Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris, mempunyai sumber energi biomassa yang melimpah.
Salah satu sumber energi biomassa di Indonesia yang potensial adalah limbah pertanian,
seperti sekam padi, jerami, ampas tebu, batang dan tongkol jagung serta limbah-limbah
pertanian/perkebunan lainnya
Apa Itu Biomassa? Kata biomassa terdiri atas bio dan massa, dan istilah ini mula-mula
digunakan dalam bidang ekologi untuk merujuk pada jumlah hewan dan tumbuhan. Setelah
isu goncangan minyak terjadi, makna kata itu diperluas melebihi bidang ekologi dan
maknanya kini menjadi sumber daya biologi sebagai sumber energi, dikarenakan ada desakan
agar sumber energi alternatif (baru) dipromosikan. Hingga kini masih belum ada definisi yang
spesifik untuk biomassa dan definisinya bisa berbeda dari satu bidang ke bidang yang lain. Dari
perspektif sumber daya energi, definisi umumnya adalah istilah umum untuk sumber daya
hewan dan tumbuhan serta limbah yang berasal darinya, dimana ia terkumpul dalam jangka
waktu tertentu (tidak termasuk sumber fosil).
Seiring dengan itu, biomassa tidak hanya mencakup berbagai jenis tanaman pertanian,
kayu, tumbuhan perairan, pertanian konvensional yang lain, kehutanan, sumber daya perikanan
tetapi juga mencakup lumpur pulp, lindi hitam, sisa fermentasi alkohol, dan limbah industry
organik lainnya, sampah kota seperti sampah dapur dan limbah kertas, serta lumpur limbah. Oleh
karena beberapa negara tidak mengklasifikasikan sampah kota sebagai biomassa, maka ia
harus dipertimbangkan dalam penggunaan data statistik (asian biomassa handbook, 2008).
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan fraksionasi biomassa adalah sebagai berikut:
1. Mampu menghitung neraca massa pada sistem fraksionasi biomassa
2. Mampu menghitung yield pada sistem fraksionasi biomassa
3. Mampu menghitung persentase recovery komponen-komponen utama biomassaBAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa
Ada berbagai jenis biomassa dan komposisinya juga beragam. Beberapa komponen utama
adalah selulosa, hemiselulosa, lignin, kanji, dan protein. Pohon biasanya mengandung selulosa,
hemiselulosa dan lignin seperti tanaman herba meskipun persen komponennya berbeda satu sama
lain. Jenis biomassa yang berbeda memiliki komponen yang berbeda, misalnya gandum
memiliki kadar pati yang tinggi, sedangkan limbah peternakan memiliki kadar protein yang
tinggi. Karena komponen ini memiliki struktur kimia yang berbeda, maka reaktivitasnya juga
berbeda.

Dari

segi

penggunaan

energi,

biomassa

berlignoselulosa

mengandung selulosa dan lignin seperti pohon berada dalam

yang terutama

jumlah yang banyak dan

mempunyai potensi yang tinggi (asian biomassa handbook, 2008).


2.2 Komponen Khas Biomassa
2.2.1 Selulosa
Polisakarida yang tersusun dari D-glukosa yang terhubung secara seragam oleh ikatan glukosida. Rumus molekulnya adalah (C 6H12O6)n. Derajat polimerasinya, ditunjukkan oleh n,
dengan nilai kisaran yang lebar mulai dari beberapa ribu hingga puluhan ribu. Hidrolisis total
selulosa menghasilkan D-glukosa (sebuah monosakarida), akan tetapi hidrolisis parsial
menghasilkan disakarida (selobiosa) dan polisakarida yang memiliki n berurutan dari 3 ke 10.
Selulosa memiliki struktur kristal dan memiliki resistensi yang tinggi terhadap asam dan basa
(asian biomassa handbook, 2008).

Gambar 2.2 Stuktur Hemiselulosa (Susanto, 1998)


2.2.2 Hemiselulosa

Polisakarida dimana unit-unitnya adalah terdiri atas monosakarida dengan 5 karbon seperti
D-xilosa, D-arabinosa dan monosakarida karbon-6 seperti D-manosa, D-galaktosa dan D glukosa.
Jumlah monosakarida karbon-5 lebih banyak dibandingkan monosakarida karbon-6 dan
rumus molekul rata-ratanya adalah (C5H8O4)n. Karena derajat polimerisasi (n) hemiselulosa
adalah antara 50 sampai 200, yaitu lebih kecil dari selulosa, maka ia lebih mudah terurai
dibandingkan selulosa, dan kebanykan hemiselulosa dapat larut dalam larutan alkali.
Hemiselulosa yang umum adalah xilan, yang terdiri atas xilosa dengan ikatan 1, 4.
Hemiselulosa yang lain adalah glukomanan, tetapi semua hemiselulosa beragam jumlahnya
bergantung pada jenis pohon dan juga bagian tumbuhan itu sendiri (asian biomassa handbook,
2008).

Gambar 2.2 Stuktur Hemiselulosa (Susanto, 1998)


2.2.3 Lignin
Merupakan senyawa dimana unit komponennya, fenilpropana dan turunannya, terikat secara
3 dimensi. Strukturnya kompleks dan sejauh ini belum sepenuhnya dipahami. Gambar 2.3.1d
menunjukkan unit komponennya. Struktur 3 dimensi yang kompleks ini menyebabkan ia sulit
untuk diuraikan oleh mikroorganisme dan bahan-bahan kimia. Berdasarkan pengamatan ini, maka
dapat disimpulkan bahwa lignin memberikan kekuatan mekanis dan juga perlindungan
untuk tumbuhan itu sendiri. Selulosa, hemiselulosa dan lignin dapat ditemukan secara universal
dalam berbagai jenis biomassa dan merupakan sumber daya karbon alami yang paling berlimpah di
bumi (asian biomassa handbook, 2008).
2.2.4 Pati

Seperti selulosa, pati merupakan polisakarida dimana unit komponennya adalah Dglukosa, tapi ia dihubungkan oleh ikatan -glikosida. Karena perbedaan dalam struktur ikatan,
maka selulosa tidak larut dalam air sedangkan sebagian pati (lihat Gambar. 2.3 .1-b) dapat larut
dalam air panas (amilosa, dengan bobot molekul antara 10.000 sampai 50.000, mencakup hampir
10% -20% dari pati) dan sebagian lagi tidak dapat larut (amilopektin, dengan bobot molekul
antara 50.000 sampai 100.000, mencakup hampir 80% - 90% dari pati). Pati ditemukan di dalam
biji, umbi (akar) dan batang, dan mempunyai nilai yang tinggi sebagai makanan (asian biomassa
handbook, 2008).
2.2.5 Protein
Protein merupakan senyawa makromolekul dimana asam amino dipolimerisasi dengan
derajat yang tinggi. Sifat-sifatnya berbeda bergantung pada jenis dan rasio komponen asam
amino dan derajat polimerisasi itu sendiri. Protein bukan merupakan komponen utama biomassa
dan hanya meliputi proporsi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan 3 komponen yang
sebelumnya (asian biomassa handbook, 2008).

2.2.6 Komponen-komponen lain (organik dan anorganik)


Jumlah komponen organik yang lain berbeda bergantung pada jenis biomassa, tetapi ada juga
komponen organik dengan jumlah yang tinggi seperti gliserida (contohnya minyak rapeseed,
minyak sawit dan minyak sayur lainnya) dan sukrosa di dalam tebu dan gula bit. Contoh yang
lain adalah alkaloid, pig men, terpena dan bahan berlilin. Meskipun komponen ini ditemukan
dalam jumlah yang sedikit, namun memiliki nilai tambah yang tinggi sebagai ramuan
obat. Biomassa tidak hanya terdiri atas senyawa organik makromolekul tetapi juga mengandung

bahan anorganik (abu) dalam jumlah yang sangat kecil. Unsur logam primer termasuk Ca, K, P,
Mg, Si, Al, Fe dan Na. Bahan dan jumlahnya berbeda bergantung pada jenis bahan baku (asian
biomassa handbook, 2008).
2.3 Fraksionasi Biomassa
Fraksionasi biomassa menggunakan pelarut organik banyak dikembangkan, karena lebih
murah dan relatif ramah lingkungan, pelarutnya dapat di recovery serta cocok untuk proses skala
menengah. Fraksionasi biomassa dengan pelarut organik juga dikenal dengan proses organosolv.
Pelarut organik yang digunakan seperti alkohol, asam organik, ester, fenol dan keton. Proses
organosolv juga telah menjadi salah satu proses alternatif dalam pembuatan pulp yang lebih
ramah lingkungan dan dikenal dengan organosolv pulping.
Pada proses fraksionassi biomassa dengan pelarut organik, proses delignifikasi dan proses
hidrolisis polisakarida (terutama pada hemiselulosa) bisa terjadi secara serempak dalam suatu
tahapan proses. Pelarut organik yang sering digunakan sebagai media fraksionasi biomassa
adalah asam asetat dan asam format. Kelebihan asam asetat dan asam formiat adalah :
1.
2.
3.
4.

Proses fraksionassi bisa dilakukan pada tekanan atmosfer


Dapat dilakukan dengan ataupun tanpa katalis
Sesuai untuk berbagai sumber biomassa
Memiliki selektifitas yang tinggi terhadap proses delignifikasi dan mempertahankan

5.

selulosa terdegradasi
Produk yang dihasilkan relatif ramah lingkungan

2.4

Proses pembuatan Pulp

Pembuatan pulp pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu pembuatan pulp
mekanik dan pembuatan pulp secara kimia.
1. Pembuatan secara mekanik

Merupakan proses penyerutan kayu, dimana batang kayu setelah dikuliti


diserut dalam batu asah yang diberi semprotan air untuk mempermudah
penyerutan. Kelemahan pada proses ini adalah banyak serat kayu yang
rusak.
2. Pembuatan secara kimia
Merupakan proses penghilangan lignin dari batang kayu hingga seratserat kayu mudah dilepaskan pada saat batang kayu dikeluarkan dari bejana
pemasak (digester) atau setelah melewati perlakuan mekanik lunak.
Pembuatan pulp secara kimia ada beberapa jenis berdasarkan sifatnya,
antara lain:
a. Pembuatan pulp sulfit
Pulp sulfit dengan rendemen tinggi dapat dihasilkan dengan proses sulfit
bersifat asam, bisulfit atau sulfit bersifat basa.
b. Pembuatan pulp sulfat (kraft)
Proses ini menggunakan natrium sulfat yang direduksi didalam tungku
pemulihan menjadi natrium sulfit, yang merupakan bahan kimia kunci yang
dibutuhkan untuk delignifikasi.
c. Pembuatan pulp soda
Proses pembuatan pulp soda umumnya digunakan untuk bahan baku yang
berasal dari limbah pertanian seperti merang, katebon, bagase serta kayu
lunak.
2.5 Proses Organosolv

Organosolv merupakan proses pulping menggunakan bahan yang lebih


mudah didegradasi seperti pelarut organik. Pada proses ini, penguraian lignin
terutama disebabkan oleh pemutusan ikatan ester (Vila et al., 2003).
Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan
bahan kimia organik seperti metanol, etanol, aseton, asam asetat, dan asam
formiat. Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang baik bagi
lingkungan dan sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan.
Dengan

menggunakan

proses

organosolv

diharapkan

permasalahan

lingkungan yang dihadapi oleh industri pulp dan kertas akan dapat
teratasikarena proses organosolv memberikan beberapa keuntungan, antara
lain :
1. Yield pulp yang dihasilkan tinggi
2. Daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah
3. Tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap
lingkungan
4. Dapat menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan
hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi
5. Dapat mengurangi biaya produksi secara ekonomis
6. Dapat dioperasikan pada kapasitas kecil yaitu sekitar 200 ton pulp per
hari.
Penelitian mengenai penggunaan bahan kimia organik sebagai bahan
pemasak dalam proses pulping sebenarnya telah lama dilakukan. Ada
berbagai macam jenis proses organosolv, namun yang telah berkembang
pesat pada saat ini adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu proses
pulping dengan menggunakan bahan kimia pemasak alkohol, proses

acetocell (menggunakan asam asetat) dan proses organocell (menggunakan


metanol) (Jenny, 1994).

2.6 Proses Acetosolv


Penggunaan asam asetat sebagai pelarut organik disebut dengan proses
acetosolv. Proses acetosolv dalam pengolahan pulp memiliki beberapa
keunggulan, antara lain bebas senyawa sulfur, daur ulang limbah dapat
dilakukan hanya dengan metode penguapan dan nilai hasil daur ulangnya
jauh lebih mahal dibanding dengan hasil daur ulang limbahkraft. Keuntungan
dari proses acetosolv adalah bahan pemasak yang digunakan dapat diambil
kembali tanpa adanya proses pembakaran bahan bekas pemasak. Selain itu,
proses ini dapat dilakukan tanpa menggunakan bahan-bahan organik.
Proses alcell telah

dikembangkan pada industri di beberapa negara

misalnya di Kanada dan Amerika Serikat. Proses acetocell mulai diterapkan


dalam beberapa pabrik di Jerman pada tahun 1990-an. Proses alcell yang
telah beroperasi dalam skala pabrik di New Brunswick (Kanada) terbukti
mampu manghasilkan pulp dengan kekuatan setara pulp kraft, menghasilkan
yield yang tinggi dan sifat pendauran bahan kimia yang sangat baik (villa et,
al 2010)
2.7 Proses Formosolv
Sebagai proses yang murah dan mudah tersedia pelarut organik, asam
formiat

menunjukkan

potensi

sebagai

agen

kimia

untuk

fraksionasi

biomassa. Selama terjadi proses pembentukan pulp dengan pelarut asam


formiat, lignin larut ke dalam cairan hitam karena terjadi pembelahan lignin
-o-4 obligasi, sementara hemiselulosa terdegradasi menjadi mono- dan
oligosakarida, meninggalkan padatan selulosa dalam residu. Ketika air
ditambahkan ke cairan, lignin mengendap dan memisahkan dari cairan

hitam. Setelah menghasilkan pulp, asam formiat dapat direcycle dengan


proses distilasi untuk digunakan kembali.
Fraksionasi dengan asam formiat dapat dilakukan dengan konsentrasi 6090%, dan suhu 80-120oC. Tekanan 1-1,7 atm. Pada temperatur 80 oC asam
formiat kurang reaktif terhadap lignin dan hidrolisis hemiselulosa, sedangkan
pada temperatur 107-110oC asam formiat sangat reaktif terhadap lignin
sehingga proses delignifikasi berjalan dengan cepat, akan tetapi hidrolisis
terhadap polisakarida juga terjadi terutama terhadap hemiselulosa dan
selulosa.
Asam formiat sebagai pelarut memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1. Proses fraksionasi dapat dilakukan pada temperatur dan tekanan yang relatif rendah
2. Cocok untuk banyak sumber biomassa
3. Mempunyai selektivitas yang tinggi terhadap proses delignifikasi dan mempertahankan
selulosa ( villa et, al 2010)

Anda mungkin juga menyukai