Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH PARASITOLOGI

ANCYLOSTOMA CANINUM

Kelompok 3

Agus Dwi Cahyorini

J3P113034

Christine S Sihombing

J3P113007

Hanafi Pradinata

J3P213066

Putri Yuniansari

J3P213067

Tio Mulyawarman

J3P113023

PROGRAM KEAHLIAN PARAMEDIK VETERINER


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PENDAHULUAN

Nematoda merupakan anggota dari filum Nemathelminthes. Jenis cacing


ini mempunyai saluran usus dan rongga tubuh dilapisi oleh selaput seluler yang
disebut dengan psudosel atau psudoseloma. Cacing nematoda berbentuk bulat
pada potongan melintang, tak bersegmen, dan ditutupi oleh kutikula yang
disekresikan oleh lapisan sel hipodermis. Cacing ini juga lebih senang hidup di
cairan tubuh, seperti darah dan cairan limfe (Levine 2003).
Tubuh cacing nematoda mempunyai rongga yang semu, sehingga tubuh
cacing ini terlihat transparan. Cacing nematoda memiliki sistem organ tubuh
lengkap, berupa sistem pencernaan (memanjang dengan bentuk esofagus yang
bervariasi), sistem ekskresi, sistem syaraf, sistem pengeluaran, dan sistem
reproduksi serta tidak memiliki sistem peredaran darah. Nematoda memiliki peran
penting sebagai parasit yang merupakan agen terhadap manusia dan satwa. Salah
satu genus cacing ini adalah Ancylostoma sp. (Soulsby 1982) menyebutkan
Ancylostoma dibagi menjadi empat spesies, yaitu A. brazilliensi, A. caninum, A.
ceylanicum, dan A. tubaeforme. Diantara keempat jenis cacing Ancylostoma
tersebut, A. caninum merupakan spesies yang paling banyak menginfeksi anjing.
Kingdom

:Animalia

Filum

: Nemathelminthes

Kelas

: Secementea

Ordo

: Strongyloidae

Familia

: Ancylostomatidae

Genus

: Ancylostoma, Dubinil843

Spesies

: Ancylostoma brazilliensi
Ancylostoma caninum
Ancylostoma ceylanicum
Ancylostoma tubaeforme
HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi Cacing
Ciri-ciri bentuk cacing Ancylostoma caninum mempunyai tiga pasang
gigi; cacing jantan panjang badannya kira-kira 10 mm dan pada cacing yang
betina panjang badannya kira-kira 14 mm. Cacing ancylostoma berukuran 10-20
mm, dan yang dewasa biasanya ditemukan melekat pada mukosa usus halus.
Telurnya termasuk tipe strongyloid, yaitu berdinding tipis, oval dan bila
dibebaskan dari tubuh biasanya memiliki 2-8 gelembung dalam stadium
blastomer (Subronto 2006).

Cacing dewasa melekat pada mukosa usus dan dengan giginya memakan
cairan jaringan, biasanya darah. (Nelson, R.W. and Couto, C.G., 2003). Bagian
mulut cacing ini dimodifikasi untuk melukai lapisan jaringan, menghisap darah
dan menyebabkan hemoragi pada usus halus hospes. Cacing ini akan
menghasilkan antikoagulan, sehingga luka tetap berdarah beberapa saat setelah
cacing berpindah tempat.
Infestasi cacing Ancylostoma sp. atau yang lebih dikenal sebagai
ancylostomiasis pada kasus yang berat dapat menyebabkan kehilangan darah 200
mililiter per hari. Daur hidup Ancylostoma sp. merupakan spesies yang
dependent, tetapi spesies cacing betina cenderung lebih fertile dengan
memproduksi telur sebanyak 30.000 telur tiap harinya. Telur dikelurkan dari tubuh
hospes bersama excreta lain dan biasanya menjadi larva pada cuaca panas, tanah
basah. (Davidson, M.W 2006).
Gejala klinis

Gejala klinis yang timbul antara lain seperti anemia, oedema, lemah,
kurus, pertumbuhan terhambat, bulu kering dan kusam. Pada kasus hebat pada
kulit akan timbul rasa gatal, dermatitis, tinja berupa diare berdarah, membrana
mukosa pucat, lemah dan melanjut bisa terjadi kematian.
Patogenesa
Larva Ancylostoma caninum akan menginfeksi manusia melalui kulit. Sering
terjadi

pada anak-anak, pekerja pada bidang pertanian atau wisatwan yang kontak

langsung dengan tanah berpasir yang berada dibawah pohon dan tempat teduh yang
serinng didatangi oleh anjing dan kucing untuk buang air besar, sehingga dapat
menyebakan cutaneous larva migrans. Dengan demikian tempat tersebut menjadi
lingkungan yang tercemar larva cacing tambang hewan, sehingga merupakan sumber
infeksi bagi manusia. Selanjutnya larva migrasi melalui jaringan subcutan membentuk
terowongan yang menjalar dari satu tempat ke tempat lainnya. Lesi yang ditimbulkan
erithematous, elevasi dan vesicular. Lesi ini sangat gatal, setelah 2 3 hari larva akan
membentuk terowongan di bawah kulit dalam jaring germinativum. Pergerakan larva di
bawah kulit berkisar 2 3 mm per hari. Kulit dibagian atasnya biasanya mengering dan
keras dan terasa gatal sehingga dapat menyebabkan infeksi sekunder akibat garukan.
Larva ini tidak dapat menembus kulit di bawah epidermis dari manusia sehingga larva
tersebut tidak dapat melanjutkan perkembangan siklus hidupnya, akibatnya selamanya
larva ini terjebak di jaringan kulit manusia penderita hingga masa hidup dari cacing ini
berakhir.

Siklus Hidup
Siklus hidupnya adalah cacing betina bertelur di usus halus anjing dan
telur akan keluar bersama dengan feses. Telur menetas kemudian menyilih
menjadi L1 berkembang menjadi L2 dan berkembang menjadi L3 lalu keluar
bersama feses. L3 merupakan stadium infektif dari cacing Ancylostoma sp., larva
ini menginfeksi hospes melalui dua jalur yaitu per os atau per kutan. Pada infeksi
per os, larva tertelan lalu masuk ke dalam kelenjar lambung atau kelenjar
lieberkuhn usus halus. Kemudian larva kembali ke lumen usus, menyilih menjadi
L4 kemudian dewasa. Bila melalui jalur per kutan maka L3 secara aktif
menembus kulit hospes. Mereka membuat lubang melalui jaringan sampai

mencapai pembuluh darah atau pembuluh limfe. Kemudian melalui sistem vena
atau saluran limfe thorak menuju ke jantung dan selanjutnya ke paru-paru. Larva
menembus kapiler menuju menuju alveoli dan naik menuju bronkioli dan bronki
menuju faring dan oesophagus dan turun kembali ke usus halus. Di sini larva akan
menyilih menjadi L4 kemudian dewasa. Selain itu infeksi prenatal dan
transmammaria juga dapat terjadi (Levine 1994)
Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan terhadap ankilostomiasis yaitu melakukan
fluid therapy untuk mengganti atau menyeimbangankan kembali cairan yang
hilang karena terjadinya diare berdarah yang disebabkan oleh enteritis hemoragika
karena adaya gigitan cacing, memberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi
sekunder bakteri karena adanta kelukaan di usus, kemudian diberikan obat
simtomatik untuk mengatasi gejala diare yang timbul akibat peristaltik usus yang
meningkat dengan memberikan obat yang dapat menurunkan peningkatan
peristaltik usus, membasmi cacing dengan memberikan anthelmetika, selanjutnya
terapi suportif bila diperlukan. Penerapan 5 pengobatan dilakukan tergantung dari
kebutuhan pasien yang ditangani. Kegagalan pengobatan biasanya disebabkan
karena keterlambatan pemilik dalam membawa hewannya untuk mendapatkan
pertolongan sehingga pasien datang telah dalam keadaan dehidrasi berat. Anjng
yang telah mengalami dehidrasi berat biasanya tidak tertolong karena telah
mengalami kegagalan sirkulasi dan gangguan metabolisme sehingga penambhan
cairan untuk penyeimbang sirkulasi sudah tidak banyak menolong.
Pencegahan
Penyuluhan terhadap pemilik anjing sangat diperluka untuk memberikan
penjelasan bagaimana mencegah agar anjing tidak terinfestasi oleh cacing
Ancylostoma sp yang berakibat sangat merugika dan punya resiko untuk
menularkan ke manusia.Pencegahan terhadap parasit ini, dapat dilakukan dengan
menjaga kebersihan kandang maupun hewan, menjaga pakan dan minum hewan,
memisahkan kandang hewan sehat dan hewan sakit, serta pemeriksaan anjing dan
pemberian obat caing secara rutin merupakan cara terbaik untuk pencegahan

terhadap infestasi cacing. Kelemahan cacing ini telur dan larva ancylostoma
canine tidak berkembang baik pada suhu diatas 300C,
Kesimpulan
Ancylostoma caninum melekat pada mukosa usus dan dengan giginya
memakan cairan jaringan, biasanya darah. Gejala klinis yang timbul antara lain
seperti anemia, oedema, lemah, kurus, pertumbuhan terhambat, bulu kering dan
kusam. Siklus hidupnya adalah cacing betina bertelur di usus halus anjing dan
telur akan keluar bersama dengan feses.
Daftar Pustaka
Subronto. 2006. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba Pada Anjing dan Kucing.
Yogyakarta :Gadjah Mada University Press
Levine N D. 2003. Parasitologi Veteriner. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Davidson, M.W 2006. Digital Microscopy: Methods in Cell Biology
Nelson, R.W. and Couto C.G. 2003. Small Animal Internal Medicine 3th ed. St. Louis
Missouri: Mosby.
Soulsby, E. J. L. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domestic Animals, 7 th
ed. William and Willems, Baltimore. The ELBS and Bailliere Tyndall. London

Anda mungkin juga menyukai