Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Tandang Kosong Kelapa Sawit


Tandang kosong kelapa sawit merupakan limbah padat lignoselulosa

yang dihasilkan oleh industri perkebunan kelapa sawit dan memiliki


tingkat ketersediaan yang berlimpah setiap tahunnya. Upaya yang
dilakukan untuk pengelolaan limbah agar mendapatkan nilai tambah dari
limbah tersebut. Limbah TKKS dapat diolah menjadi kompos sehingga
tidak menimbulkan masalah pencemaraan, sekaligus mengurangi biaya
pengolahan limbah yang cukup besar.
Keunggulan kompos TKKS meliputi: Kandungan kalium yang tingggi,
tanpa penambahan starter dan bahan kimia, memperkaya unsur hara
yang ada di dalam tanah dan mampu memperbaiki sifat fisik, kmia dan
biologi.

Selain

itu

kompos

TKKS

memiliki

beberapa

sifat

yang

menguntungkan antara lain: (1) Memperbaiki struktur tanah berlempeng


menjadi ringan; (2) membeantu kelarutan unsur hara yang diperlukan
bagi pertumbuhan tanaman; (3) bersifat homogen dan mengurangi risiko
sebagai pembawa hama tanaman; (4) merupakan pupuk yang tidak
mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah dan (5) dapat
diaplikasikan pada sembarang musim.
Komponen utama limbah pada kelapa sawit adalah selulosa dan lignin,
sehingga limbah ini disebut limbah lignoselulosa (Widiastuti dan Tri,
2007). Selulosa dalam tandan kosong kelapa sawit dapat mencapai 2227% (Hambali, 2007). Dua bagaian tandan kosong kelapa sawit yang
banyak mengandung selulosa adalah bagian pangkal dan bagian ujung
tandan kosong kelapa sawit yang agak runcing dan agak keras
(Hasibuan, 2010)
Tabel 1 Kandungan Bahan Organik Kelapa Sawit dalam Tandan Kosong
Kelapa Sawit (TKKS)

Komponen

Komposisi (% berat basah)

o
1
Selulosa
2
Hemiselulosa
3
Lignin
4
Abu
5
Air
Sumber: Amika dan Yuni, 2011

41,4
22
18,3
10,1
8,2

Dilihat dari komposisi tandan kosong kelapa sawit dan substrat yang
biasa digunakan untuk budidaya jamur konsumsi, tandan kosong kelapa
sawit berpotensi digunakan sebagai substrat utama pembudidayaan
jamur konsumsi. Disamping itu, beberapa penduduk disekitar pabrik CPO
telah mendapatkan beberapaa jenis jamur (bentuknya mirip jamur tiram
dan jamur merang) yang tumbuh di tumpukan tandan kosong kelapa
sawit

disekitar

pabrik

untuk

konsumsi

dan

jamur

tersebut

tidak

menyebabkan keracunan atau efek samping yang tidak diinginkan.


1.2

Jamur Merang
Jamur merang (Volvariella sp), biasa dikenal dengan nama paddy straw

mushroom pertama kali dibudidaykan pada tahun 1950 di Asia Timur dan
Asia Tenggara yang dimana beriklim tropis dan subtropis. Biasanya jamur
ini tumbuh pada substrat organik dan hewan maupun tumbuhan yang
sudah mati dan akan merombak substrat menjadi zat yang mudah
diserap. Biasanya substrat tersebut mengalami proses pengomposan
terlebih dahulu.

Secara anatomi jamur merang terdiri dari tudung

yang berbentuk seperti payung, di bawah tudung terdapat lamela,


tangkai,

akar semu yang disebut rizoid, serta mempunyai cawan pada

bagian tangkai.umumnya jamur merang berwarna putih kecoklatan, tetapi


ada juga yang berwarna lebih gelap. Ciri-ciri lain jamur merang awalnya
berbentuk seperti telur yang dilapisi selaput berupa selubung atau kulit
jamur, kemudian bagian bawahnya berkembang menyerupai cawan.
Secara taksonomi menurut Singer (1975) jamur merang masuk dalam
klasifikasi sebagai berikut.
Kelas
: Basidiomycetes

Sub Kelas
Ordo
Famili

: Homobasidiomycetes
: Agaricales
: Plutaceace

Jamur merang umumnya tumbuh pada media yang merupakan sumber


selulosa, misalnuya pada tumpukan merang, dekat limbah penggilingan
padi, limbah pabrik kertas, ampas batang aren, limbah kelapa sawit,
ampas sagu, sisa kapas, kulit buah pala, dan sebagainya. Walau tidak
tumbuh pada media merang, nama Volvariella volvaceae selalu diartikan
jamur merang (Meity Suradji Sinaga, 2000).
Jamur merang dapat tumbuh pada media yang merupakan limbah,
terutama limbah pertanian. Dengan demikian, limbah tidak terbuang siasia karena masih dapat memberi nilai tambah. Bahkan sisa kompos bekas
pernaman jamur dapat digunakan sebagai pupuk untuk penyubur tanah
(Meity Suradji Sinaga, 2000).
Selain fungsi utamanya sebagai bahan makanan, jamur merang
memiliki khasiat sebagai obat karena mengandung senyawa eritadenin
yang berkhasiat sebagai anti racun, selain itu juga mengandung sejenis
antibiotik yang berkhasiat mencegah kurang darah (anemia), kanker, dan
menurunkan tekanan darah tinggi (Parjimo, 2007).
Kandungan yang dimiliki jamur merang yang dibutuhkan oleh manusia
diantaranya protein, asam amino, asam lemak tak jenuh, vitamin B
(seperti thiamin, niasin dan riboflavin), karbohidrat (seperti pentosa,
methilpentosa dan hexosa), serat, mineral (seperti potasium, fosfor,
sodium, kalsium dan magnesium dalam jumlah kecil), kandungan obat
(Budhi Widiastuti, 2001).
Tabel 2. Perbandingan kandung gizi jamur merang
Komposisi
Bahan Makanan
Protein
1,8%
Lemak
0,3%
Karbohidrat
4%
Sumber: Parjimo (2007)
Jamur merang tumbuh dilokasi yang mempunyai suhu 32-38 OC dan
kelembapan 80-90% dengan oksigen yang cukup. Jamur ini tidak tahan

terhadap cahaya matahari langsung, tetapi tetap membutuhkannya


dalam bentuk pancaran tidak langsung. Derajat keasaman (Ph) yang
cocok untuk jamur merang adalah 6,8-7 (Parjimo, 2007).
1.3 Jamur Tiram
Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu. Biasanya orang
menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak
tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Perlu diketahuibahwa jenis
jamur kayu (jamur yang tumbuh pada media kayu, baik pada serbuk kayu
maupun kayu gelondongan) ada bermacam-macam. Jenis amur itu antara
lain jamur kuping, jamur tiram dan jamur shitake (Cahayana dkk,
1997).
Jamur Tiram (Lentinus sp), biasa dikenal dengan nama

oyster

mushroom karena bentuk tudung jamur ini menyerupai cangkang kerang


atau tiram dengan bagian tepi bergelombang. Jamur tiram termasuk jenis
jamur kayu yang cukup digemari serta mempunyai kandungan gizi yang
cukup tinggi dibandingkan dengan jamur lain (Cahayana dkk, 1997).
Tabel 3. KANDUNGAN GIZI JAMUR TIRAM PUTIH
Komposisi

Lentinus florida (Jamur

Tiram Putih)
Protein
27%
Lemak
1,6%
Karbohidrat
58%
Serat
11,5%
Abu
9,3%
Kalori
265 Kkal
Sumber: Makalah Seminar Jamur Tiram oleh Yayasan AGBI Parung Kuda
Sukabumi, 1995
Jenis jamur tiram yang mulai banyak dibudidayakan antara lain
sebagai berikut.
1. Jamur tiram putih, dikenal pula dengan nama shimeji white (varietas
florida).
2. Jamur tiram abu-abu, dikenal pula dengan nama shimeji grey (varietas
sajor caju).

3. Jamur coklat, dikenal pula dengan namaa jamur abalon (varietas


cystidious).
4. Jamur tiram merah, dikenal pula dengan nama jamur shakura
(varieatas flabellatus).
Dari beberapa jenis jamur tersebut, jamur tiram putih, abu-abu, dan
coklat paling banyak dibudidayakan karena mempunyai sifat adaptasi
dengan lingkungan yang lebih baik dan tingkat produktivitasnya cukup
tinggi (Cahayana dkk, 1997).
Selain fungsi utamanya sebagaai bahaan makanan, jamur tiram juga
memiliki khasiat sebagai kesehatan, diantaraanya rendah kolesterol
sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hpertensi) dan aman
bagi mereka yang rentan terhadap serangan jantung, serta baik juga
untuk dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui (Parjimo dkk, 2007)
Syarat tumbuh jamur tiram meliputi beberapa parameter, terutama
temperatur, kelembaban relatif, waktu, kandungan CO2, dan cahaya.
Temperatur tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap setiap
stadium atau tingkatan, misalnya:
a. Terhadap pertumbuhan meselia pada substrat tanam;
b. Terhadap pembentukan primordia (bakal kuncup) jamur;
c. Terhadap pembentukan tubuh buah;
d. Terhadap siklus panen; dan
e. Terhadap nilai BER atau perbandingan antara berat hasil jamur dengan
berat substrat log tanam jamur (Unus Suriawira, 2001).
Jamur tiram dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 600
meter dari permukaan laut dilokasi yang memiliki kadar air sekitar 60%
dan derajat keasaman atau Ph 6-7. Jika tempat tumbuhnya terlalu kering
atau kadar airnya kurang dari 60% miselinium ini tidak dapat menyerap
sari makanan dengan baik sehingga tumbuh kurus. Sebaliknya, jika kadar
air di lokasi tumbuhnya terlalu tinggi, jamur ini akan terserang penyakit
busuk akar (Parjimo, 2007).
1.4

Pengendalian Gulma, Hama, Dan Penyakit


A. Pengendalian Gulma

Masalah besar dalam usaha budi daya jamur konsumsi adalah


terjadinya kontaminasi organisme yang tidak diharapkan, biasanya hal ini
dapat terjadi pada waktu proses pembibitan, penyiapan media tanam dan
saat jamur sudah berada di dalam kumbung (Parjimo, 2007).
Pencegahan munculnya gulma dilakukan dengan cara mengusahakan
setiap tahapan budi daya jamur selalu dilakukan dalam keadaan steril,
baik saat pembibitan maupun penanaman. Jika gulma yang terlanjur
tumbuh bisa ditanggulangi dengan mencabutnya menggunakan tangan
atau pinset (Parjimo, 2007).
B. Pengendalian Hama
Aroma media tanam jamur yang khas, mengundang kehadiran
beberapa jenis serangga yang hidup disekitar kumbung. Serangga
tersebut biasanya masuk kedalam kumbung bersamaan dengan keluar
masuknya

pekerja, saat jendela kumbung dibuka atau melalui lubang-

lubang kecil yang tidak terdeteksi. Berikut ini beberapa serangga yang
menjadi hama bagi jamur.
a. Lalat
Upaya pencegahan

yang

dilakukan

adalah

dengan

selalu

mengontrol keadaan kumbung. Jika ditemukan adanya lubang


yang berpotensi menjadi tempat masuk lalat, segera tutup.
Selain itu, sisa-sisa media tanam yang tercecer saat melakukan
pemanenan harus dibersihkan agar tidak ada telur atau larva
lalat yang tertinggal. Pengendalian hama ini dilakukan dengan
menyemprotkan insektisida Dichlorosos dengan dosis 90 ml/liter
air yang bisa disemprotkan ke 140 m3 media tanam.
b. Tingau
Karena tungau ini dibawa oleh lalat, pencegahannya sama
dengan pencegahan kehadiran lalat. Pengendalian hama ini
dilakukan dengan menyemprotkan metil bromida.
c. Rayap
Pengendalian

rayap

dilakukan

dengan

menyemprotkan

insektisida khusus rayap, seperti Fenvarelate, Cypermethrin,

Permethrin atau Chloorphyrifos dengan dosis sesuai dengan


anjuran di kemasannya.
d. Laba-laba
Pengendaliannya dilakukan dengan menyemprotkan insektisida
berbahan aktif dicofol, seperti Kalthane atau Malathion dengan
dosis sesuai dengan anjuran dikamasannya.
e. Cacing
Pencegahan masuknya hama ini dilakukan dengan memastikan
sterilisasi media tanam berjalan sempurna sehingga semua telur
cacing mati. Sementara itu, pengendaliannya dilakukan dengan
menaburkan Furagan G dengan dosis sesuai dengan anjuran di
kemasannya (Parjimo, 2007).
C. Pengendalian Penyakit
Penyakit jamur disebabkan oleh fungi, kapang, bakteri dan virus.
Jamur yang terserang penyakit menjadi berlendir, busuk, bernoda,
serta berbagai kelainan lain yang membuat rusaknya jamur
sehingga tidak dapat dipanen (Parjimo, 2007).
Pencegahannya dengan cara menjaga kebersihan kumbung dari
media tanam yang mungkin tumpah atau berceceran agar tidak
menjadi media tumbuh fungi atau kapang penyebab penyakit
(Parjimo, 2007).
1.5

Proses Pengomposan
Pengomposan adalah

proses

dimana

bahan

organik

mengalami

penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang


memanfaatkan yang memanfaatkan bahan organik sebagai bahan energi
(Rukiyati, 2010). Dalam pengomposan terjadi proses diaman bahan
organik mengalami penguraian secara biologisProses pengomposan atau
fermentasi media tanam untuk jamur merang sangat penting karena
selain bertujuan untuk mematikan jamur liar, juga untuk mempercepat
proses pelapukan media (Budhi Widiastuti, 2001)

Anda mungkin juga menyukai