Anda di halaman 1dari 21

Presentasi kasus

KEMATIAN MULTIGRAVIDA DENGAN ABORTUS


MOLA HIDATIDOSA

Penyaji
Dr. Danil Armand
Dr. Nuzli Mardiansyah
Pembimbing
Dr. Frita Riningsih, SpOG

BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
RUMAH SAKIT DR. M. YUNUS BENGKULU
2015
I. REKAM MEDIS
A. ANAMNESIS (Autonamnesis)
1. Identitas Pasien
Nama
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Alamat
RM
MRS

:
:
:
:
:
:
:
:

Ny. Y
46 tahun
SMP
IRT
Islam
Lubuk Gio, Talo
681604
09 Maret 2015 pukul 22.30 WIB

2. Riwayat Perkawinan:
Menikah 1 kali, lamanya 25 tahun
3. Riwayat Reproduksi:
Menarche 13 tahun, lama haid 7 hari, siklus 28 hari, haid teratur.
HPHT : Lupa
4. Riwayat Kehamilan/Melahirkan:
No
1
2
3
4

Tempat
bersalin
Rumah
Rumah
Rumah
Hamil ini

Penolong
Dukun
Dukun
Dukun

Usia
skrg

Aterm

25 th
23 th
17 th

Aterm
Aterm
Aterm

Jenis
Persalinan
Spontan
Spontan
Spontan

Anak
Penyulit
-

JK

BB

5. Riwayat Kontrasepsi :
Pasien belum pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya.
6. Riwayat Penyakit dahulu:

Riwayat hipertensi disangkal


Riwayat DM dan asma disangkal

7. Riwayat gizi/sosial ekonomi:


Sedang
8. Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Keluar darah dari kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang :
4 bulan SMRS, pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan, warna
merah kehitaman, banyaknya 1 kali ganti pembalut. Riwayat keluar
gumpalan seperti jaringan atau keluar gelembung seperti mata ikan tidak
ada. Riwayat keluar darah seperti hati ayam tidak ada. Riwayat mualmuntah ada. Riwayat payudara tegang ada. Pasien tampak lemas dan pucat.
Pasien juga mengeluh sering berkeringat dan tangannya gemetar. Pasien
mengaku hamil 5 bulan dan gerakan anak tidak dirasakan.

Keadaan
Baik
Baik
Baik

9. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada riwayat penyakit darah tinggi


Tidak ada riwayat penyakit asma
Tidak ada riwayat penyakit jantung
Tidak ada riwayat operasi

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present :
a. Keadaan umum
- Kesadaran

: Kompos mentis

- Keadaan umum

: Tampak lemah

- Berat badan

: 50 kg

- Tinggi badan

: 153 cm

- Tekanan darah

: 100/70 mmHg

- Nadi

: 104 x/menit

- Pernapasan

: 28 x/menit

- Suhu

: 38,3 oC

b. Keadaan khusus
- Kepala

: Konjungtiva anemis pada mata kanan dan kiri


Sklera tidak ikterik pada mata kanan dan kiri

- Leher

: Tekanan vena jugularis tidak meningkat


Tidak teraba massa, tidak teraba pembesaran
kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid

- Toraks
Jantung
Inspeksi

: Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus cordis teraba di SIC 5 linea midklavikularis

Perkusi

: batas jantung normal

Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II normal, reguler, gallop tidak


ada, murmur tidak ada.

Pulmo

Inspeksi

: Bentuk dada simetris kanan dan kiri

Palpasi

: Fremitus dalam batas normal, tidak ada nyeri tekan

Perkusi

: Terdengar suara sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi

: Bunyi nafas vesikuler pada paru kanan dan kiri,


tidak ada wheezing, tidak ada ronkhi.

- Ekstremitas

Inspeksi

: -Tidak tampak adanya deformitas pada keempat


ekstremitas
Tidak tampak edema pada kedua tungkai

Palpasi

: Akral teraba dingin pada keempat ekstremitas


Tidak ada pitting edema pada kedua tungkai

2. Status Ginekologi:
Pada pemeriksaan ginekologi saat masuk rumah sakit tanggal 9 Maret 2015
pukul 21.00 WIB didapatkan:
a. Pemeriksaan Luar: Abdomen cembung, lemas, simetris, FUT sepusat,
tidak terdapat jaringan parut, tidak terdapat bekas luka operasi, nyeri tekan
tidak ada, massa tidak ada, tanda cairan bebas tidak ada, ballotement
eksterna tidak ada
b. Pemeriksaan Dalam
Inspekulo

: Portio tampak lividae, ostium uteri eksterna

terbuka 1 cm, flour tidak ada, fluxus ada, darah tak aktif, erosi tidak ada,
laserasi tidak ada, polip tidak ada
Vaginal Toucher

: Portio teraba lunak, posterior


- Adneksa parametrium kanan kiri lemas
- Cavum douglas tidak menonjol

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( 9 Maret 2015)


- Hb

: 7,1 g%

- Ht

: 23 vol%

- Leukosit

: 15.400 /mm3

Trombosit

: 223.000 /mm3

T3

: 0,58 nmol/l (Normal, N: 0,9-2,5 nmol/l)

T4

: 207,20 nmol/l (Meningkat, N:60-120 nmol/l)

TSH

: < 0,05 uIU/ml (Menurun, N: 0,25-5 IU/ml)

Foto toraks

: Cor dan Pulmo dalam batas normal

Ultrasonografi (USG) Abdomen (9 Maret 2015) :


Tampak gambaran badai
salju
kesan: Mola Hidatidosa

D. DIAGNOSIS KERJA
Mola hidatidosa dengan anemia sedang
E. PENATALAKSANAAN
a. Rencana Terapi
- Perbaikan keadaan umum
- Observasi tanda vital ibu dan perdarahan
- O2 3-5 lpm
- IVFD 2 IV line RL : NaCl kocor 1000 cc, dilanjutkan RL : NaCl gtt
xxx tetes/menit
Injeksi cefotaxime 2 x 1 gr
Cek Darah rutin, crossmatch, T3, T4 dan TSH
Konsul Penyakit dalam
Konsul Anestesi
Konsul ICU
Transfusi PRC sampai dengan Hb > 10 gr/dl
Rencana evakuasi mola
b. Konsul penyakit dalam tanggal 10 maret 2015 pukul 09.00 WIB
A/ Anemia penyakit kronis dengan mola hidatidosa suspek hipertiroid
-

(GE, takikardia, demam) SIRS


P/ Istirahat
O2 3-5 l/mnt
Diet biasa
IVFD NaCL 0,9 gtt xxx/mnt
jika TD masih rendah IVFD NaCL gtt kocor Jika TD masih rendah,
drip dobutamin 1 ampul dalam NaCL 100 cc gtt x/mnt, dititrasi sampai TD
naik

Paracetamol infus gtt xxx/mnt, jika masih demam rehidrasi cairan


Teruskan terapi lain
Transfusi PRC 2 kantong
Saran:
Observasi vital sign
Balance cairan
Perbaikan hemodinamik
K/ Cor dan Pulmo belum fungsional kompensata
c. Konsul anestesi tanggal 10 maret 2015 Pukul 13.00 WIB
K/ Acc evakuasi mola cito
Persiapan darah saat evakuasi mola
d. Konsul ICU Tanggal 10 Maret 2015 Pukul 13.00 WIB
K/ Acc perawatan post evakuasi mola
F. TINDAKAN KURETASE
Tindakan Kuretase : Tanggal 10 Maret 2015
Pukul 15.00 WIB

Tindakan dimulai

Penderita dalam posisi litotomi dan narkose

Dilakukan tindakan septik dan antiseptik pada


area operasi dan sekitarnya

Dilakukan pengosongan kandung kemih


dengan kateter

Dilakukan pemasangan sims atas dan bawah

Portio ditampakan secara avoe

Portio dijepit dengan penser klem pada pukul


11.00 WIB

Dilakukan sondase, didapatkan uterus ante


fleksi 17 cm

Dilakukan tindakan kuretase hisap secara


sistematis, didapatkan darah, hasil konsepsi,
dan jaringan mola 1500 cc

Setelah itu dilakukan keretase tajam secara


sistematis

Jaringan di kirim ke Patologi Anatomi

Setelah diyakini bersih dan tidak ada


perdarahan, tenakulum dilepaskan.

Pukul 15.30 WIB

Portio dibersihkan dengan kassa bethadine

Tindakan selesai

POST KURETASE
Terapi Post Kuretase :
-

Observasi tanda vital, tanda perdarahan

Cek laboratorium post kuretase: Hb, T3, T4, dan TSH

IVFD RL gtt xx/m


Injeksi Cefotaxim 2x1gr iv
Injeksi Transamin 3x500mg iv
Transfusi PRC sd Hb > 10 gr/dL

Gejala
Dyspnoea
Palpitasi
Kelemahan
Suka dingin
Suka panas
Keringat lebih
Nervous
Makan
bertambah
Makan kurang
Berat turun
Berat naik
Abortus

Nilai apabila
Positif
Negatif
+1
+2
+2
+5
-5
+3

Nilai
Pasien
+2
+3

+3
-3
+3

+3
-3

+2

Tanda
Gondok
Difus
Bising tiroid
Eksoftalmus
Lid lag
Hiperekinesis
Tremor tangan
Tangan keringat
Tangan panas
Fibrilasi atrium
Nadi regular >90
Nadi regular 80-90
Nadi regular <80

Nilai apabila
Positif
Negatif
+3
-3
+2
+2
+1
+4
+1
+1
-1
+2
+4
+3
0

Nilai
Pasien

+1
+1

-2
+4
+3
0
-3

Total

17

Pemeriksaan tambahan indeks diagnostik Wayne:


Berdasarkan Indeks Wayne, Pasien dengan mola hidatidosa ini memiliki total
nilai 17. Hal ini menunjukkan bahwa secara klinis pasien mengalami eurtiroid.
DIAGNOSIS : Post evakuasi molahisap atas indikasi abortus hidatidosa dengan
suspek hipertiroid + SIRS dan anemia berat
G. FOLLOW UP
10/3/2015
16.00 WIB
ICU

Keluhan: Pusing (+), badan terasa lemas, mual (+)


Status Present
KU : berat
TD: 70/55mmHg
Kesadaran : Delirium Nadi : 108x/mt
RR : 22x/mt
Suhu : 370C
PL : Abdomen tampak datar, lemas, simetris, fundus

Hb Post kuretase : 5,2 gr/dL


-

IVFD RL gtt
tetes/menit
IVFD
NaCl
xxx/menit

xxx
gtt

uteri 2 jari atas simfisis, massa (-), nyeri tekan (-),


perdarahan aktif (-)
Konsul dr. Zulki, SpAn: Saran Levosol amp drip

D/ Post evakuasi mola atas indikasi abortus mola


hidatidosa + suspek hipertiroid + SIRS + anemia
berat
10/3/2015
18.30 WIB
ICU

Keluhan: Penurunan kesadaran


Status Present
KU : sedang
TD: 65/40mmHg
Kesadaran :
Nadi : 124x/mt
RR : 32x/mt
Suhu : 37,30C
PL : Abdomen tampak datar, Fundus uteri 2 jari atas
simfisis, massa (-), nyeri tekan (-),perdarahan aktif (-)

D/ Post Kuretase hisap atas indikasi abortus mola


hidatidosa + suspek hipertiroid + SIRS + anemia
berat

O2 10 L/mnt (sungkup)
Injeksi Cefotaxim 2x1gr
iv
Levosol
1 amp drip
Transfu
si WB
IVFD RL gtt xxx
tetes/menit
IVFD
NaCl
gtt
xxx/menit
O2 10 L/mnt (sungkup)
Injeksi Cefotaxim 2x1gr
iv
Levosol
1 amp drip
Transfu
si WB

LIST CONTROL
Tgl
10.03.2015

Jam

Sens

BP

Temp

Pulse

Resp

19.00 PM

coma

65/42

37.3

144

19.15 PM
19.30 PM
19.45 PM
19.50 PM

24
22
-

coma
60/41
37.1
140
coma
54/
37.1
142
coma
90/50
37.3
140
Pasien meninggal dihadapan dokter, perawat dan keluarga

Ket

RJP

II. PERMASALAHAN
1. Bagaimana cara penegakkan diagnosis pada kasus ini? Apakah
diagnosa molahidatidosa sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan pasien pada kasus ini sudah tepat?
3. Penyebab kematian pada pasien ini?
III. PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan
perkembangan parsial ataupun tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin,
hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropobik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang
diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus
berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic gonadotrophin

(HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa (Sumapraja,
2005; Manuaba, 2007; Prawirohadjo, 2009).
3.2 Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di
Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan
insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko
banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital
based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun
dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik
(Prawirohadjo, 2009).
3.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang
membentuk plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi
memberikan nutrisi untuk janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan
berkembang menjadi suatu masa yang abnormal sehingga tidak dapat
berfungsi secara normal (Sebire, 2008).
Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik
dimana sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan
nukleusnya atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90
persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola
bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom
triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab (John,
2006).
Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik
sehingga embrio 'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus
tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi ke jaringan ibu.
Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi
hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun, karena
sintesis hormon ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada.
Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di
dalam ovarium (Mochtar, 1998)

10

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor


penyebabnya yang kini telah diakui adalah :
1. Faktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena
penyakit ini.
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. Keadaan sosioekonomi yang rendah
5. Paritas tinggi
6. Defisiensi vitamin A
7. Kekurangan protein
8. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
3.4 Patogenesis
Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu
karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur
patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur
kehamilan 35 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka
terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi (Sumapraja,
2005; Prawirohadjo,2009).
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari
penyakit trofoblas (Sumapraja, 2005):
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5
minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan
peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan
mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena kekurangan
gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal
ini menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas,
yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi

11

abnormal. Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang


berlebihan ke dalam villi sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga
menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-gelembung ini bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1)
Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan
kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans
tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik
(syncytial giant cells). Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan
kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan
berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh (Sumparja, 2005; Hacker, 2001).
3.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai
janin maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila
disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole
(Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Cunningham, 2006).
Gambaran
Kariotipe

Mola Komplit
46,XX atau 46,XY

Mola Parsial
Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid)

Edema villus
Proliferasi trofoblastik

Difus
Bervariasi, ringan s/d berat

Janin
Amnion, sel darah
merah janin

Tidak ada
Tidak ada

Bervariasi,fokal
Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang
Sering dijumpai
Sering dijumpai

Gestasi mola
50% besar untuk masa

Missed abortion
Kecil untuk masa

Patologi

Gambaran klinis
Diagnosis
Ukuran uterus

12

Kista teka-lutein
Penyulit medis
Penyakit pascamola
Kadar Hcg

kehamilan
25-30%
Sering
20%
Tinggi

kehamilan
Jarang
jarang
<5-10%
Rendah tinggi

Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa

3.6 Gejala Klinis


Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim
lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti
perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti
anggur pada pakaian dalam.
1. Terdapat tanda-tanda kehamilan. Mual dan muntah yang parah yang
menyebabkan 10% pasien masuk RS.
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
3. Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan
BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit
lembab.
4. Gejala gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).
Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang
dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal,
namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua
sering terlihat perubahan sebagai berikut (Cunningham, 2006) :
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai
dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai
sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten
selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan
tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi
merupakan gejala yang sering dijumpai.

13

2. Ukuran uterus
Uterus tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya dan teraba
lunak. Saat palpasi tidak didapatkan balotement dan tidak teraba bagian
janin.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara
khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan
alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang
kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu
plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat
normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit
yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus
dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah
tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta
tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang
terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang
menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk
menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase
yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari
trofoblas saja (koriokarsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma
villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut
bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat
terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan
kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan
menimbulkan

kematian

pengobatan yang efektif.


5. Ekspulsi Spontan

wanita

tersebut

jika

tidak

mendapatkan

14

Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum


mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat
tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan
sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu (John, 2006).
3.7 Diagnosis
1.

Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang
berlebihan, perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna
coklat dan kadang bergelembung seperti busa.
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola
komplit adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari
desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi)
oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa
mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang
berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam
hormon -HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti
takikardi, tremor dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya
gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan
karakteristik hipertensi (TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300
mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia

2.

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi :

Uterus membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan, teraba


lembek

Tidak teraba bagian-bagian janin, ballotement dan gerakan janin.

Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin


Pemeriksaan dalam :

15

3.

Memastikan besarnya uterus

Uterus terasa lembek

Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar hCG
Beta HCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi
parameter dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.

Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang


menggambarkan kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit
pasca mola (Cunningham, 2006).
Pemeriksaan kadar T3 /T4
hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin,
mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat.
Terjadi gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia,
tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu
makan meningkat tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat
terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai hipertermia,
kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran
sampai delirium-koma (Cunningham, 2006).
4.

Pemeriksaan Imaging
a. Ultrasonografi

16

Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin.


Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.
b. Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin

3.8 Penatalaksanaan
1. Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.

Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap

Bila kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12


jam kemudian dilakukan kuret.

b. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan


umum penderita.
c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30
tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi
pusat atau lebih
2. Pengawasan Lanjutan
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai
kontrasepsi oral pil.

Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :


o Setiap minggu pada 3 minggu pertama
o Setiap 2 minggu sampai bulan ketiga
o Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.

Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :


a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam :
o

Keadaan Serviks

Uterus bertambah kecil atau tidak

c. Laboratorium

17

Reaksi biologis dan imunologis :


o 1x seminggu sampai hasil negatif
o 1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
o 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o 1x3 bulan selama tahun berikutnya
o Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai
adanya keganasan
3. Sitostatika Profilaksis
Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari

Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa

3.9 Prognosis

18

Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas
akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih
dini dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat
mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada
mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi,
eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005; Cunningham,
2006).
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan
trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan
pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola
hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional (Sumapraja,
2005; Cunningham, 2006).
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive,
dimana akan masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan
menimbulkan perdarahan dan komplikasi yang lain yang mana pada akhirnya
akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola dapat berkembang
menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar dan
membesar (Cunningham, 2006).
4.0 Komplikasi

Perdarahan yang hebat sampai syok

Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

Infeksi sekunder

Perforasi karena tindakan atau keganasan

1. Bagaimana cara penegakkan diagnosis pada kasus ini? Apakah diagnosis


Mola hidatidosa sudah tepat?
Penegakkan diagnosis:

Anamnesis: Pada pasien ini, ciri-ciri mola yang dapat dilihat antara
lain perdarahan uterus yang merupakan gejala utama pada kasus ini,
Besarnya kehamilan melebihi dari usia kehamilannya serta gerakan
janin juga tidak pernah dirasakan pasien selama hamil.

19

Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis tekanan darah yang


rendah, nadi meningkat, hal ini merupakan kompensasi dari
perdarahan yang terjadi. Pemeriksaan obstetri ballotement eksterna (-)
dan usia kehamilan menurut HPHT tidak sesuai dengan tinggi fundus

uteri.
Pemeriksaan USG digunakan untuk mengetahui adanya tanda jaringan
mola dalam uterus yang menunjukkan gambaran khas yakni badai

salju.
Pemeriksaan foto toraks tidak menunjukkan adanya lesi metastasis,
klinis pasien juga tidak menunjukkan adanya kecurigaan metastasis

paru seperti batuk, hemoptisis dan dispneu.


Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan nilai T4 yang
meningkat, sedangkan T3 dan TSH normal.

2. Apakah penatalaksanaan pasien pada kasus ini sudah tepat?


Penatalaksanaan pada pasien ini awalnya direncanakan secara elektif.
Tujuannya adalah untuk memperbaiki keadaan umum dari pasien.
Namun dalam perjalanannya terjadi abortus mola. Sehingga kuretase
hisap dilakukan pada pasien ini.
3. Penyebab kematian pada pasien ini?
Kematian dari pasien ini bisa disebabkan dari kondisi ibu itu sendiri,
diantaranya :
Gangguan hemodinamik yang tidak stabil, gangguan anemia kronik
Adanya SIRS atau sepsis pada pasien ini
Gangguan hormonal dikarenakan adanya peningkatan hormon T4,
Tiroid storm
Jika tidak dilakukan evakuasi mola, abortus mola akan memperberat
kondisi dari pasien itu sendiri
Selain itu, penyebab kematian dapat disebabkan akibat dari tindakan,
diantaranya
Penatalaksanaan tindakan evakuasi mola dapat meningkatan produksi
dari tiroksin dan memperberat kondisi pasien
Emboli mola
Perforasi

20

BAB IV
KESIMPULAN
Diagnosis pada kasus ini adalah mola hidatidosa dengan anemia kronis suspek
hipertiroid yang didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang.
Pada awalnya penatalaksanaanya direncanakan elektif namun dengan
berjalannya terjadi abortus mola sehingga dilakukan kuretase hisap. Penyebab
kematian dari pasien ini dapat disebabkan dari kondisi pasien itu sendiri dan atau
akibat dari tindakan operatif (kuret hisap).

21

DAFTAR PUSTAKA
Cunninngham. F.G. dkk. 2006. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik
Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S,
Martaadisoebrata D. 2005. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput
Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo: Jakarta
Hacker, N.F., Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial
Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates : Jakarta
John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College of
Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams &
Wilkins.

Diakses

dari

http://www.utilis.net/Morning

%20Topics/Gynecology/GTN.PDF.

Manuaba

I.B.G.F,

Manuaba,

I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar Kuliah Obstetri. EGC:


Jakarta
Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi
kedua. EGC: Jakarta
Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. Mola Hidatidosa. Ilmu Kandungan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai