Anda di halaman 1dari 10

PERKEMBANGAN BAHASA DAN BERBICARA ANAK USIA

DINI SERTA PERAN ORANG TUA DIDALAMNYA


Citta Diana
1202100056
ABSTRAK. Bahasa merupakan bagian penting dalam hidup untuk saling
berkomunikasi dengan manusia lain, perkembangan bahasa itu sendiri dimulai
sejak seorang anak masih menjadi janin dalam kandungan ibu. Setelah dilahirkan,
anak mulai berbahasa dengan cara menangis, tersenyum, dan menunjuk suatu
objek tertentu sebagai bentuk komunikasi mula-mula. Perkembangan bahasa anak
semakin pesat dengan diawalinya celotehan-celotehan tidak terdefinisi hingga
menjadi satu bentuk kata yang jelas. Perlahan perbendaharaan kata anak akan
semakin berkembang dan membutuhkan bimbingan orang tua dalam prosesnya.
Kata kunci

: bahasa, berbicara, anak

PENDAHULUAN
Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sistem
bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Kebanyakan orang tua dan
ilmuan berpikir bahwa perkembangan bahasa baru dimulai pada usia 12 dan 18
bulan, yakni ketika balita mulai mengucapkan kata-kata pertama. Namun hasil
penelitian menunjukkan bahwa proses berbahasa sudah dimulai sejak
pendengaran janin terbentuk sempurna pada tri semester terakhir kehamilan dan
sudah banyak mendengar suara-suara dari dalam rahim. Setelah dilahirkan , anak
akan menghabiskan waktu untuk mendengarkan suara ibu atau orang-orang
sekitar secara cermat, merekam segala macam informasi tentang bahasa,
sekalipun otak bayi belum sepenuhnya mengerti atau mengontrol organ tubuh
yang berfungsi untuk bersuara. Dengan kata lain, bayi memang belum dapat
berbicara, namun memiliki banyak cara untuk berkomunikasi atau berbicara
dengan orang disekitar sebelum mengucapkan kata-kata.
Seiring dengan perkembangan usia, bayi akan tumbuh menjadi seorang
batita dan balita yang perlahan dapat berceloteh, mengucapkan kata-kata pertama
secara jelas, dan kemudian mulai mampu berbicara. Bicara adalah bahasa lisan
yang merupakan bentuk yang paling efektif untuk berkomunikasi, dan dalam
perkembangan berbicara anak usia dini, tentu melewati proses yang tidak mudah
dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sehingga agar masa-masa tersebut
dapat dilewati dengan baik dan mudah, orang tua diharapkan berperan aktif dalam
mendukung dan menstimulus kemampuan sang anak.
Begitu misterius dan menakjubkan perkembangan bahasa dan
perkembangan berbicara yang dialami seorang anak, dan dalam proses tersebut,

orang tua tentu tidak ingin melewatkan satupun bagian penting akan sejarah hidup
sang anak. Lalu bagaimana dengan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin mulai
bermunculan dalam benak orang tua, seperti (1) bagaimana perkembangan bahasa
anak untuk berkomunikasi sebelum mampu berbicara? (2) bagaimana
perkembangan bahasa dan kemampuan berbicara anak serta peran orang tua
didalamnya? Sehingga disusunlah artikel ini untuk membantu para pembaca
menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
BAHASAN
Perkembangan bahasa anak untuk berkomunikasi sebelum mampu
berbicara
Sebelum dilahirkan, seorang calon anak atau biasa disebut janin,
memperhatikan suara sang ibu serta pola intonasi dari bahasa yang digunakan
sehari-hari, melalui air ketuban di dalam kandungan, dan hal tersebut merupakan
fase awal pengenalan anak akan bahasa ibu. Setelah dilahirkan, seorang anak yang
masih disebut bayi, tentu belum memiliki kemampuan untuk berbicara, sehingga
untuk mengkomunikasikan keadaan yag sedang dirasakan, bayi memiliki
beberapa cara yang dapat dilakukannya secara bertahap.
Pertama, menangis adalah suara pertama yang dapat dihasilkan oleh bayi.
Hal tersebut menunjukkan suatu reaksi dari apa yang dirasakan oleh bayi, yakni
reflek paru-paru yang sudah terisi oksigen untuk pertama kali dan rasa dingin
yang menyergap tubuh bayi setelah keluar dari kandungan ibu.
Ketika enam bulan awal kehidupan bayi, menangis menjadi suara yang
paling umum dan paling sering dilakukan, sebab menangis merupakan satusatunya kemampuan bayi yang paling efektif untuk berkomunikasi. Dalam masamasa tersebut, tangisan merupakan suatu reaksi terhadap keadaan fisisologis
terhadap tubuh bayi, seperti rasa tidak nyaman, bosan, kesakitan, kesepian, lapar
hingga rasa tidak nyaman dari popok yang belum diganti. Seiring dengan
berjalannya waktu, orang tua akan mampu mengenali kekhasan dari tangisan sang
bayi diantara tangisan-tangisan bayi lain, bahkan melalui tangisan sang anak juga,
orang tua dapat merasakan kesedihan, frustasi, kegelisahan dan amarah sedang
dialami.
Orang yang tidak memiliki anak sering merasa heran, bagaimna orang tua
dapat mengerti bahwa bayinya perlu disusui dan bukan diganti popoknya, atau
mungkin ingin digendong hanya dengan mendengarkan suara tangisan saja.
Karena setiap bayi seperti memiliki sebuah daftar tentang maksud dari tangisan
yang berbeda-beda, hal tersebut memberikan petunjuk mengenai kebutuhan
tertentu yang diinginkan, sehingga rahasianya terletak pada kekhasan dari suara
tangisan yang dihasilkan oleh si bayi itu sendiri.

Penelitian memperlihatkan bahwa suara tangisan yang artinya lapar, sifatnya sering
sangat berirama, mirip seperti keledai yang meringik, dan umumnya diikuti dengan
gerakan berirama pula, seperti menendang. Di pihk lain, tangisan tangisan yang
artinya bosan iramanya kurang teratur dan terkoordinasi, dan mungkin mempunyai
waktu perhentian yang lebih panjang, karena si bayi berhenti dan meungggu unutk
mendapatkan respon yang diinginkan. Tangisan yang artinya kesakitan jauh lebih
kuat daripada jenis suara tangisan lainnya dan menunjukkan kepada pendengarnya
tentang adanya suatu keadaan yang mendesak. (Karmiloff,2003:81)

http//antoniusw27.blogspot.com201107memahami-penyebab-bayi-menangis.html
Diakses pada 24/12/2012

Tahap kedua setelah menangis adalah menunjukkan perasaan negatif dan


perasaaan positif. Selanjutnya dalam masa perkembangan bayi, perhatian yang
diberikan dari orang-orang sekitar tentu sangat disukai dan diharapkan oleh si
bayi, namun terkadang hal tersebut juga melelahkan bagi bayi, dan karena belum
mampu mengungkapkan keinginan dalam bentuk kata-kata, bayi dapat mengalami
frustasi, terutama ketika orang-orang disekitar salah mengartikan keinginan dari si
bayi. Jika sudah demikian, bayi akan menyampaikan perasaan negatif sebagai
bentuk ketidakpuasan yang dirasakan.
Mengubah posisi untuk memberi jarak terhadap seseorang, menolehkan kepala,
melengkungkan atau menegakkan punggungnya, menolak untuk kembali tersenyum atau
unutk membuat kontak mata, memegangi pakaian atau selimutnya dengan lebih erat,
berulang-ulang menyentuh wajahnya sendiri, mengisap jari-jarinya, atau bahkan
mendorong orang tersebut untuk menjauh dengan tangan atau kakinya. Semua tingkah laku
yang diperlihtkan si kecil itu digunakan untuk mengungkapkan perasaannya yang negatif
terhadap suatu keadaan. (Karmiloff,2003:83)

Perasaan negatif bayi telah timbul pada usia dua dan tiga minggu dan hal
tersebut bukan merupakan hasil dari didikan orang tua yang salah terhadap si bayi,
melainkan alat untuk mengendalikan lingkungan sosial dan fisik di sekitar. Ketika
bayi dihadapkan pada pemahaman yang berada di luar batas kemampuannya, bayi
menjadi frustasi karena apa yang diharapkan tidak terjadi, kemungkinan besar
bayi akan menunjukkan perasaan negatif dengan menarik diri, kemudian menjadi
bingung dan menolak respon tersebut. Menangis menjadi ungkapan yang paling
jelas dan umum bagi bayi menunjukkan perasaan negatif yang dirasakan, namun
juga ada beberapa bahasa tubuh bayi kurang mencolok yang tetap dilakukan
sebagai petunjuk perasaan negatif yang telah dirasakan.

Bentuk respon lain yang terus berkembang pada bayi adalah perasaan
positif. Perasaan positif akan sesuatu hal yang dirasa nyaman dan menyenangkan
oleh bayi biasanya ditunjukkan dengan tersenyum bahkan tertawa. Perkembangan
senyum atau bentuk mulut yang sedang tersenyum, sebenarnya mulai terjadi di
dalam kandungan, yaitu ketika terjadi perubahan saraf pusat janin, yang
menyebabkan sudut mulutnya sedikit terangkat. Hal tersebut juga terjadi saat bayi
masih berusia satu hingga dua minggu sebagai gerakan refleks terhadap bunyi
atau suara yang keras.
Saat bayi berusia lima atau enam minggu, senyum akan mulai berkembang
menjadi suatu respon terhadap sesuatu, seperti mainan, bunyi atau aksi yang
dilakukan orang tua terhadap si bayi. Diwaktu yang sama, bayi mulai belajar
mengendalikan komunikasi dengan mempengaruhi orang lain melalui senyumansenyuman yang dilakukan.
Segera, si kecil akan belajar untuk menggunakan berbagai senyumandengan bibir
tertutup, gigi yang terlihat, ataupun mulut yang terbukadan secara hati-hati
mengamati respons yang diberikan orang-orang terhdap bermacam-macam jenis
senyuman. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang dewasa akan memberikan
respons terhadap berbagai jenis senyuman si kecil. Ketika si kecil tersenyum dengan
memperlihatkan giginya, orang dewasa terdorong bukan hanya unutk membalas
senyuman itu, tetapi juga memberikan respons dengan bersuara dan juga
mengangguk. (Karmiloff,2003:88)

Senyum bersifat sosial yang sesungguhnya, muncul pada bayi usia empat
bulan, yakni ketika bayi mulai menemukan arti dari suatu senyuman di dunia
orang dewasa, dan berperan aktif untuk membalas senyuman.Bunyi seperti
tertawa mulai muncul beberapa minggu setelah tersenyum, namun saat itu bayi
mungkin tidak akan tertawa lagi akan sesuatu hal yang sama, sebab tertawa belum
menjadi suatu respon selektif akan sesuatu. Berbeda ketika bayi berusia lima
bulan rangsangan terhadap sistem pendengaran dan perabaan mulai semakin kuat,
sehingga dengan dikelitik, melihat hal yang menggelikan, dan bermain cilukba
menjadi cara terbaik untuk membuat bayi tertawa.
Tahap ketiga dan terakhir dalam perkembangan bahasa anak sebelum
dapat berbicara adalah menunjuk suatu objek. Ketika usia bayi beranjak enam
bulan, tidak sebatas menangis, tersenyum ataupun tertawa yang dapat dilakukan
oleh bayi, kini gerakan-gerakan naluriah seperti menunjukkan jari mulai muncul
dalam upaya membagi pengalaman dan berkomunikasi dengan orang lain.
Menunjuk pada anjing yang sedang lewat, mungkin artinya, Lihat anjing itu,
bukankah menarik? Hal ini berbeda dengan menunjuk yang berfungsi sebagai alat
penolong, yang mungkin berarti, Saya menginginkan bola itu, tolong berikan
kepada saya. Menunjuk sebagai alat untuk memperlihatkan sesuatu juga dapat
mempunyai arti yang lain. Fungsi menunjuk seperti ini dapat dipakai untuk
mengekspresikan suatu ajakan, Mari kita melakukannya bersama-sama, atau
mengungkapkan perasaan, Aku menyukai itu! (Karmiloff,2003:90)

65424_balita_belajar_menunjuk_663_382
Diakses pada 24/12/2012

Menunjuk menjadi bagian yang penting pada awal komunikasi bayi


dengan orang di sekitar. Bayi menemukan cara yang mudah dan efektif untuk
menyatakan apa yang dipikirkan, seperti ingin membagi pengalaman akan
sesuatu, menunjukkan ketertarikan akan apa yang dilihat, hingga keinginan untuk
saling berinteraksi dalam suatu kegiatan. Namun disaat yang sama, frustasi dapat
dialami ketika apa yang dimaksudkan tidak dapat tersampaikan kepada lawan
bicara, sehingga sebelum menunjuk pada sesuatu, bayi akan berusaha menarik
perhatian dan meyakinkan terlebih dahulu bahwa lawan bicara sedang
memperhatikan. Keadaan tersebut akan dialami oleh bayi berusia enam bulan atau
lebih, dan tahap tersebut menandai permulaan munculnya kata-kata pada beberapa
minggu kemudian.
Perkembangan bahasa dan kemampuan berbicara anak serta peran orang
tua didalamnya
Orang tua akan menahan napas dalam kekaguman pada perkembangan
bahasa si bayi pada tahun pertama. Ketika bayi mungil yang hanya dapat
menangis menjadi seorang balita yang dapat mengucapkan kata pertamanya
dengan jelas, dan tidak lama kemudian orang tua akan semakin terpesona dengan
ledakan bahasa dalam tahun kedua dan ketiga si bayi. Perkembangan bahasa dan
kemampuan berbicara anak usia dini akan dibagi menurut usia, yakni:
(1) usia dua bulan. Tahap berbahasa pertama pada balita adalah meraban
(babling). Sebenarnya sejak lahir bayi dapat membedakan antara bunyi yang
dihasilkan antara berbicara dan bukan berbicara. Kemudian antara usia dua hingga
tiga bulan, bayi mulai mengeluarkan suara yang mirip dengan cegukan (cooing)
sebagai respon terhadap suara orang tua. Ketika usia antara empat hingga enam
bulan, bayi dapat menghasilkan bunyi berri yang diseilingi bunyi vokal,
kemampuan tersebut dinamakan marginal babbling. (2) usia tujuh bulan. Bayi
dapat mulai menggunakan suku kata konsonan dan vokal secara bergantian, atau

biasa disebut dengan canonical babbling, dan perkembangan berbahasa yang


dimiliki semakin membaik dengan urutan suku kata yang beragam. Dalam masa
tersebut, bayi belum dapat menghasilkan kata-kata yang dapat dikenali hingga
beberapa bulan ke depan. Sekalipun demikian respons positif yang diberikan dari
orang tua kepada bayi manjadi bagian penting dalam proses berbahasa, misalnya
respon positif orang tua yang seolah-olah mengerti maksud celoteh sang anak dan
menjawab celotehan tersebut dengan kata-kata. (3) usia sepuluh bulan. Kata-kata
pertama dihasilkan oleh bayi berusia sepuluh bulan keatas. Ketika bayi mulai
disebut
balita, masa perkembangan kebahasaan sudah mencapai titik
mengucapkan huruf konsonan dan vokal secara bergantian.
Pada dua bulan terakhir di tahun pertama kehidupannya, ocehan si kecil menjadi
semakin kompleks, termasuk adanya urutan suku kata yang semakin beranekaragam, contohnya,babi dan bib. Sekarang ocehan si kecil dapat dibedakan secara
jelas dengan ocehan bayi yang bahasa ibunya berbeda atau bayi orang asing.
(Karmiloff,2003:95)

Dalam meningkatkan kemampuan berbahasa yang dimiliki, seorang balita perlu


latihan mekanisme berbicara melalui latihan gerakan mulut, lidah, dan bibir.
Sebenarnya, aktivitas menghisap, menjilat, menyemburkan gelembung dan
mengunyah merupakan kemampuan yang diperlukan. Orang tua dapat
memulainya dengan melatih balita, melalui permainan maupun dengan makanan.
Misal, sering-seringnya orang tua menyanyikan lagu untuk si balita dengan lagulagu anak-anak yang sederhana dan lucu, secara berulang dengan penekanan pada
ritme dan pengucapannya, atau dengn bernyanyi diselingi permainan-permainan
yang bernada, serta menarik perhatian. Peran orang tua terhadap perkembangan
berbicara anak begitu penting, sehingga perlu diluangkannya waktu untuk
kegiatan seperti contoh diatas agar kemampuan bicara dan berbahasa si balita
dapat lebih berkembang. Orang tua menjadi model yang baik untuk si balita,
terutama pada masa ini balita mulai belajar meniru kata-kata yang didengar dan
mengucapkannya kembali. Orang tua dapat menjelaskan arti dari kata-kata yang
baru dikenal dengan menunjukkan gambar, gerakan, sikap tubuh, atau pun
ekspresi untuk mempermudah pemahaman si balita. Selanjutnya, balita akan
mulai belajar bicara dengan bahasa yang mungkin tidak jelas bagi orang tua.
Kadang-kadang orang tua perlu mengikuti gumaman yang dihasilkan, namun juga
perlu mengucapkan kata secara benar. Jika suatu saat si balita berhasil
mengucapkan suatu suku kata atau kata dengan benar, pujian yang disertai dengan
pelukan, ciuman, dan tepuk tangan akan membuat balita semakin bersemangat. (4)
usia 15-18 bulan. Kemampuan balita dalam mengerti dan menggunakan kosa kata
semakin pesat, hal tersebut biasanya bersamaan dengan kemampuan si balita
untuk berjalan. Secara efektif balita mulai menggabungkan komunikasi verbal
dan tanpa kata-kata untuk mewujudkan kebutuhan dasar dan keinginan yang
dirasakan kepada orang tua.

Pada usia 15-18 bulan, balita Anda mampu menggunakan kira-kira enam atau tujuh
kata berbeda yang dapat dikanali dan menggunkannya secara konsisten. Dia
mampu mendengarkan perintah,
mengartikannya scara tepat, kemudian
melaksanakan perintah tersebut, asalkan perintah hanya berisi satu satu potong
informasi didalamnya. Dia secara efektif menggabungkan komunikasi verbal dan
tanpa kata-kata unutk mewujudkan kebutuhan dasar dan keinginannya kepada
Anda; dia akan tetap berbicara sampai anada menunjukkan bahwa Anda
memahami.

Dalam masa tersebut, akan semakin baik jika orang tua dapat mengenalkan si
balita dengan berbagai macam suara, bunyi, seperti misalnya suara mobil, motor,
kucing, anjing, dan benda-benda yang sudah dikenal balita. Kemudian
mengenalkan pula suara-suara yang sering didengar sehari-hari, seperti pintu
terbuka-tertutup, suara air, suara angin berdesir di pepohonan, kertas dirobek,
sampai benda jatuh. Sering-sering membacakan buku-buku yang sangat sederhana
namun sarat dengan cerita yang menarik untuk anak dan gambar serta warna yang
"eye catching". Menunjukkan obyek-obyek yang terlihat di buku, menyebutkan
namanya, menjelaskan apa yang sedang dilakukannya, dan bagaimana jalan
ceritanya. Kemudian meminta si balita untuk mengulang nama yang telah
disebutkan, dan tidak lupa, memberi pujian jika si balita berhasil mengingat dan
mengulang nama yang telah sebutkan. (5) usia 19-21 bulan. Perkembangan bahasa
balita yang semakin berkembang, ditunjukkan dengan keberanian unutk mulai
menggabungkan beberapa suku kata.
Pada usia 19-21 bulan, dia masih menggunakan kata tunggal tetapi sekarang katakata itu sering disatukan untuk membentuk frasa pendek yang terdiri dari dua buah
kata. Setiap frasa memiliki arti tersendiri, dan digunakan secara tepat olehnya. Dia
tidak lagi mengatakan apa yang dipikirkannya saat itu masuk kedalam kepalanya,
tetapi sebaliknya siapmendengarkan dan menunggu beberapa saat sebelum berbicara.

Pada masa selanjutnya, orang tua perlu mengenalkan si balita pada


perbendaharaan kata yang menerangkan sifat atau kualitas. Seperti baik, indah,
cantik, dingin, banyak, sedikit, asin, manis, nakal, jelek. Caranya, pada saat
orang tua mengucapkan suatu kata tertentu, perlu disertai dengan kualitas tersebut,
misalnya anak baik, anak manis, anak pintar, baju bagus, boneka cantik, anak
nakal, roti manis, dan sebagainya. Orang tua dapat pula mulai mengenalkan pada
si balita kata-kata yang menerangkan keadaan atau peristiwa yang terjadi:
sekarang, besok, di sini, di sana, kemarin, nanti, segera. (6) usia 22-24 bulan.
Orang tua dapat mengenalkan kata-kata yang menunjukkan tempat: di atas, di
bawah, di samping, di tengah, di kiri, di kanan, di belakang, di pinggir. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan contoh gerakan. Banyak model
permainan yang dapat orang tua gunakan untuk menerangkan kata-kata tersebut,
bahkan dengan permainan, akan jauh lebih menyenangkan bagi si balita dan orang
tua sendiri.
Pada usia 22-24 bulan, kesadaran anak Anda mengeani diri sendiri sebagai seorang
individu secara berangsur-angsur meningkat di usia ini dan dia sekarang dapat

diandalkan menyebutkan nama bagian-bagian utam badannya. Sebagian karena hasil


dari meningkatkan kosa kata dan sebagian karena pemahamannya yang bertambah,
anak Anda dapat menyebutkan nama berbagaibenda sehari-hari yang diletakkan
didepannya. (Woolfson,2001:88)

Perlu diingat bagi orang tua untuk tidak menyetarakan perkembangan yang
dialami dengan anak-anak lainnya, karena setiap anak mempunyai dan mengalami
hambatan yang berbeda-beda dalam perkembangan bahasa dan kemampuan
berbicara. Jadi, jika si balita kurang lancar dan fasih berbicara, tidak perlu
kemudian menekan untuk lekas-lekas mengoptimalkan kemampuan. Keadaan ini
hanya akan membuat si balita menjadi stress. (7) usia 25-36 bulan. Pada usia ini,
balita akan lebih senang bercakap-cakap dengan anak-anak sebaya dari pada
dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, akan baik jika balita banyak dikenalkan
dengan anak-anak seusia dan dilibatkan pada lingkungan sosial yang bisa
memfasilitasi kemampuan sosial dan berkomunikasi si balita sendiri. Salah satu
tujuan para orang tua memasukkan anak dalam nursery school adalah agar si anak
bisa mengembangkan kemampuan komunikasi sekaligus sosialisasi. Meskipun
demikian, bahasa dan kata-kata yang diucapkan masih bersifat egosentris, namun
lama kelamaan akan lebih bersifat sosial seiring dengan perkembangan usia dan
keluasan jaringan sosial.
Pada usia 25-30 bulan, dia senang Anda membacakan cerita kepadanya menjelang
tidur. Dia mampu memberikan pertanyaan, mendengarkan dengan penuh perhatian
unutk menjawab dan kemudian merasakan mengenai apa yang dikatakan kepadanya.
Memorinya bertamnah baik sampai dia dapat mengingat sedikit informasi pribadi
dan dapat dianadalkan menyampaikannya kepada adanak atau orang dewasa yang
sudah dikenal. Pada usia 31-36 Bulan, kata ganti saya dan kita mulai muncul
lebih sering dalam pembicaraannya. Dia tidak selalu menggunakannya dengan tepat,
siring terbalik.Sekarang kosa katanya sudah bertambah sam[ai paling sedikit seribu
kata yang dapt digunakannya secara percayaa diri dan tepat. Dia mulai memahami
tata bahasa dasara dari bahasa dan abhwa ada aturan yang harus diikuti.
(Woolfson,2001:88)

Orang tua perlu sering-sering menceritakan cerita menarik pada balita, karena
sebenarnya cerita juga merupakan media atau sarana untuk mengekspresikan
emosi, menamakan emosi yang disimpan dalam hati, dan belajar berempati. Dari
kegiatan ini pula, balita tidak hanya belajar berani mengekspresikan diri secara
verbal tetapi juga belajar berperilaku sosial. Kegiatan seperti menceritakan pada
balita cerita yang lebih kompleks dan mengenalkan beberapa kata-kata baru
sambil menerangkan artinya dapat dilakukan terus menerus agar anak dapat
mengingatnya dan mengenalinya dengan mudah ketika orang tua mengulang
cerita itu kembali di lain waktu. (8) usia tiga hingga empat tahun, balita mulai
mampu menggunakan kata-kata yang bersifat perintah, hal ini juga menunjukkan
adanya rasa percaya diri yang kuat dalam menggunakan kata-kata dan menguasai
keadaan. Anak-anak senang sekali mengenali kata-kata baru dan terus berlatih
untuk menguasainya. Anak-anak juga mulai mengenali konsep-konsep tentang
kemungkinan, kesempatan, dengan "andaikan", "mungkin", "misalnya", "kalau".

Perbendaharaan kata semakin banyak dan bervariasi seiring dengan peningkatan


penggunaan kalimat yang utuh. Anak-anak juga semakin sering bertanya sebagai
ungkapan rasa keingintahuan yang dirasakan, seperti "kenapa dia Ma?", "sedang
apa dia Ma?", "mau ke mana?" Dalam masa tersebut, yang perlu dilakukan oleh
orang tua adalah menghindari sikap mengkoreksi kesalahan pengucapan kata anak
secara langsung, karena itu akan membuat anak merasa malu dan bisa
mematahkan semangat untuk belajar dan berusaha. Orang tua bisa mengulangi
kata-kata tersebut secara jelas seolah mengkonfirmasi apa yang dimaksudkan sang
anak. Dengan demikian, anak akan memahami kesalahan tanpa merasa malu. Pada
usia ini, seorang anak sudah mulai bisa mengerti penjelasan sederhana. Oleh
sebab itu, orang tua dapat mulai mencoba untuk mengajak anak mendiskusikan
soal-soal yang sangat sederhana, dan menanyakan pendapat yang dipikirkan
mengenai persoalan tersebut. Dengan cara itu, orang tua melatih cara dan proses
penyelesaian masalah pada anak setahap demi setahap. Hasil dari tukar pendapat
itu sebenarnya juga mempertinggi self-esteem anak karena merasa pendapat yang
dipikirkan telah didengarkan oleh orang dewasa. Orang tua perlu mengeluarkan
kalimat yang panjang dan kompleks, agar anak mulai belajar meningkatkan
kemampuan dalam memahami kalimat. Untuk mengetahui apakah anak
memahami atau tidak, orang tua bisa melihat respon dan reaksi si anak, jika anak
melakukan apa yang orang tua inginkan, dapat diartikan si anak cukup mengerti
kalimat orang tua. Memakai cerita-cerita dongeng dan fabel yang sebenarnya
mencerminkan dunia anak dan menggunakannya sebagai suatu cara untuk
mengajarkan banyak hal tanpa menyinggung perasaan. Dengan mendongeng,
orang tua mengenalkan pada anak konsep-konsep tentang moralitas, nilai-nilai,
sikap yang baik dan jahat, keadilan, kebajikan dan pesan-pesan moral lainnya.
Menjadikan saat-saat bersama anak sebagai masa yang menyenangkan, ceria,
santai dan segar sehingga perkambangan bahasa dan kemampuan berbicara anak
semakin meningkat dan terasah dengan baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perkembangan bahasa anak usia dini, telah dimulai sejak berada dalam
kandungan. Keterbatasan kemampuan untuk mengucapkan kata-kata, menjadi
tahap awal bagi anak untuk menunjukkan respon yang dirasakan melalui bahasa
tubuh. Menangis, tersenyum hingga menunjuk suatu objek tertentu, menjadi cara
efektif dan mudah dalam menyatakan perasaan negatif dan perasaan positif anak.
Orang tua terkadang bisa salah mengartikan petunjuk yang diberikan, namun
seiring berjalannya waktu, orang tua akan dapat mengartikan pesan-pesan yang
ingin disampaikan sang anak bahkan perasaan yang belum dapat terucapkan.

Beranjak pada masa bayi, seorang balita mulai belajar untuk berbicara
dengan kemampuan bahasa yang semakin berkembang. Diawali dengan meraban
(babling), celoteh yang kurang terdifinisi, kemudian mengucapakan huruf
konsonan dan vokal secara bergantian, hingga mengucapkan kata-kata pertamanya
dan mulai menggabungkan beberapa kata yang merajuk pada makna yang lebih
luas. Tahapan demi tahapan perkembangan bahasa dan berbicara pada anak, tentu
tidak memakan proses yang singkat dan mudah, oleh karena itu peran orang tua
yang aktif dan setia untuk membimbing sangat diperlukan dan diharapkan.
Sehingga semakin meningkat dan lancarlah perkembangan bahasa dan
kemampuan berbicara pada anak.
Saran
Saran yang dapat diberikan kepada orang tua sebagai pelindung dan
pembimbing anak adalah memiliki kesabaran dan ketulusan dari orang tua, hal
tersebut dikarenakan kemampuan bayi yang masih sangat terbatas, untuk
mengutarakan keadaan yang dirasakan. Bahasa tubuh yang ditunjukkan, seperti
menangis tekadang mungkin membuat frustasi orang tua, sehingga orang tua perlu
tetap membimbing dengan kasih sayang.
Mengingat begitu pentingnya perkembangan bahasa dan kemampuan
berbicara anak sedari dini, maka dukungan dari orang tua begitu berpengaruh, dan
cara yang dapat dilakukan adalah dengan sabar dan kasih membimbing anak
dalam berkomunikasi secara intensif, kontak mata, bercerita, berdialog, bekerja
sama dengan anak, meski anak belum bisa merespon secara kompleks. Emosi
yang di transfer sudah menjadi bahasa tersendiri yang ditangkap oleh otak anak
sehingga anak mengerti apa yang dikehendaki orang tua. Menggunakan media
bervariasi untuk mengembangkan kemampuan bahasa dan bicara anak, sesuai
dengan karakter anak. Dengan cara demikian dihrapkan perkembangan berbahasa
dan berbicara anak dapat berjalan lancar
DAFTAR RUJUKAN
Karmiloff, Kyra.2003.Segala Hal Yang Akan Ditanyakan Oleh Bayi
Anda.Jakarta:Erlangga.
Woolfson, Richard.2001.Balita yang cerdas.Batam:Karisma Publishing Group.
http://buburdelima.com/2012/pengertian-bahasa-menurut-paraahli.html
http://adeirmasuryani.wordpress.com/2010/11/29/makalahperkembangan-bahasa-berbicara-pada-anak-usia-dini/
http://www.balita-anda.com/psikologi/789-tahap-perkembangankemampuan-bicara-dan-berbahasa.html

Anda mungkin juga menyukai