Farmakoterapi Hipertensi Pada CKD
Farmakoterapi Hipertensi Pada CKD
TINJAUAN PUSTAKA
Terapi Farmakologi
Pada Penderita Hipertensi
Kontrol tekanan darah yang memadai ( <130/80 mmHg) dapat mengurangi laju
penurunan GFR dan albumin dariapada pasien dengan atau tanpa diabetes.
Terapi anti hipertensi untuk pasien CKD sebaiknya diawali dengan Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor blocker(ARB).
Calsium Chanel Blocker nondihidropiridin biasanya digunakan sebagai obat
antiproteinuria lini kedua apabila penggunaan ACEI atau ARB tidak dapat
ditoleransi.
Klirens ACEI menurun pada kondisi CKD sehingga sebaiknya terapi dimulai
dengan pemberian dosis rendahyang memungkinkan diikutidengan titrasi
meningkatuntuk mencapai target tekanan darah (Sukandar, et.al, 2011).
Abnormalitas Caira dan Elektrolit
Kemampuan ginjal untuk menyesuaikan perubahan cepat terhadap asupansodium
pada pasien dengan ESRD sudah hilang. Pembatasan sodium melalui pengaturan
makanan tanpa tambahan garam tidak direkomendasikan meskipun pasien
memiliki hipertensi/edema. Kondisi keseimbangan sodium yang negatif dapat
menurunkan perfusi ginjal dan menyebabkan penurunan GFR lebih lanjut.
Terapi menggunakan diuretik loop, apabila diberikan melalui infus kontinyu, dapat
meningkatkan volume urin dan ekskresi sodium ginjal. Meskipun diuretik thiazide
tidak efektif pada kondisi klirens kreatinin <30 mL/menit, penambahan diuretik
loop dapat meningkatkan ekskresi sodium dan air (Sukandar, et.al, 2011).
Anemia
Penyebab utama anemia pada pasien ESRD dan CKD adalah melalui eritropoetin.
Faktor lain yang berkontribusi adalah penurunan siklus hidup sel darah merah,
kehilangan darah, dan defisiensi besi (Sukandar, et.al, 2011).
ESRD
Pada penyakit stadium lanjut, terapi berupa dialysis atau transplantasi ginjal
(Corwin, 2009).
2. Hipetensi
2.1 DEFINISI HIPERTENSI
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur paling tidak pada
tiga kesempatan yang berbeda (Corwin, 2009). Prevalensi penyakit ini meningkat dengan
bertambahnya usia. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan terus-menerus
sebesar 140/90 mmHg, suatu criteria yang menunjukkan bahwa risiko penyakit
kardiovaskular yang berkaitan dengan hipertensi cukup tinggi sehingga perlu mendapat
perhatian medis (Goodman & Gilman, 2008).The Seventh Joint National Committee (JNC 7)
mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa sebagai berikut (National Institutes of
health, 2003):
KLASIFIKASI
Normal
Prehipertensi
Hipertensi stage I
Hipertensi stage II
SISTOLE (mmHg)
<120
120 139
140 - 159
160
DIASTOLE (mmHg)
<80
80 - 89
90 99
100
Kerentanan genetik
Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan pasien hipertensi sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular
adalah penyebab sekunder yang sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun
tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan
darah. Penyakit dan obat ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Penyakit
penyakit ginjal kronis
hiperaldosteronisme primer
penyakit renovaskular
sindroma Cushing
pheochromocytoma
koarktasi aorta
penyakit tiroid atau paratiroid
Obat
Kortikosteroid, ACTH
Estrogen (biasanya pil KB dg kadar
estrogen tinggi)
NSAID, cox-2 inhibitor
Fenilpropanolamine dan analog
Cyclosporin dan tacrolimus
Eritropoetin
Sibutramin
Antidepresan (terutama venlafaxine)
Gambar 1.Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi (Vikrant & Tiwari,
2001).
2.3 PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Mekanisme Humoral
Beberapa kelainan humoral yang terlibat dalam pengembangan hipertensi esensial:
1. Sistem Renin Angiotensin-Aldosteron
Mekanisme patofisiologi hipertensi salah satunya dipengaruhi oleh sistem renin
angiotensin aldosteron, dimana hampir semua golongan obat anti hipertensi bekerja
dengan mempengaruhi sistem tersebut.Renin angiotensin aldosteron adalah sistem
endogen komplek yang berkaitan dengan pengaturan tekanan daraharteri.Aktivasi dan
regulasi sistem reninangiotensin aldosteron diatur terutamaoleh ginjal.Sistem renin
angiotensin aldosteron mengatur keseimbangan cairan, natrium dan kalium. Sistem ini
secara signifikan berpengaruh pada aliran pembuluh darah dan aktivasi sistem saraf
simpatik serta homeostatik regulasi tekanan darah (Dipiro, 2008).
Renin adalah enzim yang disimpan dalam sel juxtaglomerular, yang terletak di
arteriol aferen ginjal. Pengeluran renin dimodulasi oleh beberapa faktor: faktor
intrarenal (tekanan perfusi ginjal, katekolamin, angiotensin II) dan faktor ekstrarenal
(natrium, klorida, dan kalium).
2.4
FAKTOR RESIKO
2.5
PENATALAKSANAAN
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah :
2.7.1
REKOMENDASI
KIRA-KIRA PENURUNAN
TEKANAN DARAH
(RANGE)
5-20 mmHg/kg penurunan BB
Adopsi
pola
DASH
Approach
to
Stop
8-14 mmHg
Hypertension)
Aktifitas fisik
jalan
kaki
menit/hari,
2.8 mm Hg
30
beberapa
hari/minggu
2.7.2
Diuretik,
Beta bloker,
Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI),
Angitensin Reseptor Bloker (ARB)
Antagonis kalsium
NAMA OBAT
DOSIS
FREKUENSI
LAZIM
PEMBERIA
(MG/HARI
KOMENTAR
Diuretik
Klortalidon
)
6,25-25
tiazid
Hidroklortiazi
12,5-50
menghindari
malam
diuresis
hari;
gol.tiazid
GFR
(ClCr<30
rendah
ml/min);
lebih
disukai,dengan
dosis
efektif
mg/hari;
maksimum
25
klortalidon
Furosemid
20 - 80
dibanding HCT.
Pemberian pagi dan sore
diuretik
mungkin
Tiamteren
50 - 100
1 atau 2
Kalium
GFR
sangat
hari;
diuretik
lemah
biasanya
dikombinasi
diuretik
dengan
tiazid
untuk
meminimalkan
hipokalemia;
karena
ini
diberikan
pasien
mengalami
yang
hipokalemia
pasien
dengan
menyebabkan
hiperkalemia,
terutama
Spironolakton
25 - 50
atau
kalium.
Pemberian
suplemen
pagi
untuk
diuretik
biasanya
dengan
ringan
dikombinasi
tiazid
meminimalkan
untuk
efek
kronis
ClCr<30ml/min);
dapat
menyebabkan
hiperkalemia,
terutama
atau
suplemen
ACE
Captopril
12, 5 150
2 atau 3
kalium)
dosis
inhibitor
Ramipril
10-80
1 atau 2
dikurangi
Enalapril
5 -40
1 atau 2
awal
50%
harus
pada
karena
hipotensi;
resiko
dapat
menyebabkan
hiperkalemia pada pasien
dengan
penyakit
ginjal
kalium,
renal
arteri
Valsartan
80 - 320
pasien
dengan
sejarah angioderma
pemberian pagi untuk
n Reseptor
Bloker
hari;
diuretik
ringan
Penyekat
biasanya
dikombinasi
reseptor
dengan
Angiotensi
meminimalkan
tiazid
untuk
efek
kronis
ClCr<30ml/min);
dapat
menyebabkan
hiperkalemia,
terutama
Kardio selektif
bloker
Atenolol
25 100
Bisoprolol
2,5 10
atau
suplemen
kalium)
Dosis
awal
harus
sudah
tua
karena
sekali
resiko
hipotensi;dapat
menyebabkan
hiperkalemia pada pasien
dengan
penyakit
ginjal
kalium,
dapat
Propanolol
160 480
Nadalolol
40 -120
arteri
stenosis;
menyebabkan
kering
seperti
tidak
batuk
ACEI,;
perempuan hamil
Pemberhentian
dapat
tiba-tiba
menyebabkan
s/d
sedang
menghambat reseptor 1,
pada
dosis
tinggi
menstimulasi reseptor 2;
dapat
menyebabkan
eksaserbasi
asma
selektifitas
hilang;
keuntungan
pada
bila
tambahan
pasien
dengan
takiaritmia
Antagonis
Amlodipin
2,5 - 10
kalsium
atau
preoperatif hipertensi
bekerja
cepat
(longacting) harus dihindari,
terutama
nifedipin
dan
nicardipin; dihidropiridin
adalahvasodilator perifer
yang
kuat
dari
pada
nondihidropiridin
dapat
dan
menyebabkan
pelepasan
reflex
simpatetik
(takhikardia),
pusing,
flushing,
perifer;
sakit
kepala,
dan
edema
keuntungan
NAMA
DOSIS
FREKUEMSI
KOMENTAR
OBAT
Alfa bloker
Doxazosin
Terazosin
LAZIM
PEMBERIA
(MG/HARI)
1- 8
1- 20
N
1
1 atau 2
Beritahu
pasien
untuk
berdiri
perlahan
dari
posisi
duduk
atau
berbaring
untuk
meminimalkan
resiko
hipotensi
ortostatik:
keuntungan
tambahan
Klonidin
0,1 0,8
Prostatic
hyperplasia
Pemberhentian
sentral alfa
dapat
rebound
tiba-tiba
menyebabkan
hipertensi,
Reserpin
0,05 0,25
1 atau 2
Adrenergik
diuretic
Perifer
Vasodilator
Hidralazin
20 -100
2-4
lansung
untuk
dan
reflex
takikardi
3. GERD (Gastro Esophageal Reflux Disease)
Definisi
Berdasarkan Genval Workshop, definisi pasien GERD adalah semua individu yang
terpapar risiko komplikasi fisik akibat refluks gastroesofageal, atau mereka yang mengalami
gangguan nyata terkait dengan kesehatan (kualitas hidup) akibat gejala-gejala yang
terkait
dengan
refluks.
Secara
Terdapat dua kelompok GERD. Yang pertama adalah GERD erosif (esofagitis
erosif), didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluks dan kerusakan mukosa
esofagus distal akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis
GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas. Yang kedua adalah penyakit refluks
nonerosif (non-erosive reflux disease, NERD), yang juga disebut endoscopic-negative
GERD, didefinisikan
sebagai
GERD
dengan
gejalagejala
refluks
tipikal
tanpa
kerusakan mukosa esofagus saat pemeriksaan endoskopi saluran cerna. Saat ini, telah
diusulkan konsep yang membagi GERD menjadi tiga kelompok, yaitu penyakit refluks
non-erosif, esofagitis erosif, dan esofagus Barrett.
Patogenesis
Patogenesis PRGE meliputi ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan faktor
defensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif antara lain disfungsi SEB atau
sfingter esophagus bawah (lower esophageal sphincter/LES), bersihan asam dari lumen
esofagus, dan ketahanan epitel esophagus. Bentuk anatomik SEB yang melipat berbentuk
sudut, dan kekuatan
menutup dari sfingter, menjadikan SEB berperan penting dalam mekanisme antirefluks.
Peningkatan tekanan intraabdomen (misalnya saat batuk), proses gravitasi saat berbaring, dan
kelainan anatomis seperti sliding hernia hiatal mempermudah terjadinya refluks.Bersihan
asam dari lumen esofagus adalah kemampuan esophagus untuk membersihkan dirinya dari
bahan refluksat. Kemampuan esophagus ini berasal dari peristaltik esofagus primer,
peristaltik esofagus sekunder (saat menelan), dan produksi saliva yang optimal. Ketahanan
epitel esofagus berasal dari lapisan mukus di permukaan mukosa, produksi mukus, dan
mikrosirkulasi aliran darah di post epitel.
Sementara yang menjadi faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung, dilatasi
lambung, beberapa kondisi patologis yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan
pengosongan lambung seperti obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying. Simptom
khas PRGE adalah heartburn,yaitu rasa terbakar di dada disertai nyeridan regurgitasi (rasa
asam pahit dari lambung terasa di lidah). Salah satu dari keduanya cukup untuk mendiagnosis
PRGE secara klinis. Selain kedua gejala tersebut, PRGE dapat menimbulkan keluhan nyeri
atau rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bawah, disfagia (kesulitan menelan
makanan), odinofagia (rasa sakit waktu menelan), mual dan rasa pahit di lidah. Keluhan
ekstraesofageal yang juga dapat ditimbulkan oleh PRGE adalah nyeri dada non kardiak, suara
serak, laringitis, erosi gigi, batuk kronis, bronkiektasis, dan asma.
Diagnosis
Diagnosis PRGE ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis PRGE berdasarkan konsensus Montreal di tahun
2006 adalah pemantauan pH esophagus selama 24 jam. Namun pemeriksaan ini tidak mudah
dilakukan di banyak pusat kesehatan, karena memerlukan alat dan keahlian khusus. Di
Indonesia sendiri, konsensus nasional penatalaksanaan PRGE (2004) menetapkan endoskopi
SCBA sebagai standar baku untuk menegakkan diagnosis PRGE Pada endoskopi SCBA akan
didapatkan mucosal breaks diesophagus, dan pada biopsinya ditemukan esofagitis.
Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Penatalaksanaan
GERD
tanpa
obat yang
saat
ini
direkomendasikan
karenadidasari oleh bukti penelitian yang cukup antara lain: 1) menurunkan berat badan
bagi pasien yang overweight (kelebihan berat badan)atau yang baru saja mengalami
peningkatan berat badan, serta 2) menaikkan posisi kepala pada saat tidur dan tidak makan
2-3 jam sebelum waktu tidur malam untuk pasien yang mengalami gejala refluks di malam
hari (nocturnalGERD).
Penatalaksanaan Farmakologi
Obat-obat yang digunakan dalam penatalaksanaan GERD antara lain: golongan
penghambat pompa proton (pr oton pump inhibitor s, PPIs) dan penghambat H2 [H2
blockers atau antagonis reseptor H2 (H2-receptor antagonists, H2RAs)]. Nama obat dari
golongan tersebut beserta dosisnya diberikan pada tabel. Algoritme penatalaksanaan
GERD diberikan pada gambar
Penghambat Pompa Proton dan Antagonis Reseptor H2
Obat-obat dari golongan penghambat pompa proton bekerja dengan cara memblok pompa
proton (H+, K+-ATPase) yang terdapat di membran sel
menghambat sekresi asam lambung oleh sel parietal secara irreversibel. Penghambat pompa
proton merupakan prodrug yang tidak stabil dalam suasana asam. Setelah diabsorpsi dari
usus, golongan ini dimetabolisme menjadi bentuk aktifnya yang berikatan dengan pompa
proton. Sementara itu, obat-obat dari golongan antagonis reseptor H2 bekerja dengan cara
memblok reseptor histamin di membran sel parietal lambung. Selain hormon gastrin dan
asetilkolin, histamin adalah salah satu senyawa yang menstimulasi H+, K+-ATPase untuk
mensekresi asam lambung.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 Identitas Pasien
Data Umum
No MR
Nama Pasien
Alamat
Jenis Kelamin
Umur
2.2 Anamnesa
335699
Asmiarti
Jalan Perintis
Kemerdekaan
Perempuan
62 tahun
Ruangan
Dokter yang merawat
Farmasis
Agama
Pekerjaan
Pensiunan Guru
Keluhan Utama
Nyeri abdomen 2 jam sebelum masuk IGD, mendesak ke ulu hati
Menganggu aktivitas OS
Menderita maag (+), muntah (+)
Merasakan mual (+), menggigil (+)
BAK tidak lancar dan tidak puas
Riwayat Penyakit Terdahulu
Diagnosa
GERD (Gastro Esophageal Reflux Disease)
Gangguan Faal Ginjal (Chronic Kidney Disease)
Hipertensi Stage I
Data Laboratorium
Hasil
135 mg/dL
46,5 mg/dL
2,5 mg/dL
Kadar Nilai
Normal
74 106
15,0 43,2
0,6 1,2
Data Laboratorium
Hasil
4,0 g/dL
12U/L
16 U/L
0,19 mg/dL
0,64
205 mg/dL
114 mg/dL
46,5 mg/dL
2,5 mg/dL
5,8 g/dL
Kadar Nilai
Normal
3,8 5,4
0 31
0 31
--- 0,20
--- 1,23
---201
74 106
15,0 43,2
0,6 1,2
6,3 8,4
Data Laboratorium
Hasil
11,0 g/dL
3,71 10^6/uL
28,2 %
76,0 fl
29,6 pg
39,0 g/dL
31,0 fL
11,5 %
7,11 L
353 L
7,9 fl
8,2 fL
12,5 %
0, 29%
Parameter
HGB
RBC
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW-SD
RDW-CV
WBC
PLT
PDW
MPV
P-LCR
PCT
LED
< 15 mm/jam
TD
01/04/15
(mmHg)
150/100
02/04/15
130/70
03/04/15
110/80
04/04/15
130/80
05/04/15
130/80
06/04//15
130/80
Nadi (x/menit)
61
20
88
20
36
Aturan
1/4
2/4
3/4
4/4
5/4
6/4
pakai
D 5% : EAS
Primer
Furosemid
1x1
stop
Ondansentron inj
2x1
stop
Amlodipin 5 mg
1x1
stop
Valsartan 160 mg
1x1
Aminefron
3x1
Lansoprazol
1x1
stop
Bicnat
3x1
As. Folat
2x1
(80
(80
mg)
mg)
BAB III
TINJAUAN OBAT
AMLODIPIN
Komposisi
Kelas Terapi
Mekanisme Kerja
: Amlodipin 10 mg.
: Calsium Channel Bloker.
: Menghambat ion kalsium ketika memasuki saluran lambat
atau area sensitif tegangan selektif pada otot polos vaskuler
dan miokardium selama depolarisasi, menghasilkan relaksasi
otot polos vaskuler koroner dan vasodilatasi koroner,
meningkatkan penghantaran oksigen pada pasien angina
vasospastik.
Dosis
:
Dewasa : dosis awal 5 mg sekali sehari, dosis maksimum 10
mg sekali sehari. Pada umumnya dilakukan titrasi dosis
Indikasi
Efek Samping
aritmia,
depersonalisasi,
Interaksi Obat
ataksia,
depresi,
bradikardi,
eritema
gagal
jantung,
multiforma,dermatitis
isoniazid,
nefodazon,
nikardipin,
propofol,
:
Hipersensitivitas terhadap amlodipine atau komponen lain
dalam sediaan. Blok AV derajat 2 atau 3.
Perhatian
:
Gagal jantung kongestif, disfungsi hati, gagal ginjal, hamil
dan laktasi.
Bentuk Sediaan
Edukasi
Tablet.
: Gunakan sesuai yang diresepkan, jangan menghentikan obat
tanpa konsultasi dengan dokter.
Beritahu pasien bahwa obat dapat menyebabkan kantuk,
hindari saat mengemudi atau melakukan tugas-tugas lain
yang membutuhkan kewaspadaan mental.
Anjurkan pasien untuk tidak mengambil obat otc / obat
pemberian
dosis
selanjutnya,
jangan
:
Bersama atau tanpa makanan, pada pagi hari.
FUROSEMID
Komposisi
Kelas Terapi
Mekanisme Kerja
Dosis
Efek Samping
akut,
hiperglikemia,
aortitis
kronik,
hiperurisemia,
ketidakseimbangan elektrolit.
: Meningkatkan resiko toksisitas litium dan salisilat. Efek
Interaksi Obat
hipotensi dan efek lanjut pada ginjal dari inhibitor ACE dan
NSAID akan meningkatdengan adanya hipovolemia yang
diinduksi oleh furosemida. Colestipol, kolestiramin dan
sukralfat akan menurunkan efek furosemid. Metformin
dapat menurunkan konsentrasi furosemid.
: Hipersensitif terhadap furosemid, atau komponen lain dalam
Kontraindikasi
Perhatian
Bentuk Sediaan
Edukasi
banyak.
Janganlah dimanum sebelumtidur karena tidur akan
terganggu dengan seringnya urinasi.
Jika timbul nyeri otot, mual, pusing, radang pada pangkal
tenggorokan, ruam kulit, nyeri pada persendian, segeralah
ke dokter.
VALSARTAN
Golongan
Mekanisme
kerja
:
:
:
:
Dosis
Efek samping
Interaksi Obat
terjadi;angioedema.
Meningkatkan efek/toksisitas : kadar alsartan dalam darah
ditingkatkan oleh simetidin dan monoksidin ; efek klinik
tidak diketahui. Penggunaan bersama garam/suplemen
kalium, ko-trimoksazol (dosis tinggi), inhibitor ACE dan
diuretik hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren)
dapat meningkatkan resiko hiperkalemia. Menurunkan efek:
Parameter
monitoring
Informasi obat
atau muntah.
Obat ini mengakibatkan pusing dan mengantuk. Hatihati pada saat mengemudi atau mengerjakan pekerjaan
lain
yang
membutuhkan
kewaspadaan
mental,
NATRIUM BICARBONAT
Komposisi
Kelas Terapi
Mekanisme Kerja
product/alkalinizer,Elektrolit.
: Meningkatkan kadar ion bikarbonat yang dapat menetralkan
Urinary
tract
Indikasi
Efek Samping
Interaksi Obat
metabolik.
: Dapat
meningkatkan
toksisitas/kadar
amfetamin,
Peringatan
Bentuk Sediaan
Edukasi
garam.
: Tablet.
: Pantau nilai pH, PaO2, PaCO2, dan kadar elektrolit secara
berkala.
Jika
pasien
muntah,
hentikan
pengobatan
dan
ASAM FOLAT
Komposisi
Kelas Terapi
Mekanisme Kerja
Dosis
petunjuk dokter.
: Anemia megaloblastik dan makrositik yang disebabkan
Interaksi Obat
Kontraindikasi
plasma.
: Anemia
pernisiosa.
Penderita
yang
hipersensitif
Bentuk Sediaan
Edukasi
dari dokter.
Jangan merubah atau berhenti mengkonsumsi dosis yang
dianjurkan tanpa saran dari dokter
D5% (DEXTROSE 5%)
Komposisi
Indikasi
Dosis
Kontra Indikasi
:
:
:
:
Dextrosa monohidrat.
Dehidrasi, penambahan kalori secara parenteral.
Bersifat individual, kecepatan infus 3 ml/kg BB/jam.
Hiperhidrasi, diabetes mellitus, gangguan toleransi
glukosa pasca operasi, sindroma malabsobsi glukosa dan
Perhatian
galaktosa.
: Asidosis laktat, gangguan ginjal, sepsis berat, fase awal
Efek Samping
pasca trauma.
: Demam, iritasi atau infeksi pada tempat injeksi,
trombosis atau flebitis yang meluas dari tempat injeksi
dan ekstravasasi, hiperglikemia pada bayi baru lahir.
LANSOPRAZOLE
Komposisi
Lansoprazol
Kelas terapi
Indikasi
Mekanisme
Kerja
Bentuk sediaan
Dosis
Kontra indikasi
:
Penderita hipersensitif terhadap Lansoprazole.
Efek samping
:
Umumnya
dapat
ditoleransi
dengan
baik.
memantau
penderita
yang
mendapat
jika
Lansoprazol
ditambahkan
pada
pengobatan.
AMINEFRON
Komposisi
Mekanisme Kerja
kembali
dari
catabolites
mengandung
Indikasi
Efek Samping
Interaksi Obat
Bentuk Sediaan
& laktasi.
: kaplet
ONDASENTRON
Komposisi
Kelas Terapi
Mekanisme Kerja
Indikasi
Efek Samping
Interaksi Obat
Kontraindikasi
EAS PFRIMER
Komposisi
Kelas Terapi
: Nutrisi Parenteral.
Indikasi
Dosis
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien masuk kerumah sakit melalui IGD pada tanggal 01 April 2015, pasien dengan
keluhan: Nyeri abdomen kurang lebih 2 jam sebelum masuk IGD yang mendesak ke ulu hati
dan menganggu aktivitas. Pasien merasakan mual, muntah, dan menggigil. Pasien juga
menyatakan BAK yang tidak lancar dan tidak puas. Sebelumnya pasien mempunyai riwayat
sakit maag, hipertensi, dan juga pernah melakukan operasi batu ginjal dan kontrol ginjal.
Pasien masuk kerumah sakit pada tanggal 01 april 2015 dengan diagnosa gangguan
faal ginjal (Chronic Kidney Diesease), hipertensi, dan GERD (Gastroesophageal Reflux
Disease). Selama dirawat di IGD, pasien mendapatkan terapi obat furosemid, ondansentron
injeksi, amlodipin, lansoprazole, aminefron, natrium bicarbonat (Bicnat), dan infus RL.
Amlodipin digunakan sebagai antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah pada pasien.
Furosemid diberikan untuk menurunkan tekanan darah pasien dan melancarkan buang air
kecil yang tidak lancar akibat retensi cairan dengan cara ekskresi natrium dan kalium,
sehingga dapat mengurangi vasokontriksi pembluh darah dan otot jantung. Ondansentron
diberikan untuk menghentikan mual dan muntah yang dirasakan oleh pasien. Lansoprazole
digunakan untuk mengobati GERD yang terjadi pada pasien. Pasien juga diberikan natrium
bicarbonat untuk mengobati nyeri abdomen yang dirasakan psien sampai ke ulu hati akibat
produksi asam lambung yang berlebih. Aminefron diberikan sebagai terapi untuk disfungsi
ginjal kronik. Infus RL digunakan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh dan
memudahkan dalam pemberian terapi obat-obat parenteral.
Pada tanggal 02 april pasien dipindahkan ke ruang rawat inap dan dilanjutkan terapi
pengobatannya. Obat-obat yang dihentikan penggunannya yaitu ondansentron karena pasien
tidak mengalami mual dan muntah, furosemid dihentikan karena pasien sudah merasakan
buang air kecil yang lancar dan tekanan darah pasien sudah mulai menurun, amlodipin
sebagai antihipertensi dihentikan penggunaannya dan kemudian digantikan dengan valsartan
dengan dosis 160 mg sehari karena penggunannya relatif lebih aman untuk pasien dengan
gannguan fungsi ginjal. Infus RL dihentikan dan diberikan infus D5% : EAS Primer (1:1)
sebagai nutrisi parenteral untuk insufisiensi ginjal kronis. Aminefron, lansoprazol, dan bicnat
tetap dilanjutkan penggunannya selama perawatan di rumah sakit. Pasien juga diberikan asam
folat sebagai antianemia untuk mengobati kurang darah yang diderita oleh pasien.karena
hemoglobin pasien yang rendah yaitu 9,7g/dL (kisaran normal yaitu 12-14 g/dL).
Tujuan terapi pengobatan untuk kasus ini adalah memperlambat perkembangan CKD,
menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat kerusakan organ target dengan cara
menurunkan/menormalkan
tekanan
darah
pasien,
menghilangkan
penyakit
refluks
gastroesofagus, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Tingkatan gangguan fungsi ginjal
yang diderita oleh pasien berdasarkan perhitungan kreatinin klirens yaitu
CrCl = 0,85 x
140umur
x berat badan
72 x Scr
CrCl = 0,85 x
14062
x 53 kg
72 x 2,5
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pasien didiagnosa menderita Chronic Kidney Diesease (CKD) Stage IV, hipertensi,
5.2 Saran
Pasien harus menerapkan pola hidup sehat dengan cara menjaga pola makan (hindari
makanan pedas, makanan tinggi garam), melakukan olahraga ringan setiap pagi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Handbook Of Clinical Drug Data Tenth Edition. (ed. Anderson, P.,
Knoben, J., & Troutman,W.). United States of America: The McGraw-Hill Companies.
Anonim. 2009. British National Formulary edition 57. London : BMJ Group and RPS
Publishing.
Anonim. 2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-sixth edition.(ed:
Sweetman, S). London: Pharmaceutical Press.
Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta :EGC.
Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Hipertensi. Jakarta: Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
DiPiro, J., dkk. .2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Seventh
Edition. United States: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Gerald K. McEvoy, Pharm.D. 2011. AHFS Drug Information Essentials.
Maryland:American Society of Health-System Pharmacists.
Harrison. 2008. Principles Of Internal Medicine Ed 17th. USA: McGraw-Hill.
Katzung, B.G. (2006). Basic and Clinical Pharmacology Ed 10th . San Fransisco: Mc
Graw Hill
National Institutes of Health. 2003. The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Eveluation, and Treatment of High Blood Pressure.
U.S.A : NIH Publication.
Vikrant, S & Tiwari, S.C. 2001. Essensial Hypertension Pathogenesis and
Pathophysiology. Journal Indian Academy of Clinical Medicine, Vol. 2, No.3, hal: 141-161.