Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini bidang Ilmu geologi mulai memiliki peranan sangat penting
dikalangan masyarakat, khususnya informasi mengenai kondisi geologi yang
berkembang di daerah tersebut. Dari perkembangan dan kemajuan ilmu ini akan
mendorong para ahli untuk melakukan penelitian secara regional. Oleh sebab itu
masih diperlukan suatu penelitian yang lebih detail guna melengkapi data geologi
yang telah ada mencakup kondisi geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi serta
aspek geologi teraplikasi lainnya.
Pemetaan adalah kegiatan pengambilan data geologi selengkap mungkin
yang terdapat dilapangan. Data yang diambil dilapangan meliputi data pengukuran
Strike/Dip , litologi, pengukuran plunge/trench dan pitch untuk struktur (sesar,
kekar, lipatan), stratigrafi dan pengamatan geomorfologi. Berdasarkan data
tersebut, maka dapat diplot didalam peta geologi dan peta geomorfologi, sehingga
dapat menentukan dan mendapatkan batas satuan batuan pada peta geologi dan
satuan morfologi pada peta geomorfologi.
Peta geologi adalah peta yang memberikan gambaran mengenai seluruh
penyebaran dan susunan dari lapisan-lapisan batuan dengan memakai warna atau
symbol, sedangkan tanda-tanda yang terlihat di dalamnya dapat memberikan
pencerminan dalam tiga dimensi mengenai susunan batuan di bawah permukaan.
Petageomorfologi adalah peta yang memberikan gambaran mengenai morfologi
saat ini sehingga dapat dijadikan sebagai sarana interpretasi awal yang mencakup
pola kelurusan, pola sungai dan zona longsoran dari suatu kawasan.

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 1

2. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan yang utama pada kegiatan PKL ini adalah sebagai
syarat untuk menyelesaikan program studi strata satu (S1) di Teknik Geologi
Universitas Jenderal Soedirman.
Adapun maksud dari penelitian ini adalah pembuatan peta lintasan dengan
skala 1 : 25.000, peta geomorfologi dengan skala 1 : 25.000, peta geologi dengan
skala 1 : 25.000 dan pembuatan kolom stratigrafi dari data yang didapat atau
diambil dilapangan.
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menentukan dan mengetahui
daerah penelitian dengan merekontruksi sejarah pembentukan atau sejarah
geomorfologi, merekonstruksi sejarah tektonik dalam ruang dan waktu,
merekonstruksi sejarah geologi berdasarkan analisis mikropaleontologi.

3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian masuk ke dalam peta geologi regional lembar
Purwokerto-Tegal. Lokasi penelitian berada didaerah Pedagung dan sekitarnya,
Kecamatan Bantar Bolang, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Pada peta daerah
penelitian ditandai dengan kotak berwarna hitam. Posisi geografis daerah ini UTM
WGS 84 Easting: 325500329000

dan Northing: 92165009219000 .Daerah

penelitian memiliki luas 12 km2 (4 X 3 km) meliputi : Desa Pedagung, Desa


Suru, Desa Gunung Batu, dan Desa Pasir.
Daerah penelitian dapat dicapai dengan alat transportasi darat ( Sepeda
Motor ). Waktu yang ditepuh dari kampus Purbalingga hingga daerah Kecamatan
Belik adalah 2 jam dengan jarak tempuh 35,3 km.

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 2

Gambar 1.1 Peta geologi regional daerah penelitian (diambil dari Peta Geologi Lembar
Purwokerto-Tegal, Jawa. Oleh M.Djuri, H.Samodra, T.C. Amin & S.Gafoer)

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 3

Gambar 1.2 Lokasi Kapling Daerah Penelitian berdasarkan Peta Jawa Tengah dan SRTM.

4. Batasan Masalah
Bahasan utama penelitian ini adalah menyangkut tentang pemetaan
geologi umum daerah penelitian. Dengan demikian penelitian ini diberi judul
Pemetaan Geologi Daerah Pedagung Dan Sekitarnya Kecamatan Bantar Bolang
Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.

5. Hasil yang Diharapkan


Dengan melakukan pemetaan geologi didaerah Pedagung dan sekitarnya,
peneliti berharap dapat mengetahui lingkungan pengendapan serta umur dari
Formasi Formasi yang terdapat di daerah penelitian, yang semuanya itu dapat
diketahui dengan analisis laboratorium (mikropaleontologi dan petrografi). Selain
itu, dari hasil-hasil analisis tersebut kita dapat menceritakan sejarah geologi
pembentukan daerah Pedagung dan sekitarnya.

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 4

BAB II
GEOLOGI REGIONAL
1. Fisiografi Regional

Lokasi Penelitian

Gambar 2.1Fisiografi Jawa Tengah-Jawa Timur (Van Bemmelen, 1949)

Secara fisiografis Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah


dengan enam satuan (Gambar 2.1 ), yaitu Satuan Gunungapi Kuarter, Dataran
Aluvial Jawa Utara, Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng, Depresi Jawa
Tengah, Pegunungan Serayu Selatan, Pegunungan Selatan.
Dataran pantai Utara
Di Jawa Tengah, zona ini mempunyai lebar maksimum 40 km di Selatan
Brebes. Lembah Pemali ini memisahkan zona Bogor (Bogor Range) dari Jawa
Barat dengan Pegunungan Utara dari Jawa Tengah. Ke arah Timur dataran pantai
ini makin menyempit + 20 km di sebelah Selatan Purbalingga dan kemudian
menghilang seluruhnya di sebelah Timur Pekalongan. Dataran tinggi merupakan
dataran yang ditumbuhi gunungapi Kuarter yang sebagian menjorok ke laut.
Antara Weleri dan Kaliwungu, dataran ini muncul kembali, dibentuk oleh
hamparan endapan aluvial dari sungai Bodri yang mengalami pertumbuhan maju
ke arah Laut Jawa.
Pegunungan Serayu Utara
Zona ini menempati bagian utara Jawa tengah dan membentuk rantai
penghubung antara zona Bogor di Jawa Barat dengan Pegunungan Kendeng di
Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 5

Jawa Timur. Di bagian Barat dibatasi oleh Gunung Slamet (3429 m) dan bagian
Timur tertutup oleh hasil endapan vulkanik muda dari Gunung Regojembang
(2177 m), Komplek Dieng (Gunung Prahu, 2566 m) dan Gunung Ungaran (2050
m). Garis batas dengan zona Bogor adalah Prupuk-Bumiayu-Ajibarang.
Zona Depresi Sentral
Zona ini menempati bagian tengah dari Jawa Tengah dan dikenal dengan
nama Lembah Serayu. Lembah ini memisahkan antara Pegunungan Serayu Utara
dengan Pegunungan Serayu Selatan. Penyebaran zona ini mulai dari Majenang,
Ajibarang, Purwokerto, Banjarnegara dan Wonosobo.
Pegunungan Serayu Selatan
Zona ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian Barat dan Timur. Bagian
Barat merupakan akibat dari pengangkatan yang sekarang merupakan zona
depresi Bandung dari Jawa Barat atau sebagai struktur baru yang terdapat di Jawa
Tengah, sedangkan di bagian Timur merupakan Pegunungan Serayu Selatan yang
membentuk antiklin. Bagian Barat dengan bagian Timur dipisahkan oleh Lembah
Jatilawang, yang dimulai dekat Ajibarang. Antiklin ini menjadi sempit dan
dipotong oleh sungai Serayu yang melintang dengan arah Utara-Selatan. Sebelah
timur dari Banyumas, antiklin ini berkembang ke arah Timur, membentuk
antiklinorium yang mencapai lebar hingga 30 km.
Dataran Pantai Jawa Tengah Selatan
Zona ini mempunyai lebar 10 25 km. Wilayah ini membentuk morfologi
yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan pantai selatan dari Jawa Barat dan
Jawa Timur yang merupakan wilayah berbukit. Jalur dataran ini mirip dengan
zona Bandung dari Jawa Barat. Pada bagian tengah jalur ini terganggu oleh
adanya pegunungan Karang Bolong yang secara fisiografis dan strukturil sama
atau mirip dengan pegunungan Selatan dari Jawa Barat dan Jawa Timur.
Berdasarkan pembagian fisiografi diatas, daerah penelitian termasuk ke
dalam Zona Pegunungan Serayu Utara (Van Bemmelen, 1949) yang mana daerah
ini didominasi oleh bentukan morfologi perbukitan.

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 6

2. Stratigrafi Regional
Stratigrafi daerah ini tersusun oleh batuan yang berumur dari tersier
hingga kuarter atau susunan formasi dari tua ke muda , yang terdiri dari Formasi
pemali, Formasi Rambatan, Formasi Halang, Formasi Kumbang, Formasi Tapak,
Formasi Kalibiuk, Formasi Kaligagah, Formasi Ligung, Formasi Mengger,
Formasi Gintung, Formasi Linggopodo, Batuan Gunungapi Slamet tak-terurai.
(Gambar 2.2).

Lokasi Pengamatan

Gambar 2.2 Kolom Stratigrafi Regional daerah penelitian(diambil dari Peta Geologi Lembar
Majenang, Jawa oleh Kastowo dan N. Suwarna,1996)

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 7

Formasi Pemali
Lokasi Tipe Formasi Pemali terletak di Sungai Cibabakan, dekat Kali

Pemali di daerah Bumiayu. Van Bemmelen (1949) mengkorelasikan formasi ini


dengan Formasi Merawu di Daerah Karangkobar.
Formasi Pemali tersusun atas napal-globigerina berwarna biru keabuabuan dan hijau keabu-abuan. Kadang terdapat sisipan batugamping pasiran
berwarna abu-abu kebiruan, batupasir tufaan dan lensa-lensa batupasir kasar.
Perlapisan umumnya kurang baik.
Kandungan foraminifera menunjukkan umur Miosen Tengah (menurut
Marshak,1957), sedangkan menurut Kastowo dan Sunaryo (1996) menyebutnya
umur dari formasi ini adalah Miosen Awal. Tebal formasi ini mencapai 900 meter.

Formasi Rambatan
Nama Formasi Rambatan ini pertama kali ditemukan oleh Sumarso 1974,

op.cit. Kartanegara et al., 1978, Van Bemmelen menyebutnya Rambatan Belt,


sedangkan Ter Haar 1934, op.cit., Marks, 1957 menamakan satuan ini sebagai
Rambatan Serie. Lokasi tipe satuan ini berada di Kali Rambatan dekat Cikeusal.
Formasi Rambatan bagian bawah tersusun atas batupasir gampingan dan
konglomerat berselang-seling dengan lapisan tipis napal dan serpih. Sedangkan
bagian atas tersusun atas batupasir gampingan berwarna abu-abu muda sampai
biru keabu-abuan. (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996).
Mengenai umur dari formasi ini masih terdapat perbedaan antara para
peneliti terdahulu. Kandungan Foraminifera besar menunjukan umur Miosen
Tengah, sedangkan foraminifera plankton menunjukkan umur Miosen AkhirPliosen Awal. Tebal dari Formasi Rambatan ini berbeda disetiap tempat dari 400900 m.

Formasi Halang
Nama Formasi pertama kali ditemukan oleh Sumarso (1974, op.cit.

Kartanegara et al., 1978, sedangkan Ter Haar 1934, op.cit., Marks, 1957
menyebutnya Halang Serie. Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Sungai
Cikabuyutan yang melewati Geger Halang Malahayu.
Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 8

Formasi Halang merupakan jenis endapan sedimen turbiditik pada zona


Bathyal atas (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996). Struktur sedimen yang
terlihat jelas, antara lain berupa perlapisan bersusun, convolute lamination, flute
cat, dan sebagainya. Litologinya tersusun atas batupasir tufaan, konglomerat,
napal dan batulempung yang berselang-seling dan beerlapis baik. Batupasir pada
umumnya bersifat wacke dengan fragmen batuan andesitic. Dibagian bawah dari
satuan terdapat breksi dengan susunan fragmen andesit. Di beberapa tempat
dibagian atas formasi terdapat batugamping terumbu (menurut Marks, 1957).
Di Bantarkawung, kandungan foraminifera menujukan umur Miosen Atas,
sedangkan di dekat Majenang, foraminifera menunjukkan umur Miosen Tengah
(menurut Maks,1957). Ketebalan formasi ini beragam dari 390-2600 m.

Formasi Kumbang
Lokasi tipe dari formasi ini terletak pada hulu Sungai Babakan di dekat

Gunung Kumbang. Formasi ini merupakan hasil endapan yang khas dari produk
gunungapi Pliosen (menurut Marks, 1957). Tetapi menurut Van Bemmelen (1949)
menyebuttnya Miosen Akhir, sedangkan menurut Kastowo dan Suwarna (1996)
menyatakan bahwa umur dari formasi ini Miosen Tengah-Pliosen Awal.
Formasi Kumbang tersusun atas breksi gunungapi yang bersifat andesitis,
massif dan berlapis buruk dengan fragmen yang umumnya menyudut. Terdapat
juga aliran lava dan retas andesit, tufa, tufa pasiran dan batupasir tufaan yang
berlapis, konglomerat dan sisipan tipis magnetit. Sebagian breksi mengalami
propilitisasi.
Ketebalan maksimum dari formasi ini adalah 750 -2000 m dan menipis
kearah timur. Menurut Darman (1991) bahwa formasi ini di endapkan di bagian
atas dari kipas bawah laut (upper fan) dengan mekanisme turbiditik.

Formasi Tapak
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Gunung Tapak, 12 km NNE dari

Bantarkawung. Formasi Tapak tersusun oleh batulempung gampingan secara


dominan, kadang-kadang napal tidak berlapis, atau batugamping dengan sisipan

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 9

batupasir. Sering dijumpai pecahan-pecahan cangkang moluska yang merupakan


ciri khas dari formasi ini (menurut Kartanegara, 1987).
Satuan ini juga tersusun oleh batupasir kasar kehijauan pada bagian bawah
yang berangsur-angsur berubah menjadi batupasir lebih menghalus kehijauan kea
rah atas dengan sisipan berupa napal berwarna kelabu sampai kekuningan
(menurut Kastowo dan Suwarna, 1996). Setempat dijumpai batugamping terumbu
(menurut Marks, 1957).

Formasi Kalibiuk
Formasi Kalibiuk tersusun atas batulempung dan napal kebiruan dengan

kandungan fosil. Pada bagian tengah ditemukan sisipan lensa-lensa batupasir


kehijauan dengan kandungan moluska yang melimpah. Kelompok moluska
tersebut mengindikasikan tidal zone facies yang berumur Pliosen. Menurut Marks
(1957) menjelaskan bahwa umur dari formasi ini adalah bagian bawah Pliosen
Atas, atau bagian atas Pliosen Bawah.
Formasi ini memiliki ketebalan 2500m (Kastowo dan Suwarna, 1996).
Formasi Kalibiuk dapat dikoreasikan dengan Formasi Cijulang dibagian barat atau
dengan Bodas Series di bagian timur (menurut Marks, 1957).

Formasi Kaliglagah
Formasi Kaliglagah tersusun atas batupasir kasar dengan sisipan

konglomerat, batulempung dan napal. Setempat ditemukan lapisan lignit dengan


ketebalan 0,6 1,0 m. batupasir pada umumnya menunjukan struktur sedimen
berupa silang siur dengan mengandung beberapa lapisan tipis batubara muda
(lignit). Pada formasi ini ditemukan fosil mamalia dan moluska air tawar yang
mengindikasikan bahwa umur dari formasi ini adalah Pliosen Akhir.
Pada bagian bawah tersusun atas batulempung hitam, napal kehijauan dan
batupasir bersusun andesit dan konglomerat. Pada umumnya batupasir
menunjukkan struktur sedimen berupa silang siur dengan beberapa lapisan
batubara muda (lignit). Tebal diperkirakan mencapai 350 meter (menurut
Kastowo dan Suwarna, 1996).

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 10

Anggota Lempung Formasi Ligung


Batulempung tufan, batupasir tufan berlapis silangsiur dan konglomerat,

setempat sisa tumbuhan dan batubara muda yang menunjukkan bahwa anggita
yang diendapkan di lingkungan bukan laut, sebelumnya disebut anggota bawah
Formasi Ligung (Van Bemmelen, 1937).

Formasi Ligung
Aglomerat andesit, breksi dan tuf kelabu di beberapa tempat. Sebelumnya

dinamakan Anggota Atas Formasi Ligung (Van Bemelen, 1937).

Formasi Mengger
Lokasi tipe satuan ini berada di Gunung Mengger, 10 km arah NNW dari

Bumiayu, singkapan terbaik terdapat di Desa Cisaat. Formasi Mengger tersusun


atas tufa abu-abu muda dan batupasir tufaan dengan sisipan konglomerat dan
lapisan tipis magnetit. Pada formasi ini juga ditemukan fosil mamalia yang
termasuk kategori Upper Vertebrate Zone yang menunjukan umur Pliestosen
Awal. Ketebalan dari formasi ini diperkirakan mencapai 150m (menurut Marks,
1957).

Formasi Gintung
Formasi Gintung tersusun atas perselingan konglomerat bersusun andesit

dan batupasir kelabu kehijauan, batulempung pasiran dan batulempung. Formasi


ini juga dicirikan dengan hadirnya konkresi batupasir karbonatan dan napal. Pada
bagian atas dijumpai perselingan tufa.
Sepanjang Kaligintung, tebal dari formasi ini mencapai 800 meter.
Formasi iini berada di atas Upper Vertebrate Zone (Formasi Mengger), sehingga
diperkirakan bahwa umur dari satuan ini Plistosen Awal-Akhir (menurut Marks,
1957).

Formasi Linggopodo
Formasi Linggopodo ini merupakan produk gunungapi, tersusun atas

breksi tufa dan lahar yang berasal dari Gunung Slamet Tua dan Gunung Copet
(menurut Van Bemmelen, 1949). Formasi ini menindih secara tidak selaras
formasi yang berada dibawahnya, serta ditutupi oleh produk Gunung Slamet
Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 11

Muda. Komposisi dari formasi ini secara umum dapat disetarakan dengan Formasi
Kumbang. Oleh karena itu, diperkirakan keduanya berasal dari produk gunungapi
yang sama atau setipe dengan waktu yang berbeda. Lokasi tipe dari satuan ini
berada di Gunung Linggopodo.

Batuan Gunungapi Slamet Tak-Terurai


Breksi gunungapi, lava dan tuf, sebarannya membentuk dataran dan

perbukitan.

3. Struktur Geologi Regional


Proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh
subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Mikro Sunda. Berdasarkan
berbagai macam data (data foto udara, penelitian lapangan, citra satelit, data
magnetik, data gaya berat, data seismik, dan data pemboran migas) dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya di pulau Jawa ada 3 (tiga) arah kelurusan
struktur dominan yaitu pola Meratus, pola Sunda, dan pola Jawa.
Pola Meratus
Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri,
dibagian tengah terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan praTersier

di

daerah

Karang

Sambung.

Sedangkan

di

bagian

timur

ditunjukkanvoleh sesar pembatas Cekungan Pati, Florence timur, Central


Deep. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian
Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus
tampak lebih dominan terekspresikan di bagian timur dengan arah TimurlautBaratdaya ( NE-SW ).Pola struktur dengan arah Meratus ini merupakan pola
dominan yang berkembang di Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994)
terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal)
Pola Sunda
Pola Sunda berarah Utara-Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan
sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan. Ekspresi yang
mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri,
Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada Umumnya berupa

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 12

struktur regangan. Pola Sunda berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53


sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal-Oligosen Awal).
Pola Jawa
Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti
sesar Beribis dan sear-sear dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak
pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu
Selatan. Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng
yang berupa sesar naik. Pola Jawa berarah barat-timur (E-W) terbentuk sejak
32 juta tahun yang lalu
Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus
merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini
berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa
menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar
ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih
muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah
mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga
Oligosen Akhir. Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali
seluruh pola yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994). Data seismic
menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga
sekarang.

Gambar 2.3 Pola struktur geologi Pulau Jawa (Van Bemmelen, 1949 dalam Pulunggono
dan Martodjojo, 1994)

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 13

Gambar 2.4Pola struktur Pulau Jawa (Martodjojo & Pulunggono, 1994)

Gambar 2.5 Pola Struktur regional Pulau Jawa

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 14

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan yang dilakukan adalah dengan pembuatan proposal
dan melengkapi persyaratan-persyaratan yang diperlukan. Tahapan ini mulai
dikerjakan pada bulan September.

2. Tahap Studi Pendahuluan


Dalam tahap studi pendahuluan ini bertujuan untuk mempelajari geologi
regional (Jawa Tengah) secara umum dan khususnya geologi daerah penelitian
diambil dari laporan-laporan berupa paper-paper, studi referensi, dan data
sekunder lainnya untuk mendapatkan gambaran umum tentang daerah penelitian
mengenai lokasi dan penyebaran batuan, hubungan stratigrafi antar satuan batuan
yang ada, serta stuktur geologi yang ada.

3.Tahap Persiapan Perlengkapan Penelitian


Untuk mendukung kegiatan penelitian maka dibutuhkan beberapa alat
pendukung penelitian yang diantaranya adalah :
Buku catatan lapangan
Peta dasar (basemap).
Kompas geologi dilengkapi dengan clinometer dan horizontal
levelling.
Palu geologi jenis chisel point (untuk batuan sedimen) dan pick point
(untuk batuan beku dan metamorf).
GPS (Global Position System).
Lensa pembesaran (Loup) dengan pembesaran 30 kali.
Meteran dengan panjang 50 meter.
Komparator
Larutan HCL dengan kadar 10 %.
Papan jalan ( Clip Board ).
Kamera digital.

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 15

Alat tulis, seperti pensil (2B), penghapus, pensil warna, mistar


segitiga, busur derajat, peruncing pensil, spidol marker, spidol atau
stabilo dan lain-lain.
Kantong contoh batuan dan kertas label, untuk ukuran kantong
contoh batuan berukuran 13 x 9 x 3 cm.
Tas lapangan, sepatu lapangan, dan pakaian lapangan.

4. Tahap Pengambilan Data lapangan


Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah pemetaan geologi daerah
penelitian yakni Daerah Purbasari dan sekitarnya dengan skala 1 : 25.000 yang
bertujuan untuk memperoleh data lapangan berupa litologi batuan, struktur
geologi ( meliputi strike / dip, sesar, sinklin, antiklin, dan seterusnya ) , stratigrafi
dan geomorfologi . Pada tahapan berikutnya, data data yang telah diperoleh
tersebut akan diolah dan dianalisis. Rincian kegiatan pada tahapan awal pemetaan
yakni sebagai berikut:
Pada tahap penelitian lapangan yang dilakukan adalah melakukan
pengambilan data lapangan berdasarkan peta lintasan yang telah direncanakan
sebelumnya. Pengambilan data ini berupa pengambilan contoh batuan atau sampel
yang selanjutnya akan dilakukan penelitian atau dianalisis di laboratorium dan
pengambilan data geologi seperti pengukuran Strike/Dip perlapisan, pengukuran
data struktur, plotting lokasi penelitian, pencatatan, pengambilan foto dan
pengamatan geomorfologi. Tahapan ini sangat penting untuk memperoleh data
yang akan digunakan untuk menguji hipotesa dan interpretasi yang dilakukan
tahap sebelumnya.
5. Tahap Analisis dan Pengolahan Data
Pada tahap ini dilakukan analisis dan pengolahan data yang dilakukan di
laboratorium.Dalam analisis dan pengolahan data ini meliputi laboratorium dan
studio pengolahan data. Adapun analisis yang dilakukan pada tahap ini :

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 16

Analisis Mikropaleontologi
Dibutuhkan untuk mengetahui umur relatif dari lokasi penelitian
dan menentukan lingkungan pengendapannya.

Analisis Petrografi
Dibutuhkan

untuk

mengetahui

komposisi

batuan

dan

menentukan jenis litologi.


Analisis Stratigrafi
Dibutuhkan untuk mendapatkan data litologi secara detail dari
urutan suatu stratigrafi dan mendapatkan data ketebalan secara detail
dari setiap satuan stratigrafi yang menjadi objek penelitian.
Analisis Sedimentologi
Dibutuhkan untuk mengetahui mekanisme dan lingkungan
pengendapan.
Analisis Struktur
Dibutuhkan untuk menganalisis deformasi yang telah terjadi
pada daerah penelitian.

6. Tahap Penulisan Laporan


Pada tahap ini dilakukan setelah seluruh tahapan diatas telah selesai
dengan bimbingan dari pembimbing terkait.

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 17

7. Diagram Alir Metode Penelitian


MULAI

TAHAP PERSIAPAN

Studi Literatur

Penyusunan Proposal
Praktek Kerja Lapangan

Survei Awal

TAHAP PENGAMBILAN
DATA LAPANGAN

Observasi
Geomorfologi

Observasi
Struktur
Geologi

Observasi
Litologi

Pengambilan Sampel
Batuan dan Sampel
Fosil

Measuring Section
(MS)

TAHAP ANALISIS

Analisis
Mikropaleontologi

Analisis Petrografi

Analisis Struktur
Geologi

TAHAP PENGOLAHAN DATA

Pebuatan Peta
Lintasan dan
Observasi

Pembuatan Peta
Geoorfologi

Pembuatan Peta
Geologi dan
Penampang

Pembuatan Kolom
Stratigrafi Daerah
Penelitian

Peta Potensi
dan
Bencana

Geologi Daerah Pedagung dan Sekitarnya, Kecamatan Bantar Bolang


Kabupaten Pemalang, Jawa tengah.

SEMINAR
Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 18

BAB IV
RENCANA KEGIATAN
1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Rencana Kegiatan PKL 2014
No.

Kegiatan

Studi
Literatur &
Pengumpulan
Data
Sekunder
Observasi &
Perizinan
Daerah
Penelitian
Penentuan
Basecamp

September
1

3
4
5

Konsultasi &
Bimbingan

Penyusunan
Laporan
Seminar

11

November
4

Desember
4

Orientasi
Lapangan
Pemetaan &
Pengambilan
Data
Lapangan
Pengolahaan
Data
Lapangan &
Pekerjaan
Studio Peta
Kegiatan
Analisis
Laboratorium

10

Oktober

Revisi
Laporan &
Penjilidan

Tabel 4.1 Rencana Kegiatan Praktek Kerja Lapangan.

Proposal Praktek Kerja Lapangan

Page 19

Anda mungkin juga menyukai