PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan pengamatan World Health Organization (WHO) Tahun 2007, angka
kematian ibu dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas adalah sebesar 500.000 jiwa dan angka
kematian bayi sebesar 10.000.000 jiwa, pada Tahun 2009 jumlah kematian ibu sebanyak 2650
orang. Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi jika dibandingkan Negaranegara Association South East Asian (ASEAN), yang berarti kemampuan untuk memberikan
pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu
(Saifuddin, 2008).
Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang
bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan kepada pasien.
Kepuasan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi, salah satu
diantaranya adalah kelancaran komunikasi antara petugas kesehatan (termasuk bidan) dengan
pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya pengobatan secara medis saja melainkan
juga berorientasi pada komunikasi karena komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien
(Pohan, 2007).
1
Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, Angka Kematian
Ibu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, Tahun 2009 Angka Kematian Ibu sebesar 357 per
100.000 kelahiran hidup sedangkan pada Tahun 2010 sebesar 263 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu mulai menjadi sorotan terkait sulitnya mencapai target MDGs (Millennium
Development Goals) yang tinggal 3 Tahun lagi yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi
102 per 100.000 kelahiran hidup pada Tahun 2015, untuk menurunkan Angka Kematian Ibu
diperlukan upaya-upaya yang terkait dengan kehamilan, kelahiran dan nifas (WHO, 2011).
Di Propinsi Bengkulu pada Tahun 2007 berdasarkan hasil Survei Kesehatan Daerah
jumlah kematian ibu sebanyak 58 orang terdiri dari kematian ibu hamil sebanyak 5 orang,
kematian ibu bersalin 44 orang dan kematian ibu nifas sebanyak 9 orang. Angka Kematian Ibu di
Propinsi Bengkulu sebesar 157,49 per 100.000 kelahiran hidup, tidak jauh berbeda dengan Tahun
2006 yaitu sebesar 158,87 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes, 2010).
Dalam memantau program pelayanan kesehatan ibu hamil dapat di nilai dengan
menggunakan indikator cakupan K1 dan K4, secara nasional cakupan K1 Tahun 2010 adalah
95,26% dan cakupan K4 adalah 85,56%, jumlah tersebut masih kurang dari target nasional tahun
2012 yaitu cakupan K1 100% dan K4 95%. Sedangkan cakupan K1 di Provinsi Bengkulu Tahun
2010 adalah 91,2% dan cakupan K4 adalah 85,8% dengan target cakupan tahun 2015 K1 100%
dan K4 95%. Di Puskesmas Lingkar Barat Kota Bengkulu pada Tahun 2009 didapatkan cakupan
K1 94% dan cakupan K4 84%, pada Tahun 2010 cakupan K1 95% dan cakupan K4 96%,
sedangkan pada Tahun 2011 cakupan K1 84% dan cakupan K4 86%. Dari uraian diatas
kunjungan ibu hamil mengalami kenaikan dan penurunan tiap tahunnya, banyak faktor yang
dapat mempengaruhi tingkat kepuasan ibu hamil dalam melakukan kunjungan Antenatal Care
salah satunya adalah komunikasi bidan dalam Antenatal Care (Depkes, 2010).
Komunikasi baik antara bidan dengan ibu hamil sangat mempengaruhi kepuasan ibu
hamil dalam mendapat pelayanan oleh bidan. Sehingga dapat diperoleh rasa saling percaya
antara bidan dan pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara setelah melakukan perawatan
kehamilan, bidan mendengarkan dengan penuh perhatian apabila ada keluhan dari penderita
menanggapi dengan baik apabila ada pertanyaan. Konseling merupakan komunikasi
interpersonal yang berkaitan dengan hak klien untuk memperoleh informasi, indikator mutu
pelayanan kesehatan, membantu klien dalam menentukan pilihan, memahami kondisi yang
dihadapi oleh klien, memberikan rasa puas pada klien (Saifuddin, 2006).
Dari survey awal dengan melakukan wawancara pada 3 orang ibu hamil trimester I dan
III yang dilakukan peneliti pada salah satu Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas
Lingkar Barat Bengkulu, diperoleh bahwa 1 ibu hamil trimester III mengatakan puas dan 2 ibu
hamil trimester I dan III mengatakan cukup puas dengan pelayanan Antenatal Care yang
diberikan oleh bidan. Menurut ibu hamil yang mengatakan cukup puas, kekurangpuasannya
karena merasa bidan kurang perhatian dan ibu hamil
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengangkat judul
penelitian Hubungan Komunikasi Bidan dengan Tingkat Kepuasan Ibu Hamil dalam Antenatal
Care di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu.
B.
Masalah Penelitian
Dari latar belakang tersebut diatas penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
Apakah ada hubungan antara komunikasi bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam
Antenatal Care di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu?
C. Tujuan Penelitian
1.
2.
Untuk mempelajari hubungan komunikasi Bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam
Antenatal Care pada ibu hamil di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat
Bengkulu.
Tujuan khusus
a.
Untuk mengetahui komunikasi Bidan dalam Antenatal Care di Bidan Praktek Swasta Wilayah
Kerja Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu.
b.
Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien Antenatal Care di Bidan Praktek Swasta Genap Sri
Lingkar Barat Bengkulu.
c.
Untuk mengetahui hubungan komunikasi bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam
Antenatal Care di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu.
D. Manfaat Penelitian
1.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan sekaligus sebagai bahan
perencanaan peningkatan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu.
2. Bagi institusi
Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagi peserta didik mengenai komunikasi dan
tingkat kepuasan ibu hamil dalam Antenatal Care.
3. Bagi ibu hamil
Diharapkan ibu hamil merasa puas terhadap komunikasi bidan dalam Antenatal Care sehingga
dapat meningkatkan kunjungan dalam memeriksakan kehamilannya.
4. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat berguna dalam menambah wawasan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan pengalaman dibidang penelitian dan untuk memenuhi tugas akhir di STIKES
Tri Mandiri Sakti Bengkulu Program Studi DIII Kebidanan penulisan Karya Tulis Ilmiah tentang
komunikasi bidan dalam Antenatal Care di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja Puskesmas
Lingkar Barat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Komunikasi Bidan
a.
Pengertian Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari kata to commune yang berarti menjadikan milik bersama.
Beberapa ahli menyampaikan pengertian komunikasi. Komunikasi adalah proses pertukaran
b.
informasi (Taylor, 1993, dalam Wulandari, 2009). Komunikasi adalah proses penyampaian
informasi, makna dan pemahaman dari pengirim pesan kepada penerima pesan (Burgess, 1988,
dalam Wulandari, 2009). Komunikasi adalah kegiatan mengajukan pengertian yang diinginkan
dari pengirim informasi kepada penerima informasi dan menimbulkan tingkah laku yang
diinginkan penerima informasi (Yuwono, 1985, dalam Wulandari, 2009).
Dari ketiga pengertian diatas, intinya adalah komunikasi merupakan seni penyampaian informasi
(pesan, ide, sikap, gagasan) dari komunikator atau penyampai berita, untuk mengubah serta
membentuk perilaku komunikan atau penerima berita (pola, sikap, pandangan, dan
pemahamannya), ke pola dan pemahaman yang dikehendaki bersama (Uripni, 2003).
6
Komunikasi adalah suatu proses interaksi antarpribadi atau proses penyampaian informasi
dengan menggunakan bentuk verbal maupun non verbal untuk mencapai tujuan tertentu
(Wulandari, 2009). Komunikasi adalah suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat, dan
pemberian nasihat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerja sama (Tappen, 1995,
dalam Suarli, 2010).
Komunikasi kebidanan adalah bentuk komunikasi yang digunakan oleh bidan dalam memberikan
asuhan kebidanan kepada klien. Komunikasi kebidanan merupakan penggambaran terjadinya
interaksi antara bidan dengan klien dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien. Sebagaimana
diketahui, klien atau pasien menuntut pelayanan yang paripurna, baik fisik maupun psikologis
terutama klien yang mengalami ketidak stabilan emosi selama proses adaptasi terhadap suatu
perubahan status misalnya menjadi ibu, menjadi orang tua, mengalami kehamilan yang pertama.
Karena keadaan tersebut, klien perlu memperoleh pendampingan dan kedekatan dengan tenaga
pelayanan kesehatan yang salah satunya adalah bidan (Uripni, 2003).
Melalui komunikasi bidan dapat menyampaikan ide dan pikirannya kepada pasien, dan kemudian
bidan dapat mengetahui pikiran dan perasaan pasien terhadap penyakit yang diderita dan juga
sikap perilaku pasien terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian segala tindakan bidan disepakati
oleh pasien, dan pasien itu sendiri ikut membantu segala penyembuhan yang dilakukan
terhadapnya bila dilakukan tindakan tanpa diberi penjelasan terlebih dahulu, atau pendapat klien
tidak diminta atau sebaliknya pasien menyembunyikan perasaannya, maka upaya penyembuhan
akan kurang berhasil (Dalami, 2009).
Tujuan komunikasi
c.
1)
Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alat sehingga
komunikasi verbal ini sama halnya dengan komunikasi kebahasaan. Komunikasi kebahasaan
dapat dijalin secara lisan (vokal) dan ditulis (visual), contoh penggunaan komunikasi verbal
adalah ketika memberi penjelasan kepada klien, saat membuat catatan perkembangan. Pada
semua contoh komunikasi verbal ini terdapat kata-kata dan bahasa yang dikomunikasikan kepada
orang lain.
2)
Komunikasi non verbal, merupakan komunikasi yang tidak menggunakan bahasa lisan maupun
tulisan, tetapi menggunakan bahasa isyarat tubuh (kinestik). Informasi dapat dikomunikasikan
kepada orang lain secara nonverbal dengan berbagai cara, seperti gerakan tubuh (Gesture),
ekspresi wajah, postur tubuh (postural), penggunaan sentuhan, posisi tubuh, suara, kondisi fisik
umum, gaya berpakaian, dan keadaan diam. Contohnya seperti memegang tangan orang dan
menariknya menginformasikan mengajak.
d.
Proses komunikasi
Komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila terdapat elemen-elemen yang mendukung
proses komunikasi (Uripni, 2003) antara lain meliputi:
1) Komunikator (sender), yaitu pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lainnya.
2)
Pesan (message), yaitu isi dari komunikasi yang disampaikan oleh seseorang.
3)
Media (channel), yaitu suatu alat bantu atau saluran untuk menyampaikan pesan terdiri atas 3
bagian lisan, tertulis, dan elektronik.
4)
Penerima (receiver), yaitu pihak yang menerima pesan dari pengirim pesan.
5)
Tanggapan (response), yaitu serangkaian reaksi dari pihak penerima atas pesan-pesan yang
disampaikan kepadanya.
6)
Umpan balik (feedback), yaitu respon penerima yang disampaikan kepada pengirim pesan.
7)
Dalam proses komunikasi setiap unsur memiliki peranan yang sangat penting dalam
membangun proses komunikasi, artinya tanpa keikutsertaan satu unsur akan memberi pengaruh
pada jalannya suatu komunikasi.
e.
Model Komunikasi
Menurut Tamsuri (2005), adapun model komunikasi yang menggambarkan proses komunikasi
antara lain:
1) Model komunikasi satu arah
Model yang melibatkan tiga unsur dasar dalam komunikasi, yaitu pengirim (komunikator),
pesan, dan penerima pesan (komunikan).
2)
3)
f.
Hubungan antar manusia yang baik mendasari keberhasilan dalam berkomunikasi. Oleh karena
itu, komunikasi secara efektif sangat diperlukan untuk memberikan kemudahan dalam
memahami pesan. Komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude, change)
pada orang yang terlihat dalam komunikasi. Tujuan komunikasi yang efektif adalah memberi
kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi dan penerima sehingga
bahasa lebih jelas, lengkap, pengiriman, dan umpan balik seimbang dan melatih penggunaan
bahasa nonverbal secara baik (Uripni, 2003).
Faktor yang mempengaruhi komunikasi
Proses komunikasi di pengaruhi oleh beberapa faktor (Potter&Perry, 1993, dalam Wulandari,
2009) antara lain:
1)
Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif dengan seorang, bidan harus mengerti pengaruh
perkembangan usia, baik dari sisi bahasa maupun proses berfikir orang tersebut. Cara
berkomunikasi anak remaja berbeda dengan anak balita. Kepada remaja mungkin perlu belajar
bahasa gaul mereka, sehingga komunikasi diharapkan akan lancar.
2)
Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi ini
dibentuk oleh pengharapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan
terhambatnya komunikasi. Misalnya, kata beton akan menimbulkan perbedaan persepsi antara
ahli bangunan dengan orang awam.
3)
Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi bidan untuk menyadari
nilai seseorang. Bidan perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat
terjadi interaksi yang tepat dengan klien. Misalnya, memandang tindakan abortus tidak sebagai
dosa, sementara bidan memandang tindakan abortus sebagai tindakan dosa. Hal ini dapat
menyebabkan konflik antara bidan dan klien.
4)
5)
Emosi
Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti perasaan marah,
sedih, senang akan dapat mempengaruhi bidan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bidan
perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya sehingga mampu memberi asuhan kebidanan
dengan tepat. Selain itu, bidan perlu mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya agar dalam
melakukan asuhan kebidanan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.
6)
Jenis kelamin
Setiap jenis kelamin mempunyai gaya sendiri dalam berkomunikasi yang berbeda-beda. Lakoff
(1975) menemukan bahwa dalam percakapan, laki-laki cenderung langsung dan aktif sedangkan
perempuan terlalu sopan dan pasif.
7)
Pengetahuan
Tingkat pengetahuan mempengaruhi komunikasi. Seseorang yang tingkat pengetahuannya
kurang sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dibandingkan dengan tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi. Bidan perlu mengetahui tingkat pengetahuan pasien sehingga
dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberi asuhan kebidanan yang tepat kepada
klien.
8)
9)
Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana yang bising tidak
ada privasi yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan, dan ketidaknyamanan. Untuk
itu bidan perlu menyiapkan lingkungan yang tepat dan nyaman sebelum melakukan interaksi
dengan klien. Lingkungan fisik mempengaruhi tingkah laku manusia berbeda dari satu tempat ke
tempat yang lain. Misalnya, saat berkomunikasi dengan sahabatnya akan berbeda apabila
berbicara dengan pimpinan.
10) Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu akan memberi rasa aman dan kontrol.
Pada saat pertama kali klien berinteraksi dengan bidan, bidan perlu memperhitungkan jarak yang
tepat pada saat melakukan komunikasi dengan klien.
11) Citra diri
Manusia mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, status sosial, kelebihan dan
kekurangannya. Citra diri terungkap dalam komunikasi. Contoh, pembicaraan orang tua dengan
anaknya dengan menentukan ekspresi dan persepsi orang, misalnya kamu mesti jadi bidan
karna akan dihormati dan mudah mendapatkan uang.
12) Kondisi fisik
Kondisi fisik mempunyai pengaruh terhadap komunikasi. Artinya indra pembicaraan mempunyai
andil terhadap kelancaran terhadap komunikasi. Misalnya, orang tuna wicara akan kesulitan
apabila berbicara dengan orang normal.
Setiap pasien mempunyai hak-hak yang harus diberikan, tanpa memandang suku bangsa, usia,
agama, sosio-ekonomi, status perkawinan, partai politik, kehidupan seksual ataupun jumlah anak
dalam keluarga (Saifuddin, 2006).
Hak-hak keluarga:
1) Hak untuk memperoleh informasi tentang kondisi dan keadaan apa yang sedang mereka alami.
2) Hak untuk bertanya mendiskusikan tentang kondisi atau keadaan dirinya dan harapan pasien dari
sistem pelayanan.
3) Hak pasien untuk dilayani secara pribadi
4) Hak untuk menyatakan pandangannya
5) Hak untuk memutuskan secara bebas
Tingkat kesabaran yang tinggi dan teknik berkomunikasi yang efektif merupakan syarat yang
harus dimiliki oleh penolong atau petugas kesehatan dalam menghadapi orang sakit. Komunikasi
juga merupakan salah satu bentuk kewajiban penolong terhadap pasien untuk memperoleh
informasi objektif dan lengkap tentang apa yang sedang dialaminya, upaya yang akan atau
sedang dilakukan oleh penolong dan hasil tindakan pengobatan yang telah diberikan. Oleh sebab
itu komunikasi harus selalu berlangsung dalam berbagai tahap (Saifuddin, 2006) yaitu:
1) Sebelum pelayanan dilakukan
2) Selama prosedur klinik
3) Setelah tindakan atau pengobatan
Dalam komunikasi harus terdapat komunikator, pesan, saluran komunikasi, metode komunikasi,
komunikasi, dan umpan untuk mencapai hubungan yang baik.
2. Kepuasan dan Mutu Pelayanan Kesehatan
a.
1)
Pengertian
Kepuasan adalah perasaan konsumen dalam hal ini ibu hamil setelah membandingkan hasil yang
diperoleh dengan harapan yang dimiliki, dimana hasil yang diharapkan sesuai maka konsumen
akan puas (Supranto, 2006).
2) Aspek-aspek kepuasan :
a) Aspek kognitif
Ibu hamil merasa puas dengan informasi yang diberikan oleh bidan.
b) Aspek afektif
Ibu hamil diperhatikan oleh bidan dengan penuh perhatian, mendengarkan keluhan dan
mempunyai empati yang tinggi.
c) Aspek perilaku
Ibu hamil melakukan evaluasi atas kemampuan komunikasi bidan dalam memberikan anjuran
yang diberikan.
3)
Dimensi kepuasan
Menurut Azwar (1996), secara umum dimensi kepuasan dibedakan atas dua macam:
a)
Kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik dan standar pelayanan
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, hubungan bidan dan pasien
yang baik harus dapat dipertahankan. Diharapkan setiap bidan dapat dan bersedia memberikan
perhatian yang cukup kepada pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua
keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal
yang ingin diketahui pasien.
(2) Kenyamanan pelayanan
Kenyamanan yang dimaksudkan disini tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan,
tetapi juga sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
(3) Kebebasan melakukan pilihan
Memberikan kebebasan kepada pasien untuk memilih serta menentukan pelayanan kesehatan.
(4) Pengetahuan dan kompetensi teknis
Makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis pelayanan kesehatan maka makin tinggi
pula mutu pelayanan kesehatan.
(5) Efektifitas pelayanan
Makin efektif pelayanan kesehatan makin tinggi pula mutunya.
(6) Keamanan tindakan
Untuk dapat dikatakan pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek keamanan harus diperhatikan.
Pelayanan medis yang membahayakan pasien, bukanlah pelayanan yang baik.
b)
pemakai jasa
1) Pengertian mutu
Beberapa pakar berpendapat tentang mutu (Saifuddin, 2006):
a)
Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati (Winston,
1956, dalam Saifuddin, 2006).
b) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980, dalam Saifuddin, 2006).
c)
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa, yang didalamnya
terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (Din ISO
8402, 1986, dalam Saifuddin, 2006).
d) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984, dalam Saifuddin,
2006).
Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan atau kinerja yang menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap
pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan standard dan kode etik profesi yang telah ditetapkan
(Saifuddin, 2006).
Continuity of care : pelayanan yang diberikan berkelanjutan, terkoordinir dari waktu ke waktu.
keramahtamahan petugas dalam melayani pasien dan kesembuhan penyakit yang sedang diderita
pasien.
b) Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan:
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan dengan perkembangan ilmu tekhnologi mutakhir dan otonomi profesi dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.
c) Bagi penyandang dana:
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakai sumber dana, kewajaran
pembiayaan dan kemampuan menekan beban biaya penyandang dana.
3) 14 prinsip Deming :
a) Peningkatan mutu merupakan tujuan yang secara konsisten hendak dicapai.
b) Menerapkan filosofi mutu.
c) Mengurangi ketergantungan pada pengawasan.
d) Hentikan pendapat bahwa harga membawa nama.
e) Peningkatan yang berkesinambungan sistem pelayanan dan produksi.
f)
j)
Membatasi slogan.
1)
Yang menunjuk pada persyaratan minimal unsur proses, yang dikenal dengan nama standard of
conduct dibedakan atas dua macam :
a) Standar tindakan medis (standard of medical procedure)
Ke dalam standar tindakan medis termasuk persyaratan minimal tata cara anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan sepanjang, diagnosis terapi, dan pelayanan tindak lanjut.
b) Standar tindakan non medis (standard non medical procedure)
Ke dalam standar tindakan non medis termasuk persyaratan minimal tata cara pendaftaran,
konseling, penyuluhan, dan pengaturan pelayanan rujukan.
3)
Yang menunjuk pada penampilan penyelenggaraan yang diselenggarakan, di kenal dengan nama
standard of performance. Dibedakan atas dua macam :
a) Standar keluaran aspek medis
Kedalam standar ini termasuk antara lain angka kesembuhan, angka efek samping, angka
komplikasi, dan angka kematian.
b) Standar keluaran aspek non medis
Kedalam standar ini termasuk antara lain hubungan dokter pasien, keramahtamahan petugas,
keluhan pasien, dan kepuasan pasien.
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat, keempat
standar ini perlulah dipantau serta dinilai secara sistematis, objektif, dan berkesinambungan.
Apabila ditemukan penyimpangan, perlulah segera diperbaiki, sedemikian rupa sehingga
perlawanan kesehatan yang diselenggarakan dapat dipertanggung jawabkan.
d.
1) Tujuan ANC
Menurut Saifuddin (2006) tujuan asuhan antenatal adalah :
a) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi
b) Meningkatkan dan mempertahankan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi.
c)
Mengenali sedini mungkin adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
d)
Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya
dengan trauma seminimal mungkin.
e) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
f)
Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh
kembang secara normal.
2) Kebijakan
a) Kebijakan program
Antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama kehamilan (WHO) yaitu satu
kali trimester pertama, satu kali trimester kedua, dua kali trimester ketiga (Saifuddin, 2006).
b) Kebijakan teknis
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu sebabnya
mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilan. Penatalaksanaan ibu hamil
secara keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai berikut (Saifuddin, 2006) :
(1) Mengupayakan kehamilan yang sehat
(2) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila
diperlukan.
(3) Persiapan persalinan yang bersih dan aman.
(4) Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan bila terjadi komplikasi.
e.
Standar pelaksanaan antenatal yang dilakukan pada ibu hamil pada setiap kunjungan
terdapat 6 standar (Depkes RI, 2009):
1) Identifikasi ibu hamil
Melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk
memberikan penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar memeriksakan
kehamilan sejak usia dini dan teratur.
Hasil yang diharapkan :
a) Ibu memahami tanda dan gejala kehamilan.
b) Ibu, suami dan masyarakat menyadari manfaat pelayanan kehamilan secara dini dan teratur.
c) Meningkatkan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamilan 12 minggu.
2) Pemeriksaan dan pemantauan antenatal
Memberikan sedikitnya empat pelayanan, pemeriksaan meliputi anamnesa dan
pemantauan ibu dan janin secara seksama untuk menilai apakah perkembangannya berlangsung
normal.
Hasil yang diharapkan :
a)
b)
c)
d)
Ibu hamil dan masyarakat tergerak untuk merencanakan persalinan yang bersih dan aman.
Persalinan direncanakan di tempat yang aman dan memadai.
Adanya persiapan sarana transportasi untuk merujuk ibu bersalin jika perlu.
Rujukan tepat waktu telah dipersiapkan bila diperlukan.
3.
Hubungan komunikasi bidan terhadap tingkat kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan
pelayanan ANC
A. Kerangka Teori
Proses Komunikasi:
Komunikator (sender)
Pesan (message)
Media (channel)
Penerima (receiver)
Tanggapan (response)
Lingkungan
Aspek-aspek Kepuasan:
Aspek kognitif
Aspek afektif
Aspek perilaku
B. Kerangka Konsep
Komunikasi bidan dalam Antenatal Care
Tingkat Kepuasan
C. Hipotesa
Ho: Tidak ada hubungan antara komunikasi bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam
Antenatal Care.
Ha: Ada hubungan antara komunikasi bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam Antenatal
Care.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif korelatif, yaitu penelitian
yang dilakukan dengan tujuan utama mendeskripsikan atau memaparkan komunikasi
bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam Antenatal Care di Bidan Praktek Swasta
Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu. Penelitian ini dilakukan dengan
menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan atau analisa data,
membuat kesimpulan dan laporan. Dalam melakukan penelitian ini peneliti
menggunakan jenis penelitian deskriptif korelatif melalui pendekatan Cross Sectional
dengan metode yaitu penelitian survei. Menurut Notoatmodjo (2010) Pendekatan Cross
Sectional adalah pengambilan data pada suatu waktu tertentu, dimana data tersebut dapat
menggambarkan pada waktu tersebut.
35
C. Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek ruang yang akan diteliti
(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini semua ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya sampai bulan Agustus 2012 di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja
Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu sejumlah 40 ibu hamil.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling tertentu untuk bisa
memenuhi atau mewakili populasi (Notoatmodjo, 2010) :
Sampel dalam penelitian ini adalah semua responden yang sesuai kriteria inklusi yang
ditetapkan. Besar sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah 36 ibu hamil.
Kriteria sampel :
Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi
yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010).
Yang menjadi kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1)
Ibu hamil yang telah memeriksakan kehamilannya minimal dua kali di Bidan Praktek Swasta
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan dua variabel, yaitu :
1.
Variabel Independent
Suatu variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependent, dapat
dikatakan sebagai variabel yang mempengaruhi (Setiawan, 2010). Variabel independent
dalam penelitian ini adalah komunikasi bidan dalam memberikan pelayanan Antenatal Care.
2.
Variabel Dependent
Adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independent (Setiawan, 2010). Variabel
dependent dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan ibu hamil dalam Antenatal Care.
E. Definisi Operasional
1. Komunikasi Bidan
Komunikasi bidan adalah suatu proses penyampaian informasi oleh bidan kepada
pasien baik secara verbal yaitu dengan menggunakan bahasa maupun secara nonverbal yaitu
tidak menggunakan bahasa melainkan bahasa tubuh seperti sentuhan, kontak mata dan
lainnya. Pengukuran komunikasi bidan di ukur dengan berbagai item pertanyaan dalam
kuesioner yang dinyatakan dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan
harapan yang diinginkan.
lat ukur
: Kuesioner
kala
: Ordinal
asil ukur
aik
ukup
urang
lat ukur
Kuesioner
kala
Ordinal
asil ukur
uas
ukup Puas
urang Puas
2.
Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan
alat ukur berupa kuesioner yang berisi 20 item pertanyaan kepada responden. Responden
tinggal memberikan tanda tertentu pada pertanyaan yang disediakan. Selama pengisian
kuesioner, peneliti berada tidak jauh dari responden agar dapat memberikan petunjuk
pengisian bila ada hal yang tidak atau kurang dimengerti. Apabila kondisi tidak
memungkinkan, data diambil dengan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner
yang sama, dimana jawabannya dipilih responden dituliskan pada lembar kuesioner oleh
pewawancara.
G. Instrumen atau Alat Penelitian
Instrumen adalah alat pada waktu penelitian menggunakan sesuatu metode. Alat dalam
penelitian ini adalah kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal
yang ia ketahui (Arikunto, 2007). Ditinjau cara responden menjawab kuesioner, penelitian ini
menggunakan pertanyaan tertutup dimana pertanyaan dirumuskan sedemikian rupa sehingga
kemungkinan jawaban yang diberikan responden sangat terbatas. Kuesioner ini diadopsi dari
kuesioner penelitian sebelumnya Pratiwi (2010) dan telah diuji menggunakan uji validitas
dengan analisa butir adalah skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud dikorelasikan
dengan skor total, selanjutnya dihitung dengan rumus product moment. Jika R r tabel maka
dikatakan butir soal itu valid. Setelah diperoleh harga R, kemudian hasilnya dikonstitusikan
dengan harga r product moment. Item yang dinyatakan valid adalah item dengan hasil lebih
dari r tabel pada tingkat kepercayaan 95%, yaitu lebih dari 0,444. Hasil uji reliabilitas
menunjukkan reliabilitas instrumen dengan rumus cronbach alpha, bila dikonstitusikan
dengan R product moment. Jika R r tabel maka dikatakan butir soal itu valid. Item yang
dinyatakan reliabel adalah item dengan hasil lebih dari r tabel pada tingkat kepercayaan 95%,
yaitu lebih dari 0,444.
2.
Variabel
Penelitian
Komunikasi
Bidan
Indikator
-
Total pertanyaan
Tingkat
kepuasan
Total pertanyaan
Pengertian Komunikasi
Proses komunikasi
Jenis komunikasi
Faktor yang mempengaruhi
komunikasi
Kepuasan pelayanan ANC
Mutu pelayanan kesehatan
Nomor
pertanyaan
3, 4, 5, 9,
10
7, 8
1,2
6
11, 12, 13,
14, 16,
15, 17, 18,
19, 20
Jumlah
5
2
2
1
10
5
5
10
Coding
Setelah data terkumpul dan selesai di edit di lapangan, tahap berikutnya yaitu mengkode data,
yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden ke dalam kategori-kategori
dengan memberi tanda / kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.
Langkah dalam melakukan coding yaitu :
1) Menentukan kategori yang akan digunakan.
2) Mengalokasikan jawaban-jawaban responden pada kategori-kategori tersebut.
c.
Tabulating
Tabulating dilakukan dengan memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam tabel yang
tersedia.
d.
Entry
Memasukan data yang sudah di lakukan editing dan coding tersebut kedalam Komputer yaitu
untuk memastikan apakah semua data sudah siap di analisis
e.
Cleaning
Untuk memastikan apakah semua data sudah siap dianalisis.
2. Analisis Data
Hasil data yang diolah disajikan secara Deskriptif.
Untuk semua variabel akan ditampilkan distribusi frekuensi yang diperoleh dari analisa data
univariat.
a.
Analisis univariat
Untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang di teliti, baik
variabel independent maupun variable dependent. Langkah - langkah yang dilakukan dalam
analisa univariat adalah sebagai berikut :