Anda di halaman 1dari 6

19 May 2011 Comments Of

Wiweka;Sifat Bawaan dan Sifat Dasar Manusia


a. YONI
Karma terdahulu akan berpengaruh pada sifat bawaan manusia.
Arwah manusia diikuti oleh catatan karmanya yang mau tak mau
harus dipertanggungjawabkan di alam akhirat.
Setelah habis dinikmati atau dipertanggungjawabkan, masih ada
bekas karma itu disebut Karma Wasana.
Karma Wasana menjadi Yoni dibawa lahir ke dunia. Yoni inilah
mewarnai sifat bakat, bahkan nasib yang lahir. Justru kesempatan
lahir menjadi manusia adalah untuk memperbaiki karma yang telah
menjadi Yoni ini yang akumulasinya menjadi sifat bawaan.
b. DAIWI SAMPAT ASURI SAMPAT
Disamping sifat bawaan, tiap manusia mempunyai sifat dasar.
Setiap manusia mempunyai sifat-sifat keraksasaan yang disebut
Asuri Sampat.
Asuri Sampat adalah sifat dari Sarira atau tubuh manusia yang
terbentuk dari Panca Maha Bhuta yang berasal dari Prakerthi yang
bersifat gelap (Rau), tanpa kesadaran.
Daiwi Sampat adalah sifat Atman yang berbentuk dari Panca
Dewa Atma, berasal dari Purusa yang bersifat terang (Ketu), sadar,
suci, ringan, hidup, dsb.
Asuri Sampat muncul dalam bentuk kata nafsu, sedangkan Daiwi
Sampat muncul dalam bentuk kata suci.
Orang yang bermaksud menjadi bijak, arif, dan susila, perlu belajar
membedakan apa sebenarnya diri ini, kemudian membedakan
hasrat atau keinginan yang muncul sewaktu-waktu.
Diri ini sesungguhnya Atman atau Sarira (badan)?
Artinya : Dharmartha kama moksanam sariram sadharmam
Sarira (badan) adalah alat untuk mencapai Dharma (kebenaran),
Artha (harta), Kama (kesenangan), dan Moksa (kebebasan jiwa yang
abadi).
(Brahma Purana, 228. 45)
Jadi tubuh adalah alat sehingga sang diri sesngguhnya adalah
Atman yang menggunakan tubuh sebagai alat.
Atman adalah tuan; tuanlah semestinya mengendalikan alat bukan
alat memperalat tuan.
Bila timbul keinginan yang bersifat nafsu tanpa kesadaran itu berarti
keinginan alat (Asuri Sampat) bukan keinginan diri kita yang sejati,
maka perlu dipertimbangkan matang-matang sebelum berbuat.
Bila timbul keinginan yang luhur penuh kesadaran itulah keinginan
diri kita yang sesungguhnya, maka jangan ragu untuk mengikuti
karena Daiwi Sampat (kata hati suci) selalu benar dan tidak pernah
mencelakakan kata orang bijksana.

c. TRI GUNA SAKTI


Ada lagi yang berpengaruh pada alam pikiran (Citta) setiap
manusia, yaitu 3 sifat Guna yang disebut Tri Guna Sakti :
1) Sattwam
Sattwam atau Sattwika adalah sifat guna yang serba baik.
Arinya : Ikang ambek duga-duga drdha, maso ta ya wruh ta ya ri
palenan ing wastu lawan maryada, wruh ta yeng iswara tatwa,
widagda ya, mamanis ta ya denya n pametwaken wuwusnya,
mahaiep pindakara nyawaknya, yeka laksananing citta sattwika.
Pikiran yang jujur, polos, cerdas dapat membedakan kepalsuan dan
kesejatian sesuatu, dapat memahami falsafah ke-Tuhanan, cekatan
(berfikir), manis caranya berbicara, halus lembut perilakunya,
demikian gejala-gejala pikiran Sattwam.
(W. Pt. T. 17)
2) Rajah
Rajah atau Rajasika adalah sifat yang ambisius.
Artinya : Ikang ambek krura, lawan ikang ulah krodha katatakut
darpata ya sashika ya, panasbharam lobha, capala hasta, capala
pada, wakcapaka, tan hana kasihnya. Paleh-paleh masiga, yeka
laksananing citta si rajah ngaranya.
Pikiran yang dahsyat (Angkara), murka menakutkan, suka memaksa
dengan serius, ambisius dan loba, ringan tangan, ringan kaki, latah,
tidak punya rasa kasihan, susah dilarang, demikianlah yang disebut
Rajasika.
(W. Pt. T. 19)
3) Tamah
Pikiran Tamah atau Tamasika adalah pikiran yang bebal dan gelap.
Artinya : Ikang ambek wedi wedi, luhya angemeh wuk turu, bwat
angdwa-dwa, agelen amati-mati, paleh-paleh, putek hati, abwat
ulatnya, yeka citta sit amah ngaranya.
Sifat pikiran yang penakut, letih, lesi penidur, pembohong, bebal,
suka membunuh, sembrono, murung hati, berat mulut, berat mata
(suka muram), demikianlah sifat-sifat yang disebut Tamasika.
(W. Pt. T. 19)
Ketiga sifat Guna ini (Sattwam, Rajah, Tamah) mempengaruhi
pikiran; satu sama lain saling berebut sehingga terjadi tarik-menarik
yang sangat kuat.
Sifat mana yang dominan itulah yang akan mewarnai Niscaya
Jnana yang kemudian memberi corak pada ucapan dan perilaku.
Itulah sebabnya perlu Wiweka untuk dapat menentukan yang mana
yang harus patut diikuti dan yang mana yang tidak harus diikuti.

MENGUKUR KUALITAS TRIGUNA DENGAN KARMA PHALA


Untuk mengukur kualitas dunia spiritual lebih sulit dibandingkan
mengukur dunia material, sebab dalam dunia material sudah pasti
dan dapat diukur dengan parameter-parameter yang telah
ditentukan.
Mengukur kekayaan seseorang dapat dibuktikan dengan jumlah
rumah yang dimiliki, jumlah mobil yang dipakai, jumlah perusahaan
yang dikendalikan, jumlah pajak yang dibayarkan kepada
pemerintah, sehingga dapat diukur secara kwalitatif dan kwantitatif
dari kekayaan yang bersangkutan. Tetapi untuk mengukur kualitas
seseorang dalam dunia spiritual sangat sulit karena tidak nyata dan
sulit dibuktikan secara obyektif. Dalam konsep Weda sebagai kitab
suci agama Hindu, bahwa Hindu percaya adanya Panca Sradha yaitu
lima keyakinan yang harus dilaksanakan oleh setiap umat Hindu
dalam kehidupannya. Kelima Sradha yang dimaksud adalah
Brahman, Atman, Karma Phala, Punarbawa/Reinkarnasi dan Moksa.
Pertama yaitu keyakinan adanya Brahman yaitu Hyang Widhi Wasa.
Atman sebagai sinarnya Brahman yang bersemayan disetiap makluk
hidup. Karma Phala sebagai hasil perbuatan setiap makluk, dan
hukum karma merupakan hukum kausal yaitu hukum sebab akibat.
Semua makluk hidup tidak terlepas dari putaran reinkarnasi dan
terakhir tujuan hidup manusia adalah menuju Moksa. Atman dalam
proses reinkarnasi tidak terlepas dari Triguna yaitu tiga aspek yang
membungkus Atman terdiri dari Satwan, Rajas dan Tamas. Selama
Atman masih dibungkus dengan Triguna maka manusia tidak dapat
mencapai Moksa, karena masih dipengaruhi oleh dunia material
sehingga akan selalu mengikuti proses reinkarnasi berikutnya. Maka
kualitas Triguna akan memenuhi persyaratan Moksa dengan jalan
selalu melakukan Karma sebaik baiknya yang dikenal dengan Subha
Karma sehingga dapat membantu mempercepat proses menuju
kebebasan yaitu Moksa.
Konsep Panca Sradha
Brahman sebagai pencipta alam semesta ini akan mempunyai
kewajiban untuk mengatur agar kehidupan dibumi ini dapat berjalan
dengan harmonis dengan menerapkan hukum Rta. Dalam mengatur
alam semesta ini Brahman dibantu oleh para Dewa yang jumlahnya
33, dimana Dewa adalah sinarnya Brahman. Disamping Dewa,
Atman yang merupakan sinarnya Brahman, apabila belum
bergabung dengan Panca Maha Bhuta akan menempati salah satu
loka diluar bumi ini.
Apabila Atman yang dibungkus dengan Triguna ditarik oleh dunia
material maka Atman tersebut akan mengalami proses reinkarnasi
ke bumi dengan menjadi makluk, baik berbentuk binatang maupun
manusia. Selama berada di Bumi makluk tersebut akan melakukan
Karma sesuai dengan tingkat penjelmaannya untuk dapat bertahan
hidup dengan mengacu kepada Hukum Karma. Kualitas karma inilah
yang menentukan proses reinkarnasi berikutnya, yang membawa
dampak terhadap kualitas Triguna. Selama Atma masih dibungkus

dengan Triguna, Atma akan selalu bergerak mengikuti proses


reinkarnasi dengan waktu tanpa batas sampai Atma terbebas dari
keterikatan Triguna maka Atma akan lepas dari proses Reinkarnasi
untuk menuju Moksa yaitu kebebasan abadi.
Sebagai ilustrasi Panca Sradha dapat digambarkan sebagai berikut.
Karma Phala
Karma Phala artinya adalah hasil perbuatan dari makluk selama
mengarungi kehidupan didunia ini. Didalam konsep hukum karma
dalam Panca Sradha yang merupakan hukum kausal yaitu hukum
sebab akibat yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1) Hukum Karma bersifat abadi sudah ada sejak mulai alam semesta
diciptakan dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami
pralaya (kiamat).
2) Hukum Karma bersifat Universal, berlaku bukan hanya untuk
manusia tetapi juga untuk makluk-makhluk serta seluruh isi alam
semesta.
3) Hukum Karma tetap sejak zaman pertama penciptaannya, zaman
sekarang dan juga untuk zaman yang akan datang.
4) Hukum Karma sangat sempurna, adil dan tidak ada yang
menghindarinya.
5) Hukum Karma berlaku untuk semua makluk tidak ada
pengecualian terhadap siapapun.
Dalam hukum Karma Phala ada tiga jenis Karma Phala yang
didasarkan atas waktu dari karma itu diterima yaitu :
1. Sancita Karma Phala yaitu hasil perbuatan kita terdahulu yang
belum dapat dinikmati dan masih merupakan benih yang
menentukan kehidupan kita sekarang.
2. Prarabda Karma Phala yaitu suatu perbuatan yang dilakukan pada
kehidupan sekarang dan hasilnya diterima dalam kehidupan
sekarang juga tanpa ada sisanya lagi..
3. Kriyamana Karma Phala yaitu perbuatan yang dilakukan
sekarang didunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah mati
dialam baka atau pada kehidupan yang akan datang.
Pada saat janin masih dalam kandungan ibu, Atman sudah
dibungkus dengan karma yang disebut dengan Karma Wasana yang
merupakan hasil perbuatan yang dilakukan pada kehidupan
terdahulu (Sancita Karma Phala). Kualitas Karma Wasana sangat
tergantung dengan kualitas hidup sebelum reinkarnasi apakah
Subha Karma (baik) atau Asubha Karma (buruk).
Apakah Karma Wasana yang diterima manusia saat baru lahir
merupakan Nasib? Apabila kita perhatikan dan amati kehidupan
manusia saat ini kelihatan kurang adil, ada seseorang yang bergulat
dengan kehidupan, selalu jujur dan pengabdiannya cukup tinggi
tetapi kenyataan dalam hidupnya melarat. Tetapi ada juga orang
yang hidupnya santai-santai saja dan kelakuannya dimasyarakat
kurang baik tetapi kehidupan cukup baik, sehingga hukum karma
dianggap tidak adil. Tetapi apabila kita cermati tiga jenis karma

didasarkan atas waktu dari karma itu diterima akan jelas


permasalahannya, bahwa karma kita saat ini belum tentu kita
terima saat ini juga, mungkin hasilnya dapat diterima diloka yang
lain diwaktu yang akan datang atau setelah reinkarnasi berikutnya.
Hukum karma jangan diartikan secara sempit, harus didasarkan
kebenaran yaitu Dharma sesuai dengan ajaran Agama Hindu.
Hukum Karma adalah pasti, adil, sempurna dan tidak ada seseorang
yang terhindar dari Hukum Karma, hanya proses akibat hasil yang
ditimbulkan membutuhkan waktu yang tanpa batas, selama dia
masih dalam lingkaran proses reinkarnasi. Untuk mengukur kualitas
karma saat ini adalah seberapa jauh manusia sudah menjalankan
ajaran-ajaran Tuhan yaitu Dharma dalam kehidupannya sehari-hari
yang disebut Subha Karma (baik). Cara yang terbaik adalah dengan
menghindari perbuatan-perbuatan Asubha Karma (buruk) yang
dapat menyebabkan kehancuran diri sendiri. Dengan selalu berbuat
Subha Karma akan dapat memperbaiki kualitas Triguna maka dapat
membantu pada kehidupan-kehiduap yang akan datang melalui
proses Reinkarnasi.
MENGUKUR KUALITAS TRIGUNA.
Sebelum manusia melalui proses reinkarnasi lahir kedunia, Atma
berada pada salah satu loka dibungkus dengan Triguna yaitu
Satwan, Rajas dan Tamas, Atman ditentukan oleh kualitas Triguna ,
apakah reinkarnasi menjadi binatang atau manusia. Untuk
mengukur kualitas Triguna sangat tergantung dari kualitas karma
yang dilakukan oleh manusia selama hidup dibumi ini. Maka apabila
dalam kehidupan selalu berbuat baik (Subha Karma) maka baik juga
kualitas dari Triguna yang dibawa oleh Atman saat meninggal.
Kalau dibuat rumus secara matematika dapat digambarkan sebagai
berikut :
TG = KW + (SK - ASK)
TG = Triguna
KW = Karma Wasana
SK = Subha Karma
ASK = Asuhba karma
Maka kualitas Triguna sangat tergantung dengan tiga faktor yaitu
Karma Wasana, Subha Karma dan Asubha Karma. Apabila Karma
Wasana mempunyai kualitas baik dan juga dalam kehidupan selalu
berbuat baik (Subha Karma) maka Triguna mempunyai kualitas yang
baik sehingga persyaratan menuju moksa mendekati kenyataan.
Apabila Karma Wasana mempunyai kualitas yang tidak baik dan
dalam kehidupan selalu berbuat baik maka kualitas Triguna lebih
baik dari pada Karma Wasana yang lalu (Sancita Karma Phala).
Apabila karma wasana mempunyai kualitas yang tidak baik dan
dalam kehidupan juga tidak baik maka kualitas triguna lebih jelek
dari Karma Wasana yang lalu (Sancita Karma Phala).
Demikian seterusnya apabila kita kombinasikan ketiga faktor
tersebut sehingga kita dapat ukuran Tuhan adalah Kebenaran, maka
dalam menjalankan kehidupan ini, kita selalu berlandaskan

Kebenaran yaitu Dharma sehingga kita selalu mendapat


perlindungan Hyang Widi Wasa dengan harapan mendapat
kesejahteraan dalam kehidupan dimasa masa yang akan datang.
Permasalahan yang timbul adalah apakah kita dapat mengukur
perbuatan seseorang dengan menggunakan parameter tertentu ?
Sebab kadang-kadang manusia dalam melakukan penilaian selalu
berpikir subyektif, sehingga agak jauh dari kebenaran.Ukuranukuran tersebut adalah sebagai ilustrasi yang nilainya sangat
abstrak, sebab ukuran Tuhan berbeda dengan ukuran manusia.
Ukuran manusia adalah yang dapat dijangkau oleh pikiran manusia
yang mempunyai kemampuan sangat terbatas lebih banyak
bernuansa subyektif.
Sedangkan untuk meningkatkan kualitas Triguna, maka selama
hidup di Dunia kesempatan yang terbaik yang harus dilakukan
adalah memperbesar nilai Subha Karma dengan cara norma-norma
(Etika) yang ada dalam ajaran Weda dengan melakukan Yadnya
(Ritual) sebanyak banyaknya. Dalam memperbesar nilai Subha
karma, adalah selalu menjauhi perbuatan-perbuatan Asubha Karma,
dan setiap gerak kehidupan selalu berpegang kepada Dharma yaitu
kebenaran. Dengan selalu berbuat (Karma) berlandaskan Dharma,
sehingga dapat membantu dalam proses kesejahteraan Dunia, serta
dapat mempercepat proses pembebasan Atma dari perputaran
Reinkarnasi sehingga Atma dapat menuju Moksa.

Anda mungkin juga menyukai