung sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III Peraturan Daerah ini, terdiri dari:
a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN);
b. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW);
c. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp);
d. Pusat Kegiatan Lokal.
Paragraf 2
Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
Pasal 11
(1) PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a ditujukan
untuk melayani wilayah Provinsi dan atau wilayah sekitarnya di
Sumatera Bagian Selatan, Nasional, maupun Internasional.
(2) PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang
menuju kawasan internasional;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
pusat pemerintahan provinsi dan jasa skala nasional atau
melayani beberapa provinsi; dan
c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul utama transportasi skala nasional atau melayani
beberapa provinsi.
(3) PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di Kota
Bandar Lampung yang memiliki fungsi utama sebagai:
a. pusat pemerintahan provinsi;

22

b.
c.
d.
e.

pusat perdagangan dan jasa regional;


pusat distribusi dan koleksi;
pusat pendukung jasa pariwisata;
pusat pendidikan tinggi.

Paragraf 3
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Pasal 12
(1) PKW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b ditujukan
untuk melayani satu atau lebih Kabupaten/Kota yang akan
dikembangkan dengan intensitas yang lebih tinggi untuk
memacu pertumbuhan perekonomian di wilayah sekitarnya.
(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul kedua kegiatan ekspor-impor untuk mendukung PKN;
b. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
pusat pemerintahan Kabupaten/Kota, pusat kegiatan industri
dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa
kabupaten; dan
c. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau
beberapa kabupaten.
(3) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di kotakota sebagai berikut:
a. Metro;
b. Kotabumi;
c. Liwa;
d. Kalianda;
e. Menggala;
f. Kota Agung.
(4) Penetapan PKW di Kota Metro sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a berfungsi sebagai:
a. pusat pemerintahan kota;
b. pusat perdagangan dan jasa;
c. pusat pendidikan khusus.
(5) Penetapan PKW di Kota Kotabumi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf b berfungsi sebagai:
a. pusat pemerintahan kabupaten;
b. pusat perdagangan dan jasa.
(6) Penetapan PKW di Kota Liwa sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf c berfungsi sebagai:
a. pusat pemerintahan kabupaten;
b. pusat perdagangan dan jasa.
c. daerah konservasi.

23

(7) Penetapan PKW di Kota Kalianda sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) huruf d berfungsi sebagai:
a. pusat pemerintahan kabupaten;
b. pusat jasa pendukung pariwisata;
c. pusat perdagangan dan jasa.
(8) Penetapan PKW di Kota Menggala sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf e berfungsi sebagai :
a. pusat pemerintahan kabupaten;
b. perdagangan dan jasa;
c. pusat koleksi dan distribusi;
d. pusat kegiatan usaha dan produksi.
(9) Penetapan PKW di Kota Agung sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf f berfungsi sebagai :
a. pusat pemerintahan kabupaten;
b. pusat perdagangan dan jasa;
c. pusat perikanan;
d. pusat industri.

(1)

(2)

(3)

Paragraf 4
Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp)
Pasal 13
PKWp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c
ditujukan sebagai pusat kegiatan lokal yang di promosikan atau
di rekomendasikan oleh provinsi dalam 5 (lima) tahun kedepan
akan menjadi PKW.
PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
kriteria:
a. kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pusat
pemerintahan kabupaten dan pusat kegiatan jasa yang
melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten;
b. kawasan yang memiliki peran strategis dalam
pengembangan provinsi;
c. kawasan yang dalam lima tahun kedepan berpotensi
menjadi PKW; dan
d. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
pusat kegiatan industri dan jasa serta simpul transportasi
yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.
PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di
lokasi-lokasi sebagai berikut:
a. Sukadana;
b. Blambangan Umpu;
c. Pringsewu;
d. Gedong Tataan;
e. Bakauheni;

24

f.

Terbanggi Besar - Bandar Jaya - Gunung Sugih


(Terbagus);
g. Mesuji;
h. Panaragan.
(4) Penetapan PKWp di lokasi Sukadana sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a ditujukan untuk kegiatan utama sebagai
berikut :
a. pusat pemerintahan kabupaten;
b. pusat perdagangan dan jasa.
(5) Penetapan PKWp di lokasi Blambangan Umpu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b ditujukan untuk kegiatan
utama sebagai berikut :
a. pusat pemerintahan kabupaten;
b. pusat perdagangan;
c. pertanian.
(6) Penetapan PKWp di lokasi Pringsewu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c ditujukan untuk kegiatan utama sebagai
berikut :
a. pusat pemerintahan kabupaten;
b. pusat perdagangan.
(7) Penetapan PKWp di lokasi Gedong Tataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d ditujukan untuk kegiatan
utama sebagai berikut :
a. pusat pemerintahan kabupaten;
b. pusat perdagangan dan jasa.
(8) Penetapan PKWp di lokasi Bakauheni sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf e ditujukan untuk kegiatan utama sebagai
berikut :
a. pusat koleksi dan distribusi;
b. pariwisata.
(9) Penetapan PKWp di lokasi Terbanggi Besar - Bandar Jaya Gunung Sugih (Terbagus) sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf f ditujukan untuk kegiatan utama sebagai berikut :
a. pusat pemerintahan kabupaten;
b. pusat pendidikan unggulan terpadu;
c. perdagangan dan jasa;
d. pusat koleksi dan distribusi.
(10) Penetapan PKWp di lokasi Mesuji sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf g ditujukan untuk kegiatan utama sebagai
berikut :
a. pusat pemerintahan kabupaten;
b. perikanan dan industrinya;
c. perdagangan dan jasa;

25

d. perkebunan;
e. industri pengolahan.
(11) Penetapan PKWp di lokasi Panaragan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf h ditujukan untuk kegiatan utama sebagai
berikut :
a. pusat pemerintahan kabupaten;
b. perdagangan dan jasa.

Paragraf 5
Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
Pasal 14
(1) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d ditujukan
sebagai kota-kota yang mandiri dengan tujuan untuk melayani
satu atau lebih kecamatan dan diarahkan sebagai:
a. kawasan perkotaan yang memiliki fungsi sebagai pusat
permukiman penduduk, kegiatan ekonomi, kegiatan sosial,
kegiatan pelayanan pemerintahan, kegiatan transportasi yang
melayani satu kabupaten/kota atau lebih, dan pelayanan
prasarana lainnya;
b. Simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau
beberapa kecamatan yang meliputi kawasan pelabuhan lokal,
kawasan bandar udara bukan pusat penyebaran, kawasan
stasiun skala kecil, dan kawasan terminal tipe C dan
sekitarnya;
c. kawasan perkotaan yang diusulkan oleh Kabupaten sebagai
Pusat Kegiatan Lokal dalam sistem nasional.
(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di lokasilokasi sebagai berikut:
a. Tanjung Bintang;
b. Sidomulyo;
c. Unit II Banjar Agung;
d. Seputih Banyak;
e. Kalirejo;
f. Way Jepara;
g. Fajar Bulan;
h. Labuhan Maringgai;
i. Krui;
j. Bukit Kemuning;
k. Wiralaga;
l. Wonosobo.
(3) Penetapan PKL di lokasi Tanjung Bintang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a ditujukan untuk kegiatan utama
sebagai berikut :

26

a. pusat industri;
b. pusat perdagangan dan jasa;
c. koleksi pertanian dan perkebunan.
(4) Penetapan PKL di lokasi Sidomulyo sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b ditujukan untuk kegiatan utama sebagai
berikut :
a. pertanian;
b. perdagangan dan jasa.
(5) Penetapan PKL di lokasi Unit II Banjar Agung sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c ditujukan untuk kegiatan utama
sebagai berikut :
a. pusat perdagangan dan jasa;
b. pusat koleksi dan distribusi pertanian dan perkebunan.
(6) Penetapan PKL di Kabupaten Seputih Banyak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d berfungsi sebagai pusat
pengolahan hasil pertanian.
(7) Penetapan PKL di lokasi Kalirejo sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf e
ditujukan untuk kegiatan utama sebagai
berikut:
a. pusat pengembangan perdagangan dan jasa pendukung
kegiatan pertanian;
b. pusat pengembangan industri kecil dan menengah;
c. pusat pengembangan produksi perikanan air tawar.
(8) Penetapan PKL di lokasi Way Jepara dan Fajar Bulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dan g ditujukan
untuk kegiatan utama sebagai berikut :
a. pusat pengembangan perdagangan dan jasa pendukung
kegiatan pertanian;
b. pusat koleksi dan distribusi hasil pertanian holtikultura.
(9) Penetapan PKL di lokasi Labuhan Maringgai sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf h ditujukan untuk kegiatan utama
sebagai berikut :
a. pusat perikanan;
b. pusat perdagangan dan jasa;
c. pusat pengembangan perdagangan dan jasa pendukung
kegiatan pertanian.
(10) Penetapan PKL di lokasi Krui sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf i ditujukan untuk kegiatan utama sebagai berikut:
a. pusat perikanan laut;
b. pusat pertanian lahan kering dan basah;
c. pusat perdagangan dan jasa;
d. pusat pariwisata.

27

(11) Penetapan PKL di lokasi


Bukit Kemuning sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf j ditujukan untuk kegiatan utama
sebagai berikut:
a. perdagangan;
b. pengolahan hasil pertanian.
(12) Penetapan PKL di lokasi Wiralaga sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf k ditujukan untuk kegiatan utama sebagai berikut:
a. industri;
b. perikanan;
c. perkebunan.
(13) Penetapan PKL di lokasi Wonosobo sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf l ditujukan untuk kegiatan utama sebagai
pusat pengembangan perdagangan dan jasa pendukung kegiatan
perikanan laut.
Paragraf 6
Kegiatan Pemerintahan untuk Pengembangan PKWp dan PKL
Pasal 15
Kegiatan pemerintahan untuk pengembangan PKWp dan PKL,
melalui:
a. pengembangan kegiatan Pemerintahan Provinsi yang saat ini
terletak di Kota Bandar Lampung selanjutnya akan diarahkan ke
Kecamatan Tanjung Bintang;
b. pengembangan kegiatan pemerintahan skala Kabupaten/Kota
ditetapkan di Sukadana, Blambangan Umpu, Gunung Sugih,
Gedong Tataan, Panaragan dan Mesuji.
Paragraf 7
Kegiatan Industri untuk Pengembangan PKWp dan PKL
Pasal 16
Kegiatan industri untuk Pengembangan PKWp dan PKL, melalui:
a. pengembangan kawasan industri;
b. pengembangan kawasan agro industri.
Paragraf 8
Kegiatan Perdagangan dan Jasa untuk Pengembangan PKWp
dan PKL
Pasal 17
Kegiatan perdagangan dan jasa skala regional ditetapkan di Sukadana
dan sekitarnya, Pringsewu, dan Bandarjaya.

28

Paragraf 9
Simpul Transportasi Udara untuk Pengembangan PKWp dan
PKL
Pasal 18
Peningkatan fungsi bandar udara sebagai simpul transportasi skala
kabupaten dan beberapa kecamatan, melalui:
a. pembangunan bandar udara khusus Belimbing di Kabupaten
Lampung Barat dengan tujuan untuk menunjang kegiatan
pariwisata;
b. pembangunan bandar udara Pekon Seray di Kabupaten Lampung
Barat dengan tujuan untuk keperluan navigasi dan mitigasi
bencana alam dan dapat difungsikan menjadi bandar udara
umum.
Paragraf 10
Simpul Pelabuhan untuk Pengembangan PKWp dan PKL
Pasal 19
Peningkatan fungsi pelabuhan sebagai simpul transportasi skala
kabupaten dan beberapa kecamatan, melalui :
a. penetapan pelabuhan Panjang sebagai pelabuhan internasional
untuk barang dan kegiatan ekspor impor;
b. penetapan pelabuhan regional yang berlokasi di Pelabuhan
Mesuji, Batu Balai, Telukbetung, Ketapang, Legundi, Sebesi,
Kuala Penet, Labuhan Maringgai, Way Sekampung, Tabuan,
Teladas, Bengkunat dan Kelumbayan;
c. penetapan Pelabuhan lokal yang berlokasi di Pelabuhan Krui,
Kalianda, Way Seputih dan Sungai Burung.
Paragraf 11
Simpul Penyeberangan dan Terminal untuk Pengembangan
PKWp dan PKL
Pasal 20
Peningkatan fungsi penyeberangan dan terminal sebagai simpul
transportasi skala kabupaten dan beberapa kecamatan, melalui:
a. penetapan pelabuhan penyeberangan Bakauheni yang berfungsi
sebagai pelabuhan penyeberangan Ferry antar Pulau Sumatera
Jawa;
b. pengembangan Pelabuhan Srengsem, Pelabuhan Ketapang dan
Pelabuhan Batu Balai untuk mengantisipasi peningkatan arus
penyeberangan pada Pelabuhan Bakauheni;
c. pengembangan sistem transportasi danau di obyek wisata
Lumbok Kabupaten Lampung Barat.

29

Paragraf 12
Kegiatan Wisata untuk Pengembangan PKWp dan PKL
Pasal 21
Kegiatan wisata untuk pengembangan PKWp dan PKL, melalui :
a. pengembangan wisata alam di Lingkar Curup, Kawasan Gunung
Betung, Tirta Gangga, Way Tebabeng dan Kawasan Wisata
Terpadu Lombok Ranau di Kecamatan Sukau, Kabupaten
Lampung Barat;
b. pengembangan wisata buatan di Waduk Way Rarem, Bukit
Kemuning.

(1)

(2)

(3)

(4)

Bagian Keempat
Sistem Jaringan Transportasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 22
Pengembangan sistem jaringan transportasi Provinsi ditujukan
untuk :
a. meningkatkan akses pelayanan perkotaan dan pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki;
b. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana transportasi yang terpadu dan merata di seluruh
wilayah Provinsi.
Strategi
pengembangan
sistem
jaringan
transportasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah;
b. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana transportasi yang terpadu dan merata di seluruh
wilayah Provinsi.
Peningkatan akses pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a melalui:
a. pemeliharaan keterkaitan antar kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan dengan pengembangan pusat
pertumbuhan;
b. pengendalian perkembangan kota-kota pantai serta
mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan
lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan
wilayah sekitar.
Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b melalui perbaikan kualitas
jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan
transportasi darat, laut dan udara.

30

(1)

(2)

(3)

(4)

Paragraf 2
Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 23
Pengembangan sistem jaringan transportasi Provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 terdiri atas:
a. rencana pengembangan sistem jaringan transportasi darat;
b. rencana pengembangan sistem jaringan transportasi laut;
c. rencana pengembangan sistem jaringan transportasi udara.
Pengembangan sistem jaringan transportasi darat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. sistem jaringan jalan;
b. sistem jaringan kereta api;
c. sistem angkutan sungai, danau, dan penyeberangan.
Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilakukan melalui peningkatan fungsi pelabuhan
yang telah ada dan pengembangan pelabuhan baru.
Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dilakukan melalui peningkatan pelayanan bandar
udara.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Jalan
Pasal 24
Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2)
huruf a terdiri dari:
a. jaringan jalan arteri primer berfungsi sebagai jaringan jalan yang
menghubungkan secara berdaya guna antar Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) atau antara Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
dengan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW);
b. jaringan jalan kolektor primer berfungsi sebagai jaringan jalan
yang menghubungkan secara berdaya guna antara Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) dengan Pusat Kegiatan Lokal (PKL),
antara Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), atau antara Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW dengan Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
c. pengembangan Jaringan jalan Lokal Primer yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. menghubungkan secara berdaya guna Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) dengan Pusat Kegiatan Lingkungan, Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW) dengan pusat Kegiatan
Lingkungan, antar Pusat Kegiatan Lokal (PKL), atau Pusat
Kegiatan Lokal (PKL) dengan pusat kegiatan;
2. memperkuat interaksi internal untuk mendukung pola
perkembangan ruang yang bersifat horizontal membentuk
suatu sistem jaringan jalan;
3. jalan yang berstatus jalan Provinsi;

31

4.

d.

e.
f.

memiliki fungsi sebagai jalan pengumpan (feeder) yang


menghubungkan jalan poros (lintas sumatera) dengan jalan
lintas pantai timur dan barat.
jaringan jalan strategis provinsi merupakan jalan yang
diprioritaskan untuk melayani kepentingan provinsi berdasarkan
pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi,
kesejahteraan dan keamanan Provinsi;
rencana pengembangan jaringan jalan di Provinsi;
rencana pengembangan terminal angkutan jalan raya di Provinsi.

Pasal 25
Jaringan jalan arteri primer sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
24 huruf a terdiri dari:
a. Lintas Timur mulai dari Bakauheni - Simpang Kalianda Simpang Pugung - Simpang Tanjung Karang - Tegineneng Gunung Sugih - Terbanggi Besar - Bujung Tenuk -Simpang
Pematang - Pematang Panggang - batas Provinsi Sumatera
Selatan;
b. Lintas Tengah mulai dari Terbanggi Besar - Kotabumi - Bukit
Kemuning - Simpang Empat - Batas Provinsi Sumatera Selatan.
Pasal 26
Jaringan jalan Kolektor Primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 huruf b terdiri dari:
a. Lintas Pantai Timur mulai dari Bakauheni Way Sekampung
Bunut - Ketapang Way Jepara - Labuhan Maringgai -Sukadana
- Seputih Banyak - Bujung Tenuk;
b. Lintas Barat mulai dari Bandar Lampung - Gedungtataan Rantau Tijang - Kota Agung - Wonosobo Sangga - Bengkunat
Biha Krui - Simpang Gunung Kemala - Pugung Tampak batas Provinsi Bengkulu;
c. Penghubung Lintas Tengah dan Lintas Barat merupakan jalan
penghubung mulai dari Bukit Kemuning Padang Tambak Liwa - Simpang Gunung Kemala;
d. Penghubung Lintas Tengah dan Lintas Timur merupakan jalan
penghubung mulai dari Tegineneng Metro Sukadana.
Pasal 27
Jaringan jalan Lokal Primer sebagaimana dimaksud pada Pasal 24
huruf c terdiri dari:
a. Kota Dalam - Sidomulyo - Jabung - Simpang Kemuning;
b. Penghubung lintas mulai dari Bandar Lampung - Tanjung
Bintang - Pugung Raharjo - Sribawono - Lintas Pantai Timur;
c. Penghubung lintas mulai dari Tegineneng - Metro Sukadana;
d. Pringsewu - Sukoharjo - Kalirejo - Padang Ratu - Aji Kagungan
- Lintas Tengah Sumatera;

32

e.
f.

Metro Sp.Tanjung Kari - Pugung Raharjo Jabung;


Bandar Lampung Jati Agung Metro Kibang Metro.

Pasal 28
Jaringan jalan strategis provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 huruf d terdiri dari:
a. Hanura - Padang Cermin - Napal - Putih Doh - Simpang Kuripan
- Kota Agung;
b. Gunung Sugih - Kota Gajah - Seputih Surabaya - Sadewa;
c. Simpang Penawar - Gedung Aji Baru - Rawa Jitu;
d. Simpang Pematang - Wiralaga;
e. Simpang Empat - Giham - Kasui - Air Ringkeh;
f. Menggala - Panaragan - Tajab Serupa Indah - Pakuan Ratu Mesir Ilir - Simpang Way Tuba;
g. Gunung Batin - Daya Murni Bandar Abung - Kotabumi;
h. Talang Padang - Ulu Belu - Ulu Semong Suoh - Sukabumi;
i. Simpang Tulung Randu Tajab;
j. Simpang Indo Lampung Nakula Pasiran Jaya;
k. Kotabumi Ketapang Negara ratu Pakuon Ratu Bahuga.
Pasal 29
Rencana pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 huruf e, melalui:
a. pembagian beban arus yang melintas pada jalan Lintas Tengah
dan Lintas Timur dengan jaringan jalan Tol Bakauheni Babatan
Tegineneng Terbanggi Besar dilanjutkan dengan rencana
jalan Sumatera Toll Roads Network, dan Terbanggi besar
Menggala Simpang Pematang;
b. pembangunan sistem jaringan jalur penghubung Lampung
Banten melalui Infrastruktur Penghubung Jawa Sumatera.
Pasal 30
Rencana pengembangan terminal angkutan jalan raya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf f, melalui:
a. pengembangan terminal Tipe A Rajabasa di Kota Bandar
Lampung. Selain itu direncanakan mengembangkan terminal di
Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan sebagai upaya antisipasi
tersambungnya Selat Sunda melalui pembangunan jembatan dan
peningkatan fungsi terminal di Kota Metro, Kabupaten Lampung
Tengah, Kabupaten Lampung utara dan Kabupaten Lampung
Barat;
b. pengembangan terminal Tipe B di Kota Bandar Lampung, Kota
Metro, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tulang Bawang,
Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten
Lampung Tengah, dan Kabupaten Tanggamus;

33

c.

pengembangan terminal Tipe C untuk mendukung fungsi


terminal Tipe B dan dikembangkan pada PKWp dan PKL.

Pasal 31
Rencana jaringan transportasi ditujukan untuk membentuk struktur
ruang Provinsi Lampung ,melalui:
a. pengembangan jalur regional yang membentuk pola grid, yang
dibentuk oleh 5 (lima ) jalur utama, yaitu Jalur Lintas Timur,
Lintas Pantai Timur, Lintas Tengah, Lintas Barat, dan Lintas
Pantai Barat;
b. pengembangan jalur sub-regional berpola laba-laba (spider-net),
dengan berpusat di Bandar Lampung akan memberikan akses
yang tinggi terhadap perkembangan pusat pertumbuhan utama
dengan bagian wilayah lain;
c. pengembangan jaringan jalan lokal merupakan feeder-road
dengan fungsi koleksi dan distribusi komoditi ekonomi dari dan
ke wilayah pedesaan.
Pasal 32
Pengembangan jalur regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
huruf a direncanakan, melalui :
a. pembangunan jalan yang membentang sejajar untuk
menghubungkan bagian selatan provinsi sampai bagian utara
dan berlanjut di beberapa provinsi lainnya di Pulau Sumatera;
b. pembangunan ruas feeder Bukit Kemuning Liwa Krui,
Bandar Lampung Tanjung Bintang Sribawono, Tegineneng
Metro Sukadana dengan tujuan mendukung keberadaan
beberapa ruas jalan yang akan dibangun.
Pasal 33
Pengembangan jalur sub-regional berpola laba-laba sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 huruf b direncanakan berfungsi untuk:
a. memelihara fungsi beberapa sarana transportasi penting dari arah
menuju dan meninggalkan Pelabuhan Panjang dan Bandara
Raden Inten II dan melayani kebutuhan aktivitas ekonomi
berskala besar;
b. melayani lintas sub regional untuk memecah transportasi lokal
dan regional yang selama ini tercampur di ruas jalan Soekarno
Hatta melalui pembangunan jalan tol;
c. menghubungkan kota-kota satelit yang mempunyai kaitan erat
dengan Bandar Lampung, terutama Natar, Jati Agung, dan
Tanjung Bintang.

34

Pasal 34
Pengembangan jaringan jalan lokal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 huruf c direncanakan berfungsi untuk:
a. memfasilitasi komoditi lokal dan menumbuhkan perekonomian
berbasis sektor primer;
b. menjangkau sektor perekonomian rakyat yang berskala ekonomi
terbatas untuk diolah lebih lanjut oleh sektor sekunder dan
sebagai penghubung antar pusat - pusat tersier;
c. membentuk struktur ruang wilayah Provinsi Lampung melalui
pengembangan sarana transportasi untuk mendukung struktur
ruang;
d. meningkatkan pemanfaatan pelabuhan kecil untuk melayani
perdagangan antar bagian wilayah yang meliputi pelabuhan
Bakauheni, pelabuhan Panjang, pelabuhan Teluk Betung,
pelabuhan Mesuji, pelabuhan Bratasena, pelabuhan Labuhan
Maringgai, pelabuhan Kota Agung, dan pelabuhan Krui;
e. meningkatkan pemanfaatan jalur kereta api yang melayani
pergerakan jarak sedang antar bagian wilayah Provinsi Lampung
dengan bagian wilayah lainnya di region Sumatra Bagian
Selatan.
Paragraf 4
Sistem Jalur Kereta Api
Pasal 35
(1) Sistem jalur kerata api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (2) huruf b, terdiri dari:
a. jaringan jalur Kereta Api Nasional;
b. jaringan Jalur Kereta Api Regional.
(2) Jaringan jalur kereta api nasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. perkeretaapian Umum terdiri dari :
1. angkutan penumpang mulai dari Bandar Lampung
Kota Bumi Baturaja Prabumulih Kertapati melalui
pengembangan Jalur Bandar Lampung Bakauheni;
2. angkutan barang mulai dari Tarahan Bandar Lampung
Kotabumi Baturaja Tanjung Enim.
b. perkeretaapian khusus untuk angkutan barang yang meliputi
jalur Tanjung Bintang - Tarahan Kotabumi Baturaja Tanjung Enim.
(3) jaringan jalur kereta api regional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b ditujukan untuk angkutan penumpang dan
barang, terdiri dari :
a. Bandar Lampung Rejosari Gedung Tataan Pringsewu;
b. Bandar Lampung Tegineneng Metro Sukadana;
c. Bandar Lampung Terbanggi Besar Kotabumi
Menggala.

35

Paragraf 5
Sistem Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
Pasal 36
(1) Sistem angkutan sungai, danau, dan penyeberangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c terdiri
atas sistem jaringan transportasi sungai, sistem jaringan
transportasi danau, dan sistem jaringan transportasi
penyeberangan.
(2) Perencanaan sistem transportasi sungai, danau, dan
penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri
dari :
a. pelabuhan penyeberangan Bakauheni dan Ketapang yang
berfungsi sebagai pelabuhan penyeberangan antar Pulau
Sumatera Pulau Jawa;
b. pelabuhan Srengsem, pelabuhan Ketapang dan pelabuhan
Batu Balai akan dipersiapkan untuk
mengantisipasi
peningkatan arus penyeberangan pada pelabuhan
Bakauheni;
c. pelabuhan penyeberangan lokal yang berfungsi sebagai
penghubung antara daratan dengan pulau-pulau terluar,
meliputi Canti Pulau Sebesi Pulau Sebuku;
Telukbetung Ketapang Pulau Pahawang Pulau
Legundi; Krui Pulau Pisang; Mesuji Atas Wiralaga;
Sungai Sidang Pulau Jawa; dan Kota Agung Tabuan;
d. transportasi sungai yang meliputi Kuala Teladas, Way
Sekampung Hilir, Way Tulang Bawang Hilir, dan Way
Seputih;
e. transportasi danau di obyek wisata Lumbok Kabupaten
Lampung Barat;
f. pengembangan pelabuhan penyeberangan lainnya yang
berfungsi untuk menunjang perkembangan aktivitas
ekonomi wilayah regional dengan pelayanan mobilitas
orang dan barang serta kebutuhan perikanan dan
pariwisata;
g. pembangunan
jembatan
penyeberangan
yang
menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa yang
melintasi Selat Sunda.
Paragraf 6
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 37
(1) Peningkatan fungsi pelabuhan pelabuhan laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) meliputi pelabuhan
internasional, pelabuhan nasional, pelabuhan regional, dan
pelabuhan lokal.

36

(2) Rencana peningkatan fungsi pelabuhan-pelabuhan laut, melalui:


a. penetapan pelabuhan utama di pelabuhan Panjang yang
selama ini berfungsi sebagai pelabuhan barang untuk kegiatan
ekspor impor;
b. penetapan pelabuhan Pengumpul di pelabuhan Kota Agung;
c. penetapan pelabuhan Pengumpan di pelabuhan Mesuji, Batu
Balai, Telukbetung, Ketapang, Legundi, Sebesi, Kuala Penet,
Labuhan Maringgai, Way Sekampung, Tabuan, Teladas,
Menggala, Bengkunat dan Kelumbayan, Krui, Kalianda, Way
Seputih dan Sungai Burung;
d. pengembangan beberapa pelabuhan khusus di beberapa titik
pengembangan di pesisir pantai barat, pesisir pantai timur dan
pesisir pantai selatan.
Paragraf 7
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 38
(1) Peningkatan fungsi tatanan bandar udara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (4) melalui:
a. peningkatan pelayanan Bandar udara Radin Inten II melalui
peningkatan hirarki bandara pengumpul tersier menjadi
pengumpul primer dan embarkasi haji;
b. pengembangan bandar udara Militer Gatot Subroto di
Kabupaten Way Kanan menjadi bandar udara untuk
penerbangan sipil;
c. pengembangan.fungsi bandar udara khusus di beberapa lokasi
di Provinsi Lampung.
(2) Pengembangan fungsi bandar udara khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c ditujukan di lokasi:
a. pangkalan udara Astra Ksetra di Kabupaten Tulang Bawang
sebagai Pusat Latihan Tempur Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Udara;
b. pangkalan udara Gatot Subroto di Kabupaten Way Kanan
sebagai Pusat Latihan Udara Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Darat;
c. bandar udara khusus di Kabupaten Lampung Tengah,
Lampung, Timur dan, Tulang Bawang untuk mendukung
aktivitas perkebunan;
d. bandar udara khusus Blimbing di Kabupaten Lampung Barat
untuk menunjang kegiatan pariwisata;
e. bandar udara Pekon Seray di Kabupaten Lampung Barat
selain untuk keperluan navigasi dan mitigasi bencana alam,
dapat difungsikan menjadi bandar udara umum.

37

Bagian Kelima
Rencana Sistem Jaringan Energi dan Kelistrikan
Paragraf 1
Umum
Pasal 39
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan energi dan kelistrikan di
Provinsi ditujukan untuk:
a. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
listrik dan gas bumi yang terpadu dan merata di seluruh
wilayah Provinsi Lampung;
b. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
listrik dan gas bumi yang terpadu dan merata di seluruh
wilayah Provinsi Lampung.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan energi dan kelistrikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. pengembangan jaringan pipa transmisi dan distribusi gas
bumi;
b. pengembangan pembangkit tenaga listrik bersumber dari
energi terbarukan;
c. pengembangan pembangkit tenaga listrik bersumber dari
energi non terbarukan.
Paragraf 2
Kriteria Sistem Jaringan Energi dan Kelistrikan
Pasal 40
Pengembangan sistem jaringan energi dan kelistrikan di Provinsi
ditujukan untuk:
a. melayani keterpaduan pembangkit, jaringan transmisi dan
distribusi tenaga listrik dalam satu wilayah provinsi maupun
antar provinsi;
b. mendukung ketersediaan energi listrik di kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan;
c. tidak berada di kawasan lindung dan kawasan rawan bencana
alam;
d. mendukung pemanfaatan energi baru dan terbarukan di kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan;
e. mendukung fungsi PKN, PKW, PKWP, PKL, kawasan andalan,
dan kawasan strategis serta daerah terpencil.
Paragraf 3
Jaringan Pipa Transmisi dan Distribusi Gas Bumi
Pasal 41
Pengembangan jaringan pipa transmisi dan distribusi gas bumi di
Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a
terdiri dari:

38

a.

b.

jaringan utama yang berasal dari Sumatera Selatan melewati


Kabupaten Way Kanan, Tulang Bawang, Lampung Tengah dan
Lampung Timur;
jaringan distribusi melalui Kota Metro, Kota Bandar Lampung,
dan Kabupaten Lampung Selatan yang ditujukan untuk melayani
kebutuhan masyarakat dan industri Kabupaten dan Kota.

Paragraf 4
Pembangkit Tenaga Listrik
Pasal 42
(1) Pengembangan pembangkit tenaga listrik bersumber dari energi
terbarukan di Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (2) huruf b ditujukan untuk meningkatkan kemampuan
pembangkit eksisting dan mengembangkan pembangkit baru.
(2) Pengembangan pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari:
a. PLTA yang berlokasi di PLTA Way Besai dan PLTA Batu
Tegi;
b. PLTU batu bara yang berlokasi di Kabupaten Lampung
Selatan (PLTU Tarahan Unit 3 dan 4), Kabupaten Tulang
Bawang, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung
Tengah, dan Kabupaten Way Kanan;
c. PLTP yang berlokasi di Kabupaten Tanggamus (PLTP Ulu
Belu), Kabupaten Lampung Tengah (PLTU Gunung Sugih)
dan Kabupaten Lampung Selatan (PLTU Kalianda dan PLTU
Lampung);
d. PLTD yang berlokasi di PLTD Pulau Sebesi, PLTD Tarahan,
PLTD Teluk Betung, PLTD Metro, PLTD Tegineneng, PLTD
Teluk Padang, PLTD Bengkunat, PLTD Krui, PLTD Pugung
Tampak, PLTD Simpang Pematang, dan PLTD Wiralaga;
e. sumber energi non terbarukan yang berlokasi di Kabupaten
Pesawaran, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Tulang
Bawang, dan Kabupaten Lampung Barat.
Paragraf 5
Jaringan Transmisi Tenaga Listrik
Pasal 43
(1) Pengembangan jaringan pembangkit tenaga listrik bersumber dari
energi non terbarukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (2) huruf c yang bertujuan untuk menghubungkan provinsi di
Sumatera dan Pulau Jawa, terdiri dari:
a. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dengan
tegangan 500 KV;
b. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dengan kekuatan
150 kV dan 275 KV;
c. pusat-pusat distribusi tegangan.

39

(2) Rencana pengembangan transmisi listrik SUTET sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a ditujukan untuk interkoneksi
Provinsi-Provinsi di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa melalui
Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten
Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Way
Kanan dan menyambung ke Provinsi Sumatera Selatan.
(3) Transmisi listrik SUTT dengan tegangan 275 KV sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan jaringan yang
menghubungkan Provinsi-Provinsi di Pulau Sumatera, terutama
untuk pesisir barat dari Provinsi Lampung sampai Provinsi
Sumatera Utara melalui Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten
Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Pesawaran,
Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten
Lampung Utara, Kabupaten Way Kanan, dan menyambung ke
Provinsi Sumatera Selatan.
(4) Transmisi listrik SUTT tegangan 150 KV sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dikembangan sebagai jaringan yang akan
menghubungkan antar.Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung
secara merata.
(5) Rencana pengembangan listrik Transmisi listrik SUTT tegangan
150 KV dilakukan melalui:
a. peningkatan jaringan Gardu Induk (GI)eksisting yang terdiri
dari:
1.
jaringan GI Kalianda GI Sutami;
2.
jaringan GI Tarahan GI Sutami;
3.
jaringan GI Tarahan GI Sri Bawono;
4.
jaringan GI Sri Bawono GI Metro;
5.
jaringan GI Teluk Betung GI Natar;
6.
jaringan GI Natar GI Tegineneng;
7.
jaringan PLTA Batu Tegi GI Pagelaran;
8.
jaringan GI Pagelaran - GI Tegineneng;
9.
jaringan GI Tegineneng GI Adijaya;
10. jaringan GI Adijaya GI Kotabumi;
11. jaringan GI Kotabumi GI Menggala;
12. jaringan GI Kotabumi GI Bukit Kemuning;
13. jaringan PLTA Way Besai - GI Bukit Kemuning;
14. jaringan GI Bukit Kemuning GI Baturaja di Provinsi
Sumatera Selatan.
b. pengembangan jaringan Gardu Induk (GI) baru yang tersebar
di beberapa kabupaten/atau kota.
(6) Pengembangan pusat-pusat distribusi tegangan berupa gardugardu induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
melalui:
a. peningkatan gardu induk eksisting yang terdiri dari:
1. GI Tarahan dengan kapasitas 2 X 30 MVA;

40

2. GI Teluk Betung dengan kapasitas 1 X 60 MVA dan 1 X


20 MVA;
3. GI Natar dengan kapasitas 1 x 30 MVA;
4. GI Sutami dengan kapasitas 1 x 30 MVA;
5. GI Kalianda dengan kapasitas 1 x 30 MVA;
6. GI Tegineneng dengan kapasitas 2 x 30 MVA;
7. GI Adijaya dengan kapasitas 1 x 20 MVA;
8. GI Menggala dengan kapasitas 1 x 20 MVA;
9. GI Sribawono dengan kapasitas 1 x 20 MVA;
10. GI Bukit Kemuning dengan kapasitas 1 x 20 MVA;
11. GI Kotabumi dengan kapasitas 1 x 30 MVA;
12. GI Pagelaran dengan kapasitas 1 X 30 MVA dan 1 X 20
MVA;
13. GI Metro dengan kapasitas 1 x 30 MVA.
b. pengembangan gardu induk baru berkapasitas 260 MVA
secara bertahap di beberapa kabupaten dan/atau kota.
Paragraf 6
Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Wilayah Terisolasi
Pasal 44
Pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik untuk wilayah
terisolasi pada pulau-pulau kecil atau gugus pulau serta daerah
terpencil dilakukan dengan sistem pembangkit tenaga air skala kecil,
tenaga surya, tenaga angin dan tenaga diesel dengan mengutamakan
potensi energi yang ada di daerah.
Bagian Keenam
Rencana Sistem Sistem Jaringan Telekomunikasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 45
(1) Rencana pengembangan prasarana telekomunikasi diarahkan
untuk memberikan pelayanan komunikasi di seluruh Provinsi
melalui jaringan telekomunikasi terestrial terdiri dari jaringan
mikro digital, serat optik, dan mikro analog melalui jaringan
kabel laut.
(2) Sistem jaringan telekomunikasi Provinsi ditetapkan dengan
kriteria:
a. jaringan tersebut menghubungkan pusat perkotaan;
b. mendukung pengembangan PKN, PKW, PKWp, PKL,
kawasan andalan, dan kawasan strategis serta daerah
terpencil.

41

Paragraf 2
Mikro Digital
Pasal 46
(1) Rencana pengembangan jaringan mikro digital sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) merupakan bagian interkoneksi
jaringan nasional secara integral dan menyeluruh dari ujung timur
Provinsi Papua sampai dengan ujung barat Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.
(2) Pengembangan jaringan mikro digital sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditujukan sebagai jaringan lanjutan dari Pulau Jawa
dengan menggunakan jaringan kabel Bawah Laut melalui
Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten
Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tanggamus,
Kabupaten Lampung Barat, menyambung menuju ke Provinsi
Sumatera Selatan.
Paragraf 3
Serat Optik
Pasal 47
(1) Rencana pengembangan jaringan serat optik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) ditujukan sebagai interkoneksi
antara Provinsi Lampung dengan Provinsi Sumatera Selatan.
(2) Pengembangan jaringan serat optik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) melalui Kota Bandar Lampung, Kabupaten Pesawaran,
Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara,
Kabupaten Way Kanan, menyambung menuju ke Provinsi
Sumatera Selatan.
Paragraf 4
Mikro Analog
Pasal 48
(1) Rencana pengembangan jaringan mikro analog sebagaimana
dimaksud pada Pasal 45 ayat (1) ditujukan sebagai bagian
interkoneksi jaringan nasional secara integral dan menyeluruh
dari ujung timur Provinsi Papua sampai dengan ujung Barat
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
(2) Pengembangan jaringan Mikro Analog merupakan jaringan
lanjutan dari Pulau Jawa dengan mempergunakan jaringan Kabel
Bawah Laut melalui Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar
Lampung, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Lampung Tengah,
Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Way Kanan, menuju ke
Provinsi Sumatera Selatan.

42

Bagian Ketujuh
Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Paragraf 1
Umum
Pasal 49
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan sumberdaya air di
Provinsi ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan
pelayanan jaringan sumberdaya air secara terpadu dan merata.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumberdaya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. sistem jaringan air baku untuk air minum dan industri;
b. sistem jaringan air baku untuk pertanian dan perikanan.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Air Baku Air Minum dan Industri
Pasal 50
Pengembangan sistem jaringan air baku air minum dan industri
dilakukan dengan strategi memanfaatkan dan mengelola air
permukaan pada sungai, danau, rawa, air tanah pada cekungan air
tanah, air hujan, air laut yang berada di darat, dan sumber air
permukaan, lainnya, melalui:
a. peningkatan penyediaan air baku untuk memenuhi kebutuhan
domestik, perkotaan, pertanian dan industri;
b. pemanfaatan dan pengelolaan air tanah untuk memenuhi
kebutuhan mayarakat dan mendukung kegiatan perekonomian
dengan prioritas untuk kebutuhan pokok rumah tangga,
permukiman, pertanian dan industri;
c. pemanfaatan dan pengoptimalan wilayah cekungan air tanah
skala Provinsi yang terbentuk akibat rekahan-rekahan aktivitas
tektonik dari Sesar Semangko pada zona-zona lemah yang
tersebar di seluruh wilayah Provinsi Lampung;
d. pembentukan lembaga yang akan diberikan kewenangan untuk
memanfaatkan dan mengelola air tanah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Air Baku Pertanian dan Perikanan
Pasal 51
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan air baku pertanian dan
perikanan dilakukan melalui pengembangan sarana irigasi di
Provinsi Lampung.
(2) Strategi yang dilakukan dalam rangka pengembangan prasarana
irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui :
a. pengembangan jaringan irigasi yang ditujukan untuk mengairi
areal pertanian dan perikanan potensial di wilayah Kabupaten

43

Lampung Utara, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten


Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Timur dan
Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat,
Kabupaten Way kanan, Kabupaten Tulang Bawang,
Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kabupaten Mesuji,
Kabupaten Pringsewu dan Kabupaten Pesawaran;
b. kegiatan konservasi sumber daya lahan dan air;
c. pemeliharaan jaringan irigasi untuk menjamin ketersediaan
air untuk keperluan pertanian dan perikanan;
d. pengembangan jaringan irigasi yang dilakukan secara terpadu
dengan program penyediaan air;
e. pembentukan lembaga yang akan diberikan kewenangan
pengelolaan jaringan irigasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Strategi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
memanfaatkan wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai
strategis nasional, wilayah sungai lintas kabupaten/kota dan
wilayah sungai yang melayani kawasan strategis Provinsi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Paragraf 4
Sistem Persampahan
Pasal 52
Sistem pengelolaan sampah dilakukan, melalui:
a. pengumpulan
sampah dari rumah tangga pada tempat
penampungan sementara (TPS);
b. pengangkutan dari TPS menuju Tempat Pengelolaan Akhir (TPA);
c. pengolahan sampah di TPA untuk dijadikan kompos, briket, gas
metan (bahan bakar) dan bahan bangunan;
d. penyediaan dan lokasi TPA lintas kabupaten dan/atau kota di
Kab. Pesawaran dan Lampung Selatan;
e. pengembangan sistem pelayanan persampahan dengan
pendekatan pengurangan, pemanfaatan kembali, daur ulang dan
pemulihan.
Paragraf 5
Sistem Pengelolaan Limbah Cair
Pasal 53
(1) Sistem pengolahan limbah cair bertujuan mengolah limbah cair
agar aman untuk dibuang ke badan air penerima dan dapat
memperbaiki kualitas hidup dan lingkungan yang sesuai dengan
pertumbuhan dan pengembangan prasarana maupun sarana kota.
(2) Sistem pengelolaan limbah cair sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disesuai dengan kondisi wilayah yang dilakukan secara
terintegrasi dengan sistem kota, efektif, efisien, affordable,
keberlanjutan (sustainable), dan kemitraan (partnership).

44

(3) Penyediaan perangkat keras pengelolaan limbah cair Instalasi


Pengolahan Limbah (IPAL) dan Instalasi Pengolahan Lumpur
Tinja (IPLT) sesuai dengan kebutuhan pada kawasan
permukiman, kawasan industri dan kawasan pesisir.
Bagian Kedelapan
Rencana Sarana Pendidikan
Pasal 54
(1) Rencana pengembangan sarana pendidikan di Provinsi dilakukan
melalui peningkatan kualitas sekolah dan jumlah guru yang akan
disesuaikan dengan kebutuhan.
(2) Pengembangan sektor pendidikan akan diarahkan di Kota Bandar
Lampung, Terbanggi Besar (Sulusuban) dan Metro dengan tetap
memperhatikan pemerataan fasilitas pendidikan di wilayah lain.
(3) Perbaikan gedung-gedung sekolah yang rusak.
Bagian Kesembilan
Rencana Sarana Kesehatan
Pasal 55
(1) Rencana pengembangan sarana kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas dan pemerataan keterjangkauan serta
aksesibilitas pelayanan kesehatan melalui penyediaan sarana
kesehatan.
(2) Rencana pengembangan sarana kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), melalui :
a. peningkatan fungsi dan kualitas pelayanan puskesmas untuk
memperluas keterjangkauan layanan kesehatan;
b. pembangunan sarana kesehatan dengan didukung tenaga
medis yang sebanding dengan jumlah penduduk;
c. perbaikan dan peningkatan sarana kesehatan secara kualitas
maupun kuantitas.
Bagian Kesepuluh
Rencana Sarana Ekonomi
Pasal 56
(1) Rencana pengembangan sarana ekonomi dilakukan melalui
penempatan sarana perekonomian yang diarahkan pada pusatpusat kegiatan di Provinsi pada PKN, PKW, PKWp dan PKL.
(2) Jenis sarana perekonomian untuk skala provinsi yang dibutuhkan
terdiri dari:
a. pasar lingkungan;
b. pasar induk;
c. pertokoan.

45

BAB VI
RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Rencana Umum
Pasal 57
(1) Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi Lampung terdiri atas:
a. rencana kawasan lindung;
b. rencana kawasan budi daya.
(2) Rencana pola ruang wilayah Provinsi Lampung yang
menunjukkan sebaran kawasan lindung dan kawasan budi daya,
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 :.500.000
sebagaimana tergambar dalam peta pada Lampiran IV yang
merupakan merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Rencana Kawasan Lindung
Paragraf 1
Umum
Pasal 58
Jenis dan sebaran kawasan lindung Provinsi, meliputi:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan di
bawahnya;
c. kawasan suaka alam dan cagar budaya;
d. kawasan perlindungan setempat;
e. kawasan rawan bencana.
Paragraf 2
Pengelolaan Kawasan Lindung
Pasal 59
Pengelolaan kawasan lindung dilakukan melalui :
a. Penguatan
ekosistem
mangrove
dan
rawa
dengan
mempertahankan dan merehabilitasi keberadaan hutan mangrove
di pantai Timur seluas 89.163,94 hektar dan pantai Selatan
Provinsi Lampung seluas 1.200 hektar;
b. Pengendalian perambahan hutan dan alih fungsi hutan yang
berfungsi lindung dari kegiatan budidaya;
c. Penguatan dan penetapan kawasan yang berfungsi hutan lindung,
terutama untuk kawasan-kawasan:
1. Kecamatan Cukuh Balak, Wonosobo, dan Pulau Panggung
di Kabupaten Tanggamus;
2. Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran;

46

3.
4.

d.

e.

f.

g.

Kecamatan Padang Ratu, Kabupaten Lampung Tengah;


Kecamatan Sribawono dan Labuhan Ratu di Kabupaten
Lampung Timur;
5. Kecamatan Kasui dan Banjit di Kabupaten Way Kanan;
6. Kecamatan Bukit Kemuning dan Tanjung Raja di Lampung
Utara;
7. Kecamatan Balik Bukit, Sumberjaya, dan Belalau di
Lampung Barat.
Pengendalian pembangunan fisik dan perkembangan aktivitas
binaan pada kawasan rawan bencana terutama di patahan/sesar
Semangko melalui:
1. pada RTRW lebih rinci dilakukan deliniasi kawasan
berstatus rawan bencana alam menurut zoning yang lazim
berlaku terutama dengan pendekatan manajemen bencana
(disaster management);
2. pada RTRW Kabupaten dan Kota serta RTRW Kecamatan
dilakukan deliniasi kawasan perlindungan setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peningkatan kemampuan daerah aliran sungai untuk
melangsungkan daur hidrologi sungai agar kinerja jaringan
irigasi dapat ditingkatkan.
Pengembalian fungsi hutan lindung yang telah menurun
kualitasnya di wilayah :
1. Kabupaten Lampung Barat;
2. Kabupaten Lampung Timur;
3. Kabupaten Lampung Utara;
4. Kabupaten Lampung Tengah;
5. Kabupaten Lampung Selatan;
6. Kabupaten Way Kanan;
7. Kabupaten Tanggamus;
8. Kabupaten Pesawaran;
9. Kota Bandar Lampung.
Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan kritis di wilayah :
1. Kabupaten Lampung Barat;
2. Kabupaten Lampung Timur;
3. Kabupaten Lampung Utara;
4. Kabupaten Lampung Tengah;
5. Kabupaten Lampung Selatan;
6. Kabupaten Way Kanan;
7. Kabupaten Tanggamus;
8. Kabupaten Tulang Bawang;
9. Kabupaten Tulang Bawang Barat;
10. Kabupaten Mesuji;

47

11. Kabupaten Pesawaran;


12. Kota Bandar Lampung.

(1)

(2)

(1)

(2)

Paragraf 3
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 60
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
huruf a merupakan kawasan memiliki karakteristik: kawasan
hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas
hujan yang jumlah hasil perkalian bobotnya sama dengan 175
(seratus tujuh puluh lima) atau lebih, berada pada ketinggian
diatas 2.000 mdpl dengan kemiringan lebih dari 40%.
Kawasan Hutan Lindung, mencakup 9% dari luas wilayah
Provinsi Lampung dan tersebar di Lampung Selatan, Lampung
Timur, Lampung Barat, Lampung Tengah, Tanggamus dan Way
Kanan.
Paragraf 4
Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan
Dibawahnya
Pasal 61
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan di
bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf b
merupakan kawasan memiliki karakteristik: berada pada
ketinggian diatas 1.000 mdpl dengan kemiringan lebih
dari 40%, bercurah hujan tinggi, atau mampu meresapkan air
kedalam tanah.
Wilayah yang termasuk dalam kawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), mencakup 2 % dari luas wilayah Provinsi
Lampung, dan meliputi sebagian besar kawasan Bukit Barisan
bagian Timur dan barat yang membentang dari Utara ke Selatan,
Pematang Sulah, Kubu Cukuh dan kawasan hutan lainnya.

Paragraf 5
Kawasan yang Berfungsi Sebagai Suaka alam dan Cagar Budaya
Pasal 62
Kawasan yang berfungsi sebagai suaka alam dan cagar alam budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf c, mencakup 13,1%
dari luas Wilayah Provinsi Lampung dan terdiri dari:
a. cagar alam Kepulauan Krakatau;
b. kawasan Bukit Barisan yang membentang dari Utara ke Selatan
termasuk Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Way Kambas,
Taman Hutan Raya di sekitar Gunung Betung, Gunung
Rajabasa;
c. kawasan perlindungan satwa Rawa Pacing dan Rawa Pakis;
d. ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, rawa dan
alur migrasi ikan di pantai Timur dan pantai Selatan.

48

Paragraf 6
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 63
Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
58 huruf d, mencakup 1,01% dari luas Wilayah Provinsi Lampung
dan meliputi kawasan-kawasan: sempadan sungai, sempadan pantai,
sekitar mata air, dan sekitar waduk/danau untuk melindungi
kerusakan fisik setempat seperti Bendungan Batu Tegi, Bendungan
Way Rarem, Bendungan Way Umpu, Bendungan Way Jepara, dan
Bendungan Way Bumi Agung.
Paragraf 7
Pasal 64
Kawasan Rawan Bencana
Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
huruf e, mencakup 12,5% dari luas Wilayah Provinsi Lampung dan
meliputi kawasan-kawasan:
a. bencana tanah longsor, yaitu: Kabupaten Lampung Utara,
Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten
Pesawaran, dan Kabupaten Lampung Selatan;
b. bencana kebakaran hutan, yaitu: Kabupaten Mesuji, Kabupaten
Way Kanan, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus,
Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Timur;
c. bencana tsunami dan gelombang pasang, yaitu: sepanjang pesisir
pantai wilayah Provinsi Lampung;
d. bencana banjir, yaitu: tersebar di Kota Bandar Lampung,
Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Tulang
Bawang, Kota Metro, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten
Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat,
Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Lampung Selatan.
Bagian Ketiga
Rencana Kawasan Budidaya
Paragraf 1
Umum
Pasal 65
(1) Arahan pola ruang untuk kegiatan budidaya mencakup arahan
pemanfaatan yang terdiri dari:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perkebunan;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. wilayah pertambangan;

49

f. kawasan peruntukan industri;


g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman;
i. Kawasan pertahanan keamanan.
(2) Penentuan bagi rencana pemanfaatan ruang untuk kegiatan
budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
pertimbangan sebagai berikut:
a. kesesuaian lahan melalui hasil penilaian terhadap kemampuan
daya dukung lahan terhadap penggunaan lahan tertentu bila
kegiatan atau penggunaan lahan yang dikembangkan tersebut
memilki produktivitas optimal dengan input yang minimal;
b. potensi pengembangan sebagai hasil penilaian ekonomi
terhadap potensi pengembangan budidaya tertentu;
c. rencana pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya
mempertimbangkan aspek penggunaan, penguasaan dan
pemilikan tanah.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 66
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 ayat (1) huruf a, mencakup 6,4% dari luas
Wilayah Provinsi Lampung terdiri atas:
a. kawasan hutan produksi terbatas (HPT);
b. Kawasan hutan produksi tetap (HP).
(2) Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a berlokasi di Kabupaten Lampung
Barat.
(3) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b tersebar di Kabupaten Way Kanan,
Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Lampung Tengah,
Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Lampung Timur,
Kabupaten Mesuji dan Kabupaten Tulang Bawang Barat,
Kabupate Pesawaran dan Kabupaten Lampung Selatan.
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 67
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65 ayat (1) huruf b ditetapkan sebagai kawasan tanaman
pangan untuk mempertahankan swasembada pangan.
(2) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), mencakup 18% dari luas Wilayah Provinsi Lampung dan
meliputi:

50

a. lokasi pertanian lahan basah ditetapkan seluruh wilayah


Provinsi Lampung, kecuali Kota Bandar Lampung. yang
secara spesifik diarahkan untuk pertanian lahan basah dengan
produksi komoditas tanaman padi;
b. luas areal pertanian tanaman pangan lahan kering dengan
komoditas unggulan ubi kayudan jagung, diupayakan untuk
dipertahankan, terutama untuk mengembangkan pertanian
kerakyatan;
c. pengembangan pertanian lahan kering selanjutnya diarahkan
diseluruh kabupaten pada lahan lahan yang memiliki
kesesuaian lahan yang cukup sesuai, kecuali pada Kabupaten
Lampung Barat dan Tanggamus.
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perkebunan
Pasal 68
Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65 ayat (1) huruf c mencakup 27,3% dari luas Wilayah Provinsi
Lampung dan terdiri dari :
a. perkebunan yang bersifat kerakyatan;
b. perkebunan skala besar.
Pasal 69
(1) Perkebunan yang bersifat kerakyatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 huruf a, yaitu: perkebunan kopi, lada, kakau, dan
kelapa dalam.
(2) Lahan yang cukup sesuai untuk perkebunan rakyat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diarahkan berlokasi di beberapa
kabupaten seperti Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Timur,
Lampung Utara, Lampung Barat, Pringsewu, Tulang bawang,
Tulang Bawang Barat, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Pesawaran,
dan Kabupaten Tanggamus.
Pasal 70
(1) Perkebunan skala besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
huruf b, diarahkan untuk tanaman tebu, karet, dan kelapa sawit.
(2) Pengembangan komoditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk pengembangan kegiatan industri yang bermuara
pada kebijakan ekonomi kerakyatan.
(3) Lahan produktivitas untuk perkebunan skala besar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diarahkan berlokasi di Kabupaten
Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten
Lampung Utara, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Mesuji,
Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan
Kabupaten Tulang Bawang.

51

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 71
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 65 ayat (1) huruf d mencakup 1,61% dari luas Wilayah
Provinsi Lampung dan terbagi dalam tiga wilayah, yaitu:
sepanjang pesisir pantai timur di Laut Jawa, Selat Sunda di Teluk
Lampung dan Teluk Semangko, dan sepanjang pesisir pantai
barat.
(2) Jenis perikanan yang dikembangkan di kawasan perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. perikanan tangkap;
b. perikanan budidaya air payau;
c. perikanan budidaya kolam;
d. sentra pengolahan hasil perikanan.
(3) Sebaran perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, meliputi: daerah pesisir pantai Barat, Teluk Lampung di
Pesawaran, Teluk Semangko di Kabupaten Tanggamus dan
Pesisir Pantai Timur Sumatera lainnya yang didominasi oleh
berbagai jenis ikan ekonomis penting seperti tuna mata besar,
setuhuk, setuhuk loreng, tuna sirip biru dan albakora.
(4) perikanan budidaya air payau sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b dikembangkan di pesisir pantai Timur dengan
memperhatikan kelestarian hutan mangroove untuk menjaga
ekosistem pesisir dan kelautan.
(5) perikanan budidaya kolam dapat dikembangkan di seluruh
wilayah Provinsi Lampung, kecuali Kota Bandar Lampung dan
Metro.
(6) Pengembangan pelabuhan perikanan untuk meningkatkan nilai
ekonomis sektor perikanan di lokasi-lokasi:
a. Kabupaten Lampung Barat di Kuala Krui dan Bengkunat;
b. Kota Bandar Lampung di Lempasing;
c. Kabupaten Tanggamus di Kota Agung;
d. Kabupaten Lampung Timur di Labuan Maringgai.
Paragraf 6
Wilayah Pertambangan
Pasal 72
(1) Wilayah pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
ayat (1) huruf e dengan potensi bahan tambang tersebar di
seluruh Kabupaten / Kota Se-Provinsi Lampung;
(2) Eksplorasi wilayah pertambangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek :

52

a. memiliki sumber daya bahan tambang yang berwujud padat,


cair, atau gas berdasarkan peta/data geologi;
b. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk
pemusatan kegiatan pertambangan secara berkelanjutan;
c. merupakan bagian proses upaya merubah kekuatan ekonomi
potensial menjadi kekuatan ekonomi riil;
d. aktivitas
pertambangan
dilakukan
dengan
tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan;
e. menghormati hak-hak masyarakat adat yang berada di lokasi
pertambangan.

(1)

(2)

(3)

(4)

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 73
Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
65 ayat (1) huruf f , mencakup 0,6% dari luas Wilayah Provinsi
Lampung dan terdiri dari :
a. kawasan industri usaha mikro, kecil dan menengah;
b. kawasan industri (industrial estate;);
c. Kawasan peruntukan industri
Pengelolaan kawasan industri usaha mikro, kecil dan menengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terutama industri
pengolahan hasil pertanian diarahkan untuk dikembangkan di
seluruh kabupaten yang lokasi-lokasi berada didekat sentra-sentra
penghasil sumberdaya di bagian tengah provinsi ke arah timur
Provinsi Lampung.
Kawasan industri menengah/manufaktur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terutama industri berteknologi tinggi
diarahkan untuk dikembangkan di Kabupaten Lampung Selatan,
Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Tulang Bawang,
Kabupaten Mesuji, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten
Tanggamus, Kabupaten Lampung Utara, dan Kabupaten
Pesawaran.
kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c disesuaikan dengan kesesuaian lokasi, tata guna lahan,
dan dukungan prasarana, dan potensi daerah sekitar yang
ditetapkan berdasarkan analisa daya dukung lingkungan.

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 74
(1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat
(1) huruf g dikembangkan dan diarahkan bagi potensi wisata
alam dengan menekankan kegiatan perjalanan wisata yang aktif
dan pengkayaan wawasan pengetahuan (gaining insight).

53

(2) Pengembangan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan melalui:
a. mendorong motivasi wisatawan mencari sesuatu yang baru,
otentik dan mempunyai pengalaman perjalanan wisata yang
berkualitas;
b. mendorong motivasi dan keputusan untuk melakukan
perjalanan ditentukan oleh minat tertentu/khusus dari
wisatawan dan bukan dari pihak-pihak lain;
c. mendorong wisatawan melakukan perjalanan berwisata pada
umumnya mencari pengalaman baru yang dapat diperoleh
dari obyek sejarah, makanan lokal, olahraga, adat istiadat,
kegiatan di lapangan dan petualangan alam.
(3) Pengembangan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditujukan pada kawasan budidaya.
(4) Potensi pariwisata di kawasan Lindung dikembangkan di Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBSS) dan Taman Nasional
Way Kambas (TNWK).
(5) Wisata bahari dikembangkan di sepanjang pesisir Lampung,
khususnya di sepanjang pesisir Barat Sumatera.
Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 75
(1) Pengelolaan kawasan peruntukan permukiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf h ditetapkan pada
kawasan-kawasan dengan kriteria:
a. berada di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan
lindung, kawasan hutan dan kawasan rawan bencana serta
memiliki daya dukung yang kuat untuk kegiatan permukiman;
b. mengikuti arahan distribusi penduduk;
c. memiliki akses menuju pusat kegiatan masyarakat di luar
kawasan serta memiliki kelengkapan prasarana, sarana, dan
utilitas pendukung.
(2) Rencana pengembangan permukiman, mencakup 6,6% dari luas
Wilayah Provinsi Lampung, menyesuaikan dengan tingkat
kepadatan penduduk berdasarkan klasifikasi:
a. kawasan permukiman berkepadatan tinggi akan diarahkan di
Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kabupaten Lampung
Tengah, dan Kabupaten Pringsewu;
b. kawasan permukiman berkepadatan sedang akan diarahkan di
Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Lampung Selatan,
Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Tulang Bawang;
c. kawasan permukiman berkepadatan rendah akan diarahkan di
Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Tulang Bawang,
Kabupaten Mesuji, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten
Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat.

54

Paragraf 10
Kawasan Peruntukan Pertahanan dan Keamanan
Pasal 76
Kebijakan pengembangan kawasan militer dan kepolisian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf i mendukung
kebijakan nasional mengenai pertahanan dan keamanan.
Pasal 77
Arahan penetapan lokasi Kawasan Militer dan Kepolisian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 sebagai berikut :
a. kawasan pusat pendidikan dan latihan tempur Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Darat di Padang Cermin Kabupaten
Pesawaran;
b. kawasan pangkalan utama Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Laut Teluk Ratai di Kecamatan Padang Cermin Kabupaten
Pesawaran;
c. kawasan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara Astra
Ksetra di Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang;
d. kawasan Pusat Pendidikan dan Latihan Kepolisian di
Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung;
e. kawasan pangkalan udara Tentara Nasional Angkatan Darat di
Way Tuba Kabupaten Way Kanan.
BAB VII
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS PROVINSI
Bagian Kesatu
Kawasan Strategis
Paragraf 1
Umum
Pasal 78
(1) Kawasan strategis ditetapkan pada wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting secara Provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai
warisan dunia.
(2) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri
dari :
a. penetapan kawasan strategis Nasional;
b. penetapan kawasan strategis Provinsi Lampung.
(3) Kawasan strategis dimaksud pada ayat (2) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V dan tergambar dalam peta pada
Lampiran VI Peraturan Daerah ini.

55

Paragraf 2
Kawasan Strategis Nasional
Pasal 79
(1) Kawasan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
78 ayat (2) huruf a ditetapkan di Kawasan Selat Sunda dengan
fungsi strategis untuk meningkatkan kualitas kawasan secara
ekonomi.
(2) Penetapan kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan:
a. memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional karena menghubungkan transportasi laut Pulau
Sumatera dan Pulau Jawa;
b. memiliki potensi dikembangkan sebagai kawasan pariwisata
terutama kawasan krakatau yang merupakan warisan dunia
(world heritage).
Paragraf 3
Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 80
Penetapan kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 78 ayat (2) huruf b berdasarkan:
a. aspek ekonomi;
b. aspek sosial budaya;
c. aspek pendayagunaan SDA dan teknologi tinggi;
d. aspek lingkungan hidup.
Paragraf 4
Kawasan Strategis Provinsi Berdasarkan Aspek Ekonomi
Pasal 81
Penetapan kawasan Strategis Provinsi berdasarkan aspek ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf a, terdiri dari:
a. Kawasan Metropolitan Bandar Lampung;
b. Kawasan Agropolitan;
c. Kota Terpadu Mandiri (KTM);
d. Kawasan Berikat tambak udang;
e. Kawasan Pelabuhan Terpadu Panjang;
f. Kawasan Agro Minapolitan;
g. Kawasan Bakauheni;
h. Pusat Kegiatan Lokal.

56

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 82
Penetapan kawasan Metropolitan Bandar Lampung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 81 huruf a ditujukan untuk menciptakan
sebuah kota yang kompak, efisien, dan mencegah terjadi
penumpukan aktivitas di satu kawasan.
Lingkup dari kawasan metropolitan Bandar Lampung ditetapkan
berlokasi di Kota Bandar Lampung dan kecamatan-kecamatan di
Kabupaten Lampung Selatan dan Pesawaran yang berbatasan
dengan Kota Bandar Lampung.
Pengembangan kawasan metropolitan Bandar Lampung
diarahkan untuk:
a. pusat kegiatan yang mempunyai fasilitas yang memadai untuk
aktivitas sosial dan ekonomi;
b. mengurangi berbagai persoalan pembangunan melalui
penyediaan infrastruktur secara lebih terpadu dan pengelolaan
lingkungan yang lebih berwawasan lingkungan melalui
pengembangan ruang-ruang terbuka hijau;
c. menyediakan peluang investasi dan lapangan pekerjaan;
d. ketersediaan fasilitas pelayanan dan jasa yang efisien, seperti
sistem informasi, perbankan, jaringan pemasaran dan
prasarana ekonomi.
Untuk mengarahkan dan mewujudkan pengembangan kawasan
metropolitan Bandar Lampung sebagaimana dimaksud ayat (3)
dibutuhkan penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis,
penyusunan DED prasarana perkotaan yang dikembangkan
secara terpadu.sebagai dasar pelaksanaan pembangunan dan
pengawasannya.

Pasal 83
(1) Kawasan Agropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
huruf b ditetapkan berlokasi di Kabupaten Lampung Tengah,
Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten
Lampung Selatan, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Lampung
Utara, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Pesawaran,
Kabupaten Mesuji, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Tulang
Bawang Barat dan Kabupaten Tulang Bawang.
(2) Untuk mengarahkan dan mewujudkan pengembangan kawasan
agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibutuhkan
penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis Agropolitan,
penyusunan Rencana detail prasarana kawasan yang
dikembangkan secara terpadu sebagai dasar pelaksanaan
pembangunan dan pengawasannya.
Pasal 84
(1) Kota Terpadu Mandiri (KTM) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 81 huruf c ditetapkan berlokasi di Kabupaten Mesuji dan
Kabupaten Way Kanan.

57

(2) Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk mendistribusikan pusatpusat perekonomian agar tidak terkonsentrasi di Kota Bandar
Lampung.
(3) Kota Terpadu Mandiri (KTM) dikembangkan sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi bagi wilayah Provinsi Lampung bagian
utara.
(4) Untuk mengarahkan dan mewujudkan pengembangan kawasan
Kota Terpadu Mandiri (KTM) sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) dibutuhkan penyusunan Rencana Rinci Kawasan
Strategis, penyusunan masterplan utilitas dan sektoral di dalam
kawasan.
Pasal 85
(2) Kawasan Berikat tambak udang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 81 huruf d ditetapkan berlokasi di Kabupaten Tulang
Bawang dan kabupaten Mesuji.
(3) Untuk mengarahkan dan mewujudkan pengembangan kawasan
Berikat tambak udang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibutuhkan penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis serta
pengelolaan kawasan.
Pasal 86
(1) Kawasan Pelabuhan Terpadu Panjang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 81 huruf e ditetapkan di Kota Bandar Lampung yang
berfungsi sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, menaikan
dan menurunkan penumpang, bongkar muat barang, fasilitas
keselamatan pelayaran, kegiatan penunjang pelabuhan, dan antar
moda transportasi.
(2) Untuk mengarahkan dan mewujudkan pengembangan kawasan
Pelabuhan Terpadu Panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis, penyusunan DED
prasarana kawasan, pembiayaan pembangunan, dan pengawasan.
Pasal 87
(1) Kawasan Agro Minapolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
81 huruf f ditetapkan di Kabupaten Lampung Barat, Lampung
Selatan, Kabupaten Lampung Tengah, dan Kabupaten Lampung
Timur.
(2) Untuk mengarahkan dan mewujudkan kawasan agro minapolitan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibutuhkan penyusunan
Rencana Rinci Kawasan Strategis Agropolitan, penyusunan
Rencana detail prasarana kawasan hingga pengelolaannya.
Pasal 88
(1) Kawasan Bakauheni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
huruf g memiliki nilai sangat strategis sebagai pintu gerbang yang
akan menghubungkan Sumatera dan Jawa terkait dengan rencana
pembangunan Jembatan Selat Sunda.

58

(2) Penataan ruang dan pembangunan infrastruktur yang memadai


ditujukan untuk mendukung kestrategisan Kawasan Bakauheni.
(3) Untuk mengarahkan dan mewujudkan kawasan Bakauheni
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibutuhkan penyusunan
masterplan prasarana dan DED prasarana kawasan hingga
pelaksanaan pembangunan dan pengawasannya.
Pasal 89
(1) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
81 huruf h akan dipromosikan menjadi Pusat Kegiatan Wilayah
promosi (PKWp).
(2) Promosi Pusat Kegiatan Lokal (PKL) menjadi PKWp
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimasukan dalam kawasan
strategis provinsi bertujuan untuk menjadikan wilayah PKWP
sebagai prioritas pengembangan agar dalam 5 (lima) tahun ke
depan menjadi Pusat Kegiatan Wilayah.
(3) PKWp sebagai kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan pada lokasi-lokasi:
a. Sukadana di Kabupaten Lampung Timur;
b. Blambangan Umum di Kabupaten Way Kanan;
c. Terbagus (Terbanggi Besar Bandar Jaya Gunung Sugih)
di Kabupaten Lampung Tengah;
d. Pringsewu di Kabupaten Tenggamus;
e. Gedong Tataan di Kabupaten Pesawaran;
f. Bakauheni di Kabupaten Lampung Selatan;
g. Mesuji di Kabupaten Mesuji;
h. Panaragan di Kabupaten Tulang Bawang Barat.
(4) Untuk mengarahkan dan mewujudkan Pusat Kegiatan Lokal
(PKL) menjadi PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibutuhkan penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis serta
RTBL koridor dan sub kawasan dalam PKWp yang bernilai
strategis serta penyusunan masterplan perkotaan.
Paragraf 5
Kawasan Strategis Provinsi Berdasarkan Aspek Sosial Budaya
Pasal 90
(1) Penetapan kawasan Strategis Provinsi berdasarkan aspek sosial
budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 huruf b ditetapkan
untuk:
a. pengembangan kawasan olahraga terpadu;
b. pusat pendidikan terpadu berbasis potensi lokal;
c. kawasan pusat perkantoran pemerintah Provinsi Lampung.
(2) Untuk mengarahkan dan mewujudkan.kawasan Strategis Provinsi
berdasarkan aspek sosial budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibutuhkan penyusunan Rencana Rinci Kawasan

59

Strategis,
penyusunan
masterplan prasarana kawasan,
penyusunan DED prasarana kawasan, pembiayaan pembangunan
serta pengawasannya.
Pasal 91
(1) Pengembangan kawasan olahraga terpadu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 90 huruf a ditetapkan di Kemiling Kota Bandar
Lampung yang dilengkapi dengan sarana prasarana berstandar
Nasional.
(2) Pengembangan kawasan olah raga terpadu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pembangunan Gedung
Olahraga terpadu di Kecamatan Kemiling dengan tujuan:
a. menjadikan sebagai cikal bakal kawasan olah raga terpadu;
b. mendistribusikan beban spasial pusat kota ke wilayah
pinggiran
yang
masih
terbuka
peluang
untuk
pengembangannya;
(3) pengembangan kawasan olahraga terpadu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan fungsi kawasan
kemiling sebagai kawasan resapan air, sehingga dilakukan
pengendalian pembangunan kawasan permukiman.
Pasal 92
Pengembangan kawasan pusat pendidikan terpadu berbasis potensi
lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf b ditetapkan di
Kabupaten Lampung Tengah dan Kota Metro dengan tujuan
menghasilkan sumberdaya manusia terampil yang mampu
menciptakan berbagai inovasi untuk mengolah sumberdaya alam
Provinsi Lampung yang melimpah.
Pasal 93
(1) Pengembangan Kawasan pusat perkantoran Pemerintah Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf c akan dipindahkan
ke Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan.
(2) Pemindahan kawasan pusat perkantoran pemerintah bertujuan
untuk mengurangi beban spasial Kota Bandar Lampung yang
sudah sangat padat dengan berbagai permasalahan kota.
(3) Untuk melestarikan budaya Lampung pembangunan kawasan
pusat perkantoran pemerintah berdasarkan arsitektur Lampung.
Paragraf 6
Kawasan Strategis Provinsi Berdasarkan Aspek Pendayagunaan
SDA dan Teknologi Tinggi
Pasal 94
(1) Penetapan kawasan strategis Provinsi berdasarkan aspek
pendayagunaan SDA dan Teknologi Tinggi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 80 huruf c ditetapkan Kawasan Industri
Lampung di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung
Selatan.

60

(2) Untuk mengarahkan dan mewujudkan kawasan strategis Provinsi


berdasarkan aspek pendayagunaan SDA dan Teknologi Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibutuhkan penyusunan
Rencana Rinci Kawasan Strategis, penyusunan masterplan
prasarana kawasan, serta pengelolaannya.
Paragraf 7
Kawasan Strategis Provinsi Berdasarkan Aspek Lingkungan
Hidup
Pasal 95
(1) Penetapan kawasan strategis Provinsi berdasarkan aspek
lingklungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80
huruf d ditetapkan dengan kriteria :
a. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
b. merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang
ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan fauna yang
hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus
dilindungi dan dilestarikan;
c. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang
setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara;
d. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim
makro;
e. menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan
hidup;
f. rawan bencana alam nasional;
g. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan
mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.
(2) Penetapan kawasan Strategis Provinsi berdasarkan aspek
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan pada :
a. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan;
b. Taman Nasional Way Kambas;
c. Kebun Raya Liwa;
d. Kawasan Batutegi.
BAB VIII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Indikasi Program Utama
Paragraf 1
Umum
Pasal 96
(1) RTRWP sebagai dasar bagi pola pengembangan ruang Provinsi
harus didukung dengan pola pengembangan sektor-sektor dan
program-program pembangunan.

61

(2) Untuk mencapai tujuan pola pengembangan ruang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dibutuhkan indikasi program jangka
pendek dan menengah sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah
dan instansi terkait dalam memanfaatkan ruang untuk berbagai
kegiatan.
Paragraf 2
Penyusunan Indikasi Program
Pasal 97
(1) Penyusunan indikasi program pembangunan dipergunakan untuk
mengimplementasikan RTRW Provinsi.
(2) Penyusunan indikasi program pembangunan sebagaimana
dimaksud pasa ayat (1) bertujuan dijadikan sebagai panduan
program yang harus dilaksanakan untuk pencapaian tujuan
penataan ruang.
(3) Penyusunan indikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi program jangka pendek dan menengah.
(4) Penyusunan indikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
a. tujuan, kebijakan, dan strategi pengembangan tata ruang;
b. rencana struktur dan pola ruang;
c. kemampuan pemerintah daerah dalam pembiayaan
pembangunan.
Paragraf 3
Penjabaran Indikasi Program
Pasal 98
(1) Indikasi program-program pembangunan dalam RTRW Provinsi
Lampung dijabarkan secara sektoral di berbagai kawasan atau
wilayah pengembangan dengan jangka waktu perencanaan
program 20 (dua puluh) tahun terhitung dari tahun 2009 hingga
2029 yang dijabarkan dalam 4 (empat) kali program.
(2) Indikasi program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditujukan untuk menjadi panduan bagi penyusunan
program dan kegiatan pembangunan, terutama pembangunan
dengan skala besar dan ditetapkan dalam Lampiran VII yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
in.

BAB IX
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Prinsip Pengendalian Pemanfaatan Ruang

62

Paragraf 1
Umum
Pasal 99
Pengendalian pemanfataan ruang berdasarkan pada prinsip-prinsip:
a. pendekatan peraturan perundang-undangan (legalistic approach)
dengan menerapkan pendekatan yang lebih luwes berdasarkan
prinsip keberlanjutan (sustainability);
b. pertimbangan yang bersifat multi dan lintas sektoral.
Paragraf 2
Pemanfaatan Ruang dan Kebijaksanaannya
Pasal 100
(1) Pemanfaatan ruang berdasarkan pada 2 (dua) kategori kebijakan,
yaitu:
a. kebijaksanaan untuk mendorong pengembangan pemanfaatan
ruang ;
b. kebijaksanaan untuk membatasi pengembangan pemanfaatan
ruang.
(2) Kebijaksanaan untuk mendorong pengembangan pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditujukan
untuk mencapai tujuan, strategi, dan rencana struktur
pengembangan wilayah jangka panjang, melalui:
a. menciptakan keseimbangan antar bagian wilayah;
b. memberikan akses yang merata dan proporsional bagi
pengembangan setiap bagian wilayah;
c. memberikan insentif dan dorongan bagi pengembangan
perekonomian rakyat.
(3) Kebijaksanaan untuk membatasi pengembangan pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, melalui:
a. pemantapan kawasan lindung;
b. mengurangi tekanan penduduk melalui pengendalian laju
pertumbuhan penduduk;
c. pengelolaan kawasan budidaya secara efisien dan efektif;
d. pemberian disinsentif bagi pengendalian okupasi kawasan
lindung.
Paragraf 3
Peringkat Pengaruh Geografis Kebijaksanaan
Pasal 101
Peringkat pengaruh geografis kebijaksanaan terdiri dari:
a. peringkat pertama;
b. peringkat kedua;
c. peringkat ketiga.

63

Pasal 102
(1) Penetapan peringkat pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
101 huruf a berdasarkan pada pengaruh pemanfaatan ruang yang
bersifat strategis, yaitu:
a. mempunyai dampak berskala regional;
b. mempunyai pengaruh terhadap strategi makro, rencana
struktur pengembangan kota, dan wilayah provinsi yang
berbatasan.
(2) Penentuan peringkat pertama berdasarkan pada pertimbangan dan
pengendalian dengan penekanan pada kriteria pertahanan dan
keamanan, ekosistem, dan ekonomi regional dan global.
Pasal 103
(1) Penetapan Peringkat kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal
101 huruf b berdasarkan pada pengaruh pemanfaatan ruang,
yaitu:
a. mempunyai sifat strategis dan non-strategis tetapi
mempunyai dampak pada skala Kabupaten/Kota;
b. mempunyai pengaruh terhadap strategi dan rencana struktur
Kota dan Kabupaten yang bersangkutan.
(2) Penentuan peringkat kedua berdasarkan pertimbangan dan
pengendalian dengan penekanan pada kriteria selain kriteria
lingkungan juga penekanan pada kriteria keadilan sosial, teknik
penyediaan infrastruktur, seperti pengelolaan air, lalu lintas,
limbah berbahaya, fiskal (cost recovery), dan pengelolaan
pertanahan.
Pasal 104
(1) Penetapan peringkat ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
101 huruf c ditujukan bagi upaya pemanfaatan ruang yang
berdampak terbatas pada skala lokal (kecamatan atau beberapa
kecamatan).
(2) Penentuan peringkat berdasarkan pertimbangan pengendalian
dengan lebih ditekankan pada kriteria keadilan sosial, teknis
penyediaan infrastruktur, pengelolaan pertanahan, standar
arsitektur, dan kepadatan bangunan.
Paragraf 4
Kerangka Pengendalian yang Berkelanjutan
Pasal 105
(1) Pengendalian pemanfaatan ruang memerlukan suatu kerangka
yang berkelanjutan untuk menjamin pemanfaatan ruang yang
efisien, efektif, dan responsif terhadap perkembangan kebutuhan
aktifitas penduduk dengan berdasarkan pada:
a. prinsip berkelanjutan (sustainability);
b. kelengkapan (comprehensiveness);

64

c. sumbangan terhadap pemecahan isu penting di Provinsi


Lampung.
(2) Pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) membutuhkan komponen-komponen utama yang terdiri
dari:
a. pertanahan dengan kriteria berkesesuaian dengan strategi
pertanahan dan keamanan negara;
b. ekonomi dengan kriteria:
1. pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional, regional,
maupun global;
2. peningkatan peluang investasi;
3. pengentasan kemiskinan;
4. penciptaan lapangan kerja yang luas untuk menampung
usia produktif;
5. pengembangan sektor sekunder dan tersier yang
berbasiskan sumberdaya lokal.
c. keadilan sosial dengan kiteria:
1. pemerataan keadilan;
2. kemudahan akses bagi setiap bagian wilayah untuk
berkembang sesuai potensinya masing-masing.
d. lingkungan dengan kriteria:
1. melindungi daerah bawahannya;
2. kesesuaian dengan RTRW;
3. peningkatan kualitas lingkungan hidup;
4. efisiensi pemanfaatan lahan;
5. pengelolaan sumberdaya alam secara bijaksana.
e. infrastruktur dengan kriteria:
1. pengelolaan prasarana dan sarana transportasi;
2. pengelolaan air;
3. pengelolaan drainase dan irigasi;
4. pengelolaan prasarana wilayah lainnya.
Paragraf 5
Instrumen dan Tata Cara Pengendalian
Pasal 106
(1) Instrumen dan tata cara pengendalian dikembangkan untuk
disesuaikan dengan sifat strategis suatu rencana pemanfaatan
ruang, peringkat administrasi dan geografis rencana, dan sifat
ketetapan pemantapan ruang.
(2) Instrumen dan tata cara pengendalian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melalui peraturan perundang-undangan yang
mengatur penataan ruang baik pemerintah pusat maupun daerah.

65

(1)

(2)

(3)

(4)

Paragraf 6
Institusi Pengendalian
Pasal 107
Institusi pengendali berfungsi untuk melakukan pemantauan,
evaluasi, pelaporan, dan penertiban pemanfaatan ruang secara
efektif.
Untuk mewujudkan tugas pokok dan fungsi institusi pengendali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) institusi pengendalian
diberikan peranan, kedudukan, dan tanggung jawab sesuai
dengan tahapan dan peringkat wilayah perencanaan.
Institusi pengendali agar dapat melaksanakan tugas pokok dan
fungsi harus memenuhi unsur-unsur :
a. memiliki
kemampuan
untuk
mengkoordinasikan,
mengendalikan, dan melaksanakan evaluasi atas usulan dan
pelaksanaan pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh berbagai
peringkat dan juridiksi pemerintahan yang ada di Provinsi,
terutama program dan proyek yang bersifat strategis dan
berdampak regional;
b. memiliki kewenangan dan sumber daya yang memadai untuk
dapat mengambil keputusan yang cepat dan efektif, terutama
apabila dihadapkan pada kontroversi pemanfaatan ruang yang
melibatkan berbagai pihak;
c. mempunyai akses terhadap informasi atas program dan
proyek strategis berskala besar dan berdampak luas dan
berkemampuan untuk mengolah informasi serta mengevaluasi
implikasinya pada RTRW di masing-masing peringkat
wilayah perencanaan yang berkaitan;
d. memiliki kemampuan menjalankan peran mediator dan
fasilitator untuk menampung aspirasi semua stakeholder
dalam pembangunan wilayah agar dapat dihasilkan keputusan
yang seimbang dan dapat diterima oleh semua pihak.
Institusi Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi
Lampung melaksanakan tugas pokok dan fungsi berdasarkan
koordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan atau Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan.

Bagian Kedua
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 108
Indikasi arahan peraturan zonasi memiliki fungsi sebagai:
a. instrumen pengendalian pemanfaatan ruang yang memuat
ketentuan tentang kegiatan-kegiatan yang diperkenankan,
kegiatan-kegiatan yang tidak diperkenankan, kegiatan-kegiatan
yang diperkenankan bersyarat atau diperkenankan secara
terbatas untuk berada pada suatu pola pemanfaatan ruang
tertentu;

66

b.
c.

d.

rujukan utama bagi penyusunan Ketentuan Umum Peraturan


Zonasi di tingkat kabupaten/kota;
panduan perizinan dalam pemanfataan ruang untuk pola-pola
ruang yang kewenangan pemberian izin pemanfaatan ruang yang
berada pada pemerintah daerah provinsi;
panduan perizinan dalam pemanfaatan ruang pada kawasan yang
berada di sekitar sistem jaringan prasarana wilayah provinsi.

Paragraf 2
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Lindung
Pasal 109
Indikasi arahan peraturan zonasi untuk kawasan lindung, meliputi ;
a. pelarangan merubah bentang alam;
b. pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luasan
kawasan hutan termasuk kegiatan penambangan liar;
c. pembatasan kegiatan pertambangan tertutup;
d. pelarangan penambangan pada kawasan lindung dengan open pit
mining.
Paragraf 3
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Pelestarian Alam
Pasal 110
(1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan pelestarian alam,
terdiri dari ;
a. taman nasional;
b. taman hutan raya.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan pelestarian alam di
Taman Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi:
a. program pengelolaan hutan bersama masyarakat dengan
tujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya hutan
yang mempunyai fungsi ekologis dan nilai ekonomis;
b. dalam kawasan taman nasional dilarang dilakukan kegiatan
budidaya yang menyebabkan menurunnya fungsi kawasan;
c. dalam kawasan taman nasional dilarang dilakukan
penebangan pohon dan perburuan satwa yang dilndungi
undang-undang;
d. dalam kawasan taman nasional laut dilarang dilakukan
penambangan terumbu karang;
e. dalam kawasan taman nasional dan taman nasional laut masih
diperbolehkan dilakukan kegiatan penelitian dan wisata alam
sepanjang tidak merusak lingkungan;
f. dalam kawasan taman nasional dan taman nasional laut masih
diperbolehkan dilakukan pembangunan prasarana wilayah
dan prasarana bawah laut sepanjang tidak merusak atau
menurangi fungsi kawasan;

67

g. di dalam Taman Nasional diperkenankan adanya program


pengelolaan hutan bersama masyarakat sepanjang tidak
menyebabkan menurunnya fungsi kawasan.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan pelestarian alam di
Taman Hutan Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, meliputi:
a. dalam kawasan taman hutan raya tidak diperkenankan
dilakukan budidaya yang merusak dan/atau menurunkan
fungsi kawasan taman hutan raya;
b. kawasan taman hutan raya tidak dapat dialih fungsikan
kecuali terjadi perubahan fungsi dan sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku;
c. dalam kawasan taman hutan raya masih diperkenankan
dilakukan kegiatan pariwisata alam dan pariwisata konvensi
sesuai ketentuan yang berlaku;
d. dalam kawasan taman hutan raya masih diperkenankan
dilakukan budidaya lain yang menunjang kegiatan pariwisata;
e. dalam kawasan taman hutan raya masih diperkenankan
dibangun prasarana wilayah sesuai ketentuan yang berlaku.
Paragraf 4
Arahan Zonasi Kawasan Cagar Budaya Dan Ilmu Pengetahuan
Pasal 111
Dalam kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan ditetapkan
indikasi arahan peraturan zonasi sebagai berikut :
a.

lingkungan fisik dan non-fisik disekitar cagar budaya harus


ditata agar sesuai dengan keberadaan cagar budaya sebagai
landmark kawasan;

b.

kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan diperkenankan


untuk difungsikan sebagai objek wisata.

Bagian Ketiga
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Perlindungan
Bawahan (Hutan Lindung)
Paragraf 1
Umum
Pasal 112
Indikasi Arahan peraturan zonasi kawasan perlindungan bawahan
(hutan lindung), terdiri dari:
a.

b.

dalam kawasan hutan lindung masih diperkenankan dilakukan


kegiatan lain yang bersifat komplementer terhadap fungsi hutan
lindung sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam Keputusan
Menteri Kehutanan yang mengatur kawasan dimaksud;
kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung masih
diperkenankan sepanjang tidak dilakukan secara terbuka, dengan

68

c.

d.

syarat harus dilakukan reklamasi areal bekas penambangan


sehingga kembali berfungsi sebagai kawasan lindung;
kawasan hutan lindung dapat dialihfungsikan sepanjang
mengikuti prosedur dan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
pembangunan prasarana wilayah yang harus melintasi hutan
lindung dapat diperkenankan dengan ketentuan :
1. tidak menyebabkan terjadinya perkembangan pemanfaatan
ruang budidaya di sepanjang jaringan prasarana tersebut;
2. mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri
Kehutanan;
3. tidak ada alternatif lain untuk lintasan prasarana wilayah
yang memadai.

Bagian Keempat
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Peraturan Kawasan
Perlindungan Setempat
Paragraf 1
Umum
Pasal 113
Indikasi arahan peraturan zonasi peraturan kawasan perlindungan
setempat, terdiri dari:
a. kawasan sekitar mata air;
b. kawasan sekitar waduk/danau;
c. kawasan sekitar rawa;
d. sempadan sungai;
e. sempadan pantai.
Paragraf 2
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Sekitar Mata Air
Pasal 114
Arahan kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud dalam Pasal
113 huruf a, melalui penetapan sempadan mata air dengan jari-jari
sekurang-kurangnya 200 m dari titik mata air. Didalam sempadan
mata air ditetapkan Indikasi Arahan Peraturan Zonasi sebagai
berikut:
a. Tidak diperkenankan adanya kegiatan budidaya yang dapat
merusak fungsi mata air;
b. Kegiatan penunjang pariwisata alam diperkenankan secara
terbatas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Paragraf 3
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan sekitar
Waduk/danau
Pasal 115
Arahan kawasan sekitar waduk/danau sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 113 huruf b, melalui:

69

a.
b.

c.

tidak diperkenankan dilakukan kegiatan budidaya yang dapat


merusak fungsi danau/waduk;
dalam kawasan sempadan waduk/danau diperkenankan
dilakukan kegiatan penunjang pariwisata alam sesuai ketentuan
yang berlaku;
dalam kawasan sempadan waduk/danau masih diperkenankan
dibangun prasarana wilayah dan utilitas lainnya sepanjang :
1. Tidak mendorong perkembangan fisik daerah terbangun
yang dapat menurunkan fungsi waduk dan danau;
2. Pembangunannya dilakukan sesuai ketentuan peraturan yang
berlaku.

Paragraf 4
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Sekitar Rawa
Pasal 116
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi kawasan sekitar rawa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 113 huruf c, melalui:
a. dilarang dilakukan reklamasi dan pembangunan permukiman
yang mempengaruhi fungsi kawasan dan merubah bentang alam;
b. diperkenankan dilakukan kegiatan penelitian dan wisata alam
sepanjang tidak merusak kawasan rawa dan habitat satwa liar
yang ada.

Paragraf 5
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Sempadan Sungai
Pasal 117
Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sempadan sungai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 huruf d ditetapkan sebagai
berikut :
a. dalam kawasan sempadan sungai tidak diperkenankan dilakukan
kegiatan budidaya yang mengakibatkan terganggunya fungsi
sungai;
b. dalam kawasan sempadan sungai masih diperkenankan dibangun
prasarana wilayah dan utilitas lainnya dengan ketentuan :
1. tidak menyebabkan terjadinya perkembangan fisik daerah
terbangun di sepanjang jaringan prasarana tersebut;
2. dilakukan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
Paragraf 6
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Sempadan Pantai
Pasal 118
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi sempadan pantai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 113 huruf e, melalui :
a. dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk dalam zona inti
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak diperkenankan

70

b.

c.

dilakukan kegiatan budidaya kecuali kegiatan penelitian,


bangunan pengendali air, dan sistem peringatan dini (early
warning system);
dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk zona
pemanfaatan terbatas dalam wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil diperkenankan dilakukan kegiatan budidaya pesisir,
ekowisata, dan perikanan tradisional;
dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk zona lain dalam
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diperkenankan dilakukan
kegiatan budidaya sesuai peruntukan kawasan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kelima
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Rawan Bencana
Paragraf 1
Umum
Pasal 119
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Rawan Bencana, terdiri
dari :
a. pembangunan kawasan permukiman di dalam kawasan rawan
bencana harus dibatasi dan diterapkan peraturan bangunan
(building code) sesuai dengan potensi bahaya/bencana, serta
dilengkapi jalur evakuasi;
b. kegiatan-kegiatan vital/strategis diarahkan untuk tidak dibangun
pada kawasan rawan bencana;
c. dalam kawasan rawan bencana masih dapat dilakukan
pembangunan prasarana penunjang untuk mengurangi resiko
bencana dan pemasangan sistem peringatan dini (early warning
system);
d. dalam kawasan rawan bencana masih diperkenankan adanya
kegiatan budidaya non permukiman.
Bagian Keenam
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya
Paragraf 1
Umum
Pasal 120
Indikasi Arahan peraturan zonasi kawasan budidaya, terdiri dari :
a. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan
produksi;
b. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian;
c. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan;
d. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
perkebunan;
e. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata;
f. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
permukiman;

71

g. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan industri;


h. indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
pertambangan.
Paragraf 2
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Peruntukan Hutan
Produksi
Pasal 121
Indikasi Arahan Peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan
produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf a, terdiri
dari:
a. dalam kawasan hutan produksi tidak diperkenankan adanya
kegiatan budidaya kecuali kegiatan kehutanan dan pembangunan
sistem jaringan prasarana wilayah dan bangunan terkait dengan
pengelolaan budidaya hutan produksi;
b. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dapat
dialihfungsikan untuk kegiatan lain di luar kehutanan sesuai
peraturan perundangan yang berlaku;
c. kegiatan kehutanan dalam kawasan hutan produksi tidak
diperkenankan menimbulkan gangguan lingkungan yang dapat
menimbulkan bencana alam.
Paragraf 3
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Peruntukan
Pertanian
Pasal 122
Arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 120 huruf b, meliputi :
a.
kegiatan budidaya pertanian tanaman pangan lahan basah dan
lahan kering tidak diperkenankan menggunakan lahan yang
dikelola dengan mengabaikan kelestarian lingkungan, misalnya
penggunaan pupuk yang menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan, dan pengolahan tanah yang tidak memperhatikan
aspek konservasi;
b.
pada kawasan budidaya pertanian diperkenankan adanya
bangunan prasarana wilayah dan bangunan yang bersifat
mendukung kegiatan pertanian;
c.
dalam kawasan pertanian masih diperkenankan dilakukan
kegiatan wisata alam secara terbatas, penelitian dan pendidikan.
Paragraf 4
Indikasi Arahan Zonasi Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 123
Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf c, meliputi :

72

a.

b.

c.
a.

kegiatan yang bersifat polutif tidak diperkenankan berdekatan


atau berada disepanjang aliran sungai yang menuju ke kawasan
perikanan;
dalam kawasan perikanan diperkenankan adanya kegiatan lain
yang bersifat mendukung kegiatan perikanan dan pembangunan
sistem jaringan prasarana sesuai ketentuan yang berlaku;
kawasan perikanan diperkenankan untuk dialihfungsikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
dalam kawasan perikanan diperkenankan dilakukan kegiatan
wisata alam secara terbatas, penelitian dan pendidikan;.

Paragraf 5
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Peruntukan
Perkebunan
Pasal 124
Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan perkebunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf d, meliputi:
a. dalam kawasan perkebunan dan perkebunan rakyat tidak
diperkenankan penanaman jenis tanaman perkebunan yang
bersifat menyerap air dalam jumlah banyak, terutama kawasan
perkebunan yang berlokasi di daerah hulu/kawasan resapan air;
b. kawasan perkebunan besar tidak diperkenankan merubah jenis
tanaman perkebunan yang tidak sesuai dengan perizinan yang
diberikan;
c. dalam kawasan perkebunan besar dan perkebunan rakyat
diperkenankan adanya bangunan yang bersifat mendukung
kegiatan perkebunan dan jaringan prasarana wilayah;
d. alih fungsi kawasan perkebunan menjadi fungsi lainnya dapat
dilakukan sepanjang sesuai dan mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
Sebelum kegiatan perkebunan besar dilakukan diwajibkan untuk
dilakukan studi kelayakan dan studi AMDAL yang hasilnya
disetujui oleh tim evaluasi dari lembaga yang berwenang.
Paragraf 6
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Peruntukan
Pariwisata
Pasal 125
Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf e, meliputi:
a. pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan dilakukan
kegiatan yang dapat menyebabkan rusaknya kondisi alam
terutama yang menjadi obyek wisata alam;
b. dalam kawasan pariwisata dilarang dibangun permukiman dan
industri yang tidak terkait dengan kegiatan pariwisata;

73

c.

d.
e.

f.

dalam kawasan pariwisata diperkenankan adanya sarana dan


prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata dan sistem
prasarana wilayah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku;
pada kawasan pariwisata diperkenankan adanya kegiatan
penelitian dan pendidikan;
pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan adanya
bangunan lain kecuali bangunan pendukung kegiatan wisata
alam;
pengembangan pariwisata harus dilengkapi dengan upaya
pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan serta
studi AMDAL.

Paragraf 7
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Peruntukan
Permukiman
Pasal 126
Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf f, meliputi:
a. peruntukan kawasan permukiman diperkenankan untuk
dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;
b. kawasan permukiman harus dilengkapi dengan fasilitas sosial
ekonomi termasuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku;
c. dalam kawasan permukiman diperkenankan adanya kegiatan
industri skala rumah tangga dengan skala pelayanan lingkungan;
d. dalam kawasan permukiman tidak diperkenankan dikembangkan
kegiatan yang mengganggu fungsi permukiman dan
kelangsungan kehidupan sosial masyarakat;
e. pengembangan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai
ketentuan peraturan yang berlaku di bidang perumahan dan
permukiman;
f. pembangunan fasilitas hunian dan kegiatan lainnya di kawasan
permukiman akan diatur lebih lanjut di dalam RTRW Kab/kota
beserta rencana rincinya.
Paragraf 8
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Peruntukan
Industri
Pasal 127
Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf g, meliputi:
a.

perencanaan dan pembangunan


memperhatikan aspek ekologis;

kawasan

industri

harus

74

b.

c.
d.

e.

f.
g.
h.

pada kawasan industri diperkenankan adanya permukiman


penunjang kegiatan industri yang dibangun sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku;
pada kawasan industri diperkenankan adanya sarana dan
prasarana penunjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
pengembangan kawasan industri harus dilengkapi dengan jalur
hijau (greenbelt) sebagai penyangga antar fungsi kawasan, dan
sarana pengolahan limbah;
pengembangan zona industri yang terletak pada sepanjang jalan
arteri atau kolektor harus dilengkapi dengan frontage road
untuk kelancaran aksesibilitas;
setiap kegiatan industri harus dilengkapi dengan upaya
pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan;
setiap rencana pengembangan kawasan industri harus dilengkapi
dokumen AMDAL;
setiap industri wajib berlokasi di kawasan industri.

Paragraf 9
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Pertambangan
Pasal 128
Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf h, meliputi:
a. pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan
mempertimbangkan potensi bahan galian dan kondisi geologi
dan geohidrologi dengan tujuan menjaga kelestarian lingkungan;
b. pengelolaan kawasan bekas penambangan melalui rehabilitasi
dengan melakukan penimbunan tanah subur dengan tujuan lahan
dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun
kegiatan budidaya lainnya dengan tetap memperhatikan aspek
kelestarian lingkungan hidup;
c. penyimpanan dan pengamanan tanah atas (top soil) untuk
keperluan rehabilitasi atau reklamasi lahan bekas penambangan
harus dilakukan pada setiap kegiatan usaha pertambangan.
Bagian Ketujuh
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Sistem Nasional dan Sistem
Provinsi
Paragraf 1
Umum
Pasal 129
Indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional dan sistem provinsi
di Provinsi Lampung, terdiri dari:
a. indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem perkotaan;
b. indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan
transportasi;

75

c.
d.
e.
f.

indikasi arahan peraturan zonasi sistem energi;


indikasi arahan peraturan zonasi telekomunikasi;
indikasi arahan peraturan zonasi SDA;
indikasi arahan peraturan zonasi untuk prasarana persampahan.

Paragraf 2
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Untuk Sistem Perkotaan
Pasal 130
Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem perkotaan di provinsi
Lampung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 buruf a adalah
sebagai berikut :
a. perencanaan dan pembangunan perkotaan harus didasarkan pada
fungsi dan peranan perkotaan yang bersangkutan, serta
karakteristik fisik dan sosial budaya masyarakatnya, dengan
memperhatikan standar teknik perencanaan yang berlaku;
b. pemerintah kabupaten wajib memelihara dan mengamankan
sistem perkotaan nasional dan provinsi yang ada di wilayah
kabupaten yang bersangkutan;
c. pemerintah kota wajib untuk menegakan fungsi kotanya sesuai
dengan penetapan sistem perkotaan nasional dan provinsi.
Paragraf 3
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem Jaringan
Transportasi
Pasal 131
Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 buruf b, terdiri dari:
a. jaringan jalan arteri primer;
b. jaringan jalan kolektor primer 1, kolektor primer 2, dan jalan
strategis;
c. jaringan kereta api;
d. jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan;
e. peraturan zonasi untuk pelabuhan umum;
f. peraturan zonasi untuk bandar udara umum.
Pasal 132
Indikasi Arahan peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri primer
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 huruf a, meliputi:
a. di sepanjang sistem jaringan jalan arteri primer tidak
diperkenankan adanya kegiatan yang dapat menimbulkan
hambatan lalu lintas regional;
b. di sepanjang sistem jaringan jalan arteri primer diusahakan agar
tidak ada akses langsung dari bangunan ke jalan;
c. bangunan di sepanjang sistem jaringan jalan arteri primer harus
memilki sempadan bangunan yang sesuai dengan ketentuan
setengah rumija +1.

76

Pasal 133
Indikasi Arahan peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor
primer 1, kolektor primer2 dan jalan strategis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 131 huruf b, meliputi:
a. di sepanjang sistem jaringan jalan kolektor kolektor primer 1,
tidak diperkenankan adanya kegiatan yang dapat menimbulkan
hambatan lalu lintas regional;
b. di sepanjang sistem jaringan jalan kolektor kolektor primer 1
diusahakan agar tidak ada akses langsung dari bangunan ke
jalan;
c. bangunan di sepanjang sistem jaringan kolektor primer 1 harus
memilki sempadan bangunan yang sesuai dengan ketentuan
setengah rumija +1;
d. bangunan di sepanjang sistem jaringan kolektor primer2 dan
jalan strategis harus memilki sempadan bangunan yang sesuai
dengan ketentuan setengah rumija.
Pasal 134
Indikasi Arahan peraturan zonasi untuk
jaringan kereta api
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 huruf c, meliputi:
a. perlintasan rel KA dengan jalan yang memiliki volume lalu
lintas yang tinggi diusahakan agar tidak berada dalam satu
bidang;
b. bangunan di sepanjang lintasan rel KA harus berada di luar garis
sempadan rel sesuai dengan undang-undang perkeretaapian
nasional.
Pasal 135
Indikasi Arahan peraturan zonasi untuk jaringan transportasi sungai,
danau dan penyeberangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131
huruf d, meliputi:
a.

pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan harus memiliki


kelengkapan fasilitas pendukung yang sesuai volume bongkar
muat barang/ penumpang tahunan;

b.

pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan harus memiliki


akses langsung ke jalan kolektor primer 1atau kolektor primer 2.

Pasal 136
Indikasi Arahan peraturan zonasi untuk pelabuhan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 huruf e, adalah sebagai
berikut:
a. Pelabuhan laut harus memiliki kelengkapan fasilitas pendukung
yang sesuai volume bongkar muat barang/ penumpang tahunan;
b. Pelabuhan laut harus memiliki akses langsung ke jalan arteri
primer atau kolektor primer 1.

77

Pasal 137
Indikasi Arahan peraturan zonasi untuk Bandar Udara Umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 huruf f, meliputi
Transportasi udara :
a. pemanfataan ruang disekitar bandar udara harus mengikuti
Ketentuan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP);
b. bandar udara diarahkan untuk memilki akses ke jalan arteri
primer;
c. diupaya agar bandar udara terlayani oleh sistem jaringan
transportasi antar moda.
Paragraf 4
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem Energi
Pasal 138
Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 huruf c, meliputi :
a. pemanfaatan ruang di sekitar pusat pembangkit energi harus
berada di luar daerah bahaya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
b. ruang yang berada di bawah SUTT, SUTET dan SUTUT tidak
diperkenankan untuk sebagai bangunan permukiman sesuai
dengan teknis yang berlaku;
c. tanah yang berada di bawah jalur SUTT, SUTET dan SUTUT
tetap digunakan oleh pemiliknya.
Paragraf 5
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Jaringan
Telekomunikasi
Pasal 139
Indikasi arahan peraturan zonasi untuk jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 huruf d meliputi :
a. ruang Bebas di sekitar menara berjari-jari minimum sama
dengan tinggi menara;
b. diarahkan untuk menggunakan menara telekomunikasi secara
bersama-sama diantara para penyedia layanan telekomunikasi
(provider).
Paragraf 6
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Jaringan SDA
Pasal 140
Indikasi arahan peraturan zonasi untuk jaringan SDA sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 129 huruf e, meliputi :
a. kawasan sepanjang sungai merupakan kawasan perlindungan
setempat dengan sempadan berikut :

78

1.

b.

c.

daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar


paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;
2. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di
luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit
100(seratus) meter dari tepi sungai; dan
3. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di
luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit
50(lima puluh) meter dari tepi sungai.
dalam kawasan sempadan sungai tidak diperkenankan adanya
kegiatan budidaya yang mengakibatkan terganggunya fungsi
sungai;
dalam kawasan sempadan sungai diperkenankan dibangun
prasarana wilayah dengan ketentuan :
1. Tidak menyebabkan terjadinya perkembangan fisik daerah
terbangun di sepanjang jaringan prasarana tersebut;
2. Dilakukan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

Paragraf 7
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Persampahan
Pasal 141
Indikasi arahan peraturan zonasi untuk persampahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 129 huruf f, meliputi :
a. tempat pembuangan akhir sampah tidak diperkenankan terletak
berdekatan dengan kawasan permukiman;
b. lokasi tempat pembuangan akhir sampah harus didukung oleh
studi AMDAL yang telah disepakati oleh instansi yang
berwenang;
c. pengelolaan sampah dalam tempat pembuangan akhir sampah
dilakukan dengan sistem sanitary landfill sesuai ketentuan
peraturan yang berlaku;
d. dalam lingkungan tempat pembuangan akhir sampah disediakan
prasarana penunjang pengelolaan sampah.

BAB X
ARAHAN PERIJINAN, INSENTIF DAN DISINSENTIF
Bagian Kesatu
Perizinan Pemanfaatan Ruang
Paragraf 1
Umum
Pasal 142
Perizinan pemanfaatan ruang ditetapkan dengan ketentuan :
a. perizinan diberikan terhadap kegiatan-kegiatan yang sesuai
dengan rencana struktur ruang dan pola ruang dan mengacu pada
arahan indikasi peraturan zonasi;

79

b.
c.

proses perizinan untuk setiap kegiatan mengacu pada peraturan


perundang-undangan yang berlaku pada masing-masing sektor;
pemberi izin pemanfaatan ruang diberikan oleh instansi
pemerintah yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.

Paragraf 2
Penerbitan Izin
Pasal 143
Penerbitan izin pemanfaatan ruang harus mengacu pada RTRW
Kabupaten/Kota, diatur lebih lanjut sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Arahan Insentif dan Disinsentif
Paragraf 1
Arahan Umum Insentif
Pasal 144
(1) Pemberian insentif diberlakukan pada pemanfaatan ruang yang
sesuai dengan arahan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
melalui :
a. fasilitasi kemudahan-kemudahan dalam pengurusan izin dan
pengurusan administrasi lainnya untuk pemanfaatan ruang
yang sesuai dengan arahan-arahan dalam rencana tata ruang;
b. fasilitasi bantuan pada pemanfaatan lahan yang sifatnya
mengkonservasi lahan pada kawasan-kawasan non produktif.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa :
a. pemberian keringanan pajak dan kemudahan prosedur
perizinan kepada investor yang mengembangkan kegiatan di
kawasan non produktif dan menyerap banyak tenaga kerja;
b. pemberian kompensasi pemegang izin penggunaan lahan
yang ditertibkan sesuai peruntukannya;
c. pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik dan
infrastruktur lain kearah rencana pengembangan kawasan
terbangun baru yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. pembangunan fasilitas pendidikan, peribadatan dan fasilitas
umum dan sosial lain pada daerah pengembangan;
e. pemberian kompensasi terhadap kawasan terbangun lama
sebelum rencana tata ruang ditetapkan dan tidak sesuai tata
ruang serta dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
Paragraf 2
Arahan Umum Disinsentif
Pasal 145
(1) Pemberian disinsentif diberlakukan terhadap penyimpanganpenyimpangan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
arahan-arahan terutama dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
dengan cara melalui:

80

a. penetapan aturan pemberian sanksi dan pengenaan denda


kepada pelanggar aturan-aturan dan arahan dalam rencana
tata ruang;
b. mempersulit pengurusan administrasi dan penolakan usulan
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan arahan dalam
rencana tata ruang;
c. pengawasan dan pengendalian yang ketat pada kawasankawasan terbangun yang tidak sesuai dengan arahan dalam
Rencana Tata Ruang.
(2) Pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa :
a. pengenaan pajak yang tinggi pada kegiatan komersial pada
kawasan padat dan keterbatasan lahan, seperti di pusat kota;
b. penetapan pajak yang tinggi pada kawasan pusat perdagangan
dan jasa, pusat pemerintahan, dan kawasan disepanjang jalan
arteri bagi pengembangan perumahan;
c. pengenaan kompensasi dari pihak ketiga (investor) yang
membangun di kawasan padat atau tertentu baik berupa pajak
atau retribusi yang tinggi maupun kompensasi pembangunan
infrastruktur atau fasilitas umum atau sosial;
d. tidak diterbitkannya izin mendirikan bangunan pada kawasan
sempadan sungai dan kawasan serta kawasan lindung dan
konservasi;
e. tidak dilakukan pemberian fasilitas pembangunan seperti
listrik, telepon dan perbaikan jalan pada kawasan yang tidak
sesuai dengan peruntukan tata ruang.
Paragraf 2
Arahan Khusus Insentif dan Disinsentif
Pasal 146
(1) Pemberian insentif dan disinsentif ditujukan pada pola ruang
tertentu yang dinilai harus dilindungi fungsinya dan dihindari
pemanfaatannya maupun kawasan yang diprioritaskan
pengembangannya, yaitu:
a. PKN;
b. PKW, PKWp dan PKL;
c. kawasan pertanian (khususnya pertanian tanaman pangan);
d. kawasan rawan bencana;
e. kawasan hutan lindung, suaka alam dan cagar budaya;
f. kawasan industri.
(2) Arahan pemberian insentif sebagaimana yang dimaksud ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. pembangunan akses jalan menuju bandara atau pelabuhan;
b. memberi kemudahan perijinan bagi pengembang;
c. melakukan promosi pengembangan pusat pertumbuhan.

81

(3) Arahan pemberian insentif sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf


b, meliputi:
a. memberikan kemudahan perijinan;
b. memberikan keluwesan batasan KLB dan ketinggian
bangunan;
c. memberikan pelayanan jaringan utilitas air, energi dan
telekomunikasi serta drainase.
(4) Arahan pemberian insentif sebagaimana yang dimaksud ayat (1)
huruf c, meliputi:
a. insentif fiskal; dan
b. insentif non-fiskal agar pemilik lahan tetap mengusahakan
kegiatan pertanian pangan;
c. disinsentif non-fiskal.
(5) Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud ayat (4) huruf
a, meliputi:
a. penghapusan semua retribusi yang diberlakukan di kawasan
pertanian pangan;
b. pengurangan atau penghapusan sama sekali PBB kawasan
pertanian pangan produktif melalui mekanisme restitusi pajak
oleh dana APBD.
(6) Pemberian insentif non-fiskal sebagaimana dimaksud ayat (4)
huruf b, meliputi penyediaan prasarana pendukung produksi dan
pemasaran produk.
(7) Pemberian disinsentif non-fiskal sebagaimana dimaksud ayat (4)
huruf c, berupa tidak diberikannya sarana dan prasarana
permukiman yang memungkinkan pengalihan fungsi lahan
pertanian menjadi perumahan atau kegiatan komersial.
(8) Arahan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana yang
dimaksud ayat (1) huruf d, meliputi:
a. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana permukiman
untuk mencegah perkembangan permukiman lebih lanjut;
b. penolakan pemberian prasarana dan sarana permukiman
untuk kawasan yang berlum dihuni penduduk; dan
c. penyediaan prasarana dan sarana permukiman hanya
diperbolehkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang
sudah ada saja.
(9) Arahan pemberian disinsentif sebagaimana yang dimaksud ayat
(1) huruf e, meliputi:
a. tidak dikeluarkan ijin lokasi baru;
b. tidak dibangun akses jalan baru melalui kawasan lindung;
c. tidak dibangun jaringan prasarana baru kecuali prasarana
vital Provinsi Lampung yang meliputi sistem jaringan listrik,
telepon, cek dam, tandon air atau bendungan, pemancar
elektronik, dan lain-lain.

82

(10) Arahan pemberian insentif sebagaimana yang dimaksud ayat (1)


huruf f, meliputi:
a. kemudahan perizinan;
b. pemberian pajak yang ringan; dan
c. subsidi pembangunan infrastruktur (khususnya infrastruktur
jalan yang menghubungkan lokasi pabrik menuju lahan
perkebunan dan pasar).
Paragraf 4
Arahan Sanksi
Pasal 147
(1) Pelanggaran terhadap penataan ruang yang dilakukan baik oleh
orang dan/atau koorporasi akan dikenakan sanksi administratif
dan/atau sanksi pidana.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin dan pembongkaran bangunan;
g. pemulihan fungsi ruang;
h. sanksi denda administrasi.
Pasal 148
Sanksi administrasi berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 147 ayat (2) huruf a diberikan apabila :
a. rencana pembangunan tidak sesuai dengan izin yang diminta
sebelumya;
b. rencana pembanguan belum mendapatkan izin dari Pemerintah
Kabupaten.
Pasal 149
Sanksi administrasi berupa penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2) huruf b diberikan
apabila:
a. rencana pembangunan tetap belum mendapatkan izin sementara
pembangunan telah dilakukan;
b. pembangunan tidak sesuai dengan ketentuan;
c. kegiatan pembanguan yang menimbulkan dampak terhadap
lingkungan sekitar.

83

Pasal 150
(1) Sanksi administrasi berupa penghentian sementara pelayanan
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2) huruf c
diberikan apabila kondisi pembangunan tidak sesuai dengan izin
yang diminta seperti intensitas bangunan, kegiatan yang
diizinkan, kegiatan pembangunan menggangu lingkungan sekitar,
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar.
(2) Pemberhentian sementara pelayanan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa pemberhentian layanan dan
fasilitas seperti listrik, telepon, air bersih dan sejenisya.
Pasal 151
(1) Sanksi administrasi berupa Penutupan lokasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2) huruf d diberikan apabila:
a. pembangunan tidak disertai izin mendirikan bangunan;
b. penggunaan lahan tidak sesuai dengan izin yang diberikan;
c. pembanguan menimbulkan masalah lingkungan.
(2) Sanksi penutupan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan atau berlaku setelah penerapan sanksi tertulis, sanksi
penghentian kegiatan dan sanksi pemberhentian sementara tidak
dilakukan tidak lanjut oleh pemilik atau pelaku pembangunan.
Pasal 152
Sanksi administrasi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 147 ayat (2) huruf e diberikan apabila:
a. rencana dan pelaksaaan pembangunan tidak sesuai dengan
rencana serta sudah diselesaikannya pembangunannya;
b. Pelangaran ketentuan teknis dan penggunaan lahan yang telah
ditetapkan dalam perizinan yang telah diterbitkan;
c. terjadi ketidak sesuaian kepemilikan lahan;
d. terjadi permasalahan dalam proses pelaksanaan pembangunan
seperti terjadinya permasalahan bangunan menimbulkan
kecelakaan pada masyarakat sekitarnya;
e. penggunaan lahan tidak sesuai dengan izin dan menimbulkan
masalah seperti masalah sosial, kerusakan lingkungan, rusaknya
tatanan sosial dan kerusakan sejenis.
Pasal 153
(1) Sanksi administrasi berupa pembatalan izin dan pembongkaran
bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147ayat (2) huruf f
dilakukan hampir secara bersamaan.
(2) Pembatalan izin dan pembongkaran bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah pengenaan sanksi
tertulis, sanksi pemberhentian sementara kegiatan, penghentian
pelayanan umum dan penutupan lokasi telah dilakukan dan telah
diberikan batas waktu yang telah ditentukan untuk melakukan
perbaikan namun tidak dilaksanakan.

84

(3) Sanksi pembatalan izin diterapkan dengan lampiran


pemberitahuan jangka waktu pelaksanaan pembongkaran.
Pasal 154
(1) Sanksi administrasi berupa pemulihan fungsi ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2) huruf g diberikan apabila:
a. kegiatan pembangunan merusak fungsi lindung dan
kelestarian alam yang ada sepertil pembangunan di daerah
sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan konservasi,
Kawasan Rencana Tata Hijau dan Pencemaran pada saluran
drainase maupun sungai;
b. kegiatan menimbulkan permasalahan limbah bagi masyarakat
sekitar.
(2) Pemulihan fungsi ruang dibebankan kepada pelaksana
pembangunan dengan kewajiban memperbaiki dan memulihkan
lingkungan yang mengalami kerusakan.
Pasal 155
(1) Sanksi administrasi berupa sanksi denda administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2) huruf h
diberikan apabila kondisi izin pembangunan maupun yang tidak
memiliki izin melakukan kesalahan penggunaan lahan dikenakan
denda administrasi.
(2) Sanksi denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa pembayaran.
BAB XI
KELEMBAGAAN
Pasal 156
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan
ruang dan kerjasama antar sektor / antar daerah bidang penataan
ruang dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai tugas, susunan organisasi dan
tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dan ditetapkan
dengan Peraturan atau Keputusan Gubernur.
BAB XII
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 157
Hak masyarakat dalam penataan ruang adalah sebagai berikut :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang;
c. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;

85

d.

e.

f.

mengetahui secara terbuka perencanaan penataan ruang wilayah


provinsi, ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana detail
lainnya;
menikmati manfaat ruang atau pertambahan nilai ruang beserta
sumber daya yang terkandung di dalamnya sebagai akibat dari
pembangunan dan penataan ruang;
memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang
dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan
sesuai dengan perencanaan ruang.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 158
Dalam penataan ruang, setiap masyarakat mempunyai kewajiban :
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 159
Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 158, dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan
kriteria, kaidah, dan baku mutu sesuai dengan nilai kebenaran ilmiah
serta aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 160
Dalam pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat dapat dilakukan
melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang;
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 161
Peran masyarakat dalam proses penyusunan rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 huruf a, meliputi :
a. memberi masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah;
b. mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan
termasuk bantuan dalam memperjelas hak atas ruang wilayah dan
pelaksanaan tata ruang kawasan;

86

c. membantu merumuskan perencanaan tata ruang wilayah;


d. memberi informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam
menyusun strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah;
e. mengajukan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang
wilayah;
f. bekerjasama dalam penelitian dan pengembangan tata ruang
wilayah.
Pasal 162
Peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 160 huruf b, meliputi :
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang skala Kabupaten/Kota,
Kecamatan, dan kawasan, termasuk pemberian informasi atau
laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan dimaksud
dan/atau sumberdaya tanah, air, udara dan sumberdaya lainnya;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang
mencakup lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kota;
c. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan dan/atau; dan
d. kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian
fungsi lingkungan hidup.
Pasal 163
(1) Dalam pengendalian pemanfaatan ruang peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 huruf c, dapat berupa :
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan
kawasan, termasuk pemberian informasi atau laporan
pelaksanaan pemanfaatan ruang;
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan
penertiban pemanfaatan ruang.
(2) Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan secara
lisan atau tertulis kepada Gubernur dan pejabat yang berwenang.
Bagian Keempat
Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang
Pasal 164
(1) Tata cara peran masyarakat dalam proses perencanaan tata
ruang disampaikan secara lisan atau tertulis pada Gubernur dan
pejabat yang berwenang.
(2) Tata cara peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan dengan memperhatikan tata nilai, paradigma, dan
adat istiadat setempat yang pelaksanaannya dikoordinasikan
oleh Gubernur.

87

(3) Tata cara peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan


ruang disampaikan secara lisan atau tertulis kepada Gubernur
dan pejabat yang berwenang.
Pasal 165
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah
membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang
dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

(1)

(2)

(3)

(4)

BAB XIII
PENYIDIKAN
Pasal 166
Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia,
pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan
ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk
membantu pejabat penyidik kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam
bidang penataan ruang;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang
penataan ruang;
d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang
berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan
ruang;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga
terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan
penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara
tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan
ruang.
Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada
pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan,
penyidik pegawai negeri sipil melakukan koordinasi dengan

88

(5)

(6)

pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sesuai


dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut
umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara Republik
Indonesia.
Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata
cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 167
Setiap orang dan / atau korporasi yang melakukan kegiatan atau
perbuatan yang tidak sesuai atau bertentangan atau melanggar
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan daerah ini, dikenakan
sanksi pidana sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
BAB XV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 168
RTRW berfungsi sebagaimana penataan ruang dari struktur ruang
dan pola ruang untuk penyusunan rencana pembangunan daerah.
Pasal 169
RTRW Provinsi Lampung digunakan sebagai pedoman bagi:
a. penyusunan rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota pada
skala 1: 50.000 dan rencana detail tata ruang Kabupaten/Kota
pada skala 1: 5.000;
b. penyusunan ketentuan pemanfaatan ruang;
c. perumusan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang di wilayah
Provinsi Lampung dengan ketentuan bahwa penataan ruang
lautan, ruang udara, dan ruang bawah tanah akan diatur lebih
lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antar wilayah kabupaten/kota serta keserasian
antar sektor;
e. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan
atau masyarakat.
Pasal 170
Pengelolaan ruang laut diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.

89

Pasal 171
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Lampung tahun 2009-2029 dilengkapi dengan Dokumen Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung dan peta dengan tingkat
ketelitian minimal 1 : 250.000 sebagaimana tercantum dalam Album
Peta, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.

(1)

(2)

(3)

(4)

BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 172
dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, semua peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang
telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan dan belum diubah berdasarkan Peraturan Daerah ini.
dengan berlakunya Peraturan Daerah ini :
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak
sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku
ketentuan :
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin
tersebut disesuaikan dengan fungsi
kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan
tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian
dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah
ini; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan
tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian
dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah
ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan
terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat
pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian
yang layak.
Pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan
Peraturan Daerah ini.
Pemanfaatan ruang di daerah yang diselenggarakan tanpa izin
ditentukan sebagai berikut :
a. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,
pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan
b. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,
dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

90

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 173
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah
Provinsi Lampung Nomor 5 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang
Wilayah Provinsi Lampung sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 13 Tahun 2007
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota disusun atau
disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini dan ketentuan serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur
tentang penataan ruang.
Pasal 174
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 175
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Daerah Provinsi Lampung

Ditetapkan di Telukbetung
pada tanggal 27 Mei 2010
GUBERNUR LAMPUNG,

SJACHROEDIN Z.P.
Diundangkan di Telukbetung
pada tanggal 27 Mei 2010
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI LAMPUNG,

IRHAM JAFAR LAN PUTRA


LEMBARAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2010 NOMOR 1

91

PENJELASAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG
NOMOR 1 TAHUN 2010
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2009 SAMPAI DENGAN TAHUN 2029

I. UMUM.
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, berupa
tanah, air dan udara, dan sumberdaya alam yang lain. Namun demikian harus disadari
bahwa sumberdaya alam memiliki keterbatasan terkait dengan ketersediaan menurut
kuantitas dan kualitasnya. Pasal 1 angka 1 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, mendefinisikan ruang sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.
Merujuk pada definis tersebut maka ruang merupakan sumber daya tempat di mana
peristiwa transaksi ekonomi maupun sosial budaya yang memiliki karakteriktik unik
yakni ketesediaan/luas relatif tetap karena perubahan luas akibat proses alami dan proses
artifisial sangat kecil. Oleh karena itu pemanfaatan ruang perlu diarahkan untuk kegiatan
yang paling sesuai dengan karakteristiknya serta dikelola agar mampu menampung
kegiatan masyarakat yang terus berkembang.
Perkembangan kegiatan masyarakat yang membutuhkan ruang seiring meningkatnya
aktivitas manusia, perkembangan jumlah penduduk, dan pertumbuhan ekonomi.
Akibatnya terjadi persaingan pemanfaatan ruang yang ketesediaannya relatif sudah sangat
terbatas. Agar kegiatan manusia dapat berlangsung secara efisien dan dapat menciptakan
keterpaduan dalam pencapaian tujuan pembangunan, perlu dilakukan pengaturan ruang
dengan mempertimbangkan aspek kegiatan manusia dan aspek sediaan ruang.
Provinsi Lampung memiliki posisi geografis yang strategis dan sangat menguntungkan.
Provinsi ini terletak di ujung Pulau Sumatera bagian Selatan, yang merupakan pintu
gerbang utama lalu-lintas Sumatera dan Jawa. Didukung oleh posisi yang strategis,
menyebabkan mobilitas penduduk serta lalu lintas di setiap ruas jalan utama di Provinsi
Lampung cenderung padat, sehingga sebagai salah satu kota tersibuk di Indonesia bagian
barat. Peran penting Lampung sebagai pintu gerbang Pulau Sumatera dapat dilihat dari
tingkat mobilitas orang dan barang di Pelabuhan Bakauheni dan Pelabuhan Panjang.
Dengan demikian maka Provinsi Lampung memiliki andil penting dalam jalur transportasi

darat dan aktivitas pendistribusian logistik dari Jawa menuju Sumatera maupun
sebaliknya.
Terkait dengan posisi Provinsi Lampung yang strategis bagi pengembangan provinsi lain
di Pulau Sumatera, maka telah direncanakan pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS).
Dengan ada realisasi pembangunan JSS tersebut, dapat diprediksikan akan semakin
tingginya mobilitas orang dan barang yang melalui Provinsi Lampung.
Melihat kecenderungan tersebut, maka upaya penataan ruang Provinsi Lampung
signifikan dilakukan dengan mendasarkan pada karakteristik dan daya dukung sehingga
akan meningkatkan keserasian, keselarasan, keseimbangan, dan keberlanjutan
pembangunan dan keberlanjutan ekologis di Provinsi Lampung. Penataan ruang Provinsi
Lampung merupakan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah Propinsi di wilayah yang
menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi, dalam rangka optimalisasi dan mensinergikan
pemanfaatan sumberdaya daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Lebih
jauh penataan ruang merefleksikan kewajiban Pemerintah Daerah Provinsi Lampung
untuk menjamin pemenuhan hak masyarakat atas lingkungan yang sehat dan sekaligus
menampung aspirasi politik masyarakat sebagai bentuk hak partisipasi warga Negara
dalam pembangunan.
Penataan ruang adalah tugas pemerintah yang tidak dapat didelegasikan kepada siapapun.
Pentaan ruang berfungsi untuk mengatur sumber daya paling penting dalam kehidupan
bersama. Penataan ruang merupakan bentuk intervensi positif atas kehidupan sosial dan
lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan. Secara lebih spesifik,
penataan ruang dilakukan sebagai: (1) optimasi pemanfaatan sumberdaya; (2) alat dan
wujud distribusi sumberdaya; (3) sarana menjaga keberlanjutan (sustainability)
pembangunan; dan (4) menciptakan rasa aman dan kenyamanan ruang.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan kepada
Provinsi untuk melakukan penataan ruang. Dalam konteks penataan ruang kedudukan
Provinsi sebagai daerah otonom dan sekaligus sebagai wilayah administrasi memiliki
fungsi dan peran memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah dalam
menyelenggarakan otonomi daerah yang bersifat lintas Daerah Kabupaten/Kota. Dengan
kata lain, penataan ruang Provinsi Lampung merupakan sebuah sistem yang terintegrasi
secara hierarkis dengan penataan ruang nasional. Oleh karenanya untuk mewujudkan
sistem penataan ruang yang menjamin keberlanjutan pembangunan dan keberlanjutan
ekologis membutuhkan dikembangkannya suatu kebijakan penataan ruang Provinsi
Lampung yang memadukan berbagai kebijaksanaan pemanfaatan ruang.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan agar terdapat keseragaman
pengertian dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 2
Tujuan penataan ruang untuk pemerataan pembangun di Provinsi Lampung
berdasarkan terdapatnya disparitas pembangunan antara pusat kota (Bandar Lampung)
dengan wilayah-wilayah di sekitarnya. Indikasi disparitas pembangunan di Provinsi
Lampung dapat dilihat dari laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan, di mana
masih terdapat kabupaten yang laju pertumbuhan PDRB nya di bawah dari rata-rata
laju pertumbuhan PDRB Provinsi. Sedangkan pembangunan berkelanjutan dimaknai
tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Namun lebih luas daripada itu,
pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan
ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dengan kata lain ketiga
hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan
berkelanjutan. Lebih jauh pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan
ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional,
moral, dan spiritual. Dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan
keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
RTRWP Lampung merupakan acuan bagi program dan kegiatan pembangunan
daerah lima tahunan dan tahunan.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
RTRWP Lampung digunakan sebagai acuan kebijakan pembangunan hingga
tahun 2029 dan tetap berlaku selama belum ada perubahan/penggantinya.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Faktor yang mempengaruhi perlunya peninjauan kembali dan atau
penyempurnaan RTRWP adalah perubahan peraturan dan rujukan baru
mengenai sistem penataan ruang, perubahan kebijaksanaan baik yang
dilakukan oleh Pusat, Daerah, maupun sektor, perubahan-perubahan dinamis
akibat kebijaksanaan maupun pertumbuhan ekonomi, adanya paradigma baru
pembangunan dan atau penataan ruang, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan bencana alam yang dapat mengubah struktur dan pola tata ruang
yang ada. Di samping itu, perubahan RTRWP terjadi karena RTRWP yang
ada sudah tidak dapat mengakomodasi perkembangan dan pertumbuhan
aktivitas sosial ekonomi yang cepat dan dinamis, terbatasnya pengertian dan
komitmen aparat yang berkaitan dengan tugas penataan ruang mengenai fungsi
dan kegunaan RTRWP dalam pelaksanaan pembangunan, adanya perubahan
atau pergeseran nilai-nilai yang berlaku di masyarakat setempat tentang
kualitas tata ruang, dan lain-lain.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Untuk identifikasi jumlah penduduk optimal yang dapat ditampung oleh
kabupaten dan kota di Provinsi Lampung, maka dilakukan pendekatan
kepadatan penduduk perkotaan dan pendekatan kebutuhan lahan untuk
transmigrasi di kabupaten. Hasil identifikasi daya tampung penduduk di
Provinsi Lampung, yaitu:
1. Untuk Kawasan Perkotaan (Kota Bandar Lampung dan Metro)
Kepadatan penduduk rata-rata eksisting di kedua kota ini adalah 43,35
jiwa/Km. Jika dibandingkan dengan standar kepadatan penduduk di
perkotaan, maka kepadatannya masuk dalam kategori kepadatan
penduduk rendah <150 jiwa/Ha. Oleh karena itu, untuk perkembangan
penduduk berikutnya, maka distribusi penduduk diarahkan agar mencapai
kepadatan penduduk 150 jiwa/Ha, sehingga diperoleh daya tampung
optmal hingga 2029 untuk kawasan perkotaan ini adalah 3.810.000 jiwa

2.

Untuk kabupaten
Berdasarkan kebutuhan lahan transmigrasi (1 KK membutuhkan 2 Ha),
maka dapat diidentifikasi jumlah penduduk optimal yang masih dapat
ditampung di kabupaten dalam Provinsi Lampung, yaitu 5.446.570 jiwa.

Dengan mengidentifikasi jumlah penduduk optimal di Provinsi Lampung


hingga tahun 2029, maka jumlah penduduk untuk tiap kabupaten dan kota
didistribusikan secara proporsional dengan tetap mempertimbangkan proporsi
jumlah penduduk eksisting di masing-masing kabupaten dan kota. Distribusi
penduduk untuk masing-masing kota dapat dilihat pada tabel berikut.

No.

Kabupaten/Kota

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Lampung Barat
Tanggamus
Lampung Selatan
Lampung Timur
Lampung Tengah
Lampung Utara
Way Kanan
Tulang Bawang
Pesawaran
Bandar Lampung
Metro
Jumlah

Ibu Kota
Liwa
Kota Agung
Kalianda
Sukadana
Gunung Sugih
Kotabumi
Blambangan Umpu
Menggala
Gedong Tataan
Bandar Lampung
Metro

LUAS
WILAYAH
(Km)
4.950,40
3.356,61
2.007,01
4.337,89
4,789.82
2.725,63
3.921,63
7.770,84
1.173,77
192,96
61,79

Kepadatan
(jiwa/Km)
50-100
150-200
350-400
150-200
150-200
150-200
50-100
50-100
250-300
15.000-20.000
7.000-8.000

35.288,35

Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Sistem pusat kegiatan di dalam wilayah provinsi harus mengadopsi kebijakan
pengembangan sistem kegiatan nasional yang dituangkan dalam RTRWN
maupun RTRW Pulau. Kota/kawasan perkotaan sebagai PKN, PKSN, dan
PKW ditetapkan oleh Pemerintah yang kebijakannya dituangkan dalam
RTRWN. Sedangkan kebijakan untuk penetapan PKL dalam wilayah provinsi
menjadi wewenang Pemerintahan Provinsi.
Ayat (2)
a. Cukup jelas.

b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan


industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi;
c. Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
7

Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Terkait dengan pengembangan jaringan listrik adalah identifikasi kebutuhan
listrik yang harus dipenuhi hingga tahun 2029 mendatang. Kebutuhan listrik
yang dimaksud terbagi dua, yaitu kebutuhan domestik dan non domestik.
Analisis Kebutuhan listrik domestik, dihitung menurut total kebutuhan listrik
menurut per orang. Oleh karena itu faktor jumlah penduduk, menurut
proyeksinya akan menentukan jumlah kebutuhan listrik domestik. Sementara
kebutuhan listrik non domestik yang dimaksud adalah listrik untuk aktifitas
perkantoran, bisnis, wisata dan pelabuhan.
Adapun proyeksi kebutuhan listrik di Provinsi Lampung tampak pada tabel
berikut ini.

jml penduduk (jiwa)

Listrik Domestik
(KV)

Listrik Non Domestik


(KV)

Lampung Barat

558,491

251,321

100,528

Tanggamus

867,526

390,387

156,155

Lampung Selatan

1,149,939

517,473

206,989

Lampung Timur

1,086,394

488,877

195,551

Lampung Tengah

1,412,715

635,722

254,289

748,952

337,028

134,811

Kab./Kota

Lampung Utara

408,334

Listrik Domestik
(KV)
183,750

Listrik Non Domestik


(KV)
73,500

Tulang Bawang

1,129,296

508,183

203,273

Bandar Lampung

1,124,533

506,040

202,416

Kab./Kota

jml penduduk (jiwa)

Way Kanan

Metro

175,672

79,052

31,621

Pesawaran

521,431

234,644

93,858

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi Provinsi Lampung
direncanakan mampu meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
telekomunikasi yang terpadu dan merata di seluruh wilayah Provinsi Lampung.
Untuk mencapai tujuan tersebut, upaya yang dapat ditempuh adalah
meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan telekomunikasi yang
terpadu dan merata di seluruh wilayah Provinsi Lampung. Sistem jaringan
telekomunikasi di Provinsi Lampung yang terdiri atas jaringan terestrial dan
stasiun bumi akan dikembangkan secara menerus untuk memberikan
pelayanan jasa telekomunikasi di seluruh wilayah Provinsi Lampung.
Adapun proyeksi kebutuhan telekomunikasi terestrial di Provinsi Lampung
tampak pada table berikut ini.

jml penduduk (jiwa)

Telepon Umum
(unit)

Sambungan Rumah
(unit)

Lampung Barat

558,491

558,491

2,234

Tanggamus

867,526

867,526

3,470

Lampung Selatan

1,149,939

1,149,939

4,600

Lampung Timur

1,086,394

1,086,394

4,346

Lampung Tengah

1,412,715

1,412,715

5,651

Lampung Utara

748,952

748,952

2,996

Way Kanan

408,334

408,334

1,633

Tulang Bawang

1,129,296

1,129,296

4,517

Bandar Lampung

1,124,533

1,124,533

4,498

Metro

175,672

175,672

703

Pesawaran

521,431

521,431

2,086

Kab./Kota

Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Pengembangan sistem jaringan sumberdaya air di Provinsi Lampung
direncanakan mampu meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan
jaringan sumberdaya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah Provinsi
Lampung. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi yang dapat ditempuh
adalah meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan sumberdaya
air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah Provinsi Lampung.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 50
Huruf a
Proyeksi kebutuhan air baku air minum berdasarkan jumlah penduduk yang
mengkonsumsi air minum dari PDAM sampai tahun 2029. Konsumsi air

10

minum berbeda ditinjau dari jenis pelayanan. Secara garis besar pelayanan
dapat dibagi atas pelayanan Domestik dan Non Domestik. Jenis pelayanan
domestik adalah pelayanan untuk rumah tangga baik berupa sambungan
langsung maupun kran umum, sedangkan yang non domestik adalah
pelayanan untuk instansi pemerintah, kantor dan niaga.
Sedangkan perhitungan kebutuhan air baku industri didasarkan pada luas
kawasan industri yang akan dikembangkan hingga tahun 2029.Dengan asumsi
kebutuhan air baku industri untuk tiap jenis industri adalah sama, maka dapat
diidentifikasi kebutuhan air baku industri.
Adapun Proyeksi Kebutuhan Air Baku Air Minum dan Industri di Provinsi
Lampung dapat terlihat pada table di bawah ini.

Kab./Kota

Penduduk
(jiwa)

Luas
Kawasan
Industri
(Ha)

Air Baku Air Minum


Domestik
Sambungan
langsung
(liter/hari)

Kran
Umum
(liter/hari)

Non
Domestik
(liter/hari)

Lampung Barat

558,491

55,849,100

16,754,730

3,350,946

Tanggamus

867,526

86,752,600

26,025,780

5,205,156

Lampung Selatan

1,149,939

114,993,900

34,498,170

6,899,634

Lampung Timur

1,086,394

108,639,400

32,591,820

6,518,364

Lampung Tengah

1,412,715

141,271,500

42,381,450

8,476,290

74,895,200

22,468,560

4,493,712

194,4

Lampung Utara

748,952

Way Kanan

408,334

40,833,400

12,250,020

2,450,004

Tulang Bawang

1,129,296

112,929,600

33,878,880

6,775,776

Bandar Lampung

1,124,533

112,453,300

33,735,990

6,747,198

Metro

175,672

17,567,200

5,270,160

1,054,032

Pesawaran

521,431

52,143,100

15,642,930

3,128,586

Air Baku
Industri
(liter)

106,92

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.

11

Pasal 52
Huruf a
Penanganan terhadap sampah memerlukan perhatian yang cukup besar mengingat
jumlah sampah yang akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk kota, serta dampak yang ditimbulkannya apabila tidak ditangani secara tepat
terhadap kota itu sendiri. Selain pengangkutan dan pengelolaan sampah, penyediaan
dan lokasi pembuangan sampah merupakan kebutuhan bagi wilayah provinsi. Adapun
Proyeksi Timbulan Sampah dan Kebutuhan TPS serta TPAdi Provinsi Lampung dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
jml penduduk (jiwa)

Timbulan sampah
(liter/hari)

Lampung Barat

558,491

1,675,473

Tanggamus

867,526

2,602,578

Lampung Selatan

1,149,939

3,449,817

Lampung Timur

1,086,394

3,259,182

Lampung Tengah

1,412,715

4,238,145

Lampung Utara

748,952

2,246,856

Way Kanan

408,334

1,225,002

Tulang Bawang

1,129,296

3,387,888

Bandar Lampung

1,124,533

3,373,599

Metro

175,672

527,016

Pesawaran

521,431

1,564,293

Kab./Kota

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Beberapa asumsi dan pendekatan yang digunakan untuk menghitung timbulan
sampah dan kebutuhan TPS serta TPA :
1. Limbah Cair Domestik
a. Black Water: 0,83 L/orang/hari
b. Grey Water: 100 L/orang/hari
12

2. Limbah Cair Non Domestik: 25% dari limbah cair domestik


3. IPLT : 1 unit per kota dan kabupaten
4. IPAL : di setiap kawasan industri
Adapun proyeksi Kebutuhan Pengelolaan Limbah Cair di Provinsi Lampung
dapat terlihat pada table di bawah ini.

Kab./Kota
Lampung Barat
Tanggamus

Limbah Cair Domestik


Black Water
(liter/hari)

Grey Water
(liter/hari)

Limbah
Cair Non
Domestik

558,491

463,548

55,849,100

14,078,162

jml penduduk
(jiwa)

867,526

720,047

86,752,600

21,868,162

Lampung Selatan

1,149,939

954,449

114,993,900

28,987,087

Lampung Timur

1,086,394

901,707

108,639,400

27,385,277

Lampung Tengah

1,412,715

1,172,553

141,271,500

35,611,013

Lampung Utara

748,952

621,630

74,895,200

18,879,208

Way Kanan

408,334

338,917

40,833,400

10,293,079

Tulang Bawang

1,129,296

937,316

112,929,600

28,466,729

Bandar Lampung

1,124,533

933,362

112,453,300

28,346,666

Metro

175,672

145,808

17,567,200

4,428,252

Pesawaran

521,431

432,788

52,143,100

13,143,972

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Pada bidang pendidikan dapat digambarkan dari proyeksi kebutuhan dan
ketersediaan jumlah sekolah. Perhitungan proyeksi ketersediaan dan kebutuhan
sekolah salah satunya didasarkan pada proyeksi jumlah murid. Gambaran lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

No
1

Tingkat Pendidikan
SD
- Trend Jumlah Murid
- Trend Jumlah Sekolah
- Trend Kebutuhan Sekolah
- Selisih Kebutuhan

Tahun
2019
995.075
5.118
3.980
1.137

2029
1.000.116
5.400
4.000
1.399

13

No
2

Tahun

Tingkat Pendidikan

2019

2029

SMP
- Trend Jumlah Murid
- Trend Jumlah Sekolah
- Trend Kebutuhan Sekolah
- Selisih Kebutuhan

360.471
1.187
801
386

399.747
1.271
888
383

SMU
- Trend Jumlah Murid
- Trend Jumlah Sekolah
- Trend Kebutuhan Sekolah
- Selisih Kebutuhan
SMK

135.785
420
302
118
204

145.425
435
323
112
211

Data di atas menunjukkan bahwa ketersediaan sekolah pada berbagai level


pendidikan saat ini telah mencukupi kebutuhan sekolah sampai dengan tahun
2029. Dengan demikian fokus pembangunan dapat diarahkan pada peningkatan
kualitas sekolah. Peningkatan kualitas sekolah meliputi ketersediaan kebutuhan
sarana pendidikan. Berikut proyeksi kebutuhan sekolah untuk setiap
kabupaten/kota di Provinsi Lampung hingga tahun 2029 dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

No.

Kabupaten/Kota

1
2

Tahun

Sarana Pendidikan

2029

SD

SMP

SMA

Lampung Barat

558,491

349

116

116

Tanggamus

867,526

542

181

181

Pringsewu *)

Lampung Selatan

1,149,939

719

240

240

Lampung Timur

1,086,394

679

226

226

Lampung Tengah

1,412,715

883

294

294

Lampung Utara

748,952

468

156

156

Way Kanan

408,334

255

85

85

706

235

235

Tulang Bawang
8

1,129,296

Tulang Bawang Barat *)


Mesuji *)

Bandar Lampung

1,124,533

703

234

234

10

Metro

175,672

110

37

37

11

Pesawaran

521,431

326

109

109

9,183,283

5,740

1,913

1,913

Jumlah

14

Guna menunjang keberlangsungan proses belajar mengajar disuatu sekolah


keberadaan seorang guru sangat berarti sekali. Dengan proporsi yang sesuai
antara jumlah guru dan murid maka akan dihasilkan jumlah lulusan yang
diharapkan berkualitas. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah keberadaan
guru sampai dengan tahun 2029 dapat dilihat pada tabel berikut.

No
1

Tingkat Pendidikan
SD
Jumlah Guru
Jumlah Lulusan
SMP
Jumlah Guru
Jumlah Lulusan
SMU
Jumlah Guru
Jumlah lulusan

2019

2029

47.664
196.284

51.164
215.144

22.218
111.331

24.225
124.582

10.433
44.919

11.112
49.059

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk makin meningkatkan kualitas dan
pemerataan jangkauan/akses pelayanan kesehatan. Dalam upaya mencapai
tujuan tersebut penyediaan sarana kesehatan merupakan hal yang penting.
Keberadaan puskesmas sebagai bagian dari pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dalam bidang kesehatan dimasa mendatang sangat membantu
rumah sakit yang ada dalam menopang pelayanan kepada masyarakat secara
langsung sampai kedaerah yang terpencil sekalipun. Perkembangan puskesmas
hingga tahun 2029 dapat dilihat pada tabel berikut.

No
1
2
3

Uraian
Asumsi Puskesmas Tetap
Penduduk
Beban Puskesmas (org)

2019
227
8.350.081
36.784

2029
227
9.183.282
40.455

15

Keberadaan dokter dimasa mendatang akan sangat menentukan dalam


pelayanan kesehatan kepada masyarakat dilihat dari jumlah dan kualitasnya.
Untuk lengkapnya mengenai proyeksi jumlah dokter dapat dilihat pada tabel
berikut.

No
1
2
3

Uraian
Trend Jumlah Dokter
Penduduk
Rasio Dokter/100.000

2019
653
8.350.081
7,54

2029
747
9.183.282
8,4

Keseluruhan fasilitas pelayanan kesehatan seiring waktu semakin dibutuhkan


keberadaannya oleh masyarakat. Dalam rangka memberikan pelayanan
kesehatan yang baik dimasa mendatang maka kebutuhan akan fasilitas
kesehatan tersebut untuk dapat ditingkatkan baik secara kuantitas maupun
kualitas. Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan kebutuhan fasilitas
kesehatan hingga tahun 2029 dapat dilihat pada tabel berikut.

No

Kabupaten/Kota

1
2

Penduduk

Sarana Pendidikan

2029

RSU

RSIA

Poliklinik

Lampung Barat

558,491

19

56

Tanggamus

867,526

29

87

Pringsewu *)

Lampung Selatan

1,149,939

38

115

Lampung Timur

1,086,394

36

109

Lampung Tengah

1,412,715

47

141

Lampung Utara

748,952

25

113

Way Kanan

408,334

14

41

1,129,296

38

113

Tulang Bawang
Tulang Bawang Barat *)

Mesuji *)
9

Bandar Lampung

1,124,533

37

112

10

Metro

175,672

18

11

Pesawaran

521,431

17

52

9,183,283

11

306

918

Jumlah

Ayat (2)
Cukup jelas.

16

Tahun
No

Kecamatan

Lampung Barat
Tanggamus

Pringsewu *)

Sarana Ekonomi

2029

Pasar
Lingkungan

Pasar Induk

Pertokoan

558,491

28

867,526

19

Lampung Selatan

1,149,939

57

19

10

Lampung Timur

1,086,394

54

18

Lampung Tengah

1,412,715

71

24

12

Lampung Utara

748,952

37

12

Way Kanan

408,334

20

1,129,296

19

Tulang Bawang
8

Tulang Bawang Barat *)


Mesuji *)

Pesawaran

1,124,533

56

19

10

Bandar Lampung

175,672

11

Metro

521,431

26

9,183,283

398

133

77

Jumlah

Pasal 56
Ayat (1)
Sarana Perekonomian memiliki fungsi penting dalam perputaran roda
perekonomian wilayah, oleh karena itu pengadaan dan penempatan Sarana
Perekonomian harus tepat sasaran. Penempatan sarana perekonomian
diarahkan pada pusat-pusat kegiatan di Provinsi Lampung, baik pada PKN,
PKW, PKWp dan PKL. Kebutuhan Sarana Perekonomian di Provinsi
Lampung pada tahun 2029 menurut SNI No. 1733 adalah sebagai berikut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Pelaksanaan penghijauan kembali hutan lindung yang telah mengalami perubahan
fungsi dengan adanya kegiatan perambahan hutan dilakukan oleh Dinas Kehutanan.

17

Hal ini sesuai dengan tugas dari Dinas Kehutanan untuk dapat mengendalikan dan
mengawasi pemanfataan hutan khususnya hutan lindung, sehingga pengembalian
kembali fungsi hutan merupakan suatu keharusan agar tatanan ekosistem dapat
terjaga dan berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut
maka anggaran yang digunakan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai
pendukung keberhasilan pengembalian hutan lindung kepada fungsinya.
Kawasan Hutan Lindung yang tersebar di Lampung Selatan, Lampung Timur,
Lampung Barat, Lampung Tengah, Tanggamus dan Way Kanan.

NO
1.1

NAMA KAWASAN

REG

LOKASI/
KAB

LUAS (HA)

KETERANGAN

Hutan Lindung

Way Pisang

LAMSEL

505,80

HL eks HPK

Gunung Rajabasa

LAMSEL

5.200,50

sudah ditata batas

Way Buatan

LAMSEL

950,40

sudah ditata batas

Rumbia

LAMTENG

5.666,72

sudah ditata batas

Gunung Seminung

9B

LAMBAR

420,00

sudah ditata batas

Muara Sekampung

15

LAMTIM

1,488.36

HL eks HPK

Batu Serampok

17

LAMSEL

7.230,00

sudah ditata batas

Bukit Serarukuh

17 B

LAMBAR

1.596,10

sudah ditata batas

Gunung Betung/Tahura WAR

19

LAMSEL

10

Pematang Kubuota

20

LAMSEL

7.954,70

11

Perentian Batu (Sbgn)

21

LAMSEL

4.631,76

12

Perentian batu (Sbgn)

21

Tanggamus

2.780,24

13

Way Waya (Sbgn)

22

LAMTENG

5.118,00

14

Way Waya (Sbgn)

22

Tanggamus

4.777,00

15

Bukit Punggur

24

Way Kanan

20.831,00

16

Pematang Panggang

25

Tanggamus

3.380,00

17

Serkumpaji

26

Tanggamus

673,90

sudah ditata batas

18

Pegunungan Sulah

27

Tanggamus

8.862,36

sudah ditata batas

19

Pematang Neba

28

Tanggamus

13,419.85

sudah ditata batas

20

Gunung Tanggamus

30

Tanggamus

15.060,00

sudah ditata batas

21

Pematang Arahan

31

Tanggamus

1.505,00

sudah ditata batas

22

Bukit Rindihan

32

Tanggamus

6.960,00

sudah ditata batas

23

Tangkit Tebak

34

LAMPURA

28.000,00

sudah ditata batas

sudah ditata batas

sudah ditata batas

18

NO

NAMA KAWASAN

REG

LOKASI/
KAB

LUAS (HA)

KETERANGAN
sudah ditata batas

24

Gunung Balak

38

LAMTIM

22.292,50

25

Kota Agung Utara (Sbgn)

39

Tanggamus

84.463,00

26

Kota Agung Utara (Sbgn)

39

LAMTENG

17.647,00

27

Saka

41

Way Kanan

1.116,80

sudah ditata batas

28

Krui Utara

43 B

LAMBAR

14.030,00

sudah ditata batas

29

Way Tenong Kenali

44 B

LAMBAR

13.040,00

sudah ditata batas

30

Bukit Rigis

45 B

LAMBAR

8.345,00

31

Palakiah

48 B

LAMBAR

1.800,17

sudah ditata batas

32

HL. Bina Lestari/HL.Pesisir

LAMBAR

9,360.50

sudah ditata batas

33

HL. Bengkunat

LAMBAR

331,60

HL eks HPK

34

Giham Tahmi

Way Kanan

341,30

HL eks HPK

JUMLAH MENURUT BERITA ACARA PENGUKURAN


JUMLAH MENURUT SK 256/KPTS-II/2000

319,779.56
317,615.00

Kawasan konservasi adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan dibawahnya, terutama berkaitan
dengan fungsi hidrologis untuk pencegahan banjir, menahan erosi dan sedimentasi,
serta mempertahankan ketersediaan air. Kawasan ini berada pada ketinggian diatas
1.000 mdpl dengan kemiringan lebih dari 40%, bercurah hujan tinggi, atau mampu
meresapkan air kedalam tanah. Termasuk dalam kawasan ini adalah sebagian besar
kawasan Bukit Barisan bagian timur dan barat yang membentang dari utara ke
selatan, Pematang Sulah, Kubu Cukuh, dan kawasan hutan lainnya.
Pasal 62
Luas kawasan yang berfungsi sebagai suaka alam di Provinsi Lampung sesuai dengan
SK MENHUTBUN NO.256/Kpts-II/2000 TGL 23 Agustus 2000
Pasal 63
Cukup jelas.

19

Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kawasan Hutan Produksi di Provinsi Lampung sesuai dengan SK
MENHUTBUN NO.256/Kpts-II/2000 TGL 23 Agustus 2000
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas.
20

Ayat (2)
Pengembangan pariwisata dalam konteks Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Provinsi Lampung dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
No
1.

Kategori
Wisata Alam

Potensi
Pantai

Pegunungan

Danau

Air Terjun
Minat Khusus
Minat Khusus

Minat Khusus

Minat Khusus

2.

Wisata
Bahari

Minat Khusus
Minat Khusus

Minat Khusus

3.

Wisata
Budaya

Minat Khusus
Wisata Sejarah
Wisata Sejarah

Lokasi
Lampung Barat,
Pesawaran dan Lampung
Selatan
Lampung Barat,
Pesawaran, Lampung
Selatan
Way Jepara (Lampung
Utara), Ranau (Kabupaten
Lampung Barat)
Way Kanan dan Lampung
Barat
Pesawaran dan Lampung
Barat
Bandar Lampung,
Lampung Selatan dan
Lampung Barat
Way Semangka
(Kabupaten Lampung
Barat dan Kabupaten
Tanggamus), serta Way
Semong (Kabupaten
Tanggamus), Way Besai
(Kabupaten Lampung
Barat)
Way Kambas/Way Kanan
(Kabupaten Lampung
Timur)
Lampung Timur
Pulau Sebesi dan Pulau
Sebuku (Lampung
Selatan)
Pulau Condong (Lampung
Selatan)
Krui (Lampung Barat)
Sumber Jaya (Lampung
Barat)
Sukau (Lampung Barat)

Keterangan
rekreasi alam

mobil dan motor offroad


paragliding dan
gantole
arung jeram

Trekking

pengamatan satwa liar


selam, mancing,
snorkling
selam, mancing,
snorkling
Surfing
Situs Masa Pra Sejarah
Situs masa Hindu dan
Budha

21

No

Kategori

Potensi
Wisata Sejarah
Wisata Sejarah
Wisata Sejarah
Wisata Sejarah
Wisata Ziarah
Wisata Ziarah
Wisata Ziarah

4.

Wisata
Buatan

Lokasi
Pesisir Tengah (Lampung
Barat)
Pasemah (Lampung
Selatan)
Pugung Raharjo
(Lampung Timur)
Tulang Bawang
Lampung Selatan
Pesisir Tengah (Lampung
Barat)
Way Kanan

Keterangan
Situs Masa Islam
Prasasti Batu Tulis
Kerajaan Sriwijaya
Situs masa Pra Sejarah
Situs Kerajaan Tulang
Bawang
Makam Radin Intan II
Makam Islam

Wisata Ziarah
Wisata
Museum
Wisata
Museum
Wisata
Monumen
Wisata
Monumen
Wisata Taman
Rekreasi

Goa Maria (Tanggamus)


Kota Bandar Lampung

Makam Raja-raja Way


Kanan
Ziarah umat Katholik
Museum Lampung

Kota Bandar Lampung

Gedung Juang 45

Bakauheni (Lampung
Selatan)
Kota Bandar Lampung

Menara Siger

Kota Bandar Lampung

Wisata Resort

Kalianda (Lampung
Selatan)

Taman Bumi Kedaton,


Taman Budaya
Lampung
Resort Kalianda

Monumen Krakatau

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas

22

Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
23

Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
24

Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Ayat (1)
Pada dasarnya instrumen pengendalian disesuaikan dengan sifat strategis suatu
rencana pemanfaatan ruang, peringkat administrasi dan geografis rencana,
serta sifat ketetapan pemantapannya (tetap atau luwes) sebagaimana tercantum
pada tabel di bawah ini.
Peringkat Administratif/
Geografis
Kawasan Pada Tingkat Provinsi

Kawasan Pada Tingkat


Kabupaten/Kota

Sifat

Instrumen Pengendali

Strategis

Strategis

Perda tentang RTRW


Kabupaten/Kota
Perda tentang RDTR Kawasan
Strategis

Non Strategis

Perda tentang RTRW


Kabupaten/Kota
Peraturan zonasi

Strategis

Perda tentang RDTR Kawasan


Strategis

Non Strategis

Peraturan zonasi

Kawasan Pada Tingkat Kecamatan

UU
PP
Keppres
Perda tentang RTRW Provinsi

Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 107
Ayat (1)
Institusi yang berwenang dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang
tertera pada tabel berikut ini.

25

Wilayah
Perencanaan
Provinsi

Institusi Pengendali
1.
2.
3.
4.
5.

BAPPEDA
BKPRD
BPN
BKPM Daerah
BPLHD Provinsi

Kabupaten/Kota

1.
2.
3.
4.
5.

BAPPEDA Kabupaten/Kota
Dinas Tata Kota
BKPRD
BPN
Bapedalda Kabupaten/Kota

Kecamatan

1. Camat sebagai PPAT

Kriteria Utama
Pengendaliaaan
Ekonomi
Keadilan sosial
Ekologi lingkungan

Keadilan sosial
Infrastruktur
Keuangan
Pertanahan
Lingkungan

Keadilan sosial
Infrastruktur
Pertanahan

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas

26

Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.

27

Pasal 126
Huruf a.
Maksud dan tujuan pengaturan kawasan permukiman diperkenankan untuk
dialihfungsikan secara tepat akan mendorong terwujudnya kawasan
permukiman yang diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. meningkatkan ketersediaan permukiman dan mendayagunakan prasarana
dan sarana permukiman;
b. meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor
serta kegiatan ekonomi sekitarnya;
c. tidak mengganggu fungsi lindung;
d. tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam;
e. meningkatkan pendapatan masyarakat;
f. meningkatkan pendapatan nasional dan daerah;
g. menyediakan kesempatan kerja; dan/atau
h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Cukup jelas.

28

Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Huruf a.
Radius Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP), yang terbagi
dalam masing-masing ring dengan pengaturan fungsi penggunaan lahan dan
ketinggian bangunan didalamnya.
Huruf b.
Cukup jelas
Huruf c.
Cukup jelas
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Huruf a
Perizinan dimaksudkan sebagai konfirmasi atas pemanfaatan ruang dalam
proses pengendalian pemanfaatan ruang. Sesuai dengan jenjang dan skala
RTRW yang ada, pada dasarnya dapat ditegaskan bahwa RTRW yang dapat
berfungsi sebagai acuan untuk menertibkan perizinan pemanfaatan ruang
adalah RDTR di tingkat Kecamatan dan/atau RDTR untuk Kawasan
Fungsional beserta jenjang berikutnya yang lebih rendah dengan skala yang
lebih besar.
Perizinan harus disesuaikan dengan tingkat rencana tata ruang yang diacu,
seperti Izin Prinsip, Izin Perencanaan, IMB, Izin UUG/HO, AMDAL, Izin
Tetap, Izin Usaha, dan Izin Tempat Usaha (SITU).
Perizinan yang terkait langsung dengan pemanfaatan ruang adalah Izin Lokasi,
Izin Perencanaan, dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sedang Izin dan/atau
pertimbangan kelayakan lingkungan adalah melalui Izin Undang-undang
Gangguan (IUUG/HO), dan/atau Analisis Mengenai Lingkungan (AMDAL).

29

Perizinan sektoral yang terkait dengan legalitas usaha atau investasi adalah Izin
Prinsip, Izin Tetap, dan Izin Usaha. Berbagai perizinan acapkali secara
bersama-sama dikendalikan dan diintegrasikan ke dalam proses perizinan
pertanahan, yaitu Izin Lokasi hingga prosedur pengajuan/pemberian hak atas
tanah (Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan/atau Hak Milik).
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Ayat (1)
Perangkat insentif adalah pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan
terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata ruang.
Perangkat didefinisikan sebagai pengaturan yang bertujuan membatasi
pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang. Apabila dengan pengaturan diwujudkan insentif dalam rangka
pengembangan pemanfaatan ruang, maka melalui pengaturan itu dapat
diberikan kemudahan tertentu, seperti:
a. Dibidang ekonomi melalui tata cara pemberian komepensasi, imbalan dan
tata cara penyelenggaraan sewa ruang dan urun saham, atau
b. Dibidang fisik melalui pembangunan serta pengadaan sarana dan prasarana
seperti jalan, listrik, air minum, telepon dan sebagainya untuk melayani
pengembangan kawasan sesuai dengan rencana tata ruang.
Jenis insentif dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Jenis Insentif
Kelompok intensif
Pengaturan/regulasi/
kebijaksanaan

Elemen Guna Lahan


Pengaturan hukum
pemilikan lahan oleh
swasta
Pengaturan mengendai
dampak lingkungan
Transfer of development
right (TDR)
Pengaturan perizinan,
meliputi:
- Izin prinsip: izin

Elemen Pelayanan Umum


Kekuatan hukum untuk
mengembalikan
gangguan/pencemaran
Pengendalian hukum
terhadap kendaraan dan
transportasi
Pengaturan penyediaan
pelayanan umum oleh
swasta three in one
policy

Elemen Penyediaan
Prasarana
AMDAL
Linkage
Development
axaction

30

Jenis Insentif
Kelompok intensif

Elemen Guna Lahan

Elemen Pelayanan Umum

Elemen Penyediaan
Prasarana

usaha/tetap
Izin lokasi
Planning permit
Izin gangguan
IMB
Izin Penghunian
bangunan (IPB)

Ekonomi/keuangan

Pajak lahan/PBB
Pajak pengembangan
lahan
Pajak balik nama/jual beli
lahan
Retribusi perubahan lahan
Development Impact Fees

Pajak kemacetan
Pajak pencemaran
Retribusi perizinan
- Izin prinsip: izin
usaha/tetap
- Izin lokasi
- Planning permit
- Izin gangguan
- IMB
- Izin Penghunian
bangunan (IPB)

User charge/tool
for plan
Linkage
Development
axaction
Initial cost for land
consolidation

Pemilikan
/pengadaan langsung
oleh pemerintah

Penguasaan lahan oleh


pemerintah

Pengadaan pelayanan
umum oleh pemerintah
(air bersih,
pengumpulan/pengolaha
n sampah, air kotor,
listrik, telepon, angkutan
umum)

Pengadaan
infrastruktur oleh
pemerintah
Pembangunan
perumahan oleh
pemerintah
Pembangunan
fasilitas umum oleh
pemerintah

Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.

31

Pasal 147
Cukup jelas
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Huruf a
Masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang melalui Lembaran Negara
atau Lembaran Daerah, pengumuman, dan/atau penyebarluasan oleh
pemerintah. Pengumuman atau penyebarluasan tersebut dapat diketahui

32

masyarakat, antara lain, adalah dari pemasangan peta rencana tata ruang
wilayah yang bersangkutan pada tempat umum, kantor kelurahan, dan/atau
kantor yang secara fungsional menangani rencana tata ruang.
Huruf b
Pertambahan nilai ruang dapat dilihat dari sudut pandang ekonomi, sosial,
budaya, dan kualitas lingkungan yang dapat berupa dampak langsung terhadap
peningkatan ekonomi masyarakat, sosial, budaya, dan kualitas lingkungan.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Hak masyarakat untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumber
daya alam yang terkandung di dalamnya sebagaimana dimaksud dilaksanakan
atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan ataupun atas hukum adat atau kaidah
yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat.
Huruf f
Hak memperoleh penggantian yang layak sebagaimana dimaksud dalam huruf
(f) berlaku atas kerugian terjadi perubahan status semula yang dimiliki oleh
masyarakat sebagai akibat pelaksanaan Penataan Ruang diselenggaraan dengan
cara musyawarah antara pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak
sebagaimana dimaksud, penyelesaiannya dilakukan dengan mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.

33

Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Cukup jelas.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Cukup jelas.
Pasal 166
Cukup jelas.
Pasal 167
Yang dimaksud dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
bidang sumberdaya alam seperti kehutanan, pertambangan, pengairan perikanan dan
lingkungan hidup dan peraturan perundang-undangan lain terkait dengan peraturan
daerah ini.
Pasal 168
Cukup jelas.
Pasal 169
Cukup jelas.
Pasal 170
Cukup jelas.
Pasal 171
Cukup jelas.

34

Pasal 172
Cukup jelas.
Pasal 173
Cukup jelas.
Pasal 174
Cukup jelas.
Pasal 175
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 346

35

LAMPIRAN I

: PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG


NOMOR : 1 Tahun 2010
TANGGAL : 27 Mei 2010

GUBERNUR LAMPUNG,
LAMPUNG,
GUBERNUR

SJACHROEDIN Z.P.
Z.P.
SJACHROEDIN

LAMPIRAN II

: PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG


NOMOR : 1 Tahun 2010
TANGGAL : 27 Mei 2010

GUBERNUR LAMPUNG,
LAMPUNG,
GUBERNUR

SJACHROEDIN Z.P.
Z.P.
SJACHROEDIN

LAMPIRAN IV : PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG


NOMOR : 1 Tahun 2010
TANGGAL : 27 Mei 2010

GUBERNUR LAMPUNG,

SJACHROEDIN Z.P.

LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG


NOMOR : 1 Tahun 2010
TANGGAL : 27 Mei 2010

GUBERNUR LAMPUNG,

SJACHROEDIN Z.P.

LAMPIRAN III

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG


NOMOR
: 1 Tahun 2010
TANGGAL : 27 Mei 2010

SISTEM PERKOTAAN PROVINSI LAMPUNG


No
1

Nama Kota
Bandar Lampung

Hierarki
PKN

Fungsi Utama
Pusat pemerintahan provinsi,
Pusat perdagangan dan jasa regional,

( I/C/1 )

Pusat distribusi dan koleksi,


Pusat pendukung jasa pariwisata,
Pendidikan tinggi.
2

Metro

PKW

Pusat pemerintahan kota,


Pendidikan khusus,

( I/C/1 )

Perdagangan dan jasa.


3

Kalianda

PKW

Pusat pemerintahan kabupaten,


Jasa pendukung pariwisata,

( I/C/1 )

Perdagangan dan jasa.


4

Kota Agung

PKW

Pusat pemerintahan kabupaten,


Perdagangan dan jasa,

( I/C/1 )

Perikanan,
Industri.
5

Menggala

PKW

Pusat pemerintahan kabupaten,


Perdagangan dan jasa,

( I/C/1 )

Pusat koleksi dan distribusi,


Kegiatan usaha dan produksi.
6

Kotabumi

PKW

Perdagangan dan jasa.

( I/C/1 )
7

Liwa

Pusat pemerintahan kabupaten,

PKW

Pusat pemerintahan kabupaten,


Perdagangan dan jasa;

( I/D/2 )

Daerah Konservasi.
8

Sukadana

PKWp

Perdagangan dan Jasa.

( II/C/2 )

Blambangan Umpu
( I/C/1 )

Pusat Pemerintahan Kabupaten,

PKWp

Pusat pemerintahan kabupaten,


Perdagangan
Pertanian

No
10

Nama Kota
Pringsewu

Hierarki
PKWp

Gedong Tatan

PKWp

Bakauheni

PKWp

Terbanggi Besar - Bandar


Jaya - Gunung Sugih
(Terbagus)

PKWp

Mesuji

Pusat pemerintahan kabupaten


Pusat Pendidikan Unggulan Terpadu
Perdagangan dan Jasa

( I/C/1 )
14

Pusat koleksi dan distribusi,


Pariwisata.

(I/C/2)
13

Pusat Pemerintahan Kabupaten,


Pusat Perdagangan dan Jasa.

( II/C/2 )
12

Pusat Pemerintahan Kabupaten,


Perdagangan

( II/C/2 )
11

Fungsi Utama

Pusat koleksi dan Distribusi


PKWp

Pusat Pemerintahan Kabupaten


Perikanan dan Industrinya

( II/C/2 )

Perkebunan
Perdagangan dan Jasa
IndustriPengolahan
15

Panaragan

PKWp

Perdagangan dan Jasa

( II/C/2 )
16

Tanjung Bintang

PKL

Sidomulyo

PKL

Natar-Jatiagung

PKL

Seputih Banyak

Pusat Pemerintahan Provinsi,


Perdagangan dan Jasa.

( I/C/2 )
16.

Pertanian,
Perdagangan dan Jasa.

( II/C/1 )
15

Industri,
Koleksi pertanian.

( III/C/1 )
14

Pusat Pemerintahan Kabupaten

PKL

Pengolahan hasil pertanian.

PKL

Pusat pengembangan perdagangan


pendukung kegiatan pertanian,

( IV/C/1)
17.

Kalirejo
(III/C/1)

dan

jasa

Pusat pengembangan industri kecil dan menengah,


Pengembangan produksi perikanan air tawar.
18.

Way Jepara
(III/C/1)

PKL

Pusat pengembangan perdagangan


pendukung kegiatan pertanian,

dan

jasa

Pusat koleksi dan distribusi hasil pertanian


holtikultura.

No
19.

Nama Kota
Labuhan Maringgai

Hierarki
PKL

Fungsi Utama
Perikanan,
Perdagangan dan Jasa.

( IV/C/2 )

Pusat Pengembangan Perdagangan dan Jasa


Pendukung Kegiatan Pertanian.
20.

Fajar Bulan

PKL

(III/C/1)

Pusat pengembangan perdagangan


pendukung kegiatan pertanian,

dan

jasa

Pusat koleksi dan distribusi hasil pertanian


holtikultura.
21.

Krui

PKL

Pusat Pemerintahan Kabupaten,


Perikanan,

( II/C/2 )

Perdagangan dan Jasa,


Pariwisata.
22.

Bukit Kemuning

PKL

Pusat pengolahan hasil pertanian.

( III/C/1 )
23.

Blambangan Umpu

PKL

Wiralaga

Pusat pemerintahan kabupaten


Perdagangan dan jasa.

(IV/C/3)
24.

Perdagangan,

PKL

Industri;
Perikanan;

(IV/C/3)

Perkebunan.
25

Wonosobo

PKL

jasa pendukung kegiatan perikanan laut

(IV/C/3)
26

Unit II (IV/C/3)

pusat pengembangan perdagangan

PKL

Perdagangan dan jasa


Pusat koleksi dan distribusi

GUBERNUR LAMPUNG

SJACHROEDIN Z.P.

Keterangan:
I IV : Tahapan Pengembangan
A

: Percepatan pengembangan kota-kota utama kawasan perbatasan


A/1
: Pengembangan/peningkatan fungsi
A/2
: Pengembangan baru
A/3
: Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi

: Mendorong pengembangan kota-kota sentra produksi

: Revitalisasi dan percepatan pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan nasional


C/1
: Pengembangan/peningkatan fungsi
C/2
: Pengembangan baru
C/3
: Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi

: Pengendalian kota-kota berbasis mitigasi bencana


D/1
: Rehabilitasi kota akibat bencana alam
D/2
: Pengendalian perkembangan kota-kota berbasis mitigasi bencana

LAMPIRAN V

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG


NOMOR : 1 Tahun 2010
TANGGAL : 27 Mei 2010

KAWASAN STRATEGIS PROVINSI LAMPUNG


1. Kawasan Metropolitan Bandar Lampung, yang mencakup Kota Bandar Lampung dan
kecamatan di kabupaten lain yang berbatasan langsung dengan Kota Bandar Lampung. Terkait
dengan penetapan kawasan strategis ini, maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah
dimulai dari penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis, penyusunan DED prasarana
perkotaan yang dikembangkan secara terpadu di Kota Metropolitan Bandar Lampung,
pelaksanaan pembangunan dan pengawasannya.
2. Kawasan Agropolitan di Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten
Lampung Barat, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Lampung
Utara, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Way
Kanan, Kabupaten Tulang Bawang Barat dan Kabupaten Tulang Bawang. Terkait dengan
penetapan kawasan strategis ini, maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah dimulai
dari penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis Agropolitan, penyusunan DED prasarana
kawasan yang dikembangkan secara terpadu kawasan agropolitan hingga pelaksanaan
pembangunan dan pengawasannya
3. Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang ada di Kabupaten Mesuji. Terkait dengan penetapan
kawasan strategis ini, maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah dimulai dari
penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis, penyusunan masterplan utilitas dan sektoral di
dalam kawasan.
4. Kawasan Berikat tambak udang di Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Mesuji. Terkait
dengan penetapan kawasan strategis ini, maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah
dimulai dari penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis serta pengelolaan kawasan.
5. Kawasan Pelabuhan Terpadu Panjang di Kota Bandar Lampung termasuk di dalamnya kegiatan
industri. Terkait dengan penetapan kawasan strategis ini, maka kewenangan dari Pemerintah
Provinsi adalah dimulai dari penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis, penyusunan DED
prasarana kawasan, pembiayaan pembangunan dan pengawasan.
6. Kawasan Agro Minapolitan di Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Kabupaten
Lampung Tengah, dan Kabupaten Lampung Timur. Terkait dengan penetapan kawasan strategis
ini, maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah dimulai dari penyusunan Rencana Rinci
Kawasan Strategis Agro Minapolitan, penyusunan DED prasarana kawasan hingga
pengelolaannya.
7. Kawasan Bakauheni sebagai pintu gerbang Sumatera dari arah Jawa. Terkait dengan penetapan
kawasan strategis ini, maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah dimulai dari
penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis Bakauheni, penyusunan masterplan prasarana
dan DED prasarana kawasan hingga pelaksanaan pembangunan dan pengawasannya
8. Pusat Kegiatan Lokal yang akan dipromosikan menjadi Pusat Kegiatan Wilayah/PKWp, yang
mencakup Sukadana, Blambangan Umpu, Pringsewu, Gedong Tataan, Bakauheni, Terbanggi
Besar - Bandar Jaya - Gunung Sugih (Terbagus), Mesuji dan Panaragan. Terkait dengan
penetapan kawasan strategis ini, maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah dimulai

dari penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis serta RTBL koridor dan sub kawasan dalam
PKWp yang bernilai strategis serta penyusunan masterplan perkotaan.
9. Pengembangan kawasan olahraga terpadu di Kemiling (Kota Bandar Lampung). Terkait dengan
penetapan kawasan strategis ini, maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah dimulai
dari penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis, penyusunan masterplan prasarana kawasan,
penyusunan DED prasarana kawasan, pembiayaan pembangunan serta pengawasannya.
10. Pusat pendidikan terpadu berbasis potensi lokal yang akan dikembangkan di Kabupaten
Lampung Tengah dan Kota Metro. Dengan adanya pendidikan yang terpadu ini diharapkan akan
dihasilkan sumberdaya manusia terampil yang mampu menghasilkan berbagai inovasi untuk
mengolah sumberdaya alam Lampung yang melimpah. erkait dengan penetapan kawasan
strategis ini, maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah dimulai dari penyusunan
Rencana Rinci Kawasan Strategis, penyusunan masterplan prasarana kawasan, penyusunan
DED prasarana kawasan, pembiayaan pembangunan serta pengawasannya.
11. Kawasan pusat perkantoran pemerintah Provinsi Lampung yang akan dipindahkan ke Jati
Agung Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan untuk mengurangi beban
spasial Kota Bandar Lampung yang sudah sangat padat dengan berbagai permasalahan kota.
Dalam rangka pelestarian budaya Lampung, maka pembangunan kawasan ini akan berdasarkan
arsitektur Lampung. Terkait dengan penetapan kawasan strategis ini, maka kewenangan dari
Pemerintah Provinsi adalah dimulai dari penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis,
penyusunan masterplan prasarana kawasan, penyusunan DED prasarana kawasan, pembiayaan
pembangunan serta pengawasannya.
12. Kawasan Industri Lampung di Kec. Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Terkait
dengan penetapan kawasan strategis ini, maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah
dimulai dari penyusunan Rencana Rinci Kawasan Strategis, penyusunan masterplan prasarana
kawasan, serta pengelolaannya.
13. Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan Taman Nasional Way Kambas merupakan
tempat perlindungan keanekaragaman hayati dan aset nasional berupa kawasan lindung yang
ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan fauna yang hampir punah atau diperkirakan
akan punah yang harus dilindungi dan dilestarikan. Terkait dengan penetapan kawasan strategis
ini, maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah dimulai dari penyusunan Rencana Rinci
Kawasan Strategis serta pengawasannya,penyusunan masterplan prasarana kawasan, serta
pengelolaannya.
14. Kebun Raya Liwa di Kabupaten Lampung Barat. Terkait dengan penetapan kawasan strategis
ini, maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah dimulai dari penyusunan Rencana Rinci
Kawasan Strategis, penyusunan masterplan prasarana kawasan, serta pengelolaannya.
15. Kawasan Batutegi di Kabupaten Tanggamus. Terkait dengan penetapan kawasan strategis ini,
maka kewenangan dari Pemerintah Provinsi adalah dimulai dari penyusunan Rencana Rinci
Kawasan Strategis, penyusunan masterplan prasarana kawasan, serta pengelolaannya.

GUBERNUR LAMPUNG,

SJACHROEDIN Z.P.

LAMPIRAN VII : PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG


NOMOR : 1 Tahun 2010
TANGGAL : 27 Mei 2010

INDIKASI PROGRAM UTAMA


LIMA TAHUNAN PROVINSI LAMPUNG
Waktu Pelaksanaan
NO

Usulan Program Utama

Lokasi

Sumber
Pendanaan

Instansi Pelaksana

I
2010 2011

I.
I.1

Perwujudan Struktur Ruang


Perwujudan Sistem Perkotaan Provinsi
a.

b.

Mendorong Pengembangan KotaKota Sentra Produksi berbasis


otonomi daerah
Revitalisasi dan Percepatan
Pengembangan
Kota-Kota Pusat Pertumbuhan
Provinsi
1) Pengembangan/Peningkatan
fungsi
2)
3)

I.2

Pengembangan Baru
Revitalisasi kota-kota yang
telah berfungsi

Sistim Perkotaan Provinsi


Lampung

Sistim Perkotaan Provinsi


Lampung

APBD,
Investor

Investor,
Pemprov.
Lampung dan
Kota Bandar
Lampung

BAPPEDA Prov.
Lampung, KOPERINDAG,
BPMPDD

Dinas PU Provinsi
Lampung dan BAPPEDA

Sistim Transportasi Provinsi


a.

Pemantapan jalan arteri, kolektor


dan lokal primer

APBN
Lintas Timur, Lintas Tengah,
Lintas Barat,
Lintas Pantai Barat, dan
Penghubung Feeder

Departemen PU

2012

2013

2014

II
20152019

III
20202024

IV
20252029

Waktu Pelaksanaan
NO

Usulan Program Utama

Lokasi

Sumber
Pendanaan

Instansi Pelaksana

I
2010 2011

b.

c.

d.

Pemantapan Jalan Strategis


Provinsi

Pembukaan jaringan jalan pada


daerah yang terisolasi

Pembangunan Jalan Tol

tersebar di Kabupaten/Kota

Lampung Barat, Tanggamus

Bakauheni - Terbanggi Besar

APBD

Dinas PU

APBD

Dinas PU

APBN &

Dep. PU

Investor

Terbanggi Besar - Menggala Simpang Pematang


e.

f.

Pemantapan Jalur Kereta Api


Umum

Pebangunan Jalur Kereta api


Regional

APBN

Dep. PU

Investor
APBN &
Investor

Dep. Perhubungan

Bandar Lampung - Pringsewu

APBN &
Investor

Dep. Perhubungan
PT. KAI

Kota Bumi - Terbanggi Besar


Menggala

APBN &
Investor

Dep. Perhubungan
PT. KAI

Tegineneng - Metro

APBN &
Investor

Dep. Perhubungan
PT. KAI

Bandar Lampung, Sumsel

2012

2013

2014

II
20152019

III
20202024

IV
20252029

Waktu Pelaksanaan
NO

Usulan Program Utama

Lokasi

Sumber
Pendanaan

Instansi Pelaksana

I
2010 2011

g.

Pemantapan Pelabuhan
Internasional

Panjang

APBN

Pemantapan Pelabuhan Nasional

Kota Agung

APBN

Dep. Perhubungan

i.

Pengembangan Pelabuhan
Regional

Mesuji, Batu Balai, Teluk


Betung, Ketapang, Legundi,
Sebesi,
Kuala Penet, Labuhan
Maringgai,
Way Sekampung, Tabuan,
Teladas, Menggala,
Tulang Bawang, Bengkunat,
Kelumbayan

APBD

Dinas Perhubungan,
Dinas PU

j.

Pengembangan Pelabuhan
Pengumpan Lokal

Krui, Kalianda, Way Seputih,


dan Sungai Burung

APBD

Dinas Perhubungan,
Dinas PU

Investor

Kabupaten/Kota

APBN

DEPHANKAM

h.

k.

Pengembangan Pelabuhan Khusus

l.

Pangkalan Militer TNI AL

Penengahan, Sepanjang
Pantai Barat, Teluk Lampung,
dan sepanjang Pantai Timur

Way Ratai

Dep. Perhubungan

2012

2013

2014

II
20152019

III
20202024

IV
20252029

Waktu Pelaksanaan
NO

Usulan Program Utama

Lokasi

Sumber
Pendanaan

Instansi Pelaksana

I
2010 2011

m.

n.

I.3

Pemantapan dan Peningkatan


Status (tersier - primer) Bandara
Udara Umum

Branti - Radin Inten II

APBN, APBD

Pembangunan Bandar Udara Gatot


Subroto sebagai Bandar Udara
Sipil

Way Tuba (Way Kanan)

APBD
Investor

Dis. Perhubungan Prov


Pem Kab. Way Kanan

Dephub dan
Dinas PU

o.

Pengembangan Bandara Khusus

Pekon Seray, Gunung Madu


PT. Nusantara Tropical Fruit
Sugar Group, PT. SAC
Nusantara, Sungai Buaya

Investor

Swasta

p.

Pengembangan Pangkalan Militer

Gatot Subroto
ASKASETRA

APBN

DEPHANKAM

APBN, APBD

Dep. PU & Dinas PU

APBN &
APBD

Dep. PU, Dinas PU


DEPHUT , Dinas
Kehutanan

Sistim Jaringan Prasarana Sumber Daya


Air
a. Saluran irigasi primer, sekunder
dan tersier

b. Konservasi SDA & Pengendalian


wilayah DAS

tersebar di tiap-tiap pusat


kegiatan baik PKN, PKW, PKL
dan unit-unit lingkungan

DAS Mesuji Tulang Bawang


Das Way Semangko
DAS Way Sekampung
DAS Way Seputih

2012

2013

2014

II
20152019

III
20202024

IV
20252029

Waktu Pelaksanaan
NO

Usulan Program Utama

Lokasi

Sumber
Pendanaan

Instansi Pelaksana

I
2010 2011

I.4

c. peningkatan pelayanan air minum


hingga melayani 80% penduduk

Tersebar di tiap
kabupaten/kota

d. peningkatan pelayanan air minum


hingga melayani 100% penduduk

Tersebar di tiap
kabupaten/kota

Sistim Jaringan Energi Provinsi

APBN &
APBD

Dep. PU, Dinas PU dan


PDAM

Dep. PU, Dinas PU dan


PDAM

Investor

Swasta

a.

Jaringan Transmisi Sumatera

Tulang Bawang, LAMTIM,


LAMTENG, LAMSEL

b.

pengembangan infrastruktur untuk


pasokan gas bumi

LAMBAR dan Tanggamus

Investor

Swasta

pengembangan Gardu Induk baru


berkapasitas 170 MVA

Tersebar di beberapa
kabupaten/kota

Investor

PLN

pengembangan Gardu Induk baru


berkapasitas 90 MVA

Tersebar di beberapa
kabupaten/kota

Investor

PLN

peningkatan Gardu Induk Eksisting

Tersebar di beberapa
kabupaten/kota

Investor

PLN

c.

d.

e.

I.5

APBN &
APBD

Sistim Jaringan Telekomunikasi


a.

Pengembangan jaringan serat


optik interkoneksi antara Provinsi
Lampung dengan Provinsi
Sumatera Selatan

Tersebar di beberapa
Kabupaten/Kota

APBN, APBD,
dan swasta

DEPKOMINFO/PT.
TELKOM

2012

2013

2014

II
20152019

III
20202024

IV
20252029

Waktu Pelaksanaan
NO

Usulan Program Utama

Lokasi

Sumber
Pendanaan

Instansi Pelaksana

I
2010 2011

b.

c.

1.6
.

II

Pengembangan jaringan mikro


digitasl interkoneksi antara
Provinsi Lampung dengan Provinsi
Sumatera Selatan

Tersebar di beberapa
Kabupaten/Kota

APBN, APBD,
dan swasta

DEPKOMINFO/PT.
TELKOM

Pengembangan jaringan mikro


analog interkoneksi antara
Provinsi Lampung dengan Provinsi
Sumatera Selatan

Tersebar di beberapa
Kabupaten/Kota

APBN, APBD,
dan swasta

DEPKOMINFO/PT.
TELKOM

Kab. Pesawaran dan Lampung


Selatan

Investor

Dinas PU, BPLHD, dan


Dinas Pasar dan
Kebersihan

Sistem Jaringan Persampahan dan


Limbah Cair
a. PengembanganTempat
Pengelolaan Akhir (TPA) Sampah
lintas kabupaten

b.

Pengembangan IPLT

Di setiap kabupaten dan kota

Investor

Dinas PU, BPLHD, dan


Dinas Pasar dan
Kebersihan

c.

Pengembangan IPAL

Di setiap kawasan industri,


kawasan pesisir

Investor

Swasta, BPLHD dan


Dinas PU

Perwujudan Pola Ruang

2012

2013

2014

II
20152019

III
20202024

IV
20252029

Waktu Pelaksanaan
NO

Usulan Program Utama

Lokasi

Sumber
Pendanaan

Instansi Pelaksana

I
2010 2011

II.1

Kawasan Lindung
a.

b.

Rehabilitasi dan pemanfaatan


fungsi Kawasan Lindung Nasional
1) Suaka Alam Laut

Krakatau

APBN, APBD,

DEPHUT, DEPBUDPAR,

2) Cagar Alam

Krakatau & Pulau Serum

Investasi

Dep.KP

3) Suaka Margasatwa

TNBBS, Rawa Pacing dan


Way Kambas

APBN, APBD,

DEPHUT, DEPBUDPAR,

4) Taman Nasional

TNBBS, dan Way Kambas

5) Taman Hutan Raya

THR Wan Abdurrahman

APBN, APBD,

DEPHUT, DEPBUDPAR,

6) Taman Wisata Alam

TNBBS, THR Wan


Abdurrahman, Gunung
Rajabasa & Krakatau

Investasi

Dep.KP

Rehabilitasi dan pemantapan


fungsi Kawasan Lindung Provinsi

1)

Hutan Lindung

LAMBAR, Tanggamus, LAMSEL,


LAMTIM,LAMPUT, LAMTENG,
Way Kanan

APBD

DISHUT, Dinas PU

2)

Kawasan Perlindungan daerah


di bawahnya

Pematang Sulah, Kubu Cukuh

APBD

DISHUT, Dinas PU

Kawasan Suaka Alam

TAHURA Gunung Betung,


Gunung Rajabasa, Rawa
Pacing, Rawa Pakis, ekosistem
mangrove dan rawa di pantai
Timur dan Selatan

APBD

DISHUT, Dinas PU

3)

2012

2013

2014

II
20152019

III
20202024

IV
20252029

Waktu Pelaksanaan
NO

Usulan Program Utama

Lokasi

Sumber
Pendanaan

Instansi Pelaksana

I
2010 2011

4)

Kawasan Perlindungan
Setempat

5)

Kawasan Rawan Bencana

c.

II.2

Pengembalian fungsi hutan


lindung yang telah menurun
kualitasnya dan lahan kritis
Pengelolaan Kawasan Budidaya

a.

Kawasan Peruntukan Pertanian

Sekitar waduk dan danau


Seluruh kawasan berpotensi
bencana
Seluruh kawasan yang
menurun kualitasnya dan
lahan kritis

LAMUT, LAMTENG, Metro,


LAMSEL, LAMTIM

APBD
APBN, APBD
APBN, APBD

DISHUT, Dinas PU,


BAPPEDA
DEPHUT, DEPSOS,
BAPPEDA
DISHUT, BPDAS,
BAPPEDA, Dinas PU,
BPLH

APBN, APBD

Dep. Pertanian
Dis. Pertanian

Way Kanan, LAMUT,


Pesawaran,
LAMTENG, LAMTIM, LAMSEL
Tulang Bawang, Mesuji
Tulang Bawang Barat

APB

Dis. Perkebuna

b.

Kawasan Peruntukan perkebunan

c.

Kawasan Peruntukan
Pertambangan

Tanggamus, LAMBAR, Way


Kanan, Pasawaran, LAMTENG,
Mesuji

APBD, APBN
Investor

Dep. ESDM dan


Dinas Pertambangan

d.

Kawasan Peruntukan Industri

LAMUT, LAMTENG, LAMSEL,


LAMTIM

APBD, APBN
Investor

Dep. Perindustrian &


Dinas Koperindag

e.

Kawasan Peruntukan Pariwisata

LAMBAR, Tanggamus,
Bandar Lampung, LAMSEL
LAMTIM, Pesawaran

APBD, APBN,
Investor

DEPBUDPAR, DISBUDPAR

f.

Kawasan Peruntukan Perikanan

LAMBAR, Tulang Bawang,


LAMSEL, Tanggamus, LAMTIM

APBD, APBN
Investor

Dinas KP
Dep. KP

2012

2013

2014

II
20152019

III
20202024

IV
20252029

Waktu Pelaksanaan
NO

Usulan Program Utama

Lokasi

Sumber
Pendanaan

Instansi Pelaksana

I
2010 2011

g.

Kawasan Peruntukan Hutan


Produksi

h.

Kawasan Peruntukan Permukiman


1) Permukiman berkapadatan
tinggi

2) Permukiman berkapadatan
sedang

3) Permukiman berkapadatan
rendah

II

Kawasan Hutan di
Provinsi Lampung

APBD, APBN
Investor

Kota Bandar Lampung, Kota


Metro, Kabupaten Lampung
Tengah, dan Kabupaten
Pringsewu

APBN, APBD,
Investor

Kabupaten Pesawaran,
Kabupaten Lampung Selatan,
Kabupaten Lampung Utara
dan Kabupaten Tulang Bawang
Kabupaten Lampung Timur,
Kabupaten Tulang Bawang,
Kabupaten Mesuji, Kabupaten
Way Kanan, Kabupaten
Tanggamus dan Kabupaten
Lampung Barat

APBN, APBD,
Investor

APBN, APBD,
Investor

Dinas Kehutanan

KEMENPERA, Dep. PU,


Dinas PU, BAPPEDA

KEMENPERA, Dep. PU,


Dinas PU, BAPPEDA

KEMENPERA, Dep. PU,


Dinas PU, BAPPEDA

Perwujudan Kawasan Strategis

a.

b.

Rehabilitasi dan Pengembangan


Kawasan Strategis dari Sudut
kepentingan Pertumbuhan
Ekonomi

Rehabilitasi dan Pengembangan


Kawasan Strategis dari sudut
kepentingan Sosial Budaya

Kaw. Metropolitan Bandar


Lampung
Kaw. Agropolitan, Kota
Terpadu Mandiri,
Kaw. Berikat Tambak Udang,
Pelabuhan Terpadu Panjang,
Kaw. Agrominapolitan dan
PKWp

APBN, APBD,
Investor

KOPERINDAG, Dinas
Pariwisata dan Dinas
terkait

Kaw. Olahraga Terpadu


Kemiling
Kaw. Pendidikan Terpadu di
Lampung Tengah dan Kota
Metro,
Kaw. Pemerintahan Provinsi di
Natar-Jatiagung

APBN, APBD,
Investor

Dinas Sosial dan


Dinas terkait

2012

2013

2014

II
20152019

III
20202024

IV
20252029

Waktu Pelaksanaan
NO

Usulan Program Utama

Lokasi

Sumber
Pendanaan

Instansi Pelaksana

I
2010 2011

c.

d.

Rehabilitasi dan Pengembangan


Kawasan Strategis dari sudut
kepentingan pendayagunaan SDA
dan Teknologi tinggi

Kaw. Industri Lampung


Tanjung Bintan

APBN, APBD
dan Investor

Rehabilitasi dan Pengembangan


Kawasan Strategis dari sudut
kepentingan Lingkungan Hidup

TNBBS, Way Kambas,


Waduk Batu Tegi
Kemiling, Bakauheni,

APBN, APBD,
Investor

2012

2013

2014

Dinas Pendidikan, Dinas


PU dan dinas terkait
lainnya

Dinas Kehutanan

GUBERNUR LAMPUNG,

SJACHROEDIN Z.P.

II
20152019

III
20202024

IV
20252029

Anda mungkin juga menyukai