Anda di halaman 1dari 25

BAB II

STUDI KASUS
2.1. Identitas Pasien
Tanggal kunjungan

: 18 Maret 2015

No. Rekam medik

: 000385xx

Nama Pasien

: Ariq Dwi Oktarian

Umur

: 12 tahun

Alamat

: Kubang Putiah Perumahan Pemda


Kelurahan Anak Aia kasiang
Kecamatan Ampek Nagari Kabupaten Agam, Bukittingggi.

Status

: BPJS

Pekerjaan

: Pelajar

2.2. Ilustrasi Kasus


Seorang pasien anak laki-laki berumur 12 tahun melalui IGD masuk ke bangsal
anak Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi pada tanggal 18 maret 2015 dengan :
Anamnesa
1. Keluhan Utama
Mual dan muntah.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Demam sejak 6 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, terutama malam
hari. Sakit kepala (+), mual (+), muntah (+), Nyeri ulu hati (-), BAB (+), BAK
(+).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah menderita penyakit berat sebelumnya yang menyebabkan masuk
rumah sakit, hanya menderita batuk atau pilek ringan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit serius.
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum
Tingkat kesadaran
Nadi
Nafas
Suhu
Berat badan
Mulut
Thorax
Abdomen

: Sedang
: Compos mentis
: 100x/menit
: 20x/menit
: 37,5o C
: 25 Kg
: Lidah kotor (+)
: Cor S1-S2 reguler (normal), bisisng paru (-)
: NTE (nyeri tekan epigastrum) (-), BU (+) N

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 18 maret 2015
Widal test

Salmonella Typhii H
: (+) 1/320
Salmonella Para Typhii AH, BH, CH : (+) 1/80
Salmonella Typhii O
: (+) 1/320
Salmonella Para Typhii AO, BO, CO : (+) 1/160
Data Penunjang
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT

Hasil Laboratorium
8000/L
4,05 x 106/L
11,7 g/dL
33,3 %
82,2 fL
28,9 pg
35,1 g/dL
306.000/L

Nilai Normal
4.800-10.800/L
4,7-6,1 x 106/L
13-16 g/dL
42-52 %
82-92 fL
27-31 pg
32-36 g/dL
200.000-400.000

Diagnosa Kerja : Febris hari ke 6 ec demam tifoid.


Penatalaksanaan
Tindakan yang diterima saat di IGD :

IVFD RL 16 gtt/i
Paracetamol 3x250 mg Kp
Cefixime 2x125 mg
Antasida syr 3x1 C

Pemberian Obat Bersama


2

Nama obat
RL 16 gtt/i

18/3

19/3

20/3

21/3

22/3
18

23/3

24/3

25/3
Off

26/3

18

8 12

8 12

8 12

gtt/i
8 12

4x375mg Kp
Cefixime 2x125 18

18 22
8 18

18 22
8 18

18 22
8 18

18 22
8 18

8 18

8 18

8 18

mg
Antacid

8 12

8 12

Ganti

8 12

8 12

8 12

8 12

8 12

18

18

Paracetamol

18

3x1 C
Domperidon

3x5

habis

18
18
tablet 18
18
8 12 8 12 8 12 8 12

mg
Kapsul (ambroksol

18
12

18
18
18
8 12 8 12 8 12 8 12 8 12 8 12 8 12

12.5 mg + CTM 2

18

18

18

18

18

18

18

mg) 3x1

BAB III
FOLLOW UP
3.1. Follow Up
1. 18 Maret 2015 (hari pertama)
Pasien masuk IGD dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu sebelum
masuk rumah sakit, sakit kepala (+), mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (-), BAB (+),
BAK (+).
Diagnosa

: Obs febris ec thypoid

Terapi yang diberikan di IGD :

IVFD RL 16 gtt/i

Paracetamol 3x250 mg Kp
Cefixime 2x125 mg
Antasida syr 3x1 C

Terapi yang diberikan di bangsal anak :


IVFD RL 16 gtt/i
Jam 19.30 suhu tubuh 40,5o C, paracetamol tablet diganti menjadi 4x375 mg.
Cefixime 2x125 mg
Antasida syr 3x1 C
a. Sore
S : Demam naik turun.
O : Demam (+), suhu tubuh 37,5oC
A : Masalah belum teratasi
P : Terapi dilanjutkan.
b. Malam
S : Demam naik turun, letih.
O : Suhu tubuh 40,5o C
A : Masalah belum teratasi
P : Paracetamol tablet diganti menjadi 4x375 mg, terapi lain dilanjutkan.
2. 19 maret 2015 (hari kedua)
a. Pagi
S : Demam naik turun, badan letih, mual, muntah, nafsu makan menurun,

b.

c.

batuk, pilek, perut sakit, NTE (+).


O : Suhu tubuh 37,5oC, , Tes Widal : Salmonell Typhii 1/320.
A : Demam Tifoid + Gastritis. Masalah belum teratasi
P : Tes RL, terapi ditambah ambroksol + CTM.
IVFD RL 16 gtt/i
Paracetamol tablet 4x375 mg.
Cefixime 2x125 mg
Antasida syr 3x1 C
Domperidon 3x5 mg
Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1
Sore
S : Demam naik turun, badan letih, mual, muntah, batuk.
O: Demam (+), suhu tubuh 39,9oC, Tes rumpelit
: (-)
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan.
Malam
S : Demam, badan letih, mual, muntah, batuk.
O : Demam (+), suhu tubuh 39oC

A : Masalah belum teratasi


P : Terapi dilanjutkan
3. 20 maret 2015 (hari ketiga)
a. Pagi
S : Demam naik turun, mual, batuk.
O : Demam (+), suhu tubuh 38,5o C,
A : Masalah belum teratasi
P : Terapi lanjut, tes RL.
b. Sore
S : Demam naik turun, mual, batuk.
O : Demam (-), suhu tubuh 36,9oC.
A : Masalah belum teratasi
P : Terapi dilanjutkan.
c. Malam
S : Demam naik turun, mual, batuk.
O : Demam (-), suhu tubuh 36oC
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan.
4. 21 maret 2015 (hari keempat)
a. Pagi
S : Demam naik turun, mual, batuk
O : Demam (+), suhu tubuh 39oC.
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan, antacid syrup diganti tablet 3x tablet.
Terapi yang diberikan :
IVFD RL 16 gtt/i
Paracetamol tablet 4x375 mg.
Cefixime 2x125 mg
Antasida tablet 3x tablet
Domperidon 3x5 mg
Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1
b. Sore
S : Demam naik turun, mual, batuk
O : Demam (+), suhu tubuh 38,4oC.
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan.
c. Malam
S : Demam naik turun, mual, batuk
O : Demam (-), suhu tubuh 36,7oC.
5

A : Masalah belum teratasi.


P : Terapi dilanjutkan.
5. 22 maret 2015 (hari kelima)
a. Pagi
S : Demam naik turun, batuk sudah mulai berkurang, sedikit mual.
O : Demam (-), suhu tubuh 36,5oC.
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan.
b. Sore
S : Demam naik turun, masih sedikit mual, batuk sudah mulai berkurang.
O : Demam (-), suhu tubuh 36oC.
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan, infus ditambah menjadi 18 tts/menit.
c. Malam
S : Demam naik turun, batuk
O : Demam (+), suhu tubuh 37,5oC.
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan.
6. 23 maret 2015 (hari keenam)
a. Pagi
S : Demam naik turun, badan bintik-bintik merah,
O : Demam (-), suhu tubuh 37,5oC, patekie (+), rash (+), tekanan darah 110/70
mmHg
A : Masalah belum teratasi.
P : Domperidon dan paracetamol dihentikan, terapi lain dilanjutkan, cek darah
lengkap per 6 jam.
Terapi yang diberikan :

IVFD RL 16 gtt/i
Cefixime 2x125 mg
Antasida tablet 3x tablet
Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1
Hasil laboratorium jam 08.17 :

Trombosit
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit

: 27.000/L
: 13.900/L
: 13,6 g/dL
: 38,9%

Diagnosa : observasi DBD derajad II


6

b. Sore
S : Demam (-), badan bintik-bintik merah.
O : Patekie (+)
A : Masalah belum teratasi.
P : Transfusi trombosit 5 kantong, terapi dilanjutkan.
Hasil laboratorium jam 14:12 :
Trombosit
: 36.000/L
Leukosit
: 14.600/L
Hemoglobin
: 13,3 g/dL
Hematokrit
: 37,9%
c. Malam
S : Demam (-), badan bintik-bintik merah.
O : Patekie (+)
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan.
Hasil laboratorium jam 22:26:

Trombosit
Leukosit
RBC
Hemoglobin
Hematokrit

: 48.000/L
: 16.670/L
: 4,06 x 106 /L
: 11,6 g/dL
: 32,3 %

d. 24 maret 2015 (hari ketujuh)


a. Pagi
S : Badan bintik-bintik merah, lelah, KU = sedang, demam (-)
O : Rash (+), tekanan darah 90/70 mmHg.
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan, cek darah setiap 6 jam.
Hasil laboratorium jam 07.20 :
Trombosit
: 32.000/L
Leukosit
: 17.320/L
RBC
: 4,02 x 106 /L
Hemoglobin
: 12,2 g/dL
Hematokrit
: 33,4 %
b. Sore
S : Badan bintik-bintik merah, lelah, demam (-)
O : Rash (+)
A : Masalah belum teratasi.

P : Infus Off, terapi lain dilanjutkan, cek darah per 6 jam.


Terapi yang diberikan :
Cefixime 2x125 mg
Antasida tablet 3x tablet
Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1
Hasil laboratorium 17.57:
Trombosit
: 47.000/L
Leukosit
: 21.910/L
RBC
: 3,99 x 106 /L
Hemoglobin
: 11,5 g/dL
Hematokrit
: 32,1 %
c. Malam
S : Badan bintik-bintik merah, lelah.
O : Rash (+)
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan.
e. 25 maret 2015 (hari kedelapan)
a. Pagi
S : Badan bintik-bintik merah, lelah.
O : Rash (+), tekanan darah 110/70 mmHg.
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan, cek darah setiap 2 jam. Jika trombosit naik atau
>100.000/L, infus tidak perlu dipasang lagi.
Hasil laboratorium jam 04.08 :

Trombosit
Leukosit
RBC
Hemoglobin
Hematokrit

: 63.000/L
: 20.980/L
: 3,99 x 106 /L
: 11,4 g/dL
: 31,9 %

Hasil laboratorium jam 07.44 :


Trombosit
Leukosit
RBC
Hemoglobin
Hematokrit
b. Sore

: 80.000/L
: 18.500/L
: 4,10 x 106 /L
: 12 g/dL
: 33,6 %

S : Badan bintik-bintik merah, lelah.


O : Rash (+).
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan.
Hasil laboratorium jam 18.23 :
Trombosit
: 111.000/L
Leukosit
: 16.890/L
RBC
: 4,07 x 106 /L
Hemoglobin
: 11,6 g/dL
Hematokrit
: 32,8 %
c. Malam
S : Badan bintik-bintik merah.
O : Rash (+).
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan, cek darah lengkap terakhir.
f. 26 maret 2015 (hari kesembilan)
a. Pagi
S : Badan bintik-bintik merah, KU = sedang, demam (-).
O : Rash (+), tekanan darah 110/80 mmHg
A : Masalah belum teratasi.
P : Terapi dilanjutkan. Jika hasil trombosit pagi ini naik atau normal, pasien
sudah diperbolehkan pulang. Hari senin control ke poli anak.
Hasil laboratorium jam 07.53 :

Trombosit
Leukosit
RBC
Hemoglobin
Hematokrit

: 156.000/L
: 11.280/L
: 3,91 x 106 /L
: 11,6 g/dL
: 32,7 %

Dari hasil laboratorium, trombosit pasien naik, sehingga pasien diperbolehkan


pulang.
Obat yang diberikan ketika pulang :

Cefixime 2x125 mg
Kapsul ambroksol 12,5 mg + CTM 2 mg 3x1

BAB IV
DISKUSI

Pasien Aq, umur 11 tahun masuk ke Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi
pada tanggal 18 Maret 2015. Pasien masuk ruangan anak jam 18.00 WIB melalui IGD,
dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, sakit
kepala (+), mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (-), BAB (+), BAK (+). Pasien ini
didiagnosa demam thypoid, gastritis , obs DBD derajat II. Pada pemeriksaan lidah
pasien, ditemukan bahwa lidah pasien berwarna putih, hal ini menguatkan diagnosa
bahwa pasien menderita tifoid, karena ciri khas dari demam tifoid adalah lidah
10

berwarna putih yang disebabkan oleh bakteri salmonella tersebut. Hasil tes
laboratorium menunjukkan tes widalnya S. typhii H, O (+ 1/320), trombosit
306.000/L dan leukosit 8000/L.
Tujuan dari penanganan demam tifoid disini adalah mencegah, membunuh,
menghambat

perkembangan

bakteri

salmonella

thypii,

serta

diharapkannya

kesembuhan dari pasien ini.Pada saat masuk IGD pasien mendapatkan terapi cairan
elektrolit IVFD RL 16 tts/menit untuk memperbaiki keseimbangan cairan elektrolit
dan memperbaiki kondisi umum pasien.
Menurut Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis (IDAI 2008), drug of choice
untuk demam tifoid adalah kloramfenikol 50-100 mg/kg BB/hari. Namun pada pasien
ini, terapi yang diberikan adalah antibiotik cefixime 2x125 mg. Cefixime merupakan
antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga oral, mempunyai aktifitas antimikroba
terhadap kuman gram positif maupun negatif termasuk Enterobacteriacea. Pada
pemberian secara oral, hampir 50% segera mencapai konsentrasi bakterisidal dan
menembus jaringan dengan baik. Cefixime mempunyai efikasi dan toleransi yang baik
untuk pengobatan demam tifoid anak
mg/Kg BB/hari

(4)

. Dosis cefixime untuk anak yaitu 10-15

(2)

. Dosis untuk anak dengan BB 25 Kg adalah 250-375 mg/hari,

sehingga dosis yang diberikan ke pasien sudah tepat.


Pasien juga mengalami mual dan muntah. Mual dan muntah yang tidak
terkontrol dapat mempengaruhi terapi pada pasien secara keseluruhan dan
mempengaruhi respon terapi. Selain itu mual muntah yang tidak terkontrol juga dapat
menyebabkan dehidrasi dan

ketidakseimbangan elektrolit. Untuk itu perlu terapi

untuk mengatasi mual dan muntahnya. Terapi yang diberikan adalah domperidon
3x5mg. Dari perhitungan dosis yang ditelah dilakukan, dosis yang diterima sudah
tepat dan masuk dalam range dosis terapi yaitu 3 x 5 mg/hari. Pada hari keenam
perawatan, pasien sudah tidak merasa mual dan muntah lagi sehingga domperidon
dihentikan. Selain itu pasien juga mendapatkan terapi Antasida syr 3 x 1 sendok
makan sejak masuk rumah sakit sampai hari perawatan ke-tiga (18-20 maret) untuk

11

mencegah peningkatan asam lambung dan mengurangi efek mual. Dan pada hari
perawatan ke-empat (tanggal 21 maret), antasid syr diganti dengan sedaian tablet
dengan dosis 3 x tablet sampai hari perawatan ke-sembilan (26 maret).
Untuk penanganan demamnya, pasien diberikan paracetamol 3x250 mg bila
panas saja. Namun pada pukul 19.30 suhu badan naik menjadi 40,5C, sehingga dosis
parecetamol ditingkatkan menjadi 4x375 mg. Untuk pasien ini dengan berat badan 25
kg, penggunaan paracetamol sudah tepat karena dosis paracetamol untuk anak adalah
10-15 mg /Kg BB/kali (2). Pada hari keenam perawatan, paracetamol dihentikan karena
pasien sudah tidak demam. Untuk mengobati batuk, pasien diberi kapsul ambroksol
12,5 mg dan CTM 2 mg 3 kali sehari. Ambroksol bekerja sebagai mukolitik yaitu
mengencerkan dahak, sedangkan CTM bekerja dengan mengentalkan dahak. Sehingga
terdapat DRP dari kombinasi obat ini.
Pada hari keenam perawatan, trombosit pasien turun menjadi 27.000/L
disertai dengan demam, dan adanya bintik merah pada badan pasien. Dari pemeriksaan
tersebut pasien didiagnosa DBD. Tujuan dari penanganan DBD derajat II adalah
mengatasi kehilangan cairan plasma akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
pendarahan. Menurut Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis (IDAI, 2008), pasien DBD
derajad II tanpa peningkatan hematokrid, jika pasien masih bisa minum, cukup diberi
minum sebanyak 1-2 liter/hari atau 1 sensok makan tiap 5 menit. Dan untuk pasien
yang tidak bisa minum dan muntah terus menerus serta trombosit turun, maka diberi
infuse RL 6-7 mL/Kg BB/jam.
Pada kasus ini, pasien masih bisa minum tapi diberi infus RL 18 tetes/menit
dan dosis infus seharusnya yang diberikan adalah 30,5 tetes/menit. Hal ini karena
sulitnya mengontrol dan memastikan bahwa pasien meminum air putih sesuai yang
dianjurkan dan tetesan infus yang kurang dapat dipenuhi dengan minum air putih
karena pasien masih bisa minum. Pada pasien DBD, Infus RL diberikan untuk
menjaga agar volume cairan di dalam pembuluh darah tetap terjaga dengan baik agar
terhindar dari hipovolemia yang dapat menyebabkan syok.

12

Setelah didiagnosa DBD II, dilakukan uji darah lengkap setiap 6 jam dan
pemberian transfusi trombosit sebanyak 5 kantong. Transfusi trombosit diberikan jika
terjadi perdarahan spontan dan masif (banyak). Di singapura indikasi untuk transfusi
trombosit adalah jika trombositnya < 10.000/L pada pasien yang stabil, < 20.000/L
dengan perdarahan minor dan 50.000/L dengan perdarahan yang signifikan. Indikasi
pasti dan pada situasi apa transfusi trombosit ini diberikan masih bervariasi. Belum
ada panduan yang jelas tentang transfusi trombosit. Keputusan pemberian transfusi
trombosit selama ini masih tergantung dari pengalaman para klinis dan ketersediaan
komponen trombosit. Banyak dokter memberikan tansfusi demi menghindari
kepanikan, bukan berdasarkan standar pelayanan medis (5) .
Pada hari kedelapan perawatan, infus dilepas pada pagi hari. Jika hasil
laboratorium menunjukkan nilai trombosit >100.000/L, maka infus tidak perlu
dipasang lagi. Tapi jika hasil laboratorium menunjukkan nilai trombosit <100.000/L,
maka infus dipasang lagi. Berdasarkan hasil tes laboratorium terhadap darah lengkap
didapat nilai trombosit pasien 110.000/L, sehingga infus tidak perlu dipasang lagi
dan terapi transfusi trombosit berhasil karena nilai trombosit pasien naik.
Pada hari kesembilan perawatan, keadaan pasien membaik, demam (-), nilai
trombosit 156.000/L, sehingga pasien diperbolehkan pulang. Obat-obatan yang di
bawa pasien untuk pulang yaitu Cefixime 2x125 mg dan Kapsul ambroksol 12,5 mg +
CTM 2 mg 3x1. Pada saat pasien pulang pasien diberikan konseling tentang
penggunaan obat yang di bawa pulang. Untuk penggunaan antibiotik cefixime harus
diminum sampai habis walaupun keadaan pasien sudah membaik, karena untuk
mencegah terjadinya resistensi pada pasien. Sedangkan untuk kapsul ambroksol +
CTM 2, dimimum apabila pasien masih batuk saja.

13

BAB V
EDUKASI PASIEN
Pada keluarga pasien perlu diberikan informasi terkait kelangsungan terapi
obat :
1. Makan dan minum yang tidak terkontaminasi
2. Menjaga Hegiene terutama menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan
3. Perbanyak konsumsi air putih, hindari makanan yang asam atau pedas yang dapat
memperburk keadaan penyakit.
4. Pengobatan antibiotik cefixime harus tuntas sesuai terapi agar tidak menimbulkan
resistensi antibiotik.
5. Jika terjadi demam tinggi dan tidak turun selama 3 hari sebaiknya langsung control
ke dokter
6. Pasien disarankan untuk istirahat yang banyak.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. H, Antonius, dkk, 2009, PEDOMAN PELAYANAN MEDIS IKATAN DOKTER
ANAK INDONESIA, Jakarta: IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
2. S, Sumarno, dkk, 2008, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi II, Jakarta:
IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
3. Fahmi, M, 2006, Perbandingan Efektivitas Abate dengan Ekstrak Daun Sirih
( Piper betle) dalam menghambat Pertumbuhan Larva Aedes aegupti, Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
4. Rezeki, S,dkk, 2001, Pengobatan Cefixime pada Demam Tifoid Anak, Bandung:
Fakultas Kedokteran Padjajaran
5. Wibowo, K, dkk, 2011, Pengaruh Transfusi Trombosit Terhadap Terjadinya
Perdarahan Masif Pada Demam Berdarah Dengue, Yogyakarta : Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UGM.

Lampiran 1. Tinjauan Obat

15

1. PARASETAMOL
Indikasi

: Analgetik, Antipiretik.

Kontra indikasi

: Bagi wanita hamil dan menyusui, sesuaikan dengan anjuran


dokter. Harap berhati-hati bagi penderita gangguan ginjal,
gangguan hati, malnutrisi, dehidrasi

dan orang yang sering

mengkonsumsi minuman keras (alkohol). Untuk orang dewasa


jangan mengkonsumsi lebih dari 4 gram/24 jam. Untuk anakanak, pastikan dosis diberikan sesuai dengan umur.
Dosis

: Takaran minimal - maksimal dosis tiap 4 - 6 jam


Usia ( Tahun)
>16
12-16
10-12
8-10
6-8
4-6
2-4
6-24 bulan
3-6 bulan
2-3 bulan setelah imunisasi

Mekanisme Kerja

Per miligram (mg)


500-1000
480-750
480-500
360-375
240-250
240
180
120
60
60

: Bekerja langsung pada pusat pengaturan panas di hipotalamus


dan menghambat sintesa prostaglandin di sistem saraf pusat.

Efek Samping

: Ruam, pembengkakan, kesulitan bernapas, gejala alergi,


tekanan darah rendah atau hipotensi, trombosit dan sel darah
putih menurun, kerusakan pada hati dan ginjal ketika
mengalami overdosis.

Interaksi

: Pada dosis tunggal dapat memperkuat anti koagulansia.

Farmakologi

: Antipiretik (penurun demam), selain itu parasetamol tergolong


analgetik perifer sehingga parasetamol dapat digunakan sebagai
penghilang rasa nyeri.efek analgetiknya diperkuat oleh kofein
dengan kira-kira 50% dan codein. Obat ini tidak memiliki

16

aktifitas

sebagi

antiinflamasi

(antiradang)

dan

tidak

menyebabkan gangguan saluran cerna.


Farmakodinamik

: Efek analgetik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu


menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang,
keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang
diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek
antiinflamasi sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak
digunakan

sebagai

antireumatik.

Parasetamol

merupakan

penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi,


erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini,
demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam
basa.
Farmakokinetika

: Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran


cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu
jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar
keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25 % parasetamol terikat
protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom
hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugsi dengan asam
glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat.
Selain itu obat juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit
hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan hemoglobinemia dan
hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresikan melalui ginjal,
sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar
dalam bentuk terkonjungasi.

2. CEFIXIME
Indikasi

: Infeksi bakteri gram positif dan gram negatif

Kontra Indikasi

: Hipersensitivitas terhadap sefalosforin porfilia

17

Efek Samping

: Diare dan kolitis yang disebabkan oleh antibiotik (keduanya


karena penggunaan dosis tinggi) mual dan muntah, rasa tidak
enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam.

Dosis

: Dewasa dan anak-anak di atas 10 tahun 200 - 400 mg/hari


sebagai dosis tunggal atau di bagi dua dosis. Bayi di atas 6
bulan 8 mg/kg/hari sebagai dosis tunggal atau di bagi dua dosis.
Bayi 6 bulan - 1 tahun 75 mg/hari. Anak 1 - 4 tahun 100mg/hari,
anak 5 - 10 tahun 200 mg/hari.

Farmakologi

: Obat ini stabil terhadap berbagai jenis betalatamase dan


mempunyai

spektrum

antibakteri

menyerupai

spektrum

sefotaksim. cefiksim tidak aktif terhadap S.aureus, enterokokus,


pneumokokus yang resisten terhadap penisilin, pseudomonas, L
monocytogenes,

acinetobakter

dan

fragllis.

Cefiksim

digunakan untuk terapi otitis media akut, infeksi saluran kemih


oleh kuman yang sensitif, dan gonore.
Farmakokinetika

: Absorbsi cefiksim secara oral berjalan lambat dan tidak


lengkap, biovaibilitas absolut sekitar 40%-50%. Dalam bentuk
suspensi obat ini diserap lebih baik daripada bentuk tablet.
Kadar tinggi terdapat pada empedu dan urine. Cefiksim
dieksresi terutama diginjal, obat ini tidak di metabolisme, waktu
paruh eliminasi dalam serum antara 3-4 jam.

Farmakodinamik

: Mekanisme kerjanya yaitu menghambat sintesis dinding sel.


Cefixime memiliki afinitas tinggi terhadap penicillin-bindingprotein 1 (1a, 1b, dan 1c) dan 3, dengan tempat aktivitas yang
bervariasi tergantung jenis organismenya. Cefixim stabil
terhadap -laktamase yang dihasilkan oleh beberapa organisme,
dan mempunyai aktifitas yang baik terhadap organism penghasil
-laktamase.

3. DOMPERIDON

18

Indikasi

: Untuk pengobatan dyspepsia fungsional, mual dan muntah


akut

Efek Samping

Peningkatan

prolaktin

serum

sehingga

menyebabkan

galakthorrea dan ginekomastia, mulut kering, sakit kepala,


diare, rasa cemas dan gatal.
Dosis

: Dewasa 10-20 mg 3x sehari jika perlu, 10-20 mg sekali


sebelum tidur malam tegantung respon klinik, pengobatan
jangan melebihi 12 minggu.

Kontra Indikasi

: Penderita hipersensitif terhadap domperidon. Penderita dengan


prolaktinomia tumor hipofise yang mengeluarkan prolaktin.

Interaksi

Domperidon

mengurangi

efek

hipoprolaktenimia

dari

bromokriptin. Pemberian obat anti kolonergik muskarinik


dengan

analgetik

opioid

secara

bersamaan

dapat

mengantagonisir efek domperidon. Pemberian antasida secara


bersamaan dapat menurunkan biovaibilitas domperidon.
Farmakologi

: Domperidon merupakan antagonis dopamin yang mempunyai


kerja antiemetik. Efek antiemetik dapat disebabkan oleh
kombinasi efek periferal (gastropropinetik) dengan antagonis
terhadap reseptor dopamin di kemoreseptor trigger zone yang
terletak di luar saluran otak di area post trema. Pemberian
domperidon menambahkan lamannya kontraksi antral dan
duodenum, meningkatkan pengosongan lambung dalam bentuk
cairan dan setengah padat pada orang sehat, serta bentuk padat
pada penderita yang pengosongan lambungnya terhambat, dan
menambah tekanan pada sfringter esofagus bagian bawah pada
orang sehat.

Farmakokinetika

: Bioavailabilitas per oral 13-17 %, rendahnya bioavailabilitas


sistemik ini disebabkan oleh metabolisme lintas pertama di hati
dan metabolisme pada dinding usus. Pengaruh metabolisme
pada dinding usus jelas terlihat pada adanya peningkatan

19

bioavailabilitas dari 13 % ke 23 % jika donperidon tablet


diberikan 90 menit sebelum makan dibandingkan jika diberikan
dalam keadaan perut kosong. Konsentrasi puncak dicapai dalam
waktu 30-110 menit. Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak
lebih lama jika obat diminum sesudah makan. 91-93 % terikat
pada protein plasma, volume distribusi 5,71 L/kg. Metabolisme
terutama dihati. Waktu paroh eliminasi 7-9 jam. Sekitar 30%
dari dosis oral dieksresi lewat urine dalam waktu 24 jam.
Hampir seluruhnya di eksresi sebagai metabolit. Sisanya
dieksresi dalam feses dalam beberapa hari, sekitar 10% sebagai
bentuk yang tidak berubah.
Farmakodinamika

Domperidon

memperlama

kontraksi

antro-duodenal,

mempercepat pengosongan lambung dan meningkatkan tekanan


springter

esophagus

bagian

bawah.

Donperidon

tidak

memberikan efek pada sekresi lambung.


4. AMBROKSOL HCL
Indikasi

: Sebagai sekretolitik pada gangguan pada penyakit saluran


pernapasan akut dan kronik yang disertai dengan sekresi
brongkus yang abnormal, terutama pada bronkitis kronik
eksaserbasi, asthamic bronchitis dan bronnchial ashma.

Dosis

: Ambroksol tablet : dewasa dan anak di atas 12 tahun 1 tablet


2-3 kali sehari, anak 6-12 tahun : tablet 2-3 kali sehari.
Ambroksol sirup : 1 sendok takar (5 ml) 2-3 kali sehari, Anak 612 tahun = 2,5 ml ( sendok takar ) 3 kali sehari. Di bawah 2
tahun = 2,5 ml ( sendok takar ) 2 kali sehari.

Farmakokinetika

: Cepat diabsorbsi setelah pemberian per oral, bioavaibilitas oral


kira-kira 70-80%. Waktu paruh distribusi 1-3 jam. Di
metabolisme dalam bentuk metabolit dibromoantranilic acid. Di

20

ekskresi melalui ginjal, 5-6% diekresikan melalui urin dalam


bentuk tidak berubah.
Farmakodinamika

: Mekanisme kerja obat ambroksol adalah dengan menstimulasi


sel serous dari tonsil pada mucus membrane saluran bronkus,
sehingga meningkatkan sekresi mucus didalamnya dan merubah
kekentalan komponen serous dan mucus dari sputum menjadi
lebih encer dengan menurunkan viskositasnya.

Efek Samping

: Gangguan ringan saluran pencernaan, reaksi alergi. Reaksi


intoleran setelah pemberian ambroksol pernah dilaporkan tetapi
jarang.

Kontra Indikasi

: Hipersensitif terhadap ambroksol

Interaksi Obat

:Pemberian

bersamaan

dengan

antibiotik

(amoksisilin,cefuroxime, eritromisin, doksisiklin) menyebabkan


peningkatan

penerimaan antibiotik ke dalam jaringan paru-

paru.
5. ANTASIDA
Indikasi

: Pengobatan hiperasiditas, hiperfosfatemia, pengobatan jangka


pendek konstipasi dan gejalagejala hiperasiditas, terapi
penggantian magnesium. Magnesium hidroksida juga digunakan
sebagai bahan tambahan makanan dan suplemen magnesium
pada kondisi defisiensi magnesium.

Dosis

: Dewasa oral 600 1200 mg antara waktu makan dan sebelum


tidur. Hiperfosfatemia: anak 50-150 mg/kgBB/24 jam dalam
dosis terbagi tiap 4-6.

Kontra Indikasi

: Hipersensivitas terhadap garam almunium atau bahan-bahan


lain dalam formulasi.

Efek Samping

: Sakit kepala, pusing, mual, diare, sakit otot dan sendi,


konstipasi.

21

Farmakokinetika

Farmakodinamika

Farmakologi

6. CTM
Indikasi

: Rhenitis alergi, mengurangi gejala-gejala alergi misalnya


rhinorrhea, bersin, iritasi atau gatal-gatal, lakrimasi, merah yang
disebabkan oleh pelepasan histamine.

Kontra Indikasi

: Dapat memperburuk asma bronchial, retensi urin, glaukoma

Efek Samping

: Efek samping yang sering terjadi adalah sedatif atau rasa


kantuk, gangguan saluran cerna, mulut kering, dan kesukaran
miksi.

Dosis

: Dewasa 3-4 kali sehari 0,5 1 tablet, anak-anak 6-12 tahun


0,5 dosis dewasa, anak-anak 1-6 tahun 0,25 dosis dewasa.

Farmakokinetika

: Diserap dengan baik setelah pemberian oral, tetapi hanya 2545% untuk tablet konvensional atau 35-60% untuk larutan dari
dosis tunggal yang mencapai sirkulasi sistemik sebagai obat
tidak berubah. Konsentrasi plasma puncak umumnya terjadi
dalam waktu 2-6 jam setelah pemberian tablet oral konvensional
atau larutan oral. Efek antihistamin dapat bertahan selama 24
jam. Ikatan protein plasma sekitar 69-72 %. Dieksresikan
melalui urin

Farmakodinamik

: Mekanisme kerja CTM adalah sebagai antagonis reseptor H1.


CTM akan menghambat efek histamin pada pembuluh darah,
bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu CTM
dapat merangsang maupun menghambat susunan syaraf pusat.

Lampiran 2. Analisa Potensi DRP


NO

JENIS

ANALISA MASALAH

Check list

22

1.

PERMASALAHAN
Terapi obat yang Terdapat terapi tanpa indikasi
medis
tidak diperlukan
Pasien mendapatkan terapi
tambahan yang tidak
diperlukan
Pasien masih memungkinkan
menjalani terapi non
farmakologi
Terdapat duplikasi terapi
Pasien mendapat penanganan
terhadap efek samping yg
seharusnya dapat dicegah
Komentar/ Rekomendasi

2.

Kesalahan obat

Dosis tidak tepat

Tidak ada permasalahan

Tidak ada permasalahan


Tidak ada permasalahan
Tidak ada permasalahan

Bentuk sediaan tidak tepat

Tidak ada permasalahan

Terdapat kontra indikasi

Tidak ada permasalahan

Kondisi pasien tidak dapat


disembuhkan oleh obat

Tidak ada permasalahan

Obat tidak diindikasikan


untuk kondisi pasien
Terdapat obat lain yang lebih
efektif
Komentar/ Rekomendasi

3.

Tidak ada permasalahan

Tidak ada permasalahan


Tidak ada permasalahan

Dosis terlalu rendah

Ada permasalahan

Dosis terlalu tinggi

Tidak ada permasalahan

Frekuensi penggunaan tidak


tepat

Tidak Ada permasalahan

Durasi penggunaan tidak tepat

Tidak ada permasalahan

Penyimpanan tidak tepat

Tidak ada permasalahan

23

Administrasi obat tidak tepat

Tidak ada permasalahan

Terdapat interaksi obat

Tidak ada permasalahan

Komentar/ Rekomendasi
Menurut buku ajar infeksi dan peiatri tropis (IDAI 2008), kebutuhan cairan
untuk BB >18 kg, jumlah cairan yang dibutuhkan yaitu 88 ml/kgBB/hari. Sehingga
dosis infus yang seharusnya diberikan yaitu 30,5 tetes/menit. Namun pada pasien ini
hanya mendapatkan 18 tetes/menit
4.

Reaksi yang tidak Obat tidak aman untuk pasien


diinginkan
Terjadi reaksi alergi

Tidak ada permasalahan


Tidak ada permasalahan

Terjadi interaksi obat

Tidak ada permasalahan

Dosis obat dinaikkan atau


diturunkan terlalu cepat
Muncul efek yang tidak
diinginkan

Tidak ada permasalahan

Administrasi obat tidak tepat

Tidak ada permasalahan

Tidak ada permasalahan

Komentar/ Rekomendasi

5.

Ketidaksesuaian
kepatuhan pasien

Obat tidak tersedia

Tidak ada permasalahan

Pasien tidak mampu


menyediakan obat

Tidak ada permasalahan

Pasien tidak bisa menelan atau


menggunakan obat

Tidak ada permasalahan

Pasien tidak mengerti instruksi


penggunaan obat

Tidak ada permasalahan

Pasien tidak patuh atau


memilih untuk tidak
menggunakan obat
Komentar/ Rekomendasi

Tidak ada permasalahan

24

6.

Pasien

Terdapat kondisi yang tidak


membutuhkan terapi diterapi
Pasien membutuhkan obat lain
tambahan
yang sinergis
Pasien membutuhkan terapi
profilaksis
Komentar/ Rekomendasi

Tidak ada pemasalahan


Tidak ada permasalahan
Tidak ada permasalahan

25

Anda mungkin juga menyukai