Anda di halaman 1dari 10

PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA

SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI


JAKARTA
Jenis
: Tugas Akhir
Tahun
: 2008
Penulis
: Soly Iman Santoso
Pembimbing : Ir. Haryo Winarso, M.Eng.,PhD
Diringkas Oleh: Soly Iman Santoso

merupakan masyarakat
tinggi (Yovi, 2005).

A. Latar Belakang
Dengan terus bertumbuhnya jumlah
penduduk yang ada di DKI Jakarta maka
kapasitas daya tampung kota ini dalam
melayani penduduk yang ada semakin
lama semakin berkurang. Hal ini salah
satunya dapat dilihat dari masih banyaknya
penduduk
terutama
dari
golongan
masyarakat berpendapatan rendah di DKI
Jakarta yang belum memiliki rumah sehat
sebagai salah satu kebutuhan dasar.

berpenghasilan

Biaya tinggal yang harus ditanggung oleh


penghuni di rumah susun pada dasarnya
terdiri dari biaya sewa atau sewa-beli
beserta surcharge. Besarnya harga sewa
maupun sewa-beli(1) di rumah susun
sederhana bagi masyarakat berpendapatan
rendah dipengaruhi oleh besarnya biaya
produksi pada tahap pembangunannya. Di
samping biaya produksi terdapat juga
biaya operasional dan
pemeliharaan
(operasional and maintainance cost) yang
turut mempengaruhi besarnya surcharge(2)
di rumah susun sederhana.

Dalam mengantisipasi ketidakmampuan


masyarakat berpendapatan rendah dalam
memiliki hunian dekat dengan lokasi
pekerjaan di
DKI Jakarta maka
Kementrian Perumahan Rakyat (Menpera)
mencanangkan program pembangunan
rumah susun sederhana. Dalam realitas
yang terjadi di DKI Jakarta, pelaksanaan
kebijakan pembangunan rumah susun
belum sepenuhnya terlaksana dengan baik.

Pembangunan rumah susun sederhana


terutama di DKI Jakarta pada dasarnya
membutuhkan biaya produksi yang besar
sehingga seharusnya harga sewa ataupun
sewa-belinya
juga
mahal.
Pada
kenyataannya harga sewa maupun sewabeli yang ditetapkan saat ini untuk rumah
susun sederhana di DKI Jakarta lebih
rendah apabila dibandingkan dengan harga
yang berlaku menurut mekanisme pasar.
Kemampuan daya beli dari golongan

Salah satu studi yang mengkaji mengenai


kepemilikan rumah susun di Kemayoran
Jakarta Pusat menunjukkan bahwa sekitar
60,1% penghuni asal yang merupakan
masyarakat
berpenghasilan
rendah
mengalihkan
kepemilikannya
dari
penghuni asal kepada pendatang yang

Harga sewa-beli adalah harga jual per unit satuan rumah


susun sederhana milik (rusunami).
Surcharge adalah iuran pelayanan umum yang biasanya
dibebankan oleh pengelola kepada penghuni rumah susun.

http://kk.pl.itb.ac.id/ppk

2008 UPDRG - ITB

3) Menghitung besarnya harga sewa


ataupun
sewa-beli
berdasarkan
komponen biaya produksi, operasional,
dan pemeliharaan.
4) Memperkirakan golongan pendapatan
masyarakat yang mampu menjadi
penghuni berdasarkan harga sewa atau
sewa-beli baik dari hasil perhitungan
secara
normatif
maupun
yang
ditetapkan saat ini di rumah susun.
5) Mengidentifikasi kesesuaian target
penghuni rumah susun sederhana
berdasarkan harga sewa atau sewa-beli
yang ditetapkan untuk rumah susun
sederhana di DKI Jakarta saat ini.
6) Melakukan simulasi terhadap harga
sewa
ataupun
sewa-beli
yang
memenuhi kriteria kelayakan finansial.

Masyarakat
Berpendapatan
Rendah
(MBR) pada dasarnya belum diketahui
secara jelas apabila harga sewa-beli
ataupun sewa di rumah susun sederhana
tersebut diterapkan menurut mekanisme
pasar. Di sisi lain, dengan memberlakukan
harga sewa ataupun sewa-beli yang
ditetapkan saat ini juga belum diketahui
keefektifan program pembangunan rumah
susun dalam mendapatkan target penghuni
dari golongan MBR.
Oleh karena itu, studi ini dilakukan karena
tidak jelas dasar-dasar perhitungan harga
sewa-beli ataupun sewa yang ditetapkan
saat ini di rumah susun. Besarnya selisih
harga sewa maupun sewa-beli menurut
perhitungan pasar dengan yang ditetapkan
untuk rumah susun sederhana di DKI
Jakarta memungkinkan adanya penghuni
yang tidak sesuai sasaran.

C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam
studi ini akan dijelaskan ke dalam tiga
bagian yaitu metode analisis studi, metode
pengambilan
sampel,
dan
metode
pengambilan data.

B. Tujuan dan Sasaran


Tujuan studi ini adalah menunjukkan
perbedaan antara perhitungan harga sewa
maupun sewa-beli secara normatif dengan
yang ditetapkan untuk rumah susun
sederhana di DKI Jakarta serta
dampaknya terhadap target penghuni yang
mampu
menempati
rumah
susun
sederhana berdasarkan perbandingan
kedua harga sewa dan sewa-beli tersebut.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka
sasaran dalam studi ini antara lain sebagai
berikut:
1) Menguraikan besarnya biaya produksi
sebagai komponen biaya pembangunan
rumah susun yang dikeluarkan pihak
pelaksana pembangunan.
2) Menghitung biaya operasional dan
pemeliharaan
yang
dibebankan
pengelola rumah susun sederhana
sebagai surcharge kepada penghuni.

Metode analisis studi ini tergolong ke


dalam metode penelitian kuantitatif
dengan pendekatan analisis dari sisi supply
dan demand. Melalui pendekatan analisis
dari sisi supply dilihat besarnya harga
sewa atau sewa-beli yang diperoleh
melalui biaya produksi, operasional dan
pemeliharaan rumah susun sederhana.
Adapun dari sisi demand dilihat
kemampuan masyarakat melalui tingkat
pendapatannya untuk dapat tinggal di
rumah susun berdasarkan harga sewa atau
sewa-beli yang ditetapkan saat ini maupun
hasil perhitungan melalui biaya produksi,
operasional dan pemeliharaan tersebut.
Besarnya tingkat pendapatan masyarakat
didasarkan pada klasifikasi yang dipakai
2

http://kk.pl.itb.ac.id/ppk

2008 UPDRG - ITB

harga sewa maupun angsuran harga sewabeli. Pendekatan persentase 25% dari total
pendapatan diambil berdasarkan parameter
pendapatan yang digunakan bank di
Indonesia pada umumnya dalam menilai
kelompok
masyarakat
yang
layak
memperoleh KPR.

oleh BPS menurut Buku Analisis pola


Konsumsi Masyarakat dan Laporan
Indikator Kesejahteraan Rakyat Propinsi
DKI Jakarta tahun 2002. Berdasarkan
klasifikasi
tersebut
maka
struktur
pendapatan masyarakat DKI Jakarta dibagi
menjadi empat kategori antara lain:
1) Pendapatan Rendah
(di bawah Rp.1.700.000)
2) Pendapatan
Menengah
Bawah
(Rp.1.700.000-Rp.3.700.000)
3) Pendapatan Menengah Atas
(Rp.3.700.001-Rp.5.700.000)
4) Pendapatan Tinggi
(di atas Rp.5.700.001)

Pendekatan perhitungan dalam studi ini


dibagi dalam perhitungan harga sewa dan
perhitungan harga sewa-beli sebagai
berikut(3):
1) Pendekatan Perhitungan Harga SewaBeli (SB) dan Angsurannya (A)
( SB ) =

Dalam studi ini pendekatan metode yang


digunakan dalam memperoleh informasi
mengenai kemampuan masyarakat dalam
membayar harga sewa maupun angsuran
harga
sewa-beli
didasarkan
pada
keterjangkauan harga sewa rumah yang
didefinisikan oleh US Departement of
Housing and Urban Development tahun
2001 dan disesuaikan dengan parameter
pendapatan yang digunakan bank pada
umumnya dalam menilai kelompok
masyarakat yang layak memperoleh Kredit
Kepemilikan Rumah (KPR).

( A) =

BP
unit

( SB DP ).(1 + k %)
n

Keterangan:
SB
BP
unit

A
DP
k%`
n

Definisi dari US Departement of Housing


and Urban Development tahun 2001
menyebutkan bahwa sebuah keluarga
dikatakan mampu membayar sewa-rumah
(ataupun
angsuran
sewa-beli)
jika
persentase pengeluaran untuk sewa rumah
ditambah utilitas dasar, pajak dan
pembayaran asuransi adalah 20% sampai
dengan 30% dari total pendapatan. Dari
kisaran persentase antara 20%-30%
tersebut diambil pendekatan persentase
25% dari total pendapatan untuk
memperoleh
informasi
mengenai
kemampuan masyarakat dalam membayar

2)

= Harga Sewa-Beli atau Harga Jual


(hire-purchase)
= Total Biaya Produksi
= Jumlah unit hunian yang terbangun
dalam rumah susun (disesuaikan
dengan tingkat occupancy rate di tiap
Rumah susun studi)
= Angsuran
= Biaya Uang Muka atau Down
Payment (dalam rupiah)
= Tingkat Suku Bunga KPR (dalam
persen)
= lama waktu angsuran selama jangka
waktu 5 sampai dengan 20 tahun
(dalam bulan)

Pendekatan Perhitungan Harga Sewa

(HSM ) =

BP n
[(n - L) x (12 bulan) x ( unit)]

Keterangan:
HSM

= Harga Sewa Murni (dalam rupiah)

3)

Perhitungan

harga sewa dan sewa-beli rumah susun


sederhana diadaptasi dari pendekatan studi yang dilakukan
oleh Purbo (1993) dan disesuaikan dengan perhitungan yang
dilakukan oleh pengembang pada umumnya

http://kk.pl.itb.ac.id/ppk

2008 UPDRG - ITB

BPn
n

unit

= Biaya Produksi setelah komponen


biaya lahan dikenakan tingkat inflasi
= target
waktu
pengembalian
modal/Break Even Point (dalam
tahun)
= lama waktu pembangunan konstruksi
(dalam tahun)
= jumlah unit hunian yang terbangun
dalam rumah susun (disesuaikan
dengan tingkat occupancy rate di tiap
Rumah susun studi)

secara finansial digunakan dalam model


pembiayaan
pembangunan
dan
pengelolaan rumah susun apabila nilainya
> 0. Ditinjau dari indikator IRR, maka
harga sewa/sewa-beli dikatakan layak
secara finansial digunakan dalam model
pembiayaan
pembangunan
dan
pengelolaan rumah susun apabila nilainya
> social discount rate (15%)(5). Adapun
Break Even Point (BEP) yang biasa
ditargetkan oleh pihak swasta (developer)
pada umumnya adalah 7 tahun.

Besarnya komponen biaya lahan yang


dikenakan tingkat inflasi diperoleh dengan
menggunakan formulasi sebagai berikut:

Adapun metode pengambilan sampel


lokasi rumah susun sederhana yang ada di
DKI
Jakarta
dilakukan
dengan
menggunakan
purposive
sampling
berdasarkan
pihak
pelaksana
pembangunannya.
Berdasarkan
pengelompokkan tersebut maka jenis
rusuna yang menjadi objek studi yaitu
rumah susun sederhana yang dibangun
oleh pemerintah (Dinas Perumahan) dan
rumah susun sederhana yang dibangun
BUMN (perumnas). Dari dua puluh (20)
lokasi rumah susun yang dibangun oleh
pemerintah dan sembilan (9) lokasi
rumah susun yang dibangun BUMN
(perumnas) tersebut dipilih tiga lokasi
rumah susun sederhana yaitu rumah susun
sederhana milik (rusunami) Karet Tengsin
dan Bendungan Hilir I (dibangun oleh
Dinas Perumahan) serta rumah susun
sederhana sewa (rusunawa) Pasar Jumat
(dibangun oleh perumnas). Pemilihan
ketiga lokasi rumah susun sederhana
tersebut secara akademis dilakukan dengan
pertimbangan bahwa pada dasarnya biaya
pembangunan untuk tiap rumah susun
dengan jenis unit yang serupa relatif sama

BT = BT (1 + i ) n
n

Keterangan:
BTn
= Komponen biaya lahan setelah
dikenakan tingkat inflasi
BT
= Komponen biaya lahan sebelum
dikenakan tingkat inflasi
i
= tingkat inflasi yang diperkirakan
sebesar 0,75% (berdasarkan rata-rata
fluktuasi inflation rate per bulan
selama tahun 1996 sampai dengan
2007)4

Di samping itu, dalam studi ini juga akan


dikaji mengenai kelayakan finansial yang
harus dipertimbangkan dalam menentukan
harga sewa maupun sewa-beli di rumah
susun. Dalam melakukan uji kelayakan
finansial, beberapa indikator yang
digunakan antara lain: PI (Profitability
Index), NPV (Net Present Value), IRR
(Internal Rate of Return) dan BEP (Break
Even Point). Berdasarkan indikator PI
maka harga sewa/sewa-beli dikatakan
layak secara finansial digunakan dalam
model pembiayaan pembangunan dan
pengelolaan rumah susun apabila nilainya
> 1. Dilihat dari indikator NPV maka
harga sewa/sewa-beli dikatakan layak

4) Besarnya inflation rate mengacu kepada data besarnya


tingkat inflasi berdasarkan pengeluaran di bidang
perumahan yang dikeluarkan oleh BPS (Biro Pusat
Statistik)

5)

Besarnya social discount rate didasarkan pada rata-rata


suku bunga kredit investasi yang dikeluarkan dalam laporan
triwulan I-IV tahun 2006-2007 oleh Bank Indonesia (BI)

http://kk.pl.itb.ac.id/ppk

2008 UPDRG - ITB

rumah susun dikatakan sesuai dengan


sasaran apabila persentase penghuni
dengan status pemilik (untuk rusunami)
dan penyewa (untuk rusunawa) tidak
kurang dari 100%. Di tinjau dari tingkat
pendapatan maka penghuni rumah susun
dikatakan sesuai dengan sasaran apabila
persentase penghuni dengan pendapatan
rendah (di bawah Rp.1.700.000) tidak
kurang dari 100%. Adapun jika dilihat dari
kepemilikan hunian lain, maka penghuni
rusun dikatakan sesuai dengan sasaran
apabila persentase penghuni yang belum
memiliki hunian lain tidak kurang dari
100%.

besarnya.
Adapun
pertimbangan
pemilihan lokasi rumah susun tersebut
secara praktis adalah bahwa ketiga lokasi
rumah susun di atas masih terletak di
Propinsi DKI Jakarta dan memiliki
aksesibilitas yang mudah
serta
ketersediaan data yang memadai sehingga
memudahkan proses studi yang dilakukan.
Di samping itu, dalam mendapatkan
informasi mengenai kesesuaian target
penghuni
rumah
susun
sederhana
berdasarkan harga sewa atau sewa-beli
yang ditetapkan untuk rumah susun
sederhana di DKI Jakarta saat ini, maka
dilakukan survei terhadap penghuni rumah
susun sederhana. Pengambilan sampel
penghuni dilakukan dengan systematic
sampling. Metode systematic sampling
dilakukan dengan pertimbangan bahwa
populasi penghuni rumah susun sederhana
diasumsikan homogen karena mengingat
sasarannya yang diperuntukkan untuk
masyarakat berpendapatan rendah serta
tipe/luas unit yang sama. Informasi dari
hasil survei ini akan dibandingkan dengan
indikator
yang
didasarkan
kepada
ketentuan kriteria target grup penghuni
yang dapat tinggal di rumah susun
sederhana menurut beberapa tinjauan
kebijakan seperti: UU No.16 tahun 1985
tentang
Rumah
Susun,
Peraturan
pemerintah RI No.4 tahun 1988 tentang
rumah susun, Lampiran Keputusan
Menteri
Negara
Perumahan
dan
permukiman Nomor: 10/KPTS/M/1999,
dan Buku Pola Induk Pembangunan
Rumah Susun di DKI Jakarta.

Dalam hal metode pengambilan data


dilakukan survei data primer dan survei
data sekunder.
D. Pembahasan
Hasil analisis dalam studi ini menunjukkan
bahwa
Besarnya
biaya
produksi
pembangunan rumah susun Karet Tengsin
adalah sekitar Rp. 30,581,153,102.26(6).
Adapun biaya pengelolaan yang terdiri
dari biaya operasional dan pemeliharaan
yang dikeluarkan pengelola setiap bulan
adalah sebesar Rp. 5,040,986 atau setara
dengan Rp. 60,491,838 per tahun7. Dengan
biaya produksi dan pengelolaan tersebut
maka harga sewa-beli per unit rumah
susun Karet Tengsin berdasarkan hasil
perhitungan sebesar Rp.239.000.000 dan
surcharge hasil perhitungan sebesar Rp.
48,650 per bulan. Dengan harga sewa-beli
dan surcharge hasil perhitungan tersebut
maka perkiraan golongan pendapatan

Berdasarkan
pertimbangan
tersebut
diambil tiga indikator yaitu status
penghuni rumah susun, tingkat pendapatan
dan kepemilikan hunian lain. Berdasarkan
indikator status penghuni maka penghuni

6)

Besarnya biaya produksi didasarkan pada wawancara terhadap


pihak Dinas Perumahan dan Buku Surat Perjanjian
(Kontrak) oleh Dinas Perumahan Propinsi DKI Jakarta
dengan rekanan PT Manda Putra Nusantara
7)
Laporan Tahunan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun
(PPRS) Karet Tengsin

http://kk.pl.itb.ac.id/ppk

2008 UPDRG - ITB

masyarakat yang mampu menempati


rumah susun tersebut adalah golongan
pendapatan sekitar Rp. 16,327,100
(tergolong dalam range pendapatan tinggi)

maka harga sewa-beli per unit dan rumah


susun Bendungan Hilir I hasil perhitungan
adalah sebesar Rp.47.000.000 per unit
sedangkan surcharge hasil perhitungan
adalah sebesar Rp. 38.850 per bulan.
Dengan harga sewa-beli dan surcharge
hasil perhitungan tersebut maka perkiraan
golongan pendapatan masyarakat yang
mampu menempati rumah susun tersebut
adalah golongan pendapatan sekitar Rp.
3,327,900 (tergolong dalam range
pendapatan menengah bawah). Di sisi
lain, apabila harga sewa-beli tertinggi
(Rp.12.100.000)
dan
surcharge
(Rp.50.000/bulan) yang ditetapkan untuk
rumah susun Bendungan Hilir I saat ini
maka estimasi golongan pendapatan yang
seharusnya mampu untuk tinggal di rumah
susun adalah golongan pendapatan sekitar
Rp. 964,812
per bulan (pendapatan
rendah). Akan tetapi, hasil survei
menunjukkan bahwa mayoritas (38,1%)
penghuni rumah susun saat ini adalah
golongan pendapatan menengah atas
(Rp.3.700.001 - Rp.5.700.000). Temuan
lapangan juga menunjukkan bahwa sekitar
42,9% penghuni berstatus pemilik rumah
susun sedangkan sisanya (57,1%) berstatus
bukan
pemilik
(pengontrak
dan
penumpang). Di samping itu, diketahui
bahwa penghuni rumah susun Bendungan
Hilir I sebesar 45,2% tidak memiliki
hunian lain.

Melalui harga sewa-beli tertinggi(8)


(Rp.12.100.000)
dan
surcharge
(Rp.20.000/bulan) yang ditetapkan untuk
rumah susun Karet Tengsin saat ini maka
estimasi golongan pendapatan yang
seharusnya mampu untuk tinggal di rumah
susun adalah golongan pendapatan sekitar
Rp. 844,812 (pendapatan rendah). Akan
tetapi, hasil survei menunjukkan bahwa
mayoritas (50%) penghuni rumah susun
saat ini adalah golongan pendapatan
menengah
bawah
(Rp.1.700.000Rp.3.700.000). Temuan lapangan juga
menunjukkan bahwa sekitar 63,2%
penghuni berstatus pemilik rumah susun
sedangkan sisanya (36,8%) berstatus
bukan pemilik (pengontrak/penyewa dan
penumpang). Di samping itu, diketahui
bahwa penghuni rumah susun Karet
Tengsin sebesar 71,1% tidak memiliki
hunian lain.
Besarnya biaya produksi pembangunan
rumah susun Bendungan Hilir I adalah
sekitar Rp. 11,118,192,480.41(9). Adapun
biaya pengelolaan yang terdiri dari biaya
operasional dan pemeliharaan yang
dikeluarkan pengelola setiap bulan adalah
sebesar Rp. 9.200.000 atau setara dengan
Rp. 110.400.000 per tahun(10). Dengan
biaya produksi dan pengelolaan tersebut

Besarnya biaya produksi pembangunan


rumah susun Pasar Jumat adalah sebesar
Rp. 15,031,117,208.92(11). Adapun biaya
pengelolaan yang terdiri dari biaya
operasional dan pemeliharaan yang
dikeluarkan pengelola setiap bulan adalah

8)

Harga sewa-beli tertinggi yang ditetapkan untuk rumah susun


sederhana di Karet Tengsin dan Bendungan Hilir I didasarkan
pada Keputusan Gubenur Kepala Daerah DKI Jakarta No.250
tahun 1996.

9)

Besarnya biaya produksi didasarkan pada wawancara


terhadap pihak Dinas Perumahan Propinsi DKI Jakarta
(melalui estimasi biaya konstruksi pada Kontrak
Pembangunan Rumah Susun Bendungan Hilir I dengan
rekanan PT Kuningan Persada)

11)

10 )

Hasil wawancara dengan Ketua Pengelola Rumah Susun


Bendungan Hilir I (PPRS Bendungan Hilir I)

Biaya produksi Pembangunan Rumah Susun Pasar Jumat


sebagian besar didasarkan pada Memorandum Tugas
(Laporan Realisasi Keuangan Pembangunan) Asisten
Manager Produksi Perumnas dan wawancara terhadap pihak
pengelola rumah susun Pasar Jumat (Perumnas)

http://kk.pl.itb.ac.id/ppk

2008 UPDRG - ITB

sebesar Rp 37,030,820.78 (12). Dengan


biaya produksi dan pengelolaan tersebut
maka harga sewa rusunawa Pasar Jumat
per bulan hasil perhitungan adalah
Rp.928.700. Perhitungan ini didasarkan
pada pertimbangan bahwa target BEP yang
nantinya akan dicapai adalah 28 tahun
dengan lama konstruksi rumah susun
selama 4 tahun. Dalam perhitungan harga
sewa
besarnya
surcharge
telah
dimasukkan sebagai bagian dari biaya
tinggal di rumah susun.
Dengan
menggunakan
harga
sewa
hasil
perhitungan ini estimasi pendapatan
masyarakat yang mampi untuk tinggal di
dalamnya adalah golongan pendapatan Rp.
3.714.800 per bulan (menengah atas). Di
lain pihak, apabila digunakan harga sewa
tertinggi yang ditetapkan untuk rumah
susun Pasar Jumat sebesar Rp.750.000
maka estimasi pendapatan masyarakat
yang mampu untuk menempati rumah
susun Pasar Jumat seharusnya sebesar Rp.
3,000.000 per bulan (menengah bawah)(13).
Hal ini didukung juga dengan temuan
lapangan dari hasil survei yang
menunjukkan bahwa mayoritas (sebesar
40,6%) pendapatan penghuni rumah susun
Pasar Jumat adalah Rp.1.700.000 Rp.3.700.000 (pendapatan menengah
bawah).
Temuan
lapangan
juga
menunjukkan bahwa sekitar 65,6%
penghuni berstatus penyewa rumah susun
sedangkan sisanya (34,4%) berstatus
bukan penyewa (pemilik dan penumpang).
Di samping itu, diketahui bahwa penghuni
rumah susun Pasar Jumat sebesar 62,5%
tidak memiliki hunian lain.

Dalam studi ini juga dijelaskan bahwa


kegiatan investasi untuk pembangunan
rumah susun pada umumnya merupakan
bentuk investasi yang bersifat sosial
(social investment) sehingga biaya yang
dikeluarkan oleh pemerintah dalam
pembangunan hanya sebatas menggunakan
anggaran yang telah dipersiapkan. Apabila
diteliti lebih lanjut, investasi yang
dilakukan pelaksana pembangunan baik
pemerintah ataupun perumnas kurang
efisien apabila dipakai seluruhnya untuk
pembangunan rumah susun.
Dengan
memakai keseluruhan anggaran untuk
pembangunan rumah susun berarti
pemerintah
harus
mempersiapkan
anggarannya kembali untuk melakukan
pembangunan rumah susun lainnya di
lokasi yang berbeda. Apabila dalam
investasi pembangunan rumah susun,
biaya yang dikeluarkan tidak berasal
seluruhnya dari modal sendiri tetapi
melibatkan modal pinjaman. Dengan
melibatkan modal pinjaman maka modal
pemerintah
yang
bersisa
untuk
pembangunan dapat digunakan untuk
membangun kembali rumah susun di
lokasi lainnya
Dengan mengkombinasikan modal sendiri
dan modal pinjaman dalam kegiatan
investasi pembangunan dan pengelolaan
rumah susun sederhana, maka akan
disimulasikan harga sewa ataupun sewabeli yang memenuhi kriteria kelayakan
finansial. Pada alternatif I di asumsikan
sumber dana berasal dari 30% modal
sendiri dan 70% modal pinjaman,
alternatif. Alternatif II mengasumsikan
sumber dana berasal dari 40% modal
sendiri dan 60% modal pinjaman. Adapun
dalam alternatif III diasumsikan sumber
dana berasal 50% modal sendiri dan 50%
modal pinjaman. Besarnya bunga dari

12)

13)

Laporan Tahunan Keuangan Pengelola Rumah Susun Pasar


Jumat (Perumnas) Periode 2006 sampai dengan 2008
Harga sewa tertinggi yang ditetapkan untuk rumah susun
sederhana di Pasar Jumat didasarkan pada Keputusan
General Manager Regional Khusus Usaha Rumah Sewa No:
Reg.USEWA/12/KPTS/06/2006.

http://kk.pl.itb.ac.id/ppk

2008 UPDRG - ITB

dibandingkan dengan harga awal hasil


perhitungan yang menghasilkan BEP di
atas 7 tahun. Dengan besarnya harga
sewa-beli maka angsuran yang harus
dibayar penghuni juga akan semakin besar
sehingga agar angsuran tersebut lebih
ringan
maka
jangka
waktu
pengembaliannya harus lebih dari 20
tahun.

modal pinjaman yang diberikan ke pada


pihak pelaksana pembangunan (developer)
didasarkan pada bunga kredit pinjaman
kegiatan pembangunan perumahan yang
diberikan bank swasta pada umumnya
sebesar 15%.
Melalui simulasi tersebut diketahui bahwa
harga sewa-beli hasil perhitungan yang
selanjutnya diangsur oleh penghuni setiap
bulan melalui angsuran KPR, dalam
jangka waktu 5 sampai dengan 20 tahun
tidak semua memenuhi kriteria kelayakan
finansial. Dalam perhitungan harga sewabeli di rumah susun Karet Tengsin dan
Bendungan Hilir I angsuran di atas jangka
waktu 5 tahun (6-20 tahun) tidak
memenuhi kriteria kelayakan finansial
sedangkan angsuran dengan jangka waktu
5 tahun memenuhi kriteria kelayakan
finansial namun break even point yang
dibutuhkan tidak mencapai waktu 7 tahun
sebagaimana ditargetkan oleh pihak swasta
(developer) pada umumnya. Adapun harga
sewa
hasil
perhitungan
(sebesar
Rp.928.700) untuk rumah susun sederhana
Pasar Jumat juga tidak memenuhi kriteria
kelayakan finansial.

Tabel 1
Hasil Uji Kelayakan Finansial dengan Harga
Sewa dan Sewa-Beli Hasil Simulasi
menggunakan Model Pembiayaan
Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Susun
Alternatif III
Rumah Susun Karet Tengsin
Hasil Uji Kelayakan Finansial dengan harga
sewa-beli simulasi sebesar Rp. 438,518,519
adalah:
1

PI = 1,98

Nilai NPV = Rp.


26,066,717,269
IRR=24,68%
BEP Selama 7 Tahun
Rumah Susun Bendungan Hilir I
Hasil Uji Kelayakan Finansial dengan harga
sewa-beli simulasi sebesar Rp. Rp.91.851.852
adalah:
2
PI = 2.07
Nilai NPV = Rp. 10,454,012,212

Dengan memajukan jangka waktu balik


modal (BEP) menjadi 7 tahun dan
mengkombinasikan
ketiga
alternatif
proporsi modal investasi pembangunan
dan pengelolaan rumah susun tersebut
diperoleh hasil perbandingan yang layak
secara finansial bagi pihak pelaksana
pembangunan dan menghasilkan harga
sewa ataupun sewa-beli paling rendah
adalah
alternative
III
(dengan
menggunakan komposisi 50% modal
sendiri dan 50% modal pinjaman) untuk
semua rumah susun studi Akan tetapi
penggunaan ini akan berakibat harga sewa
maupun sewa-beli menjadi lebih mahal

IRR= 25.13%

BEP selama 7 tahun

Rumah Susun Pasar Jumat


Hasil Uji Kelayakan Finansial dengan harga
sewa simulasi sebesar Rp. 5.870.000 per bulan
adalah:
3

PI=1,98

Nilai NPV =Rp13.284.651.435


IRR=24,37%
BEP selama 7 tahun

Sumber: Hasil Analisis

Harga sewa maupun sewa-beli yang


dihasilkan melalui simulasi memiliki
selisih yang sangat besar dengan harga
8

http://kk.pl.itb.ac.id/ppk

2008 UPDRG - ITB

Propinsi DKI Jakarta yang dapat menghuni


rumah susun dengan menggunakan harga
sewa-beli atau sewa hasil perhitungan
adalah
kelompok
masyarakat
berpendapatan menengah (Rp.1.700.001
Rp. 5.700.000) hingga pendapatan tinggi
(di atas Rp. 5.700.001). Di sisi lain
estimasi kelompok pendapatan masyarakat
yang dapat menghuni rumah susun dengan
menggunakan harga sewa-beli atau sewa
yang berlaku saat ini adalah kelompok
pendapatan
rendah
(di
bawah
Rp.1.700.000). Akan tetapi, dalam
kenyataannya penghuni rumah susun
dengan harga sewa maupun sewa-beli
yang berlaku saat ini adalah golongan
masyarakat berpendapatan menengah
(Rp.1.700.001 Rp. 5.700.000).

yang ditetapkan untuk rumah susun


sederhana di DKI Jakarta. Apabila diteliti
lebih lanjut, harga sewa maupun angsuran
sewa-beli yang terjangkau bagi masyarakat
berpendapatan rendah (<Rp.1.700.000)
adalah sekitar Rp.425.000. Dengan
perbedaan harga sewa maupun sewa-beli
antara hasil simulasi dengan harga yang
terjangkau bagi masyarakat berpendapatan
rendah tersebut maka pemerintah harus
memberikan subsidi sebesar 94,3% (untuk
rusun Karet Tengsin), 72,6% (untuk rusun
Bendungan Hilir I), dan 92,8% (untuk
rusun Pasar Jumat). Besarnya subsidi
tersebut merupakan potensi bagi pemilik
atau penyewa awal untuk menjual atau
menyewakannya kembali ke pihak yang
bukan
tergolong
masyarakat
berpendapatan rendah.

Di samping itu, jika dilihat dari indikator


kesesuaian target penghuni rumah susun
yang dilihat dari tiga variabel yaitu status
penghuni,
tingkat
pendapatan
dan
kepemilikan hunian lain, sebagaimana
telah dijelaskan dalam metode penelitian
sebelumnya, maka penghuni rumah susun
dengan harga sewa maupun sewa-beli
yang berlaku saat ini tidak sesuai dengan
sasaran yang semestinya.

E. Kesimpulan
Secara umum dari temuan studi yang
dikemukakan dalam pembahasan di atas
dapat diambil benang merah bahwa harga
sewa dan Sewa beli yang dihasilkan
melalui hasil perhitungan ternyata lebih
besar dibandingkan harga yang sebenarnya
di rumah susun studi. Dengan rendahnya
harga sewa ataupun sewa-beli yang
ditetapkan untuk rumah susun sederhana di
DKI Jakarta maka dampak yang harus
diwaspadai
oleh
Pemerintah
atau
Perumnas adalah adanya potensi bagi
pemilik atau penyewa awal yang
merupakan masyarakat berpendapatan
rendah
untuk
menjual
atau
menyewakannya kembali ke pihak yang
bukan golongan masyarakat berpendapatan
rendah.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Literatur Buku dan Jurnal
Poerbo, Hartono. 1993. Tekno Ekonomi
Bangunan Bertingkat Banyak.
Jakarta: Penerbit Djambatan.
Rangkuti, Freddy. 2005. Business Plan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada


pembahasan
sebelumnya,
estimasi
kelompok pendapatan masyarakat di
9

http://kk.pl.itb.ac.id/ppk

2008 UPDRG - ITB

Sumber Literatur Tugas Akhir dan


Tesis
Santoso, Soly Iman. 2008. Perhitungan
Harga Sewa dan Sewa-Beli Rumah
Susun Sederhana serta Daya Beli
Masyarakat Berpendapatan Rendah
di DKI Jakarta. Bandung: Program
Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota ITB

Sumber Peraturan perundangundangan


UU. Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun.

Yovi. 2005. Perpindahan dan Peralihan


Kepemilikan Satuan Rumah Susun
: Studi Kasus Rumah Susun
Kemayoran,
Jakarta
Pusat.
Bandung:
Program
Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota
ITB

Lampiran Keputusan Menteri Negara


Perumahan
dan
permukiman
No.10/KPTS/M/1999

Peraturan
Menteri
Keuangan
RI
No.36/PMK 03/2007
Tentang
Batasan Rusuna yang Dibebaskan
Atas PPn.

Peraturan pemerintah RI No.4 tahun 1988


Tentang Rumah Susun
Keputusan Gubenur Kepala Daerah DKI
Jakarta No.250 tahun 1996 tentang
Harga Sewa-Beli Rumah Susun
Bendungan Hilir I dan Karet
Tengsin.

Kelompok Laporan atau Publikasi


Khusus
Biro Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta.
2002. Analisis Pola Konsumsi
Masyarakat DKI Jakarta.

Sumber Internet
Perkembangan dan Kebijakan Moneter
Triwulan triwulan I-IV tahun 2006-2007
oleh Bank Indonesia (BI). Diakses dari:
http://www.bi.go.id (tanggal 30 Maret
2008)

Biro Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta.


2006.
Indikator Kesejahteraan
Rakyat di Propinsi DKI Jakarta.
Dinas Perumahan Propinsi DKI Jakarta.
1996. Pola Induk Pembangunan
Rumah Susun di DKI Jakarta.
Laporan Tahunan Keuangan Pengelola
Rumah Susun Pasar Jumat
(Perumnas) Periode 2006 sampai
dengan 2008
Keputusan General Manager Regional
Khusus Usaha Rumah Sewa
(Perumnas)
No:
Reg.USEWA/12/KPTS/06/2006.
Memorandum Tugas (Laporan Realisasi
Keuangan Pembangunan) Asisten
Manager Produksi Perumnas
Laporan Tahunan Perhimpunan Penghuni
Rumah Susun (PPRS) Karet
Tengsin I dan II

10

http://kk.pl.itb.ac.id/ppk

2008 UPDRG - ITB

Anda mungkin juga menyukai