Kondisi perempuan indonesia pada zaman pertengahan abad ke-19 masih jauh
tertinggal dibandingkan dengan kaum lelakinya. Sekolah-sekolah yang ada pada saat itu
hanya membuka kesempatan bagi kaum lelaki, sedangkan para perempuan hanya
mendapat pendidikan yang berkisar seputar kerumahtanggaan dan itu pun masih sangat
terbatas.
Latar Belakang
Keadaan ini sedikit demi sedikit mengalami perubahan ketika seorang putri bupati dari
jepara bernama R.A. Kartini, yang berkesempatan mengenyam pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah belanda, menuangkan pemikiran-pemikirannya dalam
tulisan tentang kondisi perempuan pada masa tersebut. Pemikiran itu ditulisnya dalam
bentuk korespondensi dengan sahabat-sahabatnya di belanda seperti stella zeehandelar
dan profesor F.K. Anton. Oleh J.H. Abendanon surat-surat kartini ini dikumpulkan dan
diterbitkan menjadi sebuah buku yang kemudian diberi judul door duirtenis tot lich- habis
gelap terbitlah terang.
GAMBAR
SEKOLAH KARTINI
TAHUN 1918
UANG KERTAS
PECAHANIDR
5 CETAKAN
TAHUN 1952
DENGAN
GAMBAR
KARTINI.
KONGRES
PEREMPUAN II
Kekalahan jepang oleh sekutu memberikan kesempatan bagi kita untuk menyatakan diri
sebagai Negara yang berdaulat melalui Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustu 1945.
Kemerdekaan itu memberikan kesempatan lebih luas bagi kaum perempuan untuk lebih
berkiprah maju ke depan membela Negara sekaligus mengisi kemerdekaan secara nyata.
Munculnya
pergerakan
perempuan
dilatarbelakangi
oleh
upaya
membantu
Dalam
sejarahnya
periode
masa
transisi
Bersama
dengan
banyaknya
organisasi
lainnya,
organisasi
perempuan
mau
tak
yang
ada
dengan
terhadaf
usaha
Awal periode ini bertitik tolak pada saat diselenggarakannya Musyawarah Kerja
Sekretariat Bersama (SEKBER) GOLKAR pada Desember 1965 dan dianggap sebagai
tonggak lahirnya Orde Baru. Konsolidasi disusun dalam 10 koordinasi (KOSI). Ada
KOSI wanita dengan jumlah anggota sebanyak 23 organisasi wanita yang
tergabung dalam koordinasi Wanita SEKBER GOLKAR. Kemudian seiring
perkembangan waktu dipandang perlu membentuk wadah bagi wanita, dibentuklah
Himpunan Wanita Karya (HWK).
Selain itu ada juga Dharma Wanita (1974). Yang khusus adalah pembentukan fusi
organisasi yang diprakarsai oleh Pemerintah dengan Presiden RI sebagai Pembina
utama, istri Presiden penasehat utama, sedangkan dewan Pembina terdiri dari
beberapa menteri.
Pada masa orde baru ternyata ada semacam jejak trauma atas penghianatan PKI
yang berimbas pada jalannya organisasi perempuan. Peristiwa pemberiontakan PKI
membawa perubahan besar dan mendasar bagi perkembangan kehidupan
masyarakat, termasuk pada gerakanperempuan karena dampaknya adalah
tumbuhnya sikap syak wasangka. Selain itu, pada masa orba tak sedikit
Gambar :
Lambang Himupnan Wanita Karya
Gambar :
Lambang Dharma Wanita