Anda di halaman 1dari 2

Guru Besar Ilmu Gizi Unand Ungkap Rahasia Sehat

Masakan Minang
Masakan tradisional masyarakat Minangkabau selama ini dinilai tidak sehat karena
memakai santan dan bumbu yang banyak. Misalnya pada makanan seperti gulai,
rendang dan masakan yang mengandung santan lainnya. Diduga menyebabkan
sakit jantung, tekanan darah tinggi dan stroke.
Hal itu dibantah oleh penelitian Prof. dr. Nur Indrawaty Lipoeto, MMedSci, Phd,
SpGK, yang baru dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Gizi Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Dia mengatakan, kalau orang Minang berhenti memakan santan dan malah beralih
memakan makanan yang digoreng bisa berakibat fatal. Alasannya, melihat
kecenderungan masyarakat saat memasak, semakin banyak santan, maka akan
semakin banyak bumbu.
Bumbu dalam masakan Minang yang memakai santan adalah rahasia sehat dari
makanan orang Minang, kata Indrawaty dalam wawancara dengan
ranahberita.com.
Bumbu yang dimaksud adalah kunyit, jahe, lengkuas, serai, daun salam, cabe,
bawang merah dan putih serta daun-daun lainnya. Bumbu ini dikatakan sehat
karena mengandung antioksidan. Antioksidan berfungsi sebagai zat yang
menetralisir lemak jenuh pada santan dan hewan.
Hal yang ditakutkan dari masakan Minang itu kan lemak daging yang bercampur
dengan lemak kelapa. Kedua lemak itu merupakan lemak jenuh yang jahat. Namun,
ketika diramu oleh orang Minang dengan bumbu khasnya, lemak itu bisa dinetralisir
dengan zat antioksidan yang terdapat di dalam bumbu itu, ujar jebolan Monash
University, Australia ini.
Makanan tradisional Minang yang dianggap sehat itu adalah masakan yang
memakai santan dan mengandung bumbu yang disebutkan di atas. Di antara bumbu
tersebut, menurut Indrawaty, yang paling tinggi kandungan antioksidannya adalah
jahe, kunyit, dan cabe.
Samba lado hijau itu sebenarnya juga baik. Tapi, tak mungkin orang makan cabe itu
dalam jumlah banyak, paling sedikit saja. Tapi kalau digulai, kecenderungan orang
kalau makan gulai akan menyantap kuahnya lebih banyak. Sehingga bisa menyerap
zat antioksidan cabe lebih besar juga, ujarnya.
Makanan yang berbahaya bagi kesehatan itu, tambah Indrawaty adalah gorengan.
Jika masyarakat Minang mengganti santan dengan minyak goreng, tentu orang akan

semakin minim memakan bumbu-bumbu di atas. Sehingga, lemak yang terdapat


pada minyak goreng itu diserap tanpa ada yang menetralisir.
Sebenarnya, kata Indrawaty, lemak yang terkandung dalam santan jauh lebih sedikit
dari minyak goreng. Dibandingkan santan dan minyak goreng dalam jumlah yang
sama, misalnya masing-masing dalam satu gelas, maka lemak pada santan hanya
30 persen. Sedangkan lemak minyak goreng itu 100 persen kandungannya.
Jadi selama ini kita melihat, kebanyak orang Minang tidak percaya diri ketika bicara
soal makanan. Karena menganggap makanan khas Minangkabau tidak sehat.
Padahal tidak masalah. Itulah hebatnya nenek moyang kita yang telah
memikirkannya di zaman yang serba terbatas. Kalau memang tidak sehat, buktinya
sampai sekarang kita baik-baik saja, ujar dosen yang juga pernah menuntut ilmu di
Sheffield University, Inggris ini.
Menurutnya, kecemasan masyarakat akan masakan Minangkabau muncul sejak
tahun 1950an. Peneliti dari Amerika mendapatkan hasil bahwa penderita sakit
jantung karena lemak jenuh. Lemak jenuh yang dimaksud adalah lemak jenuh
hewani. Penelitian mereka terhadap orang yang mengonsumsi lemak jenuh hewani.
Orang Amerika tidak ada makan kelapa. Sementara, kadar lemak jenuh kelapa dan
hewan itu berbeda,
Indrawaty meminta, agar masyarakat tetap mengonsumsi masakan tradisional yang
mengandung dengan bumbu-bumbu khas. Alasannya, selain aman untuk kesehatan
juga merupakan kekayaan budaya.
Asalkan makannya jangan berlebihan. Apapun makanannya, kalau berlebihan tidak
baik bagi kesehatan, tambah Indrawaty.

Anda mungkin juga menyukai