Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

PASCA CEDERA OLAHRAGA

PEMBIMBING
dr. Lena Wijayaningrum, Sp. KFR

Oleh:

Lely Diah Tri Wulandari


2008.04.0.0025

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Berolahraga memang memberikan manfaat baik bagi tubuh, akan
tetapi juga memiliki resiko. Apabila olahraga tidak dilakukan dengan baik
dan benar maka dapat berakibat cedera. Faktor-faktor penyebab cedera
olahraga adalah (Rismayanthi, 2014):
Faktor internal anatara lain:

Pemanasan tidak cukup


Tekhnik yang salah
Istirahat yang tidak memadai
Kondisi yang tidak fit saat bertanding

Faktor eksternal antara lain:

Alat-alat yang digunakan tidak tepat atau tidak sesuai ukuran


Proteksi yang buruk atau tidak memadai
Kondisi cuaca
Kondisi lapangan yang tidak memadai

Penanganan cedera sebaiknya diperiksakan secara medis supaya


dilakukan diagnosa apalagi jika terjadi cedera pada jaringan padat. Akan
tetapi untuk pertolongan pertama pada cedera olah raga dapat dilakukan
sendiri. Metode yang sering digunakan adalah P.R.I.C.E (Protection,
Resting, Ice, Compression, Elevetion). Metode ini digunakan sebagai
penanganan terhadap cedera jaringan lunak (soft tissue injuries) (Arovah,
2014).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Cedera olahraga adalah segala macam cedera yang timbul pada
saat latihan ataupun pada waktu pertandingan ataupun sesudah
pertandingan. Cedera merupakan rusaknya jaringan yang disebabkan
adanya kesalahan teknis, benturan, atau aktivitas fisik yang melebihi
batas beban latihan, yang dapat menimbulkan rasa sakit akibat dari
kelebihan latihan melalui pembebanan latihan yang terlalu berat sehingga
otot dan tulang tidak lagi dalam keadaan anatomis (Rismayanthi, 2014).

B. KLASIFIKASI CEDERA OLAHRAGA


a. Cedera tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini penderita tidak mengalami keluhan yang serius,
namun dapat mengganggu penampilan atlit. Misalnya: lecet, memar,
sprain yang ringan.
b. Cedera tingkat 2 (cedera sedang)
Pada cedera tingkat kerusakan jaringan lebih nyata berpengaruh
pada performance atlit. Keluhan bias berupa nyeri, bengkak, gangguan
fungsi (tanda-tanda inplamasi) misalnya: lebar otot, straing otot, tendontendon, robeknya ligament (sprain grade II).
c. Cedera tingkat 3 (cedera berat)
Pada cedera tingkat ini atlit perlu penanganan yang intensif,
istirahat total dan mungkin perlu tindakan bedah jika terdapat robekan
lengkap atau hamper lengkap ligament (sprain grade III) dan IV atau
sprain fracture) atau fracture tulang (Rismayanthi, 2014).
C. MACAM-MACA CEDERA OLAHRAGA
1. Memar (kontusio)

Memar (kontusio) merupakan cedera yang disebabkan oleh


benturan benda keras pada jaringan lunak tubuh. Pada memar, jaringan
dibawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah sehingga
darah dan cairan seluler merembes kejaringan sekitarnya (Rismayanthi,
2014).

2. kram Otot
Kram otot merupakan kontraksi otot tertentu yang berlebihan dan
terjadi secara mendadak dan tanpa disadari. kram otot terjadi karena letih,
biasanya terjadi saat malam hari atau karena kedinginan, dan dapat pula
karena panas, dehidrasi, trauma pada otot yang bersangkutan atau
kekurangan magnesium (Rismayanthi, 2014).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kram otot.
Pada saat otot mengalami kelelahan dan secara tiba-tiba meregang, maka
otot tersebut dengan terpaksa akan meregang secara penuh dan ini dapat
mengakibatkan kram. Kram disebabkan oleh adanya ketidaksempurnaan
biomekanik tubuh karena adanya malalignment (ketidaksejajaran) dari
bagian kaki bawah, atau karena keadaan otot yang terlalu kencang,
kekurangan beberapa jenis mineral tertentu (defisiensi) yang dibutuhkan
oleh tubuh juga dapat mempengaruhi terjadinya kram otot, seperti
kekurangan zat sodium, potassium, kalsium, zat besi, dan fosfor, dan
terbatasnya suplai darah yang tersedia pada otot tersebut sehingga
menyebabkan terjadinya kram otot (Rismayanthi, 2014).

3. Lepuh (blisters)
Lepuh merupakan timbulnya benjolan di kulit dan didalamnya
terdapat cairan berwarna bening. Lepuh terjadi akibat penggunaan
peralatan yang tidak pas, peralatan masih baru, atau peralatan yang lama
seperti sepatu yang terlalu kecil (Rismayanthi, 2014).

4. Strain
Strain adalan cidera pada tendon atau pada otot itu sendiri. Strain
dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:
1) Tingkat I. Strain tingkat ini tidak ada robekan, hanya terdapat
kondisi inflamasi ringan. Meskipun pada tingkat ini tidak ada penurunan
kekuatan otot, tetapi pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlet.
2) Tingkat II. Strain pada tingkat ini sudah terdapat kerusakan pada
otot atau tendon sehingga dapat mengurangi kekuatan otot.
3) Tingkat III Strain pada tingkat ini sudah terjadi kerobekan yang
parah atau bahkan sampai putus sehingga diperlukan tindakan operasi
atau

bedah

dan

(Rismayanthi, 2014).

5. Sprain

dilanjutkan

dengan

fisioterapi

dan

rehabilitasi

Sprain merupakan cedera yang menyangkut ligamen. Cedera


sprain dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan yaitu:
1) Tingkat I. Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam
ligamentum

dan hanya beberapa serabut yang putus. Cedera

menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkatan dan rasa sakit pada


daerah tersebut. Pada cedera ini tidak perlu pertolongan/
pengobatan, cedera pada tingkat ini cukup diberikan istirahat saja
karena akan sembuh dengan sendirinya.
2) Tingkat II. Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum
yang putus. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan,
pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak
dapat menggerakkan persendian tersebut. kita harus memberikan
tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian
yang cedera tidak dapat digerakan) dengan cara balut tekan, spalk
maupun gibs. Biasanya istirahat selama 3-6 minggu.
3) Tingkat III. Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga
kedua ujungya terpisah. Persendian yang bersangkutan merasa
sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak
dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakangerakan yang
abnormal. Cedera tingkat ini harus dibawa ke rumah sakit untuk
dioperasi namun harus diberi pertolongan pertama terlebih dahulu
(Arovah, 2014).

6. Dislokasi

Dislokasi adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempatnya yang


seharusnya. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah
dislokasi bahu, sendi panggul, karena bergeser dari tempatnya maka
sendi menjadi macet dan terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor.
Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi (Rismayanthi, 2014).

7. Patah Tulang
Patah tulang adalah suatu keadaan dimana tulang mengalami
keretakan, pecah, atau patah, baik pada tulang rawan (kartilago) maupun
tulang keras (osteon). Patah tulang digolongkan menjadi dua yaitu:
(1) patah tulang komplek, dimana tulang terputus sama sekali
(2) patah tulang stres, dimana tulang hanya mengalami keretakan
tetapi tidak terpisah.
Berdasarkan tampak tidaknya jaringan dari luar tubuh, membagi
patah tulang menjadi:
(1) patah tulang terbuka dimana fragmen atau pecahan tulang
melukai kulit diatasnya dan tulang keluar.
(2) patah tulang tertutup dimana fragmen (pecahan) tulang tidak
menembus permukaan kulit (Rismayanthi, 2014).

8. Perdarahan
Perdarahan terjadi karena pecahnya pembuluh darah sebagai
akibat dari trauma pukulan atau terjatuh. Gangguan perdarahan yang
berat dapat menimbulkan gangguan sirkulasi sampai menimbulkan shocks
(gangguan kesadaran) (Arovah, 2014).

D. FAKTOR RESIKO CEDERA OLAHRAGA


Faktor risiko cedera olahraga merupakan kondisi-kondisi yang
memungkinkan cedera olahraga dapat terjadi. Kondisi tersebut dapat
berasl dari luar tubuh (eksogen) atau dari dalam tubuh sendiri ( endogen)
Faktor-faktor eksogen meliputi :
1. Pemberian beban latihan yang tidak proporsional.
Dahulu orang beranggapan bahwa, pelatih yang baik itu adalah
pelatih yang dapat menyebabkan atlet yang dilatihnya mengalami muntah
atau pusing selama melakukan sesi latihan. Anggapan ini amatlah keliru,
mengingat bahwa atlet yang dilatih tersebut juga manusia yang tentunya
memiliki keterbatasan dalam kemampuannya.

2. Peralatan olahraga
Perkembangan pusat-pusat kebugaran didaerah perkotaan dengan
menggunakan alat-alat kebugaran produk luar negeri, belum tentu cocok.
Alat yang didatang dari luar negeri tersebut di rancang untuk digunakan
oleh pelaku olahraga dinegara tempat produksinya. Ukuran antropometri
tubuh yang berbeda antara orang dinegara tempat produksi alat dengan
negara pengguna peralatan tentu dapat mendatangkan masalah. Masalah
tersebut akan berresiko menimbulkan cedera. Perbedaan daya ungkit alat
akan menjadikan pembebanan terhadap otot menjadi tidak proporsional
(Arovah, 2014).
Alat-alat proteksi tubuh yang digunakan untuk melindungi bagianbagian tubuh tertentu juga berperan dalam menimbulkan cedera. Masalah
ukuran saja misalnya, terlalu besar atau sempit juga akan beresiko
timbulnya cedera. Genital protektor yang terlalu kecil akan dapat
menimbulkan kompresi terhadap alat genital, atau terlalu besar malah
juga menimbulkan cedera akibat pergeseran alat yang lapang (Arovah,
2014).
Penggunaan sepatu harus cocok dengan jenis olahraga yang
diikuti.

Sepatu

telah

dirancang

sedemikian

rupa

sesuai

dengan

karakteristik gerakan dasar pada cabang olahraga tersebut. Untuk sepatu


olahraga basket, dirancang dengan sol lebar dan memilki peredam serta
menutupi sampai mata kaki untuk mengurangi resiko cedera pada kaki
dan pergelangan kaki. Penggunaan sepatu yang sudah aus atau telapak
yang tidak rata lagi, akan menyebabkan pembebanan yang diterima oleh
sendi angkel dan lutut menjadi tidak pada titik tengah. Pembebanan yang
tidak proporsional ini akan menyebabkan beban akan diterima lebih berat
pada sisi telapak sepatu yang lebih tipis (Arovah, 2014).
Pilihan bahan dasar pakaian olahraga yang tepat dan disesuaikan
dengan lingkungan yang ada. Bahan yang terbuat dari bahan yang tidak

menyerap air akan sangat mengganggu proses pengeluaran panas tubuh


selama kegiatan olahraga (Arovah, 2014).
3. Fasilitas tempat latihan
Keberadaan fasilitas tempat olahraga yang memadai tentu akan
mengurangi terjadinya cedera. Fasilitas olahraga meliputi segala sesuatu
fasilitas yang terkaitdengan kegiatan olahraga (Arovah, 2014).
4. Jenis olahraga
Tak dapat dipungkiri bahwa olahraga tertentu memilki risiko yang
lebih besar dibanding olahraga yang lain. Olahraga tinju mempunyai risiko
untuk terjadinya cedera sangat besar, karena sifat olahrga tersebut yang
menjadikan pukulan masuk yang mengenai kepala mndapat poin yang
banyak. Begitu juga olahraga karate atau silat juga memilki kemungkinan
cedera lebih besar jika dibanding dengan olahraga tennis atau bulutangkis
(Arovah, 2014).

Dalam permasalahan ini yang perlu disikapi adalah bagaimana


supaya cedera yang memang akan terjadi pada olahraga tertentu dapat
ditekan atau setidaknya tingkat keparahannya dapat dikurangi.
Faktor resiko endogen meliputi :
1. Kalainan familiar/keturunan
Penyakit keturunan atau familiar tertentu sangat berpotensi
menimbulkan cedera yang serius. Penderita hemofili tentu akan
berpeluang besar terjadi perdarahan yang tak terkontrol, jika ia menggeluti
oloahraga kontak penuh, seperti tinju, karate, pencak silat, dan lain
sebagainya.
2. Kondisi fisik umum yang jelek

Kondisi fisik umum jelek dapat diebabkan oleh serangan penyakit


ataupun

karena

latihan

yang

berlebihan

sehingga

menyebabkan

kelelahan. Kelalahan akan diperparah dengan asupan gizi yang tidak


memadai atau kurang dari kebutuhan yang diperlukan. Pemeliharaan
kondisi fisik diperlukan sepanjang kegiatan olahraga ditekuni, apalagi
pada

saat

pertandingan.

Kondisi

fisik

yang

jelek

meneybabkan

kemampuan tidak berada pada puncak peforma.


3. Usia
Pada usia lanjut, dimana sudah terjadi penurunan kemampuan
fungsi sistem tubuh secara bertahap. Tidak dapat dipungkiri, bahwa
penurunan tersebut akan memudahkan timbulnya cedera saat melakukan
aktifitas fisik. Kemampuan fungsi keseimbangan yang menurun akan
menjadikan orang tua mengalami gangguan keseimbangan. Gangguan
keseimbangan tentu akan berpotensi timbulnya cedera akibat terjatuh saat
melakukan

kegiatan

latihan.

Penurunan

fungsi

penglihatan

dan

pendengaran juga akan berpotensi timbulnya kecelakaan pada lansia


yang melakukan kegiatan olahraga ditempat terbuka/umum.
4. Kebugaran jasmani
Tingkat kebugaran jasmani yang baik memberikan jaminan bahwa
kegiatan latihan fisik yang dilakukan tidak mendatangkan kelelahan yang
berarti. Kenyataan yang ditemukan, bahwa kegiatan olahraga yang
dilakukan akan meningkat kebugaran jasmani. Pemberian latihan perlu
mempertimbangkan

kondisi

kebugaran

jasmani

seseorang

untuk

menentukan volume latihan yang tepat. Umumnya cedera akan terjadi jika
volume latihan yang diberikan diatas kemampuan jasmani seseorang.
Timbulnya cedera dapat terjadi bukan saat selesai latihan, tetapi terjadi
belakangan karena beban yang berlebih selalu diterima tanpa ada
evaluasi. Cedera ini dikenal dengan cedera kronis akibat kelebihan beban
yang diterima tubuh.
5. Jenis kelamin

Beberapa jenis cedera hanya terjadi pada jenis kelamin tertentu.


Trauma pada testis hanya terjadi pada pria, atau sebaliknya pada pria
tentu tidak akan mengalami robekan vagina. Pemberian alat-alat proteksi
khusus pada daerah genital yang diwajibkan oleh cabang olahraga
tertentu mengurangi timbulnya cedera olahraga pada atlet. Selain itu,
adanya perbedaan dalam bobot pukulan antara pria dan wanita,
menjadikan cedera pada pria lebih besar dan tingkat keparahannya juga
lebih dari wanita.
6. Riwayat cedera sebelumnya
Cedera yang dialami pada waktu yang lalu, memberikan peluang
lebih besar terhadap timbulnya cedera yang sama pada tempat yang
sama. Peluang ini akan semakin besar jika penatalaksanaan cedera
pertama tidak adekuat dan sempurna.
7. Persipan menghadapi kompetisi
Kompetisi merupakan masa untuk menunjukkan performa terhadap
hasil latihan yang dilakukan sebelumnya. Pada saat kompetisi berjalan
diperlukan kesiapan yang prima. Persiapan tersebut meliputi persiapan
fisik, teknik, strategi dan yang terpenting adalah mental.

E. PENATALAKSANAAN
I. Penanganan Pertama
Pertolongan pertama pada cedera olahraga akut dengan kondisi
tertutup, artinya tidak ada robekan kulit atau perdarahan dapat dilakukan
metode : PRICE. PRICE merupakan kependekan dari Protection, Rest,
Ice, Compression dan Elevation.

Protection
Pemberian alat untuk melindungi bagian tubuh yang mengalami
cedera diperlukan untuk memberikan perlindungan terhadap bagian tubuh
tersebut. Perlindungan dilakukan untuk meminimalisasi perluasan cedera
dan menghindari timbulnya komplikasi. Pada patah tulang diperlukan
pemasangan spalak untuk memberikan efek fiksasi, sehingga bagian
tulang yang patah tidak saling bergeser. Pergeseran tulang yang patah
dapat menimbulkan kerusakan pada serabut saraf yang melintas dilokasi
tulang yang patah. Disamping itu juga dapat menyebabkan robekan pada
pembuluh darah dilpkasi patah tersebut. Pemasangan alat pelindung
harus dilakukan secara hati-hati dan tenang, karena kecerobohan justru
malah menimbulkan komplikasi.
Rest
Pemberian istirahat pada bagian yang mengalami cedera akan
membantu proses pemulihan serta dapat meminimalisasi cedera. Secara
alamiah bagian yang cedera akan menimbulkan rasa sakit yang
menyebabkan bagian tubuh tersebut otomatis tidak sanggup digerakkan.
Waktu istirahat ditentukan olah tingkat keparahan cedera. Selama
pemberian istirahat perlu dipikirkan usaha-usaha untuk perbaikan dan
penjagaan tingkat kebugaran jasmani atlet. Memberikan latihan pada
bagian

tubuh

mempertahankan

yang

tidak

tingkat

mengalami
kebugaran.

cedera

diperlukan

untuk

Tindakan

imobilisasi

akan

mengurangi perdarahan dan nyeri, dapat dilakukan dengan menggunakan


mitela, bidai, perban elastis, dll. Hal yang menjadi perhatian dalam
memberikan kesempatan istirahat terhadap bagian yang mengalami
cedera adalah :
1. Posisi cedera berada pada posisi yang dapat memberikan
kesempatan otot-otot di daerah dan sekitar cedera relaksasi
2. Penderita merasa nyaman dengan nyeri minimal
3. Evaluasi kejiwaan penderita dalam menyikapi cedera yang dialami.
Ice

Penurunan suhu disekitar cedera dengan pemberian es atau


semprotan kloretil akan dapat mengurangi rasa sakit akibat cedera. Selain
mengurangi rasa sakit usaha pendinginan dapat juga membantu
mengurangi proses perdarahan akibat terjadinya vasokonstriksi pembuluh
darah karena suhu dingin. Pendinginan dapat mengurangi terjadinya
edema atau sembab dan prose inflamasi pada daerah cedera.
Compression
Melakukan pembalutan dengan perban elastis dapat menurunkan
tingkat perdarahan sehingga mengurangi edema pada bagian yang
cedera. Pembalutan dapat dilakukan selama atau sesudah dilakukan
proses pendinginan. Pembalutan harus dilakukan dengan baik dan tidak
terlalu ketat. Pembalutan yang terlalu ketat akan mengganggu aliran
pembuluh darah pada lokasi cedera. Selain itu juga dapat mengganggu
jaringan saraf.
Elevation
Meletakkan bagian tubuh yang mengalami cedera pada posisi yang
lebih tinggi dari letak jantung akan menyebabkan aliran darah ketempat
tersebut akan mengalami penurunan. Peninggian posisi cedera dari
jantung tidak terlalu ekstrim, disarankan cukup 20 sampai 30 cm guna
memastikan aliran tetap adekuat.

II. Penanganan Rehabilitasi Medik


Terapi panas :
Pada umumnya toleransi yang baik pada terapi panas adalah bila
diberikan pada fase subakut dan kronis dari suatu cedera, tetapi panas
juga dapat diberikan pada keadaan akut. Panas yang kita berikan ketubuh
akan masuk atau berpenetrasi kedalamnya. Kedalaman penetrasi ini

tergantung pada jenis terapi panas yang diberikan seperti yang terlihat
pada tabel di bawah ini.

Penetrasi
Dangkal

Macam
Contoh
Lembab/Basah Kompres kain air panas

(superfisial)

Hydrocollator pack
Mandi uap panas
Paraffin wax bath
Hydrotherapy
Kering

Kompres botol air panas


Kompres

bantal

pemanas

tenaga listrik
Lampu infra red
Short wave diathermy
Dalam(Deep

Diatermi

Micro wave diathermy


Ultra sound diathermy

Secara ringkas efek pemberian panas secara lokal yaitu:


1.Panas meningkatkan efek vaskulatik jaringan kolagen.
2.Panas mengurangi dan menghilangkan rasa sakit
3.Panas mengurangi kekakuan sendi
4.Panas mengurangi dan menghilangkan spasme otot
5.Panas meningkatkan sirkulasi darah
6.Panas membantu resolusi infiltrate radang, edema dan eksudasi

Hydrotherapy
Salah satu keuntungan Terapi air (Hidrotherapy) adalah adanya
daya apung atau gaya dorong yang dimiliki oleh air. Ketika tubuh pasien
masuk kedalam air, maka daya apung atau gaya dorong yang dimiliki air
akan mengangkat dan meringankan beban tubuh pasien. Penurunan berat
badan yang harus di topang oleh pasien ketika berada di dalam air akan
menurunkan tekanan pada sendi-sendi maupun otot. Hal ini sangat
bermanfaat bagi pasien dengan gangguan infeksi sendi (arthritis),
penyembuhan patah tulang atau bagi pasien dengan obesitas .
Keuntungan penggunaan hydrotherapy meliputi :
1. Mengurangi nyeri dan kekakuan
2. Menambah relaksasi otot.
3. Menambah kebugaran pada saat melakukan olahraga dan aktifitas
lainnya.
4. Mempercepat penyembuhan
Masase
Dengan menggunakan masase yang lembut dan ringan, kurang
lebih satu minggu setelah trauma mungkin akan dapat mengatasi rasa
nyeri tersebut. Dengan syarat diberikan dengan betul dan dengan dasar
ilmiah akan efektif untuk mengurangi bengkak dan kekakuan otot.

Pemberian terapi latihan


Waktu untuk memulai terapi latihan tergantung pada macam dan
derajat cederanya. Pada cedera otot misalnya terjadi kerusakan atau
robekan serabut otot bagian central memerlukan waktu pemulihan 3 kali
lebih lama dibandingkan dengan robeknya otot bagian perifer. Sedangkan
cedera tulang, persendian (ligament) memerlukan waktu yang lebih lama.
Terapi latihan yang dapat diberikan, berupa :
1.Latihan luas gerak sendi

2.Latihan peregangan
3.Latihan daya tahan
4.Latihan yang spesifik (untuk masing-masing bagian tubuh)
Pemberian ortesa (alat Bantu tubuh)
Pada terjadinya cedera olahraga yang akut ortesa terutama
berfungsi untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera, sehingga
membantu mempercepat proses penyembuhan dan melindungi dari
cedera ulangan. Pada fase berikutnya ortesa dapat berfungsi lebih
banyak, antara lain : ortesa leher, dan support pada anggota gerak bawah.
Mencegah terjadinya deformitas dan meningkatkan fungsi anggota gerak
yang terganggu.
Pemberian protesa (pengganti tubuh)
Protesa adalah suatu alat Bantu yang diberikan pada atlit yang
mengalami

cedera

dan

mengalami

kehilangan

sebagian

anggota

geraknya. Fungsi dari alat ini adalah untuk menggantikan bagian tubuh
yang hilang akibat dari cedera tersebut.

F. Pencegahan Cedera Olahraga


Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
cedera olahraga antara lain adalah:
1. Pemeriksaan awal sebelum melakukan olahraga untuk menentukan
ada tidaknya kontraindikasi dalam berolahraga
2. Melakukan olahraga sesuai dengan kaidah baik, benar, terukur dan
teratur
3. Menggunakan sarana yang sesuai dengan olahraga yang dipilih
4. Memperhatikan kondisi prasarana olahraga

5. Memperhatikan lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban udara


sekelilingnya

BAB III
KESIMPULAN

Pada umumnya penatalaksanaan cedera olahraga menggunakan


prinsip PRICE (Protection, Rest, Ice, Compression, Elevation) yang selalu
diterapkan pada fase akut cedera sebelum penanganan selanjutnya.
Indikasi PRICE dilakukan pada cedera akut atau kronis eksaserbasi akut,
seperti hematome (memar), sprain, strain, patah tulang tertutup, dislokasi
setelah dilakukan reposisi. Secara umum penanganan cedera olahraga
disesuaikan dengan jenis cedera dan proses patofisiologi cedera yang
mendasari. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah
terjadinya cedera olahraga antara lain adalah perlu dilakukan kegiatan
pemanasan dengan melibatkan latihan dinamis maupun statis dan perlu
dilakukan pengaturan progresi latihan yang baik agar latihan dapat
diadaptasi dengan baik oleh tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Rismayanti C. Hakikat Cedera Olahraga. Diperoleh 2 Oktober 2014, dari


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Cerika
%20Rismayanthi,%20S.Or./PPC-Cedera%20Olahraga(1).pdf

Arovah Intan. Diagnosis dan manajemen cedera olahraga. Diperoleh 2


Oktober 2014, dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132300162/12.%20Diagno
sis%20dan%20Manajemen%20Cedera%20Olahraga.pdf

Malang sport klinik. Manfaat terapi air (hydrotherapy) pada Penanganan


Cedera Olahraga. Diperoleh 2 Oktober 2014, dari
http://malangsportclinic.com/?prm=article&cat=5&id=28

Kristi Kurwinda. Faktor Penyebab Cedera Olahraga. Diperoleh 2 Oktober


2014, dari
http://kurwindakristi.wordpress.com/2012/03/10/faktorpenyebab-cedera-olahraga-2/

Anda mungkin juga menyukai