TESIS
Oleh:
SRI MULYATININGSIH
1006834031
UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Manajemen dan
Kepemimpinan Keperawatan
Oleh:
SRI MULYATININGSIH
1006834031
Nama
: Sri Mulyatiningsih
NPM
: 1006834031
Tanda Tangan
Tanggal
: 17 Januari 2013
KATA PENGANTAR
Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan UI, Ibu Dewi Irawaty, M.A., Ph.D
2.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan FIK-UI, Ibu Astuti Yuni
Nursasi, MN.
3.
4.
Kepala RSAU dr. Esnawan Antariksa beserta staf dan perawat RSAU
dr.Esnawan Antariksa tempat penelitian ini dilaksanakan.
5.
6.
Nisa Akmadina, Abi Akmal, mama, apa, kakak, dan adikku serta temanteman yang telah mendoakan, menyemangati dan mendukung dalam
penyelesaian tesis ini.
7.
Semoga bantuan serta budi baik yang telah diberikan mendapatkan balasan
kebaikan dari Allah SWT. Saya berharap penelitian ini bermanfaat.
: Sri Mulyatiningsih
: 1006834031
: Pasca Sarjana
: Ilmu Keperawatan
: Tesis
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalih-
(Sri Mulyatiningsih)
Nama
Program Studi
:
:
Judul
Sri Mulyatiningsih
Magister Ilmu Keperawatan, Kekhususan Kepemimpinan
dan Manajemen Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Determinan Perilaku Perawat dalam Melaksanakan
Keselamatan Pasien di rawat inap RSAU dr. Esnawan
Antariksa Jakarta
Abstrak
Name
Study program
:
:
Title
Sri Mulyatiningsih
Post Graduate Program of Nursing, Majoring in Nursing
Leadership and Management, Indonesia University
Determinants of Nurses Behavior for Patient Safety at
inpatient the Indonesian Air Force hospital dr. Esnawan
Antariksa Jakarta
Abstract
Nurses Behavior for patient safety was influenced by various factors such as
leadership, organizational culture and nurse characters. The objective of this
research was to get the idea of the influencing factors on nurses behavior for
patient safety. This reserach design used a descriptive correlative with cross
sectional method. There were 117 practitioner nurses used as samples. The
influencing factors of nurses behavior for patient safety were leadership
(p=0,008), organizational culture (p=0,036), and age (p=0,032). Meanwhile, other
factors such as tenure (p=0.434), employment status (p=0.292), and training
(p=0,063) were not influential. The most dominant factor influencing nurses
behavior was leadership (p=0.027). It proved that good leadership improving the
nurses behavior for patient safety. This research recommends that it requires an
appropriate leadership to improve patient safety within a military organization
culture
Keywords: Leadership, nurses behavior, organizational culture, patient safety
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ..
Halaman Pernyataan Orisinalitas.................
Lembar Pengesahan......................
Kata Pengantar..
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi.........
Abstrak...........................................................................................................
Daftar Isi ..
Daftar Bagan ....
Daftar Tabel ..
Daftar Lampiran ...
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
x
xi
xiii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang ...........
1.2.
Rumusan Masalah ......
1.3.
Tujuan Penelitian.........
1.4.
Manfaat Penelitian ..........
1
8
9
9
11
13
24
29
35
38
39
40
42
47
47
50
50
51
52
54
4.8.
Prosedur Pelaksanaan Penelitian ...........
4.9.
Pengolahan Data .........................
2.10. Analisis Data....
BAB 5. HASIL PENELITIAN
5.1. Karakteristik Perawat ...........
5.2. Gambaran Persepsi Perilaku Perawat dalam Melaksanakan Keselamatan
Pasien...................................................................
5.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Perilaku Perawat dalam
Melaksanakan Keselamatan Pasien.....
5.4. Faktor Paling Dominan yang Mempengaruhi Perilaku perawat dalam
Melksanakan Keselamatan Pasien.........................................................
56
58
59
64
65
66
72
BAB 6. PEMBAHASAN
6.1.
Interpretasi dan Diskusi ......
6.2.
Keterbatasan Penelitian ......
6.3.
Implikasi Hasil Penelitian ......
74
103
103
106
107
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2..1 Hubungan Kepemimpinan dengan Keselamatan...................
28
38
40
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1.
42
Tabel 4.1.
48
Tabel 4.2.
Waktu penelitian.....................................................................
50
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
Tabel 4.6.
Tabel 4.7.
Analisis bivariat......................
Tabel 4.8.
Analisis multivariat.................................................................
Tabel 5.1.
Tabel 5.2.
Tabel 5.3.
Tabel 5.4.
Tabel 5.5.
Tabel 5.6.
53
54
55
60
61
63
64
65
66
67
67
68
Tabel 5.7.
69
Tabel 5.8,
69
70
Tabel 5.11.
Tabel 5.12.
Tabel 5.13.
72
73
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Penjelasan Penelitian
Lampiran 7
Persetujuan Responden
Lampiran 8
Kuisioner Penelitian
Lampiran 9
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Pendahuluan ini memberikan informasi sebagai evidence based yang melandasi
penelitian. Pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, dan manfaat penelitian.
1.1 Latar belakang
Keselamatan pasien merupakan hak pasien. Pasien berhak memperoleh keamanan
dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit (Kemkes, 2009).
Sesuai dengan UU tentang kesehatan pasal 53 (3) UU No 36/2009 menyatakan
bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa
pasien. Keselamatan pasien telah menjadi prioritas untuk layanan kesehatan di
seluruh dunia (Cosway, Stevens, & Panesar, 2012). Salah satu layanan kesehatan
adalah di rumah sakit.
Rumah Sakit sebagai pemberi layanan kesehatan harus memperhatikan dan
menjamin keselamatan pasien. Rumah sakit merupakan organisasi yang berisiko
tinggi terhadap terjadinya insiden keselamatan pasien yang diakibatkan oleh
kesalahan manusia. Organisasi yang berisiko tinggi terjadinya kesalahan dalam
pengaturan salah satunya adalah pelayanan kesehatan selain dari organisasi
penerbangan, industri nuklir, dan kimia (Reason, 2008). Kesalahan terhadap
keselamatan paling sering disebabkan oleh kesalahan manusia terkait dengan
keterampilan dalam hal keselamatan, dan hal disebabkan oleh kegagalan sistem di
mana individu tersebut bekerja (Reason, 2008). Keselamatan pasien harus
menjadi bagian integral dari misi setiap rumah sakit di Amerika Serikat (Longo et
al, 2007).
Misi keselamatan pasien di rumah sakit untuk mencegah terjadinya insiden
keselamatan pasien. Angka insiden keselamatan pasien dikatakan sebagai
fenomena gunung es, angka insiden yang ada hanya sebagian kecil dari
kemungkinan angka kejadian yang sebenarnya. USA memberikan kontribusi
tingginya angka kejadian
lain menunjukkan bahwa 1 dari 10 pasien akut yang dirawat di rumah sakit
dirugikan sebagai akibat dari perawatan langsung yang di terima dan 7% dari
pasien akut yang dirugikan tersebut
dengan
melaporkan,
mempelajari,
meneliti
penyebab,
telah
Perawat yang kompeten terkait keselamatan pasien dapat dinilai dari perilakunya
ketika memberikan asuhan keperawatan yang mengutamakan keselamatan pasien.
Perilaku perawat dipengaruhi oleh kualitas keterampilan klinis dalam keperawatan
dan non klinis atau non teknis (White, 2012). Ketrampilan klinis berhubungan
dengan kemampuan dalam memberikan asuhan keperawatan. Keterampilan non
klinis berhubungan dengan bagaimana individu berinteraksi dalam tim
(interpersonal) meliputi komunikasi, kerja tim (kepemimpinan dan followership),
kerjasama, kesadaran terhadap situasi yang terjadi dan pengambilan keputusan
(Flin, OConnor & Crichton, 2008; Yule, Flin, Peterson, brown & Maran, 2006).
Diperkirakan bahwa 70 - 80% dari kesalahan medis berhubungan dengan
gangguan pada keterampilan non klinis/teknis (Westli, Johnsen, Eid, Rasten &
Brattebo, 2010).
Perilaku perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal merupakan karakteristik perawat yang
bersifat bawaan, yang teridentifikasi berupa tingkat kecerdasan, tingkat emosional
dan pengalaman pribadi. Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku perawat
adalah lingkungan seperti pengaruh orang lain yang dianggap penting atau
kepemimpinan, budaya dan sistem organisasi. Faktor eksternal ini sering menjadi
faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Faktor lain yang berhubungan dengan keselamatan pasien adalah faktor
lingkungan. Rumah sakit dalam menerapkan keselamatan pasien harus didukung
oleh lingkungan yang menunjang keselamatan pasien. Kebisingan merupakan
faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap kesalahan (Mattox, 2012). Perawat
merasakan bahwa lingkungan kerja dalam memberikan perawatan berisiko untuk
keselamatan pasien (Mwachofi, Walston, Stephen, Al-Omar, & Badran, 2011).
Lingkungan kerja perawat harus dirancang dengan cara yang memungkinkan
perawat dapat memberikan perawatan pasien yang aman, menciptakan lingkungan
kerja yang mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien (Flynn,
Liang, Dickson, Xie, & Suh, 2012). Karakteristik lingkungan praktik merupakan
penentu kualitas pelayanan keperawatan dan keselamatan pasien (Flynn, Liang,
Dickson, Xie & Suh, 2012).
(loyalitas), tidak
membantah perintah atau putusan (Sapta Marga, Sumpah Prajurit, & Chrisnandi,
2005). Budaya organisasi terbentuk dari karakteristik individu sebagai objek dan
subjek, jika suatu instruksi sukar terlaksana atau program tertentu gagal, yang
dijadikan penyebab adalah budaya (Ndraha, 2003). Budaya organisasi
mempengaruhi bagaimana perawat memahami konteks pekerjaan dan sikap kerja
(Mwachofi, Walston, Stephen, Al-Omar, & Badran, 2011).
RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta merupakan rumah sakit militer tipe II, milik
TNI AU, di bawah pembinaan Dinas Kesehatan Angkatan Udara (Diskesau)
Mabesau. Kapasitas 138 tempat tidur dengan rata-rata BOR 64%. Terakreditasi 12
pelayanan pada tahun 2011. Telah memiliki komite infeksi nosokomial dan
keselamatan pasien dengan program pencegahan infeksi nosokomial dan insiden
keselamatan pasien. Fasilitas yang mendukung keselamatan pasien yaitu adanya
gelang identifikasi pasien, SOP tindakan keperawatan, kran cuci tangan lengkap
dengan sabun/ cairan pembersih dan pedoman pelaksanaannya, penghalang
tempat tidur, dan lingkungan yang aman seperti pencahayaan terang, lantai tidak
licin. Tenaga keperawatan sebanyak 262 orang yaitu 47% dari jumlah ketenagaan
yang ada di rumah sakit, dengan kategori tingkat pendidikan sebagai berikut
sebagian besar merupakan tenaga vokasional lulusan diploma keperawatan yaitu
205 orang (78%), lulusan SPK 47 orang (18%) dan sarjana keperawatan 10 orang
(3,8 %). Jumlah perawat merupakan jumlah yang terbanyak bila dibandingkan
dengan tenaga kesehatan lainnya. Gillis (1996) mengemukakan studi yang
dilakukan di beberapa rumah sakit didapatkan bahwa 60-70% sumber daya
manusia yang ada di rumah sakit adalah perawat.
Angka kejadian insiden keselamatan pasien di rawat inap RSAU dr. Esnawan
Antariksa Jakarta pada satu tahun terakhir meliputi angka kejadian plebitis 2,34%,
ulkus pressure 0,33%, infeksi saluran kemih 0,17% dan infeksi luka operasi
0,18%. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada kepala perawatan umum
dikatakan bahwa dalam satu tahun terakhir terjadi satu insiden jatuh, satu insiden
ketidaktepatan dalam pemberian transfusi, dan ketidaktepatan pemberian cairan
infus sesuai indikasi namun angkanya tidak diketahui secara pasti karena
pelaporan yang kurang lengkap. Sedangkan insiden keselamatan pasien yang
menyebabkan kematian atau cidera yang serius tidak terjadi di rawat inap RSAU
dr. Esnawan Antariksa Jakarta.
Angka kejadian insiden keselamatan pasien didasarkan pada standar pelayanan
minimal rumah sakit. Standar pelayanan minimal rumah sakit menetapkan bahwa
kejadian infeksi pascaoperasi 1,5 %, kejadian infeksi nosokomial 1,5 %, tidak
ada kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan/kematian 100%, tidak adanya
kejadian kesalahan pemberian obat 100%, tidak adanya kejadian salah tindakan
pada operasi 100% (Kepmenkes, 2008). Angka kejadian di RSAU dr. Esnawan
Antariksa yang belum sesuai dengan standar adalah kejadian infeksi nosokomial,
dan adanya kejadian jatuh.
Insiden keselamatan pasien yang terjadi di rawat inap RSAU dr. Esnawan
Antariksa Jakarta khususnya
tidak melakukan
keselamatan pasien
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran determinan perilaku
perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien di rawat inap RSAU dr.
Esnawan Antariksa Jakarta.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah teridentifikasinya:
a.
di
Gambaran faktor
Gambaran faktor
budaya organisasi
e.
10
lebih
memperhatikan
hal-hal
yang
mempengaruhi
perawat
dalam
c.
1.4.2
Bagi
Lembaga
Pendidikan
Program
Studi
Magister
Ilmu
Keperawatan
Penelitian
Bagi Peneliti
b.
c.
Universitas Indonesia
Determinan perilaku..., Sri Mulyatiningsih, FIK UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Bab ini berisi teori yang berkaitan dengan variabel terikat dan variabel bebas
penelitian yaitu tentang fungsi manajemen keperawatan, keselamatan pasien,
kepemimpinan, budaya organisasi, dan karakteristik perawat.
2.1 Keselamatan Pasien dalam Manajemen Keperawatan
Keselamatan pasien menjadi bagian dari tujuan organisasi yang ingin dicapai
melalui manajemen fungsi-fungsi manajemen. Huber (2010), Marquis & Huston
(2012), Swanburg (2002) mengemukakan bahwa manajemen merupakan suatu
proses koordinasi dan integrasi sumber daya melalui fungsi-fungsi manajemen
yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian
untuk mencapai tujuan organisasi.
2.1.1
Perencanaan
2.1.2
Pengorganisasian
pengendalian sebagai
cidera,
menjamin
keselamatan
pasien
dengan
melibatkan
b.
c.
d.
e.
Perintah lengkap secara lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
b.
Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerima perintah.
c.
Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
d.
Tujuan serah terima menyediakan informasi secara akurat, tepat waktu, tentang
rencana keperawatan, pengobatan, kondisi terkini dan perubahan kondisi pasien
yang baru saja terjadi ataupun yang dapat diantisipasi. Serah terima informasi
pasien dilakukan antar perawat antar shift, pengalihan tanggung jawab dari dokter
ke perawat, pengalihan tanggung jawab sementara (saat istirahat makan), antar
perawat per ruangan.
Hand off bedside (serah terima di samping tempat tidur pasien) mempromosikan
keselamatan pasien. Hand off bedside memungkinkan parawat untuk bertukar
informasi pasien yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan perawatan dan
keselamatan pasien, memberikan kesempatan untuk memvisualisasikan pasien
dan mengajukan pertanyaan terhadap sesuatu yang kurang dipahami selain itu
dapat meningkatkan kesadaran perawat terhadap dampak komunikasi pada
keselamatan pasien dan kepuasan serta meningkatkan komunikasi antara perawat,
dokter dan pasien/keluarga serta tim kesehatan lain. Hand off bedside juga
memungkinkan pasien terlibat aktif dalam perawatan dengan memungkinkan bagi
pasien untuk mengoreksi kesalahpahaman konsep, memberikan masukan terhadap
rencana perawatan, mengklarifikasi dan memperbaiki ketidakakuratan (Maxson,
Derby, Wrobleski, & Foss, 2009).
2.2.4.3 Elemen Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (HighAlert
Elemen peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai menurut Permenkes
(2011) sebagai berikut;
a.
b.
c.
d.
Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
2.2.4.4 Elemen
Kepastian
Operasi
Elemen kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedue, dan tepat-pasien operasi menurut
Permenkes (2011) sebagai berikut:
a.
Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
b.
c.
d.
Ruang operasi merupakan area pekerjaan yang komplek dengan lingkungan yang
berpotensi tinggi terjadinya kesalahan, untuk itu proses verifikasi perioperatif
semakin direkomendasikan dalam beberapa tahun terakhir. Lima tahapan proses
untuk meningkatkan keselamatan bedah menurut NPSA (2010) yaitu briefing,
sign in (sebelum induksi anestesi), time out (sebelum insisi), sign out (sebelum
meninggalkan kamar operasi), dan debriefing. Time out memberikan kontribusi
untuk meningkatkan keselamatan pasien (86%) dengan memberikan kesempatan
untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah, konfirmasi identitas pasien,
benar prosedur, benar sisi dan pemeriksaan alergi atau penyakit menular (Nilsson,
Lindberget, Gupta, & Vegpors, 2010).
2.2.4.5 Elemen Pengurangan Risiko InfeksiI Terkait Pelayanan Kesehatan
Elemen pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan menurut
Permenkes (2011) sebagai berikut:
a.
b.
c.
Perilaku perawat dalam pencegahan dan mengurangi risiko infeksi termasuk pada
profilaksis antibiotika, pemeliharaan kateter vena perifer, pemeliharaan kateter
vena sentral, pemeliharaan kateter urin, perawatan luka operasi dan kebersihan
tangan (Mc Hugh, Carrigen & Dimitrov, 2010: Storr, Topley & Privett, 2005).
Carpenter (2005) menjelaskan bahwa cara yang paling umum diperolehnya
infeksi adalah melalui peralatan seperti kateter saluran kemih, infus, pembedahan
dan ventilator. Infeksi yang mungkin terjadi adalah infeksi saluran kemih, plebitis,
pneumonia berhubungan dengan pemakaian ventilasi mekanik dan infeksi luka
operasi berhubungan dengan tindakan pembedahan.
Infeksi dan penyebaran infeksi dapat dikurangi melalui upaya pencegahan.
Menurut Storr, Topley & Privett (2005) tidak semua infeksi dapat dicegah namun
proporsi yang signifikan yang mempengaruhi infeksi dapat dihindari adalah
perilaku dan praktik staf dalam berinteraksi dengan pasien. Mengatasi infeksi di
perawatan dengan membuat sesuatu yang sesederhana mungkin sehingga mudah
dilaksanakan dan tujuan terhadap pengendalian dan pencegahan infeksi dapat
tercapai. Storr, Topley & Privett (2005) menjelaskan bahwa kunci perbaikan
pengendalian infeksi jangka panjang terletak pada penerapan kebijakan dan
protokol untuk praktik klinik sehari-hari, seperti:
a.
c.
d.
e.
f.
g.
Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko
jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
b.
c.
d.
Kebijakan
dan/
atau
prosedur
dikembangkan
untuk
mengarahkan
Perawat harus melakukan pengkajian ulang secara berkala mengenai risiko pasien
jatuh, termasuk risiko potensial yang berhubungan dengan jadwal pemberian obat
serta mengambil tindakan untuk mengurangi semua risiko yang telah
diidentifikasikan. Berdasarkan hasil penelitian faktor risiko terjadinya jatuh
adalah usia, jenis kelamin, efek obat-obat tertentu, status mental, penyakit kronis,
dan faktor lingkungan, keseimbangan, kekuatan dan mobilitas, ketinggian tempat
tidur (Geoene, Moro, Thomson, & Saez, 2007; Kerzman, Cherit, Brin, & Torin,
2004; Tzeng & Yin, 2007).
Perawat melakukan pedoman pencegahan pasien risiko jatuh untuk mengurangi
insiden jatuh yaitu dengan: memastikan bel mudah dijangkau, roda tempat tidur
pada posisi terkunci, memposisikan tempat tidur pada posisi terendah, pagar
pengaman tempat tidur dinaikkan. Monitoring ketat pasien risiko tinggi (kunjungi
dan monitor pasien/ 1 jam, tempatkan pasien di kamar yang paling dekat dengan
nurse
station
jika
memungkinkan).
meliibatkan
pasien/keluarga
dalam
kursi roda, tempat tidur), lamanya respon staf terhadap panggilan pasien, gunakan
instrumen untuk memprediksi risiko pasien jatuh. Menurut Potter & Perry (2009)
beberapa intervensi yang dapat dilakukan perawat untuk mencegah terjadinya
jatuh pada pasien yaitu: Mengorientasikan pasien pada saat masuk rumah sakit
dan menjelaskan sistem komunikasi yang ada, bersikap hati-hati saat mengkaji
pasien dengan keterbatasan gerak, melakukan supervisi ketat pada awal pasien
dirawat terutama malam hari, menganjurkan menggunakan bel bila membutuhkan
bantuan, memberikan alas kaki yang tidak licin, memberikan pencahayaan yang
adekuat, memasang pengaman tempat tidur terutama pada pasien dengan
penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas, dan menjaga lantai kamar mandi
agar tidak licin.
kepemimpinan,
gaya
peran
kepemimpinan
dalam
Pengertian Kepemimpinan
2.3.2
Teori Kepemimpinan
b.
bawahan
dalam
memuaskan
kebutuhannya
dengan
cara
Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan
transformasional:
menunjukan
visi,
kharisma,
berani
mengambil risiko, berpikir out of the box, berbakat memotivasi orang lain,
role model dan mentor bagi pengikut (Casida, & Parker, 2011). Dalam
organisasi militer kepemimpinan transformatif sangat penting karena
organisasi militer merupakan organisasi yang memiliki satu komando,
kemampuan menyampaikan pesan, serta komunikasi harus menjadi pedoman
dalam memimpin. Kepemimpinan transformatif akan berdamfak terhadap
profesionalisme dan kemajuan TNI dalam menhadapi tantangan dimasa
sekarang dan masa depan (Mabesau, 2012).
b.
c.
Pemimpin
otokratik
dapat
hanya
memberikan
perintah,
Peran Kepemimpinan
Peran
kepemimpinan
perencanaan,
terintegrasi
pengorganisasian,
pada
setiap
pengarahan,
fungsi
dan
manajemen
pengendalian.
yaitu
Peran
menggunakan
strategi
penyelesaian
konflik
secara
optimal,
Kinerja yang unggul dan organisasi yang efektif adalah tampilan yang konsisten
antara gaya kepemimpinan manajer perawat dengan perilaku transformasional
(Casida & Parker, 2011). Sikap atasan terhadap suatu masalah, diterima dan
dianut oleh bawahan tanpa landasan afektif maupun cognitif yang relevan dengan
objek sikapnya. Seringkali keserupaan sikap demikian semata-mata didasari oleh
kepercayaan yang mendalam kepada atasan atau oleh pengalaman bahwa atasan
selalu dapat berpendapat atau bersikap yang tepat dalam segala situasi di masa
lalu (Azwar, 2011).
Pemimpin menyelesaikan permasalahan yang ada dalam organisasi. Menurut
Notoatmodjo (2007) jika organisasi ingin menciptakan atau dihadapkan pada
tugas-tugas organisasi, masalah-masalah atau isu-isu penting organisasi maka
solusi yang pertama muncul, datangnya dari orang yang berpengaruh dalam
organisasi. Pemimpin menginterpretasikan, mengasumsikan dan memberikan
penilaian terhadap persoalan dan akan memberikan solusi baik menyangkut
pengetahuan, sikap maupun tindakan yang harus dijalankan (Tika, 2010). Suatu
kerja tim akan mengalami kerusakan tanpa adanya kepemimpinan yang jelas
dalam mengambil kendali situasi sehingga akan membuat tim tidak terkoordinasi,
perawat melalukan tugas berdasarkan kemauan dan inisiatif sendiri dan tidak
dikomunikasikan secara efisian ke seluruh tim dan terjadi ketidaksesuaian tugas
(White, 2012).
Kepemimpinan TNI AU
Proper
Prosedur
Safe
Action
Zero
Perfek
Profesional
Accident
Safe
Condition
Presisi
Cooke & Lafferty dalam Marquis & Huston (2012) dan Kreitner & Kinicki
(2010) membagi menjadi tiga tipe budaya organisasi yaitu budaya positif/
konstruktif, pasif dan agresif.
a.
b.
c.
Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku
karyawan. 6) Membentuk perilaku bagi karyawan. 7) Sebagai sarana untuk
menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi. 8) mempermudah timbulnya
komitmen yang lebih luas daripada kepentingan pribadi. 9) Sebagai alat
komunikasi.
2.4.4
Organisasi yang mempunyai ciri budaya yang kuat menurut Robbins (2003) bila
dimana nilai-nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan dianut bersama
secara meluas oleh anggota organisasi. Budaya kuat merupakan pembangkit
semangat yang paling berpengaruh dalam menuntun perilaku, karena membantu
anggota organisasi melakukan pekerjaannya dengan lebih baik (Deal & Kennedy
dalam Tika, 2010). Budaya kuat merupakan sistem peraturan informal yang
menjelaskan bagaimana anggota organisasi harus berperilaku setiap saat. Budaya
kuat membuat anggota organisasi merasa lebih baik dengan apa yang mereka
lakukan sehingga cenderung untuk bekerja lebih keras.
Budaya organisasi yang kuat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Luthans
dalam Tika (2010) faktor-faktor utama yang menentukan kekuatan budaya
organisasi adalah kebersamaan dan intensitas.
a.
b.
Ciri-ciri budaya organisasi kuat menurut Deal dan Kennedy dalam Tika (2010):
a.
Anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan
organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik.
b.
c.
Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya slogan tetapi dihayati dan
dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten, dari yang
berpangkat paling rendah sampai pada pimpinan tertinggi.
d.
e.
Dijumpai banyak ritual, mulai yang sangat sederhana sampai dengan ritual
mewah. Pemimpin organisasi selalu mengalokasikan waktunya untuk
menghadiri acara-acara ritual itu.
f.
Ciri-ciri budaya organisasi yang kuat ditambahkan oleh Tika (2010) selain ciri-ciri
yang disebutkan diatas yaitu intensitas, kejelasan, ekstensitas juga kohesi, dan
komitment (Tika, 2010). Kohesi dari suatu kelompok yang kuat menyebabkan
nilai-nilai budaya organisasi dapat dipahami, dimengerti, dan dilaksanakan
dengan penuh kesadaran oleh anggota organisasi. Komitmen yang kuat
menyebabkan seseorang bisa mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari
organisasi dan merasakan adanya ikatan batin dengan organisasi tersebut.
2.4.5
Nilai-nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi. Nilai-nilai
dasar budaya organisasi diterjemahkan sebagai filosofi, asumsi dasar, motto
organisasi, misi, tujuan umum organisasi dan prinsip-prinsip yang menjelaskan
organisasi. Nilai-nilai budaya menjelaskan apa yang merupakan perintah atau
anjuran dan apa yang merupakan larangan, kegiatan apa saja yang bisa
mendapatkan penghargaan dan kegiatan apa yang memperoleh hukuman (Tika,
2010). Nilai-nilai budaya organisasi dipakai sebagai pedoman berperilaku bagi
anggota organisasi.
Nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh anggota organisasi berfungsi sebagai jati
diri. Jati diri bagi anggota organisasi memberikan rasa istimewa yang berbeda
dengan organisasi lainnya. Jati diri prajurit TNI adalah sapta marga, sumpah
prajurit dan delapan wajib TNI. Sapta marga, sumpah prajurit dan delapan wajib
TNI juga merupakan kode etik TNI.
Sapta Marga menjelaskan bahwa anggota organisasi TNI adalah warga Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila; patriot Indonesia
pendukung serta pembela ideologi negara, bertanggung jawab dan tidak mengenal
menyerah; ksatria Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan; bhayangkari negara dan bangsa
Indonesia; memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pimpinan serta
menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit; mengutamakan keperwiraan di
dalam melaksanakan tugas serta senantiasa siap sedia berbakti kepada negara dan
bangsa. setia dan menepati janji serta Sumpah Prajurit.
Prajurit sebagai anggota organisasi militer mempunyai sumpah dalam pelaksanaan
tugasnya yaitu setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; tunduk kepada hukum
dan memegang teguh disiplin keprajuritan; taat kepada atasan dengan tidak
membantah perintah atau putusan; menjalankan segala kewajiban dengan penuh
rasa tanggung jawab kepada tentara dan Negara Republik Indonesia; memegang
segala rahasia tentara sekeras-kerasnya.
Nilai-nilai budaya organisai militer meliputi profesionalisme militer, disiplin
tinggi, membela kejujuran, kebenaran dan keadilan, loyalitas tinggi dicerminkan
dengan patuh dan taat kepada pimpinan serta tidak membantah perintah atau
putusan, bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah (Chrisnandi, 2005;
Sapta Marga, & Sumpah prajurit).
a.
Profesionalisme militer
Profesionalisme militer merupakan suatu keseimbangan di antara keahlian,
tanggung jawab dan sikap kebersamaan. Profesionalisme militer sebagai
bagian yang seharusnya melekat dalam keseharian seorang prajurit
melaksanakan tugasnya yaitu melaksanakan tugas sesuai kewajiban dan
tanggung jawab yang diembannya. (Chrisnandi, 2005).
Parameter dasar yang menjadi standar profesionalisme prajurit TNI di
antaranya kemahiran menggunakan senjata yang melekat padanya, komitmen
terhadap keberhasilan tugas, disiplin yang tinggi, kepatuhan kepada hukum
dan perintah atasan, dorongan untuk terus mengembangkan diri dan tidak
berpolitik (Chrisnandi, 2005).
b.
Disiplin tinggi
Disiplin menjadi sikap mental pada militer. Disiplin merupakan bentuk
ketaatan dan kepatuhan. Disiplin bagi seorang anggota militer atau anggota
organisasi militer merupakan suatu keharusan dan menjadi pola hidup yang
harus dijalani. Penegakkan disiplin yang tinggi diiringi dengan hukuman
terhadap anggota organisasi yang melanggar disiplin.
Pembentukan disiplin bagi anggota organisasi militer dimulai dari masa
pendidikan dasar keprajuritan. Pembinaan dan pengasuhan merupakan salah
satu cara pembentukan disiplin. Pola pembinaan diberikan melalui intensitas
kegiatan disertai doktrin bagi anggota TNI. Disiplin dalam organisasi militer
diberlakukan dengan suatu peraturan dan ketentuan demi lancarnya
penegakan disiplin. Penegakan hukum disiplin militer bersumber kepada
peraturan-peraturan hukum disiplin prajurit, sapta marga, sumpah prajurit dan
delapan wajib TNI (La Ode, 2006).
Loyalitas dalam lembaga militer sangat tinggi. Loyalitas ini terbentuk bukan
hanya dalam waktu yang singkat tetapi melalui proses yang sangat panjang.
Dimulai dari proses pendidikan secara formal dalam lembaga militer hingga
kepada pendidikan non formal. Loyalitas ini semakin diperkuat dengan adanya
kode etik prajurit dan kode etik organisasi. Garis komando yang tegas juga
turut memperkuat loyalitas dalam militer (Mabesau, 2012). Menurut
Suryohadiprojo dalam Mabesau (2012) menyatakan bahwa organisasi militer
harus percaya dan taat kepada atasannya.
Loyalitas yang tinggi pada negara maka semua misi dan tugas negara yang
diemban akan tercapai dengan baik. Loyalitas seorang angkatan udara
terhadap negara terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan loyalitas kepada atasan
dan bawahan (Mabesau, 2012). Organisasi yang mempunyai kepercayaan
tinggi membantu meningkatkan loyalitas (Wibowo, 2011).
Bentuk kepatuhan prajurit tercantum dalam kode etik prajurit yaitu sapta
marga yang dicerminkan dengan memegang teguh disiplin, patuh dan taat
kepada pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit.
Kesetiaan prajurit tercantum dalam sumpah prajurit yang dicerminkan dengan
taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan.
2.5 Karakteristik Perawat
Karakteristik perawat yang diteliti meliputi status kepegawaian, umur, masa kerja
dan pelatihan.
2.5.1 Umur
Produktifitas merosot sejalan dengan makin tuanya usia seseorang. Usia muda
lebih produktif dibandingkan ketika usia tua (Tika, 2010). Usia produktif
mencapai puncaknya saat berumur 30-40 tahun (Purwanto, 1999).
Sutrisno
Berdasarkan teori
perkembangan kognitif yang disampaikan oleh Jean Peaget bahwa usia dewasa
terbagi menjadi dua yaitu dewasa muda kurang dari 35 tahun dan dewasa tua 35
tahun atau lebih,
terjadi sebaliknya hal ini seperti yang dinyatakan oleh Robbins, (2003) bahwa orang
yang telah lama bekerja belum tentu lebih produktif dibandingkan dengan karyawan
yang senioritasnya lebih rendah.
38
Keselamatan Pasien
UniversitasIndonesia
Determinan perilaku..., Sri Mulyatiningsih, FIK UI, 2013
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS,
DAN DEFINISI OPERASIONAL
Bab ini menjelaskan tentang kerangka konsep, hipotesis, dan definisi operasional.
Kerangka konsep merupakan suatu ide atau gagasan yang dinyatakan dalam
bentuk simbol atau kata, yang terdiri dari variabel bebas (independen) dan
variabel terikat (dependent) Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
pertanyaan penelitian. Definisi operasional merupakan penjelasan secara tepat
mengenai suatu istilah yang digunakan dalam penelitian secara konseptualis.
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian merupakan suatu hubungan antara satu konsep
dengan konsep lainnya yang terkait dan mendukung dari masalah yang ingin
diteliti. Kerangka konsep digunakan untuk menghubungkan atau menjelaskan
tentang topik yang akan dibahas. Kerangka konsep didapatkan dari konsep teori
yang dipakai sebagai landasan penelitian pada tinjauan kepustakaan.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku
perawat
kepemimpinan
dalam
melaksanakan
keperawatan
meliputi
faktor
Brown & Maran, 2006; White, 2012), budaya organisasi (Marquis & Huston,
2012; Swanburg, 2002; White, 2012 ), karakteristik perawat ((La Ode, 2006; Tika,
2010; Swanburg, 2002; Chrisnandi, 2005; Vesterin, Isola, & Paasivaara, 2009; Dhatt,
Damirl, Matarelli, Krishned, & James, 2011)
Variabel terikat pada penelitian ini adalah perilaku perawat dalam keselamatan
pasien. Pada penelitian ini, perilaku dikelompokkan menjadi enam indikator yang
meliputi mengidentifikasi pasien, melakukan komunikasi efektif, peningkatan
keamanan obat, pengurangan risiko infeksi dan pengurangan risiko jatuh
(Permenkes, 2011).
Variabel Terikat
Perilaku
perawat
melaksanakan
pasien
Kepemimpinan
Budaya organisasi
Masa kerja
keselamatan
1. Identifikasi pasien
2. Komunikasi efektif
3. Peningkatan
Umur
dalam
Status kepegawaian
keamanan obat
4. Kepastian
tepat
Pelatihan
pasien operasi
5. Mengurangi
risiko
infeksi
6. Mengurangi
risiko
jatuh
3.2.2
3.2.3
3.2.4
3.3
Definisi operasional
Variabel
Definisi Operasional
Hasil ukur
Skala
Terikat
1.
a.
b.
c.
Perilaku
Perawat
Ketepatan
identifika
si pasien
Peningkatan
komunikasi
yang efektif
Peningkatan
keamanan
obat yang
perlu
diwaspadai
Persepsi perawat
pelaksana dalam
melaksanakan enam
sasaran keselamatan
pasien meliputi
identifikasi pasien,
komunikasi efektif,
peningkatan keamanan
obat, kepastian tepat
lokasi, prosedur, dan
pasien yang akan
dilakukan tindakan
prosedur, pengurangan
risiko infeksi dan jatuh.
Diukur dengan
kuisioner B terdiri 39
item pernyataan
perilaku keselamatan
pasien (32 pernyataan
positif & 7 negatif),
dengan mengguna kan
skala Likert.
Baik jika
nilai
median
(135)
Persepsi perawat
pelaksana dalam
memastikan identitas
pasien sebelum
memberikan obat,
darah, mengambil
darah atau spesimen
lain
Diukur dengan
kuisioner B terdiri 6
item pernyataan
ketepatan identifikasi
pasien (5 pernyataan
positif & 1 pernyataan
negatif), dengan
mengguna kan skala
Likert.
Baik jika
nilai
median
(22)
Persepsi perawat
pelaksana dalam
melakukan komunikasi
efektif saat menerima
instruksi, hasil
pemeriksaan, operan
Diukur dengan
kuisioner B terdiri 7
item pernyataan
komunikasi efektif (6
pernyataan positif & 1
negatif), dengan
mengguna kan skala
Likert.
Baik jika
nilai
median
(26 )
Persepsi perawat
pelaksana dalam
menjaga agar tidak
terjadi kesalahan obat
yang diberikan kepada
pasien
Diukur dengan
kuisioner B terdiri 7
item pernyataan
peningkatan keamanan
obat (3 pernyataan
positif & 4 negatif) ,
dengan mengguna kan
skala Likert.
Baik jika
nilai
median
(18)
Ordinal
Kurang
baik jika
nilai <
median
(135)
Ordinal
Kurang
baik jika <
median
(22)
Ordinal
Kurang
baik jika <
median
(26)
Kurang
baik jika
nilai <
median
(18)
Ordinal
Variabel
d.
Kepastian
tepat
prosedur,
tepat lokasi,
dan tepat
pasien
Persepsi perawat
pelaksana dalam
memastikan tepat
prosedur, tepat lokasi,
tepat pasien sebelum
melakukan
tindakan/prosedur
Mengurangi
risiko infeksi
terkait
pelayanan
kesehatan
Persepsi perawat
pelaksana dalam
mengurangi risiko
infeksi dengan mencuci
tangan, menggunakan
APD
Diukur dengan
kuisioner B terdiri 8
item pernyataan
pengurangan infeksi (8
pernyataan positif),
dengan mengguna kan
skala Likert.
Baik jika
nilai
median
(30 )
Persepsi perawat
pelaksana dalam
mencegah pasien jatuh
Diukur dengan
kuisioner B terdiri 6
item pernyataan
pengurangan risiko
jatuh (5 pernyataan
positif & 1 negatif),
dengan mengguna kan
skala Likert.
Baik jika
nilai
mean (20)
Persepsi perawat
pelaksana terhadap
pimpinan keperawatan
mulai dari ketua tim,
kepala ruangan, kepala
rawat inap sampai
kepala keperawatan
umum terkait
pelaksanaan
keselamatan pasien
Diukur dengan
kuisioner C, terdiri
dari 16 item
pernyataan
kepemimpin (10
pernyataan positif & 6
negatif)
menggunakan skala
Likert
Baik jika
nilai
median
(46)
Persepsi perawat
pelaksana terhadap
pengaruh nilai-nilai
dan keyakinan terkait
karakteristik
kemiliteran yaitu
profesionalisme
militer, kedisiplinan
dan loyalitas dalam
melaksanakan
keselamatan pasien
Diukur dengan
kuisioner C terdiri dari
23 item pernyataan
budaya organisasi (16
pernyataan positif & 7
negatif), dengan
mengguna
kan skala Likert.
Baik jika
nilai
median
(64)
e.
f.
Mengurangi
risiko pasien
jatuh.
Definisi Operasional
No
Hasil ukur
Baik jika
nilai
median
(19)
Skala
Ordinal
Kurang
baik jika
nilai <
median
(19)
Ordinal
Kurang
baik jika
nilai <
median
(30)
Ordinal
Kurang
baik jika
nilai <
mean (20)
Bebas
1.
2.
Kepemimpin
an
Budaya
organisasi
Ordinal
Kurang
baik jika
nilai <
median
(46)
Kurang
baik jika
nilai <
median
(64)
Ordinal
No
a.
b.
1).
2).
3).
Variabel
Kekuatan
budaya
organisasi
Definisi Operasional
Persepsi perawat
terhadap kuatnya
budaya organisasi yang
mendukung terhadap
terlaksananya
keselamatan pasien
Nilai-nilai
budaya
organisasi
militer
Profesionalis
me militer
Disiplin
Hasil ukur
Baik jika
nilai
median
(21)
Diukur dengan
kuisioner C terdiri dari
23 item pernyataan
nilai-nilai budaya
organisasi militer (16
pernyataan positif & 7
negatif), dengan
mengguna
kan skala Likert
Baik jika
nilai
median
(42)
Persepsi perawat
terhadap kemampuan
yang harus dimiliki
sesuai dengan bidang
kerjanya
Diukur dengan
kuisioner C terdiri dari
7 item pernyataan
profesionalisme militer
(5 pernyataan positif
& 2 negatif), dengan
mengguna
kan skala Likert
Baik jika
nilai
median
(18)
Diukur dengan
kuisioner C terdiri dari
2 item pernyataan
disiplin (2 pernyataan
positif ), dengan
menggunakan skala
Likert
Baik jika
nilai
mean (7)
Diukur dengan
kuisioner C terdiri dari
1 item pernyataan
kejujuran, kebenaran
dan keadilan (1
pernyataan positif),
dengan mengguna
kan skala Likert
Baik jika
nilai
median
( 3)
Persepsi perawat
terhadap pembelaan
terhadap kebenaran dan
kejujuran kepada
pasien dalam
melaksanakan
keselamatan pasien
Skala
Ordinal
Kurang
baik jika
nilai <
median
(21)
Persepsi perawat
terhadap karakteristik
kemiliteran yang
berlaku di tempat
dimana perawat
bekerja
Persepsi perawat
terhadap tepat waktu
dan mematuhi aturan
yang berlaku
Membela
kejujuran,
kebenaran,
dan keadilan
Ordinal
Kurang
baik jika
nilai <
median
(42)
Ordinal
Kurang
baik jika
nilai <
median
(18)
Ordinal
Kurang
baik jika
nilai <
mean (7)
Kurang
baik jika
nilai <
median (3)
Ordinal
No
4)..
1.
Variabel
Loyalitas
Definisi Operasional
Persepsi perawat
terhadap kepatuhan
kepada atasan, aturan
dalam melaksanakan
keselamatan pasien
Karakteristik
perawat
Umur
Diukur dengan
Kuisioner A No. 1
Hasil ukur
Skala
Loyal jika
nilai
median
(14)
Ordinal
Kurang
loyal jika
nilai <
mediasn
(14)
Penggolon
gan
1=<35
tahun
Rasio
2= 35
tahun
2.
Status
kepegawaian
Diukur dengan
Kuisioner A No. 2
Penggolon
gan
1= militer
2= sipil
Nominal
3.
Masa Kerja
Diukur dengan
kuisioner A No 3
Penggolon
gan
1=< 5
tahun
Rasio
Kegiatan untuk
meningkatkan
pengetahuan, sikap,
dan ketrampilan
tentang keselamatan
pasien
Diukur dengan
kuisioner A No 4
4.
Pelatihan
2= 5
tahun
Penggolon
gan
1= pernah
2= tidak
pernah
Nominal
Semua variabel dan subvariabel penelitian mayoritas memiliki data yang tidak
terdistribusi normal. Uji kenormalan data dengan uji Skewness dan kurtosis. Data
terdistribusi normal apabila berada pada rentang -2 sampai dengan 2. Variabel
yang memiliki data rentang data -2 sampai dengan 2 sehingga dapat dikatakan
bahwa datanya terdistribusi normal adalah risiko mengurangi jatuh dan disiplin.
Hasil uji Skewness pada variabel mengurangi risiko jatuh adalah -0,104 dan uji
46
Kurtosis -0,851. Hasil uji Skewness pada variabel disiplin adalah 0,915 dan
Kurtosis -1,419. Data terdistribusi normal menggunakan mean sedangkan yang
tidak terdistribusi normal menggunakan median untuk menganalisis datanya.
UniversitasIndonesia
BAB 4
METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang desain penelitian, populasi dan sampel yang
digunakan, serta prosedur penelitian. Prosedur penelitian meliputi; tempat
penelitian, waktu penelitian, etik penelitian, alat pengumpul data, pengujian
instrumen, prosedur pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat, bivariat, dan
multivariat.
4,1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan korelasi
deskriptif.
Nama Ruangan
Dirgantara
Cencrawasih
Merak
Merpati
Garuda
Nuri
Parkit
ICU
Total
Jumlah Perawat
Pelaksana
12 perawat
19 perawat
16 perawat
12 perawat
17 perawat
22 perawat
12 perawat
18 perawat
128 perawat
Proporsi (%)
9,4
14,8
12,5
9,4
13,3
17,2
9,4
14
100
4.2.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi dan dapat mewakili populasi atau
representatif. Menurut Hastono & Sabri (2010) sampel adalah sebagian populasi
yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur.
Perawat pelaksana yang diambil menjadi sampel adalah yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yaitu 1) perawat pelaksana, 2) bertugas di
ruang rawat inap, 3) latar belakang pendidikan keperawatan SPK, DIII dan S1, 4)
masa kerja minimal 6 bulan, 5) bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Menurut
Robbins (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa seseorang akan
termotivasi menjadi lebih baik setelah enam bulan. Kriteria ekslusi 1) meliputi
perawat yang sedang cuti, 2) sedang mengikuti pendidikan, 3) sedang dinas luar,
4) sedang sakit (dirawat di rumah sakit atau ada surat dokter jika di rawat di
rumah).
s =
d 2 (N-1) + h2.P.Q
Keterangan:
h2 = Nilai tabel. Tingkat kepercayaan (Confidence Interval), menggunakan 95%
( 1,96)
N = Besarnya populasi
Q = 1P
P = Taksiran populasi, dengan nilai 0,5
S = Besarnya proporsi
D = Perkiraan penyimpangan terhadap nilai prevalensi sebenarnya (true
prevalence) yang besarnya disesuaikan dengan prevalensi. Secara umum
nilai d yang sering dianggap bermakna adalah 5%.
Sampel berdasarkan rumus tersebut dengan CI 95% ( 1,96) adalah sebagai
berikut:
S=
Perawat yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 123 perawat dari
128 perawat karena 2 perawat sedang cuti dan 3 perawat sedang mengikuti
pendidikan. Kuisioner yang kembali sebanyak 123 (kembali semua) dan dari
kuisioner yang kembali terdapat pengisian yang tidak lengkap sebanyak 6
kuisioner. Dengan demikian sampel penelitian sebanyak 117 perawat.
4.3 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta. Peneliti memilih
RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan alasan efektif dan efisien. Efektif karena
masalah penelitian sesuai dengan fenomena di lapangan dan tujuan penelitian
mendukung upaya rumah sakit dalam meningkatkan keselamatan pasien serta
adanya dukungan yang positif dari kepala rumah sakit beserta staf terkait
penelitian yang peneliti lakukan. Upaya rumah sakit untuk meningkatkan
keselamatan pasien diwujudkan dalam misi rumah sakit. Misi rumah sakit yaitu
menyelenggarakan pelayanan secara profesional dan bermutu tinggi. Efisien
karena pertimbangan waktu, biaya, dan tenaga. Peneliti menggunakan unit rawat
inap selain rawat inap merupakan tempat peneliti bekerja juga dengan tujuan
untuk mendapatkan karakteristik yang homogen dari sampel penelitian.
4.4 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari pembimbing dan
izin penelitian. Penelitian dimulai dari penyusunan proposal sampai dengan
penyusunan laporan tesis. Penelitian dilaksanakan pada September Desember
2012.
Tabel 4.2 Jadwal Penelitian
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Nama Ruangan
Sept
Okt
Bulan/Tahun 2012-2013
Nop
Des
Jan
dampak
yang
baik
non
malefiecence.
Penelitian
tidak
memberikan
(awareness) dalam
Kuisioner A
Kuisioner B
2.
3.
4.
5.
6.
Variabel
Positif
Mengidentifikasi pasien
a. Penggunaan identitas pasien untuk
mengidentifikasi
b. Identifikasi sebelum pemberian obat,
transfusi, pemeriksaan laboratorium,
prosedur/ tindakan diagnostik dan
operasi.
c. Verifikasi identifikasi setiap serah
terima pasien
Melakukan komunikasi efektif
a. Komunikasi verbal
b. Operan
c. Melibatkan pasien/keluarga
Peningkatan keamanan obat
a. Prinsip pemberian obat
b. Mengecek alergi dan reaksi obat
c. Check and recheck pemberian obat
d. Penempatan obat
e. Melibatkan pasien dan keluarga
Memastikan tepat lokasi dan prosedur
a. Tepat lokasi tindakan
b. Tepat prosedur
c. Tepat pasien
Mengurangi infeksi
a. Hand hygiene/kebersihan tangan
b. Pemeliharaan luka dan alat invasif
c. Penggunaan universal precaution
d. Penilaian resiko infeksi
e. Penempatan pasien risiko infeksi
Mengurangi risiko jatuh
a. Penilaian risiko jatuh
b. Pencegahan pasien risiko jatuh
c. Pengawasan
d. Keterlibatan keluarga
Negatif
Jumlah
8,11,12
9,10
13
14
15
16,18
6
2,3,4
17
19
20
22
21,23,24
25
26,27,28
30
31
29
32
33
34
35,36
38
39
6
37
sering dilakukan oleh perawat pelaksana (nilai 3). Jarang, jika pernyataan tersebut
jarang dilakukan oleh perawat pelaksana (nilai 2). Tidak pernah, jika pertanyaan
tersebut
Variabel
1.
Kepemimpinan
a.
Kepemimpinan
b.
Nilai-nilai dan karakter
kepemimpinan TNI AU
Budaya Organisasi
a. Kekuatan budaya organisasi
b. Nilai-nilai budaya
organisasi militer
- Profesional militer
- Disiplin
- Membela kejujuran,
kebenaran dan keadilan
- Loyalitas
2.
Positif
Negatif
Jumlah
1,3,4,5,6,7,10
12,13,16
2,8,9
11,14,15
16
18,19,20,24
17,21,22,
23
23
26,30,32,34,39
27,28
31
29,35
25,33,36,38
37
Keterangan:
r =
n=
df =
Koefisien korelasi
Jumlah sampel
r tabel dengan jumlah sampel 30, = 0,05 dan CI 95% adalah :
n 2 = 30-2=28 df=0,361
Tabel 4.5 Hasil uji validitas dan relibialitas
Variabel
Perilaku perawat
(kuisioner B)
Kepemimpinan dan
budaya organisasi
(kuisioner C)
Jumlah pertanyaan
Sebelum
Sesudah
50
39
50
39
No item tidak
valid
1,5,8,9,13,22,
25,,31,36,44,49
2,16,17,18,21,
25,26,28,32,34,
37
Validitas
Reliabilitas
0,490-0,903
0,979
0,445-0,978
0,985
Hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa instrumen valid dan
reliabel, dan hal ini berarti bahwa kuisioner dapat digunakan untuk penelitian ini.
4.7.2 Uji Reliabilitas
Reliabelitas adalah suatu ukuran yang menunjukan sejauhmana hasil pengukuran
tetap konsisiten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala
yang sama dan dengan alat ukur yang sama (Hastono, 2010). Instrumen dikatakan
reliabel jika instrumen konstan, stabil dan tepat. Menurut Hastono (2010)
pernyataan dikatakan reliabel jika jawaban konsisiten atau stabil dari waktu ke
waktu. Uji reliabilitas dilakukan dengan cara melakukan uji Crombach Alpha.
Bila Crombach Alpha 0,6 maka variabel reliabel sedangkan bila Crombach
Alpha < 0,6 maka variabel tidak reliabel (Hastono, 2010).
Hasil uji Crombach Alpha untuk kuisioner B tentang persepsi perilaku perawat
dalam melaksanakan keselamatan pasien adalah 0,979 dan kuisioner C tentang
kepemimpinan dan budaya organisasi adalah 0,985. Uji Crombach Alpha lebih
besar dari 0,6 dengan demikian maka kuisioner dikatakan reliabel.
4.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
4.8.1 Prosedur Administratif
a.
b.
c.
d.
mendapat
b.
c.
RSAU dr.
b.
Peneliti menjelaskan latar belakang, tujuan, dan manfaat serta aspek etik
penelitian kepala keperawatan umum, kepala unit rawat inap, kepala
ruangan dan khususnya kepada perawat pelaksana sebagai calon
responden.
c.
e.
f.
g.
h.
Variabel bebas yaitu pada kuisioner C, skala yang digunakan adalah skala Likert
14. Kriteria penilaian untuk pernyataan positif (fovarable) adalah sebagai
berikut: Sangat setuju jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan persepsi
perawat pelaksana
persepsi perawat pelaksana (nilai 3). Tidak setuju, jika pernyataan tersebut tidak
sesuai dengan persepsi perawat pelaksana (nilai 2). Sangat tidak setuju, jika
pertanyaan tersebut sangat tidak sesuai dengan persepsi perawat pelaksana (nilai
1). Kriteria penilaian untuk pertanyaan negatif (unfavorable) adalah kebalikan
dari pertanyaan positif.
Variabel karakteristik perawat untuk variabel usia dikategorikan menjadi 1 = <35
tahun dan 2 = 35 tahun. Status kepegawaian dikategorikan menjadi 1 = militer 2
= sipil. Masa kerja dikategorikan menjadi 1 = < 5 tahun dan 2 = 5 tahun.
Pelatihan dikategorikan menjadi 1 = pernah menikuti pelatihan keselamatan
pasien dan 2 = tidak pernah mengikuti pelatihan keselamatan pasien.
4.9.3 Entry
Peneliti melakukan entry data ke program statistik komputer terhadap semua
kuisioner (A, B dan C) yang terisi lengkap dan benar serta telah melalui proses
koding. Proses entry ini peneliti melakukannya dengan teliti untuk menghindari
terjadi kesalahan dan bias.
4.9.4 Cleaning
Peneliti melakukan pemeriksaan kembali terhadap data yang telah dimasukkan ke
dalam program komputer untuk memastikan bahwa data telah benar dan tidak ada
kesalahan baik pada saat pemberian kode maupun pemberian nilai data. Setelah
dilakukan pemeriksaan kembali (check and recheck) peneliti yakin bahwa data
benar, dan tidak adanya missing data
4.10 Analisis Data
Peneliti selanjutnya melakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul.
Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat, dan multivariat.
keselamatan pasien.
Analisis univariat
Variabel
1.
Karakteristik
perawat
2.
3.
Bebas
Terikat
Sub Variabel
Cara Analisis
Umur (rasio)
dan
karakteristik perawat
dengan
Penelitian ini menggunakan Uji Chi Square karena variabel bebas dan variabel
terikatnya berbentuk data kategorik. Uji Chi Square digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel kategorik dengan variabel kategorik.
Rumus Chi Square yang digunakan untuk analisis bivariat:
X =
b.
Apabila p > 0,05, menunjukan tidak ada hubungan antara variabel terikat
dengan variabel bebas (Hastono & Sabri, 2010).
Tabel 4.7 Analisis Bivariat
No
1.
Variabel Bebas
Kepemimpinan (kategorik)
2.
3.
Umur (kategorik)
4.
5.
6.
Pelatihan (kategorik)
Variabel Terikat
Perilaku perawat
(kategorik)
Perilaku perawat
(kategorik)
Perilaku perawat
(kategorik)
Perilaku perawat
(kategorik)
Perilaku perawat
(kategorik)
Perilaku perawat
(kategorik)
Cara Analisis
Uji Chi Square
Uji Chi Square
Uji Chi Square
Uji Chi Square
Uji Chi Square
Uji Chi Square
Uji Chi Square digunakan karena syarat uji Chi Square terpenuhi. Syarat uji Chi
Square adalah jumlah sel yang mempunyai nilai expexted kurang dari 5, maksimal
sebanyak 20% dari jumlah sel yang ada. Bila syarat uji Chi Square tidak
terpenuhi, maka digunakan uji alternatifnya yaitu uji Fisher dan uji KolmogorovSmirnov. Uji Fisher digunakan bila jenis tabel yang diperoleh adalah tabel 2x2.
Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan bila jenis yang diperoleh adalah tabel 2x3.
(Dahlan, 2008).
Pada penelitian ini syarat uji Chi Square terpenuhi yaitu tidak ada sel yang
mempunyai nilai harapan (expected) yang kurang dari 5 sehingga menggunakan
uji Chi Square, sehingga uji alternatif baik uji Fisher maupun KolmogorovSmirnov
Continuity Correction (a) karena tabel 2x2 dan tidak ada sel yang mempunyai
nilai harapan (expected) yang kurang dari 5.
4.10.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat menghubungkan beberapa variabel bebas dan karakteristik
perawat dengan satu variabel terikat pada waktu bersamaan. Analisis multivariat
untuk mengetahui variabel bebas dan karakteristik perawat yang paling
berhubungan dengan variabel terikat. Uji statistik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji regresi logistik ganda. Uji regresi logistik ganda adalah
salah satu pendekatan model matematis yang digunakan untuk menganalisis
hubungan satu atau beberapa variabel bebas dengan sebuah variabel terikat
kategorik yang bersifat dikotom/binary (Hastono, 2010).
Pemodelan analisis multivariat regresi logistik ganda terdiri dari dua yaitu model
prediksi dan model faktor risiko. Model prediksi bertujuan untuk memperoleh
model yang terdiri dari beberapa variabel bebas yang dianggap terbaik untuk
memprediksi kejadian variabel terikat (Hastono, 2010). Sedangkan model faktor
risiko bertujuan untuk untuk mengestimasi secara valid hubungan satu variabel
utama dengan variabel terikat dengan mengontrol beberapa variabel konfonding
(Hastono,2010). Pada penelitian ini menggunakan model prediksi karena tidak
ada variabel konfonding.
63
b.
Memilih variabel yang dianggap penting yang masuk dalam model, dengan
cara mempertahankan variabel yang mempunyai p <0,05 dan mengeluarkan
variabel yang p > 0,05. Pengeluaran variabel tidak serentak semua yang
p>0,05, namun dilakukan secara bertahap dimulai dari variabel yang
mempunyai p terbesar.
c.
Variabel
Variabel bebas
(Kepemimpinan, budaya organisasi)
Karakteristik perawat
(umur, masa kerja, status kepegawaian
pelatihan)
Variabel Terikat
Perilaku perawat
Perilaku perawat
Cara Analisis
Uji regresi logistik
ganda
Uji regresi logistik
ganda
Universitas Indonesia
Determinan perilaku..., Sri Mulyatiningsih, FIK UI, 2013
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1.1
Karakteristik perawat berdasarkan umur dan masa kerja memiliki distribusi data
tidak normal sehingga dalam analisisnya menggunakan median, ditunjukkan pada
tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik perawat berdasarkan umur dan masa kerja
di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta
pada 22-26 Nopember 2012
( CI 95%, n=117)
No
1.
2.
Variabel
Umur
Masa kerja
Median
32
8
Min-mak
21-55.
1-30
CI
31,88-34,21
8,39-10,86
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa umur perawat di rawat inap RSAU dr. Esnawan
Antariksa Jakarta berada pada usia produktif yaitu berumur 32 tahun. Umur
termuda 21 tahun dan umur tertua 55 tahun. Perawat memiliki masa kerja 8
tahun. Perawat memiliki masa kerja paling sedikit 1 tahun dan terlama 30 tahun.
5.1.2
Karakteristik
Perawat
Berdasarkan
Status
Kepegawaian
dan
Pelatihan
Karakteristik perawat berdasarkan status kepegawaian dikategorikan menjadi
militer dan sipil sesuai pembagian yang berlaku di organisasi militer terkait status
kepegawaian. Pelatihan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pelatihan
tentang keselamatan pasien, yang dikategorikan menjadi tidak pernah dan pernah
mengikuti pelatihan keselamatan pasien. Karakteristik status kepegawaian dan
pelatihan ditunjukkan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Karakteristik perawat berdasarkan status kepegawaian dan pelatihan
di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta
pada 22-26 Nopember 2012 (n=117)
No
1.
Variabel
Status kepegawaian
Militer
Sipil
Total
2.
Pelatihan
Tidak pernah
Pernah
Total
9
108
7,8
92,2
117
100
74
43
63,2
36,8
117
100
.
di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa
efektif, keamanan obat, ketepatan lokasi, prosedur dan pasien, pengurangan risiko
infeksi, dan pengurangan risiko jatuh, ditunjukkan pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Persepsi Perilaku perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien
di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta
pada 22-26 Nopember 2012 (n=117)
No.
1.
2.
3.
4.
5..
6.
7.
Variabel/Subvariabel
Perlaku perawat dalam melaksanakan
keselamatan pasien
Identifikasi pasien
Komunikasi efektif
Keamanan obat
Ketepatan lokasi, prosedur, dan pasien
Mengurangi risiko infeksi
Mengurangi risiko jatuh
Baik
%
Kurang Baik
n
%
55
47
62
53
58
49,6
59
50,4
54
46,2
63
53,8
71
60,7
46
39,3
67
57,3
50
42,7
50
42,7
67
57,3
79
67,5
38
32,5
Baik
Variabel
Kepemimpinan
Budaya Organisasi
n
57
62
Kurang Baik
n
%
60
51,3
55
47
%
48,7
53
subvariabel
organisasi dan nilai-nilai budaya militer yang terdiri dari profesional militer,
disiplin, membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan serta loyalitas. Gambaran
subvariabel budaya organisasi di RSAU dr. Esnawan Antariksa ditunjukkan pada
tabel 5.5.
Tabel 5.5 Gambaran subvariabel budaya organisasi
di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta
pada 22-26 Nopember 2012 (n=117)
No.
1.
2.
Variabel
Kekuatan budaya organisasi
Nilai-nilai budaya organisasi
militer
a.
b.
c.
d.
Profesionalisme militer
Disiplin
Membela kejujuran,
kebenaran dan keadilan
Loyalitas
Baik
Kurang Baik
n
41
50
%
35
42,7
n
76
67
%
65
57,3
36
116
32
30,8
99,1
27,4
81
1
85
69,2
0,9
72,6
59
48
41
69
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa
memiliki kekuatan budaya organisasi yang kurang baik (65%), dapat dikatakan
bahwa budaya organisasinya kurang kuat. Nilai-nilai budaya organisasi yang baik
5.3.1
Hasil uji statistik dengan Chi Square hubungan umur dengan perilaku perawat
dalam melaksanakan keselamatan pasien ditunjukkan pada tabel 5.6.
Tabel 5.6 Hubungan umur dengan persepsi perilaku perawat
dalam melaksanakan keselamatan pasien
di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta
pada 22-26 Nopember 2012 (n=117)
Perilaku perawat melaksanakan
keselamatan pasien
Umur
Baik
Kurang baik
n
%
n
%
35 Tahun
22
53,7
19
46,3
<35 Tahun
57
75
19
25
Jumlah
79
67,5
38
32,5
*bermakna pada =0,05
Total
n
41
76
117
100
100
100
OR
0,386
0,032*
Tabel 5.6 menunjukkan umur perawat yang kurang dari 35 tahun mempunyai
perilaku yang baik dalam melaksanakan keselamatan pasien (75%).
Ada
mempunyai peluang 0,386 kali lebih besar dibandingkan perawat yang berumur
35 tahun atau lebih untuk mempunyai perilaku yang baik dalam melaksanakan
keselamatan pasien.
5.3.2
Masa kerja dikategorikan menjadi 5 tahun atau lebih dan kurang dari 5 tahun.
Pada rentang 5 tahun dianggap sudah berpengalaman dalam bekerja (Dessler,
1997). Hasil uji statistik dengan Chi Square hubungan masa kerja dengan perilaku
perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien ditunjukkan pada tabel 5.7.
Masa kerja
< 5 Tahun
5 Tahun
Jumlah
Total
n
33
84
117
100
100
100
OR
0,652
0,434
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa perawat dengan masa kerja 5 tahun atau lebih
mayoritas mempunyai perilaku yang baik dalam melaksanakanan keselamatan
pasien (70,2%). Tidak ada hubungan masa kerja yang bermakna terhadap perilaku
perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien (p=0,434).
5.3.3
Status kepegawaian dikategorikan menjadi militer dan sipil. Hasil uji statistik
dengan Chi Square hubungan status kepegawaian dengan perilaku perawat dalam
melaksanakan keselamatan pasien ditunjukkan pada tabel 5.8.
Tabel 5.8 Hubungan status kepegawaian dengan persepsi perilaku perawat
dalam melaksanakan keselamatan pasien
di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta
pada 22-26 Nopember 2012 (n=117)
Status kepegawaian
Militer
Sipil
Jumlah
Total
n
9
108
117
100
100
100
OR
0,189
0,177
5.3.4
Hasil uji statistik dengan Chi Square hubungan pelatihan dengan perilaku perawat
dalam melaksanakan keselamatan pasien ditunjukkan pada tabel 5.9.
Tabel 5.9 Hubungan pelatihan dengan persepsi perilaku perawat
dalam melaksanakan keselamatan pasien
di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta
pada 22-26 Nopember 2012 (n=117)
Pelatihan
Pernah
Tidak pernah
Jumlah
Total
n
43
74
117
36,8
63,2
100
OR
0,436
0,063
Tabel 5.9 menunjukkan bahwa Perawat yang tidak pernah mengikuti pelatihan
keselamatan pasien mempunyai perilaku yang baik dalam melaksanakan
keselamatan pasien (74,3%). Tidak ada hubungan pelatihan yang bermakna
terhadap perilaku perawat dalam melaksanakan keselamatan (p=0,063).
5.3.5
Hasil uji statistik dengan Chi Square hubungan kepemimpinan dengan perilaku
perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien ditunjukkan pada tabel 5.10.
Tabel 5.10 Hubungan kepemimpinan dengan persepsi perilaku perawat
dalam melaksanakan keselamatan pasien
di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta
pada 22-26 Nopember 2012 (n=117)
Perilaku perawat melaksanakan
keselamatan pasien
Kepemimpinan
Baik
Kurang baik
n
%
n
%
Baik
43
75,4
14
24,6
Kurang baik
30
50
30
50
Jumlah
73
62,4
44
37,6
*bermakna pada =0,05
Total
n
57
60
117
100
100
100
OR
3,071
0,008*
baik
5.3.6
Hasil uji statistik dengan Chi Square hubungan budaya organisasi dengan perilaku
perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien ditunjukkan pada tabel 5.11.
Tabel 5.11 Hubungan budaya organisasi dengan persepsi perilaku perawat
dalam melaksanakan keselamatan pasien
di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta
pada 22-26 Nopember 2012 (n=117)
Perilaku perawat melaksanakan
keselamatan pasien
Budaya organisasi
Baik
Kurang baik
n
%
n
%
Baik
62
73,8
22
26,2
Kurang baik
17
51,5
16
48,5
Jumlah
79
67,5
38
32,5
*bermakna pada =0,05
Total
n
84
33
117
100
100
100
OR
2,652
0,036*
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa budaya organisasi yang baik mendukung perawat
untuk mempunyai perilaku yang baik dalam melaksanakan keselamatan pasien
(78,5%). Ada hubungan budaya organisasi yang bermakna terhadap perilaku
perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien, (p=0,036). Budaya organisasi
yang baik mempunyai peluang 2,652 kali lebih besar dibandingkan dengan
budaya organisasi yang kurang baik bagi perawat untuk mempunyai perilaku yang
baik dalam melaksanakan keselamatan pasien.
Variabel
Umur
Masa kerja
Status kepegawaian
Pelatihan
Kepemimpinan
Budaya organisasi
Keterangan
0,020*
0,321
0,481
0,041*
0,004*
0,009*
Lolos seleksi
Tidak lolos seleksi
Tidak lolos seleksi
Lolos seleksi
Lolos seleksi
Lolos seleksi
73
Variabel
Umur
Pelatihan
Kepemimpinan
Budaya organisasi
Konstanta
*bermakna pada =0,05
OR
CI
0,178
0,254
0,027*
0,668
0,553
0,523
0,620
2,723
1,208
0,203-1,345
0,272-1,411
1,121-6,614
0,509-2,868
Tabel 5.13 menunjukkan bahwa variabel yang masuk dalam seleksi pemodelan
multivariat adalah umur, pelatihan, kepemimpinan, dan budaya organisasi. Secara
statistik umur, pelatihan, dan budaya organisasi tidak signifikan karena
mempunyai p lebih dari 0,05 namun secara substansi berpengaruh terhadap
perilaku perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien. Faktor yang paling
dominan mempengaruhi perilaku perawat dalam melaksanakan keselamatan
pasien adalah kepemimpinan (p=0,027). Kepemimpinan yang baik mempunyai
peluang 2,723 kali lebih besar dibandingkan kepemimpinan yang kurang baik
terhadap perilaku perawat yang baik dalam melaksanakan keselamatan pasien.
Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang interpretasi dan pembahasan hasil penelitian.
Pembahasan hasil penelitian dipaparkan dengan membandingkan hasil penelitian
dengan hipotesis yang diajukan meliputi hubungan karakteristik perawat,
kepemimpinan dan budaya organisasi dengan perilaku perawat dalam
melaksanakan keselamatan pasien,. Keterbatasan penelitian dibahas dengan
membandingkan proses penelitian yang dilalui dengan kondisi ideal yang
seharusnya dicapai, selanjutnya dibahas juga implikasi hasil penelitian terhadap
pelayanan keperawatan.
6.1.1.1 Umur
Umur responden di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta rata-rata 32
tahun, berada pada usia produktif. Menurut Purwanto (1999) usia produktif
mencapai puncaknya saat berumur 30-40 tahun. Umur perawat rawat inap RSAU
dr. Esnawan Antariksa yang berada pada puncak usia produktif merupakan aset
bagi rumah sakit karena mempunyai produktifitas dan kinerja yang baik untuk
meningkatkan keselamatan pasien dan mencegah insiden keselamatan pasien.
Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Sutrisno (2009) & Tika (2010) bahwa
produktifitas dan kinerja akan menurun dengan bertambahnya umur.
Namun
memiliki hubungan
yang bermakna
Hal
ini
menjadi
alasan
manajemen
keperawatan
untuk
lebih
dengan
bahwa
dalam
melaksanakan keselamatan pasien baik oleh perawat dengan masa kerja yang
lama maupun sebentar. Sriyulia (2010) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
signifikan antara masa kerja dengan pemahaman perawat pelaksana mengenai
penerapan keselamatan pasien di RS Tugu Ibu Depok. Hasil penelitian yang
berlawanan disampaikan oleh Anugrahini (2010) yang menunjukkan bahwa ada
hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan perawat menerapkan pedoman
keselamatan pasien.
6.1.1.3 Status Kepegawaian
Status kepegawaian di rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta
mayoritas adalah sipil. Militer mayoritas mempunyai perilaku yang baik dalam
Hal ini
6.1.1.4 Pelatihan
Mayoritas perawat di RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta tidak pernah
mengikuti pelatihan tentang keselamatan pasien (63,2%). Hasibuan, (2009)
menyatakan pelatihan merupakan salah satu jenis pengembangan bagi karyawan
yang dilakukan oleh perusahaan karena tuntutan pekerjaan saat ini atau masa
depan. Pelatihan khususnya tentang keselamatan pasien perlu diselenggarakan
oleh rumah sakit bagi seluruh perawat untuk meningkatkan keselamatan pasien.
Masih rendahnya persentase perawat yang telah mendapatkan pelatihan
keselamatan pasien dikarenakan keselamatan pasien baru menjadi perhatian di
lima tahun terakhir sehingga belum semua perawat mendapatkan sosialisasi dan
pelatihan tentang keselamatan pasien.
Keselamatan pasien merupakan hak pasien yang sedang mendapatkan pelayanan
kesehatan dan harus adanya jaminan dari rumah sakit bahwa semua pasien
mendapatkan pelayanan kesehatan dari perawat yang melaksanakan keselamatan
pasien
sehingga
terjamin
keselamatannya.
Pelatihan
diperlukan
untuk
perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien. Hasil penelitian ini tidak sesuai
dengan hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan pelatihan dengan
perilaku perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien. Hal ini disebabkan
karena masih sedikitnya perawat yang pernah mengikuti pelatihan keselamatan
pasien sehingga tidak memberikan signifikansi
dari tugas dan prosedur. Pelatihan dapat digunakan dalam rentang waktu selama
tiga tahun (Fowley & Leiden, 2003).
Penelitian ini sesuai dengan Iswati (2012) menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan pelatihan dengan tindakan keselamatan pasien. Pernyataan berlawanan
Sriyulia (2010) menunjukkan pelatihan keselamatan pasien berpengaruh terhadap
pemahaman perawat pelaksana mengenai penerapan keselamatan pasien di RS
Tugu Ibu Depok. Pelatihan berpengaruh terhadap proses kognitif yaitu proses
berpikir sebelum mengambil keputusan sehingga dapat mencegah kesalahan.
pemberian obat (100%). Hal ini perlu dilakukan upaya untuk memenuhi standar
pelayanan minimal tersebut dengan meningkatkan upaya keselamatan pasien.
Perilaku yang masih kurang baik dalam melaksanakan keselamatan pasien adalah
mengurangi risiko infeksi, komunikasi efektif dan identifikasi pasien. Hal ini
terjadi karena kurangnya pemahaman perawat terhadap keselamatan pasien baik
secara knowledge maupun keterampilan dalam mengaplikasikan keselamatan
pasien di ruang rawat inap. Untuk itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan
keselamatan pasien. Upaya Antisipasi yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan atau insiden dalam keselamatan pasien dilakukan pembinaan
terkait keselamatan pasien. Pembinaan dapat berupa sosialisasi, pelatihan,
mentoring atau bed side teaching dan supervisi. Pembinaan akan optimal dengan
meningkatkan peran kepemimpinan keperawatan dan memanfaatkan budaya
organisasi yang baik seperti adanya disiplin tinggi dan sikap loyalitas terhadap
organisasi, pimpinan dan aturan yang berlaku terkait keselamatan pasien, karena
kepemimpinan dan budaya organisasi mempengaruhi keselamatan pasien di rawat
inap RSAU dr. Esnawan Antariksa.
Perilaku perawat yang menjaga keselamatan pasien sangat berperan dalam
pencegahan,
pengendalian
dan
peningkatan
keselamatan
pasien
(Choo,
Hutchinson, & Bucknall, 2010; Elley et al, 2008; Stoor, Topley, & Privetl, 2005).
Peran tersebut semakin besar mengingat jumlah perawat di rumah sakit paling
besar jika dibandingkan tenaga kesehatan lainnya. Perawat berada pada posisi
yang unik untuk mengembangkan alat, proses dan praktik yang berusaha untuk
mengurangi dan menghilangkan semua jenis kesalahan keselamatan pasien yaitu
dengan mengembangkan keterampilan berbasis kesalahan, keterampilan berbasis
kesalahan peraturan, mengembangkan kemampuan untuk mengenali adanya risiko
tinggi, dan perilaku berbasis pengetahuan (Mattox, 2012).
Perilaku perawat yang tidak menjaga keselamatan pasien berkontribusi terhadap
insiden keselamatan pasien. Perawat yang tidak memiliki kesadaran terhadap
situasi yang cepat memburuk, gagal mengenali apa yang terjadi dan mengabaikan
informasi klinis penting yang terjadi pada pasien dapat mengancam keselamatan
pasien (Reid, & Bromile, 2012). Perilaku yang tidak aman, lupa, kurangnya
perhatian/ motivasi, kecerobohan dan kelalaian berisiko untuk terjadinya
kesalahan selanjutnya pengurangan kesalahan dapat dicapai dengan memodifikasi
perilaku (Choo, Hutchinson, & Bucknall, 2010). Selain terjadinya insiden
keselamatan pasien dampak perilaku perawat yang tidak menjaga keselamatan
pasien juga mengakibatkan kerugian material baik bagi pasien maupun pihak
rumah sakit serta akan memberikan pencitraan masyarakat yang kurang baik
terhadap layanan kesehatan
darah
dan
spesimen
lain
untuk
pemeriksaan
klinis
dan
terjadinya kesalahan
(Dhatt, Damirl, Matarelli, Krishned & James, 2011; Murphy, 2004). Keadaan
tertentu akan semakin memberikan kemungkinan untuk terjadinya kesalahan,
sebagaiman dijelaskan dalam Permenkes (2011) bahwa kesalahan identifikasi
pasien dapat terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/ tersedasi, mengalami
disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/ kamar/ lokasi di rumah sakit,
adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain.
Hasil penelitian sesuai dengan fenomena yang terjadi di rawat inap RSAU dr.
Esnawan Antariksa masih ditemukannya ketidaktepatan dalam mengidentifikasi
pasien. Antisipasi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
dalam mengidentifikasi pasien khususnya perawat yang mempunyai perilaku
kurang baik dalam mengidentifikasi pasien dilakukan pembinaan terkait
keselamatan pasien. Pembinaan dapat berupa sosialisasi, pelatihan, mentoring
atau bed side teaching dan supervisi identifikasi pasien dengan melibatkan peran
kepemimpinan keperawatan dan memanfaatkan budaya organisasi.
Pembinaan menekankan pada: keakuratan identifikasi pasien ditingkatkan dan
penggunaan setidaknya dua pengidentifikasi pasien ketika memberikan obat,
darah atau produk darah, tidakan/ prosedur dan mengambil spesimen untuk
pemeriksaan klinis. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak dapat digunakan untuk
identifikasi. Identifikasi yang diakui untuk mengidentifikasi pasien adalah nama,
nomor rekam medis dan tanggal lahir. ( International Patient Safety Goals dalam
Dhatt, Damirl, Matarelli, Krishned & James, 2011; Permenkes, 2011); Identifikasi
pasien yang perlu dilakukan perawat saat akan melakukan prosedur transfusi yaitu
mencocokan gelang nama ke label kompatibilitas darah, mencocokan identifikasi
pasien dengan permintaan darah dan peninjauan kompatibilitas serta pengecekan
informasi kadaluwarsa komponen darah (Murphy, 2004). Pasien yang tidak
mampu menyebut nama, tidak memakai gelang dan tidak ada keluarga atau
penunggu maka identitas dipastikan dengan melihat rekam medik oleh dua orang
petugas (Permenkes, 2011).
akurat, lengkap, dan jelas akan mencegah terjadinya kesalahan yang mungkin
terjadi, dan dapat meningkatan keselamatan pasien (Beaumont, & Russell, 2012;
Nilsson, Lindeeroett, Gupta & Vegpors, 2010; Schimpff, 2007; Storr, Topley &
Privett, 2005; White, 2012).
Peningkatan komunikasi dapat diimplemantasikan melalui pendekatan standar/
baku hand off / serah terima dengan penekanan pada Hand off bedside (serah
terima di samping tempat tidur pasien) karena Hand off bedside mempromosikan
keselamatan pasien. Hand off bedside memungkinkan parawat untuk bertukar
informasi pasien yang diperlukan secara akurat, memberikan kesempatan untuk
memvisualisasikan pasien dan mengajukan pertanyaan terhadap sesuatu yang
kurang dipahami selain itu dapat meningkatkan kesadaran perawat terhadap
dampak komunikasi pada keselamatan pasien dan kepuasan serta meningkatkan
komunikasi antara perawat, dokter dan pasien/keluarga serta tim kesehatan lain.
Hand off bedside juga memungkinkan pasien terlibat aktif dalam perawatan
dengan memungkinkan bagi pasien untuk mengoreksi kesalahpahaman,
memberikan masukan terhadap rencana perawatan, mengklarifikasi dan
memperbaiki ketidakakuratan (Maxson, Derby, Wrobleski, & Foss, 2009).
Komunikasi juga dapat ditingkatkan dengan budaya militer yang mempunyai
kebiasaan mengulangi perintah. Mengulangi perintah untuk memastikan bahwa
pesan/ atau perintah benar sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh pemberi
perintah dan bila terjadi kesalahan komunikasi dapat dilakukan klarifikasi
langsung. Hal ini dapat mencegah terjadinya kesalahan komunikasi yang pada
akhirnya akan mencegah terjadinya kesalahan dan insiden keselamatan pasien.
Komunikasi tertulis dalam hal ini pendokumentasian keperawatan harus dilakukan
secara benar.
6.1.3.3 Perilaku Perawat dalam Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu
Diwaspadai
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran perilaku perawat dalam
peningkatan keamanan obat adalah baik namun keamanan obat mempunyai
peringkat yang paling rendah dari enam sasaran keselamatan pasien di rawat inap
baik
lokasi, prosedur dan pasien memberikan peluang untuk terjadinya kesalahan dan
terjadinya insiden keselamatan pasien, hal ini disebabkan karena kurangnya
pelatihan, tidak adanya penyegaran terkait prosedur tindakan keperawatan, dan
supervisi. Upaya pencegahan dapat dilakukan pelatihan dan supervisi dengan
mengoptimalkan peran kepemimpinan.
Pada kepustakaan mengenai kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien
operasi lebih ditujukan kepada memastikan ketepatan tepat lokasi, tepat prosedur
dan tepat pasien operasi di ruang operasi dengan kasus pasien yang akan
mendapatkan pembedahan. Namun penulis dalam penelitian ini menerapkan
ketepatan lokasi, prosedur dan pasien di unit rawat inap dengan memfokuskan
kepada memastikan ketepatan dalam melaksanakan prosedur atau tindakan
keperawatan yang dilakukan di unit rawat inap. Prosedur/ tindakan keperawatan
yang dilakukan perawat dilakukan tepat lokasi prosedur yang akan dilakukan di
bagian tubuh pasien, tepat pasien yang akan dilakukan prosedur tersebut, tepat
alat dan bahan yang digunakan dalam prosedur tersebut, tepat urutan langkahlangkah dalam mengerjakan prosedur tersebut dan tepat dalam mempertahankan
prinsip dari prosedur tersebut.
Kepastian tepat lokasi, prosedur dan pasien tidak hanya diterapkan di ruang
operasi saja tetapi juga di rawat inap sebagaimana peneliti melakukan di ruang
rawat inap. Kepastian tepat lokasi, prosedur dan pasien saat akan melakukan
tindakan keperawatan di ruang rawat inap harus diaplikasikan untuk mencegah
terjadinya kesalahan yang dapat membahayakan pasien.
adalah
usia,
riwayat
kesehatan
(dalam
pengaruh
mencuci tangan
ekskreta, dan selaput lendir pasien seperti sarung tangan, masker, tutup kepala,
kacamata pelindung, apron/ jas dan sepatu pelindung. Kebersihan tangan berperan
penting dalam pencegahan infeksi silang dan penyebaran infeksi. Mencuci tangan
menggunakan air dan sabun atau alkohol pada saat yang tepat dan dengan cara
yang benar menjamin perlindungan diri dan pencegahan infeksi silang.
Kondisi di RSAU dr. Esnawan Antariksa yang mendukung program cuci tangan
untuk mencegah infeksi yaitu tersedianya sumber air pada semua kran, tersedianya
sabun/cairan pembersih, adanya pedoman cuci tangan yang benar yang ditempel di
setiap kran cuci tangan, pendidikan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang
benar, mengingatkan penggunaan tangan bersih di tempat kerja; dan pengukuran
kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/ observasi dan teknikteknik yang lain. Hal ini sesuai dengan elemen penilaian sasaran pengurangan
risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan menurut Permenkes, (2011) rumah sakit
mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan
dan sudah diterima secara umum misalnya WHO Patient Safety. Rumah sakit
menerapkan program hand hygiene yang efektif. Kebijakan dan prosedur
dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari
infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Program pencegahan infeksi di RSAU dr. Esnawan Antariksa akan optimal
dengan meningkatkan peran kepemimpinan dalam aplikasi pencegahan infeksi
dan memberdayakan budaya organisasi seperti disiplin dan loyalitas untuk
mengikuti aturan pelaksanaan program pencegahan infeksi. Dilakukannya
pelatihan bagi seluruh perawat dan dilakukan secara berkesinambungan, serta ada
supervisi yang terprogram untuk penerapannya di ruang rawat inap.
pasien jatuh dengan baik sebanyak 67,5% dan perawat yang melakukan
pengurangan risiko jatuh dengan kurang baik sebanyak 30,8%. Walaupun secara
umum perilaku pengurangan risiko pasien mayoritas baik tapi tidak menutup
kemungkinan terjadi risiko jatuh karena 30,8% perilaku perawat yang kurang baik
dalam mengurangi risiko jatuh. Hal ini dibuktikan dengan adanya kejadian pasien
jatuh pada satu tahun terakhir di rawt inap RSAU dr. Esnawan Antariksa.
Kejadian jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cidera bagi pasien rawat inap.
Dalam standar pelayanan minimun rumah sakit menetapkan 100% pasien tidak
mengalami kejadian jatuh dan tidak ada kejadian pasien jatuh yang berakibat
kematian atau kecacatan (Kepmenkes, 2008). Jatuh merupakan kejadian yang
dapat dicegah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pengkajian ulang
secara berkala terhadap risiko pasien jatuh, termasuk risiko potensial yang
mungkin mengakibatkan jatuh serta mengambil tindakan untuk mengurangi
semua risiko yang telah diidentifikasikan dan melakukan pedoman pencegahan
pasien risiko jatuh, mengidentifikasi obat yang berhubungan dengan peningkatan
risiko jatuh (sedatif, analgetik, antihipertensi, diuretik, lazatif, dan psychotropika)
serta memperhatikan lingkungan yang berisiko menyebabkan pasien jatuh.
Berdasarkan hasil penelitian faktor risiko terjadinya jatuh adalah usia, jenis
kelamin, efek obat-obat tertentu, status mental, penyakit kronis dan faktor
lingkungan, keseimbangan, kekuatan dan mobilitas, ketinggian tempat tidur
(Geoene, Moro, Thomson, & Saez, 2007; Kerzman, Cherit, Brin, & Torin, 2004;
Tzeng & Yin, 2007).
Perawat melakukan pedoman pencegahan pasien risiko jatuh untuk mengurangi
insiden jatuh yaitu dengan: memastikan bel mudah dijangkau, roda tempat tidur
pada posisi terkunci, memposisikan tempat tidur pada posisi terendah, pagar
pengaman tempat tidur dinaikkan. Monitoring ketat pasien risiko tinggi (kunjungi
dan monitor pasien/ 1 jam, tempatkan pasien di kamar yang paling dekat dengan
nurse
station
jika
memungkinkan).
meliibatkan
pasien/keluarga
dalam
Keselamatan Pasien (NPSA) dalam Dhatt, Damirl, Matarelli, Krishned & James
(2011) adalah permukaan lantai termasuk kerapatan, kemilau dan pola yang dapat
menimbulkan ilusi atau gangguan penglihatan; pencahayaan; kebisingan; lonceng
penghubung termasuk visibilitas dan jangkauan; desain pintu; jarak antara tangan
dengan pegangan rel tangan, tempat tidur, kursi dan toilet; stabilitas furnitur.
Hal ini sesuai dengan elemen penilaian sasaran menurut Permenkes, (2011)
dinyatakan rumah sakit perlu menerapkan proses pengkajian awal atas pasien
terhadap risiko jatuh dan melakukan pengkajian ulang pasien bila diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain. Langkah-langkah
diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil pengkajian
dianggap berisiko jatuh. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan
pengurangan cidera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
Kebijakan dan/ atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cidera akibat jatuh di rumah sakit.
Menurut Potter & Perry (2009) beberapa intervensi yang dapat dilakukan perawat
untuk mencegah terjadinya jatuh pada pasien yaitu: Mengorientasikan pasien pada
saat masuk rumah sakit dan menjelaskan sistem komunikasi yang ada, bersikap
hati-hati saat mengkaji pasien dengan keterbatasan gerak, melakukan supervisi
ketat pada awal pasien dirawat terutama malam hari, menganjurkan menggunakan
bel bila membutuhkan bantuan, memberikan alas kaki yang tidak licin,
memberikan pencahayaan yang adekuat, memasang pengaman tempat tidur
terutama pada pasien dengan penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas, dan
menjaga lantai kamar mandi agar tidak licin.
6.1.3
Hubungan
kepemimpinan
dengan
perilaku
perawat
dalam
yang
mempengaruhi
persepsi
keselamatan
pasien
ketika
mempunyai
pengaruh
dalam meningkatkan
keselamatan
dan
keselamatan pasien, hasil penelitian ini ada kesesuaian dengan teori, Hal ini
sesuai dengan Permenkes (2011) yang menyatakan
bahwa kepemimpinan
mendorong dan
menggunakan
strategi
penyelesaian
konflik,
mampu
dalam
setiap
pengambilan
keputusan
sehingga
membentuk
terhadap organisasi, pimpinan dan aturan atau kebijakan yang ditetapkan. Hal ini
sebagai bentuk pengamalan terhadap kode etik prajurit yaitu sapta marga, sumpah
prajurit dan delapan wajib TNI dan Sapta Prasetya Korpri yang sekaligus sebagai
filosofi dan nilai-nilai yang dianut oleh anggota organisasi di organisasi militer.
Budaya organisasi yang kuat memberikan pemahaman yang jelas kepada
karyawan tentang cara menyelesaikan urusan dalam organisasinya dan
memberikan stabilitas pada organisasi (Robbins, 2006). RSAU dr. Esnawan
Antariksa mempunyai budaya organisasi yang kurang kuat, hal ini disebabkan
karena kurangnya kebersamaan dan komitmen dari perawat terhadap nilai-nilai
budaya organisasi khususnya dalam melaksanakan keselamatan pasien. Inovasi,
dukungan budaya dan pertimbangan gaya kepemimpinan memberikan efek positif
terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi (Lok & Crawford, 2004;
Simmons & Elzbieta, 2006). Menurut Deal & Kennedy; Luthan dalam Tika
(2010) ciri-ciri budaya organisasi yang kuat adalah mempunyai kebersamaan,
komitmen, loyalitas, adanya pedoman bertingkah laku dan dilaksanakan oleh
anggota organisasi, adanya penghargaan, adanya ritual dan memiliki jaringan
kultural. Budaya organisasi yang kuat mendorong antisipasi dan keterlibatan
perawat untuk ikut membuat keputusan yang mempengaruhi kinerja organisasi
secara positif (Swanburg, 2002).
Nilai-nilai budaya organisasi militer yang menunjukan gambaran kurang baik
adalah Profesionalisme militer dan membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
Profesionalisme militer diasumsikan mempunyai keahlian sesuai bidangnya.
Profesionalisme militer merupakan suatu keseimbangan diantara keahlian,
tanggung jawab dan sikap kebersamaan (Chrisnandi, 2005). Perawat yang
profesional akam memberikan asuhan keperawatan yang tepat dengan
menerapkan keselamatan pasien dan mencegah insiden keselamatan pasien.
Profesionalisme yang kurang tersebut ditunjukkan dengan perilaku perawat yang
kurang baik dalam melaksanakan keselamatan pasien (53%). Sebaliknya perawat
yang mempunyai profesionalisme militer yang baik akan meningkatkan
keselamatan pasien. Hal ini terkait hirarki karena hirarki sering merupakan
hambatan untuk komunikasi efektif dalam kelompok profesional (Beaumont &
Russell, 2012).
terhadap
organisasi , pimpinan dan aturan atau kebijakan yang berlaku. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
terhadap
organisasi, pimpinan dan aturan atau kebijakan yang berlaku (59%). Loyalitas
bagi anggota organisasi militer dibentuk sejak awal menjadi anggota organisasi
militer dan dilaksanakan dalam kebiasaaan sehari-hari yang diperkuat dengan
kode etik TNI. Pemimpin dapat memanfaatkan loyalitas perawat tersebut loyal
dalam melaksanakan enam sasaran keselamatan pasien yang ditetapkan oleh
Permenkes, (2011).
budaya
keselamatan
meningkatkan
keselamatan
dengan
menumbuhkan
terbuka untuk
budaya
organisasi
(Marquis
&
Huston,
2012).
Pemimpin
pembinaan
khusus.
Kepemimpinan
berkontribusi
dalam
melakukan
tindakan
105
budaya
organisasi
yang
kondusif
terhadap
pelaksanaan
baik
6.3.2
Penelitian ini masih terbatas faktor- faktor yang mempengaruhi perawat dalam
melaksanakan keselamatan pasien berdasarkan persepsi perawat dan belum
melibatkan pemimpin keperawatan. Implikasi bagi penelitian selanjutnya yaitu
penelitian lebih lanjut terkait observasi secara langsung perilaku perawat dalam
melaksanakan keselamatan pasien dan pengaruh kepemimpinan terhadap
keselamatan pasien dengan melibatkan leadership dan followership sehingga
didapatkan gaya kepemimpinan yang tepat dan diharapkan oleh keduanya.
Universitas Indonesia
Determinan perilaku..., Sri Mulyatiningsih, FIK UI, 2013
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
7.1.2
7.1.3
7.1.4
7.1.5
7.1.6
7.2 Saran
7.2.1
7.2.1.1 Manajemen rumah sakit menggunakan hasil penelitian ini sebagai tolak
ukur dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien (identifikasi
pasien, komunikasi efektif, ketepatan lokasi, prosedur dan pasien,
keamanan obat, pencegahan risiko infeksi dan pencegahan infeksi jatuh)
sehingga tidak terjadi insiden keselamatan pasien. Upaya peningkatan
keselamatan pasien akan lebih optimal dengan memanfaatkan kelebihan
yang dimiliki oleh perawat yaitu disiplin yang tinggi dan loyalitas untuk
mematuhi kebijakan keselamatan pasien. Menerapkan model keselamatan
penerangan untuk meningkatkan dan kualitas keselamatan pasien.
7.2.1.2 Mensosialisasikan dan mengadakan pelatihan tentang keselamatan pasien
berdasarkan pada Permenkes No.1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
keselamatan pasien rumah sakit yaitu ketepatan identifikasi pasien,
peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang
perlu diwaspadai, (kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien
operasi), pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan,
pengurangan risiko pasien jatuh kepada seluruh perawat dan dilakukan
penyegaran secara berkala agar keselamatan pasien diterapkan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelatihan ini juga
dapat meningkatkan profesinalisme yang masih kurang pada perawat
rawat inap RSAU dr. Esnawan Antariksa.
untuk
7.2.2
Bagi Perawat
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi perawat pelaksana untuk
selalu melaksanakan perilaku keselamatan pasien, dengan lebih menekankan
pada:
7.2.2.1 Menggunakan dua identitas pasien misalnya (nama pasien dan nomor
rekam medik pasien/ nama dan tanggal lahir) sebelum melakukan suatu
tindakan kepada pasien.
7.2.2.2 Membacakan kembali untuk klarifikasi saat menerima instruksi melalui
telepon.
7.2.2.3 Memberikan tindakan keperawatan dengan tepat prosedur/ langkahlangkah prosedur, tepat lokasi dan tepat pasien
7.2.2.4 Mengaplikasikan prinsip benar dalam pemberian obat dan melakukan
check and recheck sebelum memberikan obat
7.2.2.5 Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan ke pasien dan
yang berhubungan dengan cairan pasien.
7.2.2.6 Melakukan pengkajian awal pada pasien risiko jatuh dan melakukan
tindakan pencegahan jatuh.
109
7.2.3
Universitas Indonesia
Daftar Pustaka
Aboshaiqah, A.E. (2010). Safety culture: A basaline assessment of nurses
perceptions in a Saudi Arabia hospital. Proquest Dissertation Publishing.
Diunduh melalui http://search.proquest.com/doc. pada Nopember 2012.
Anugrahini, C. (2010). Hubungan faktor individu & organisasi dengan kepatuhan
perawat dalam menerapkan pedoman patient safety di RSAB Harapan
Kita Jakarta. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Azwar, S. (2011). Sikap manusia: Teori dan pengukurannya. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
Beaumont, K. & Russell, J. (2012). Standardising for reliability: The
contribution of tools and checklists. Nursing Standard. Vol.26/No.34.
Diunduh
melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/detailhttp://web.
ebscohost.com/ehost/detail?vid=4&hid=127&si pada 5 September 2012.
Boothman, R.C., Imhoff, S.A., & Campbell, D.A.. (2012). Nurturing a culture of
patient safety & achieving lower malpractice risk through disclosure:
Lessons learned & future directions. Frontiers of Health Service
Management Vol.28/No.3. Diunduh melalui http://web.ebscohost.
com/ehost/detail pada 7 September 2012.
Casida, J., & Parker, J. (2011). Staff nurse perceptions of nurse manager
leadership styles and outcomes. Journal of Nursing Management.
Vol.19/No.19. Diunduh melalui http://web.ebscohost.com /ehost pada 7
September 2012.
Choo, J. Hutchinson, A., & Bucknall, T. (2010). Nurses' role in medication
safety. Journal of Nursing Management. Vol.18/No.5. Diunduh melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=8&h pada 5 September 2012.
Chrisnandi, Y. (2005). Reformasi TNI perspektif baru hubungan sipil-militer di
Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Clarke, & Sean, P. (2006). Organizational climate and culture factors. Annual
Review of Nursing Research. Vol.255/No.72. Diunduh melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=8&h pada 5 September 2012
Cosway, B., Stevens, A.C., & Panesar, S. (2012). Clinical leadership: A role for
students? British Journal of Hospital Medicine. Vol.73/No.1. Diunduh
melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detail?v pada 7 September 2012.
Dahlan, M.S. (2008). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang
kedokteran dan kesehatan. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Dhatt, G.S., Damir, H.A., Matarelli, S., Krishnan, S., & James, D.M. (2011).
Patient safety: patient identification wristband errors. Clinical Chem
Laboratory Medicine. Vol.49/No.5 Diunduh melalui http://web.ebscohost
com/ehost/detail?vid=14&hid=127&sid=9f9cc pada 5 September 2012.
Eriksson, A., Axelsson, R., & Axelsson, S.B. (2010). Development of health
promoting leadership-experiences of a training programme. Health
Education. Vol.110/No.2. Diunduh melalui melalui http://web.ebscohost
com/ehost/detail?vid=14&hid=127 pada 5 September 2012
Flin, R., OConnor, & Crichton, M. (2008). Safety at the sharp end: A guide to
non-technical skills. Ashgate Publishing. Diunduh melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=12& pada 8 September 2012.
Flynn, L., Liang, Y., Dickson, G.L., Xie, M., & Suh, D.C. (2012). Nurses
practice environments, error interception practices, and inpatient
medication errors. Journal of Nursing Scholarship. Diunduh melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=12& pada 5 September 2012.
Foley, M., & Leyden, A.M. (2003). Ameican nurses association independen study
module, needlestick safety & prevention. Diunduh melalui
http://search.proquest.com/doc. pada 9 Nopember 2012.
Frank, J.E. (2009). What the military taught me about these nine characteristics
of military life have a place in medical practices. Family Practice
Management. Diunduh melalui www.aefp.org/fpm. pada 8 September
2012 pada 5 September 2012.
Garsia, S.B., & Barbara, L.P. (2009). Toward a framework for an inclusive model
of social justice leadership preparation. Journal of Nursing Management.
Diunduh melalui http://search.proquest.com/doc pada 5 Nopember 2012.
Gillis, D.A. (1996). Nursing management: A system approach. 4th.Ed.
Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Ghufron, & Risnawita. (2010). Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Groene, O., Mora, N., Thompson, A., Saez, M., Casas, M., and Rosa Suol, R.
(2011). Is the maturity of hospitals quality improvement systems
associated with measures of quality and patient safety. BMC Health
Services
Research.
Vol.11/No.344.
Diunduh
melalui
http://www.biomedcentral.com/1472-6963/11/344pada8September2012.
Hasibuan, M. (2009). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Hastono, S.P., & Sabri, L. (2010). Statistik kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada
Purwanto, H. (1999). Perilaku Manusia. Jakarta: EGC.
Huber, D.L. (2010). Leadership & nursing care management. Fourth edition.
USA: Saunders, Elsevier Inc.
Hugh, Mc., Corrigan, & Dimitrov. (2010). E-learning program for surgical
trainees to enhance patient safety in preventing surgical infection.
Journal of Continuing Education in Health Professions. Vol.30/No.4.
Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=18&hid
=127&sid=9f9cc05f-bcfe-4ea6-96bd pada 7 September 2012.
Isaac, T., & Jha, A.K. (2008). Are patient safety indicators related to widely used
measures of hospital quality?. Society of General Internal Medicine.
Vol.23/No.9. Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detail
?vid=4&hid=118&sid=b9117e5d-bab1-4cae-9 pada 8 September 2012.
Iswati (2012). Pengaruh penjaminan mutu keselamatan pasien oleh kepala ruang
terhadap tindakan keselamatan pasien oleh perawat pelaksana di Rumah
Sakit Bhakti Yudha Depok. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Jill, S.C., & Amy, V. (2006). Nursing home safety: Areview of the literature.
Annual Review of Nursing Research. Vol.24/No.2. Diunduh melalui
http://search.proquest.com/doc. pada 9 Nopember 2012.
Joint Commission International. (2011). Accreditation standart for hospitals.
Fourth edition. Oarkbrook Terrace-Illinois: Departement of Publications
Joint Comission Resources.
The Joint Commission. (2007). National patient safety goals - facts about the
2007 National Patient Safety Goals.
Kauzes, J.M., & Posner, B.Z. (2006). The five practices of exemplary student
leadership.
Kementerian Kesehatan RI. (2008). Kepmenkes 129 tentang Standar pelayanan
minimal rumah sakit. Diunduh melalui http://id.scribd.com/doc
/38737711/kepmenkes-129-Thn-2008-Spm-Rs pada 8 September 2012.
RI.
(2009).
Undang-Undang
No.44
tentang
Jakarta: Mabesau
Madigosky W.S., Headrick, L.A., Nelson, K., Cox, K.R., & Anderson, T. (2006).
Changing and sustaining medical students knowledge, skills, and
attitudes about patient safety and medical fallibility. Academic Medicine.
Vol.81/No.1. Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detail
?vid=19&hid=118&sid=b9117e5d-bab1-4cae-9010-559f1406d321 pada
8 September 2012.
Marita, N., & Rebecca, M. (2005). Increasing retention of nursing staff a hospital:
Aspects of management and leadership. Australian Bulletin of Labour.
Vol.31/No.4. Diunduh melalui http://search.proquest.com/doc. pada 9
Nopember 2012.
Marquis, B.L., & Huston, C.J. (2012). Leadership roles & management functions
in nursing: Theory & application. Philadelphia: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins.
Mattox, E.A. (2012). Strategies for improving patient safety: Linkingt ask type to
error type. Critical Care Nurse. Vol.32/No.1. Diunduh melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=25&hid=118&sid=b9117e5dbab1-4cae-9010-559f1406d321%40sessionmgr1 pada 7 September 2012.
Maxson, P., Derby, K.M., Wrobleski,D.M., & Foss, D.M. Bedside nurse-to-nurse
handoff promotes patient safety. Medical Surgical. Vol.21/No.3.
Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=27&hid
=118&sid=b9117e5d-bab1-4cae-9010-559f140 pada 8 September 2012.
Murphy, M.F. & Kay, J.D.S. (2004). Patient identification: problems and
potential solutions. Blackwell Publishing Ltd. Vox Sanguinis.
Vol.87/No.2.
Diunduh
melalui
http://web.ebscohost.com/ehost
/detail?vid=30&hid=118&sid=b9117e5d-bab1-4pada 9 September 2012.
Mwachofi, A., Walston, Stephen, L., Al-Omar, & Badran, A. (2011). Factors
affecting nurses' perceptions of patient safety. International Journal of
Health Care Quality Assurance. Vol 24/No.4. Diunduh melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=32&hid=118&sid=b9117e5dbab1-4cae-9010-559f1406d321%40sessionmgr pada 8 September 2012.
Ndraha, T. (2003). Budaya Organisasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nilsson, L., Lindeeroet, O., Gupta, A., & Vegfors, M. (2009). Implementing a
pre-operative checklist to increase patient safety: a 1-year follow-up of
personnel attitudes. Journal Compilation. Vol.54. Diunduh melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=34&hid=118&sid=b9117e5dbab1-4cae-9010-559f1406d321%40sessionmgr1pada 8 September 2012.
Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Pollard, B.M., Avella, J., Hockin, R., & Samsom, L. (2008). The effects of
leadership style on the job performance of nurses. UMI Microform.
Diunduh melalui http://search.proquest.com/doc pada 9 Nopember 2012.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2009). Fundamental of nursing. 7 Edision. Singapore:
Elsevier Inc.
Reason, J. (2008). The human contribution: Unsafe acts, accidents and heroic
recoveries. Ashgate Publishing, Farnham. Diunduh melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/results?sid=834bc725-6a08-4ccf-b2b5-f6
e0e6722704%40sessionmgr114&vid=31&hid pada 8 September 2012.
Reid, J., & Bromiley, M. (2012). Clinical human factors: The need to speak up to
improve patient safety. Nursing Standard. Vol.26/No.35. Diunduh
melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=4&hid=105&sid
=834bc725-6a08-4ccf-b2b5-f6e0e6722704%40s pada 8 September 2012.
Rivai, V., & Mulyadi, D. (2009). Kepemimpinan dan perilaku organisasi. Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.
Robbins, S.P. (2006). Perilaku organisasi. Indonesia: PT Indeks Kelompok
Gramedia.
Schimpff, S.G. (2007). Improving operating room and perioperative safety:
Background and specific recommendations. Surgical Innovation I.
Vol.14/No.2.
Diunduh
melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/detail
?vid=4&hid=105&sid=834bc725-6a08-4ccf-b2b5-f6e pada 8 September 2012.
Seiden, S., Galvan, C., & Lamm, R. (2006). Role of medical students in
preventing patient harm and enhancing patient safety. Qual Saf Health
Care. Vol.15/No.272. Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/
detail?vid=6&hid=105&sid=834bc725-6a08-4c pada 8 September 2012.
Sellgren, S. , Ekval, G., & Tomson, G. (2006). Leadership styles in nursing
management: preferred and perceived. Journal of Nursing Management.
Vol.14/No.348. Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detail
?vid=4&hid=105&sid=834bc725-6a08 pada 8 September 2012
Simmons, S., & Elzbieta (2006). Organizational culture and work-related attitud
among staff in assisted living. Journal of Gerontological Nursing.
Vol.32/No.2. Diunduh melalui http://search.proquest.com/doc. pada 9
Nopember 2012.
Sriyulia (2010). Pengaruh pelatihan keselamatan pasien terhadap pemahaman
perawat pelaksana mengenai penerapan keselamatan pasien di Rumah
Sakit Tugu Ibu Depok. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Sugiyono. (2009). Metode penetilian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:
CV. Alfabeta.
Summer, M., Bock, D., & Giamartina, G. (2006). Exploring the linkage between
the characteristics of it project leaders and project success. IT Project
Management.
Storr, J., Topley, K., & Privett, S., (2005). The ward nurse's role in infection
control. Nursing Standard. 19, 41, 56-64. Diunduh melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=15&hid=105&sid=834bc7256a08-4ccf-b2b5-f6e0e6722704%40sessionmgr114&bdata=JnNpdG pada
8 September 2012.
Suzana, M., (2010). First- and third-year student nurses perceptions of caring
behaviours. Nursing Ethics. Vol.17/No.4. Diunduh melalui http://web
ebscohost.com/ehost/detail?vid=17&hid=105&sid=834bc725-6a08-4ccfb2b5-f6e0e6722704%40sessionmgr114&bdata pada 8 September 2012.
Sutrisno, E. (2009). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Kencana
Swanburg, R.C., & Swanburg, J.R. (2002). Introductory management and
leadership forl nurses (2 nd ed). Toronto: Jones and Barlett Publisher
Tika, P. (2010). Budaya organisasi dan peningkatan kinerja perusahaan. PT.
Bumi Aksara, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Tomey, A. (2006). Nursing theorists and their work. 6 th ed. St. Louis: Mosby.
Tzeng H,M. & Yin C. Y. (2008) Heights of occupied patient beds: a possible risk
factor for inpatient falls Aims. Journal of Clinical Nursing. Vol.17.
Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=20&hid=105
&sid=834bc725-6a08-4ccf-b2b5-f6e0e67227 pada 8 September 2012.
Thunholm, P. (2009). Military leaders and followers do they have different
decision styles?. Scandinavian Journal of Psychology. Vol.50. Diunduh
melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=21&hid=105&sid=83
4bc725-6a08-4ccf-b2b5-f6e0e6722704%40sess pada 8 September 2012.
Vesterinen, S., Isola, A., & Paavivaara, L. (2009). Leadership styles of finnish
nurse managers and factors influencing it. Journal of Nursing
Management. Vol.17. Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/
detail?vid=21&hid=105&sid=834bc725-6a08- pada 8 September 2012.
Vincent, & Davis. (2012). Patients and families as safety experts. Canadian
Medical Association or its licensors. Vol.184/No.1. Diunduh melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/resultsadvanced?sid=834bc725-6a08-4cc
f -b2b5-f6e0e6722704%40sessionmgr114&v pada 8 September 2012.
Weissman, J.S., Schneider, E.C., & Weingart, S.N. (2008). Comparing patientreported hospital adverse events with medical record review: Do patients
know something that hospitals do not?. Ann Intern Med. Vol.149/No.8.
Diunduh melalui http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=24&hid=
105&sid=834bc725-6a08-4ccf-b2b5-f6e0e67 pada 8 September 2012.
Westli, H.K., Johnsen, B.H., Eid, J., Rasten, I., & Bratteb, G. (2010). Teamwork
skills, shared mental models, and performance in simulated trauma
teams: an independent group design. Scandinavian Journal of Trauma,
Resuscitation and Emergency Medicine. Vol.18/No.47. Diunduh melalui
http://web.ebscohost.com/ehost/detail?vid=26&hid=105&sid=834bc7256a08-4ccf-b2b5-f6e0e6722704%40sessionmgr1 pada 8 September 2012.
White, N. (2012). Understanding the role of non-technical skills in patient safety.
Nursing Standard. Vol.26/No.26. Diunduh melalui http://web
.ebscohost.com/ehost/detail?vid=28&hid=105 pada 8 September 2012.
WHO, (2009). Human factors in patient safety review of topics and tools : Report
for methods and measures working group of WHO patient safety.
WHO/IER/PSP/2009.05. Diunduh melalui www.who.int.patientsafety
pada5September2012.
LAMPIRAN6
PENJELASAN PENELITIAN
Kepada Yth: Teman Sejawat Perawat
RSAU dr. Esnawan Antariksa
Di Jakarta
Bersama ini disampaikan bahwa dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di
Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia maka saya:
Nama
: Sri Mulyatiningsih
NPM
: 1006834031
Alamat
: Jl Alfida No.314 RT 03/09 Komplek Angkasa Halim
Perdanakusuma Kec. Kampung Makasar Jakarta Timur
No Telepon : 082123526121/ 085779126772
e-mail
: mulyatiningsihsri@ymail.com
Bermaksud mengadakan penelitian tesis dengan judul
Determinan Perilaku
tepat
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perawat
dalam
Nopember 2012
Peneliti
LAMPIRAN7
Antariksa,
dan
saya
berkontribusi
di
dalamnya.
Dengann
(.....................)
Cukup tanda tangan, tidak perlu menuliskan nama
LAMPIRAN8
KUESIONER
UNTUK PERAWAT PELAKSANA
PETUNJUK PENGISIAN
1.
2.
3.
4.
A. Karakteristik perawat
1. Umur
: .tahun
2. Status kepegawaian :
Militer
Sipil
Tidak pernah
B.
Petunjuk pengisian:
1.
2.
3.
Pilihan jawaban:
Selalu
Sering
Jarang
Tidak pernah
:
:
:
:
No
PERNYATAAN
Selalu
Sering
Menggunakan
nomor
mengidentifikasi pasien
2.
Sebelum
melakukan
transfusi
darah
memastikan nama yang ada di label sama
dengan nama yang ada di kantong darah
3.
4.
5.
6.
kamar
untuk
sebelum
Jarang
Tidak
pernah
JAWABAN
No
PERNYATAAN
Selalu
Sering
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Memberikan
kesempatan
kepada
pasien/keluarga untuk mengoreksi jika terjadi
kesalahpahaman atau ketidakakuratan
14.
15.
16.
17.
Memberikan
obat
injeksi
tanpa
pengecekan ulang oleh perawat lain
ada
Jarang
Tidak
pernah
JAWABAN
No
PERNYATAAN
Selalu
Sering
19.
20.
Memberikan
pendidikan
kepada
pasien/keluarga tentang tujuan pemberian obat,
kegunaan, cara pakai dan waktu serta
kemungkinan efek obat
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Mencuci
tangan
sebelum
prosedur/tindakan kepada pasien
melakukan
27.
Memcuci tangan
sesudah
prosedur/tindakan kepada pasien
melakukan
28.
29.
pekat
tanpa
Jarang
Tidak
pernah
JAWABAN
No
PERNYATAAN
Selalu
Sering
31.
Melakukan
perawatan
luka
operasi/infus/kateter urin secara aseptik dan
antiseptik
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
pasien
39.
untuk
infeksi
yang
Jarang
Tidak
pernah
Pilihan jawaban:
Sangat setuju
PERNYATAAN
1.
2.
3.
4.
5.
Pemimpin
memberikan
kepercayaan
kepada
saya
untuk
melaksanakan
keselamatan pasien
Sangat
setuju
Setuju
Tidak
setuju
Sangat
tidak
setuju
JAWABAN
No
PERNYATAAN
6.
7.
8.
9.
10.
Pemimpin
dapat
menyelesaikan
masalah/konflik dengan cara yang
membangun
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Saya tidak
puas dengan
sistem
imbalan/penghargaan yang diberikan oleh
instansi tempat saya bekerja
Sangat
setuju
Setuju
Tidak
setuju
Sangat
tidak
setuju
JAWABAN
No
PERNYATAAN
Sangat
setuju
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
28.
30.
Setuju
pasien
dari
laksanakan
Tidak
setuju
Sangat
tidak
setuju
JAWABAN
No
PERNYATAAN
Sangat
setuju
31.
32.
Saya
tidak
dapat
menyampaikan
permasalahan dalam merawat pasien
karena hirarki kepangkatan/golongan
33.
34.
Saya
mendahulukan
organisasi
daripada
pribadi/keluarga
35.
36.
37.
Saya membantah
atasan
38.
39.
Setuju
Tidak
setuju
Sangat
tidak
setuju
kepentingan
kepentingan
perintah
pemimpin/
terhadap apa
Universitas Indonesia
LAMPIRAN9
Nama Lengkap
Sri Mulyatiningsih
Jenis Kelamin
Perempuan
Pekerjaan
Alamat Institusi
Alamat Rumah
Telp/e-mail
082123536121, 085779126772
mulyatiningsihsri@ymail.com
Riwayat Pendidikan
S2 Magister Ilmu Keperawatan FIK UI
Tingkat Akhir
S1 Keperawatan di FIK UI
Lulus 2007
Lulus 1994
SMAN 13 Jakarta
Lulus 1991
Lulus 1988
Lulus 1985
Riwayat Pekerjaan
Ka Unit Rawat Inap RSAU dr. Esnawan Antariksa
2005 - Sekarang
2002-2005
Ka ruang Anak
2001-2002
Ka ruang VIP
2000-2001
1998-2000
1995-1998
Universitas Indonesia