Anda di halaman 1dari 11

PEMANFAATAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR (CMA) SEBAGAI

PUPUK HAYATI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PERTANIAN

Latar Belakang
Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) merupakan asosiasi simbotik antara akar
tanaman dan jamur Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang
sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan
berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman
inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza
tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara.
CMA juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti
logam berat. Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan
mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur
tersebut dalam hifa cendawan. Selain itu mikoriza membantu kerja perakaran tanaman, mikoriza
juga mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan seperti kekeringan dan salinitas.
Fungi CMA pada umumnya dapat ditemukan pada spesies tanaman tingkat tinggi yang
tumbuh pada berbagai tipe habitat dan iklim. Adapun penyebarannya bervariasi menurut iklim,
lingkungan dan tipe penggunaan lahan (Setiadi, 2001). Keberadaan fungi CMA di alam bersifat
kosmopolitan, artinya fungi CMA hampir pasti ada dalam kondisi tanah apapun, seperti di hutan
pantai yang berpasir fungi mikoriza masih dapat tumbuh. Tanah hutan pantai memiliki faktor
pembatas yang berpengaruh terhadap keberadaan fungi CMA antara lain kondisi tanah yang
memiliki kadar salinitas yang tinggi (Siradz et al., 2007).
Penggunaan pupuk buatan serta infut luar lainnya secara besar-besaran menyebabkan
pencemaran sumber-sumber air yang berarti penurunan kualitas lingkungan (Pujianto, 2001).
Masalah lain dari pupuk buatan yang digunakan selama ini adalah menyebabkan rusaknya
struktur tanah akibat pemakaian pupuk buatan yang terus menerus sehingga perkembangan akar
tanaman menjadi tidak sempurna. Hal ini juga akan memberi dampak terhadap produksi tanaman
yang diusahakan pada tanah yang biasa diberikan pupuk buatan. Begitu juga dari efek sarana
produksi terhadap lingkungan telah banyak dirasakan oleh masyarakat petani, penggunaan pupuk
buatan yang terus menerus menyebabkan ketergantungan dan lahan mereka menjadi lebih sukar
untuk diolah (Naswir, 2003). Oleh sebab itu perlu di cari suatu alternatif yang dapat menghemat
atau mengurangi penggunaan pupuk buatan. Salah satu cara untuk menggantikan sebagian atau
seluruh fungsi pupuk buatan tersebut adalah dengan memanfatkan pupuk hayati berupa
Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) (Husin dan Marlis, 2000).

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa CMA mampu meningkatkan serapan hara,
baik hara makro maupun hara mikro, sehingga penggunaan CMA dapat dijadikan sebagai alat
biologis untuk mengurangi dan mengefisienkan penggunaan pupuk buatan. De La Cruz (1981)
membuktikan bahwa CMA mampu menggantikan kira-kira 50% penggunaan fosfat, 40%
nitrogen dan 25% kalium. Meningkatnya efisien pemupukan dengan adanya CMA di akar
tanaman, karena CMA dapat memperpanjang dan memperluas jangkauan akar terhadap
penyerapan unsur hara, maka serapan hara tanamanpun meningkat sehingga hasil tanaman juga
akan meningkat (Husin dan Marlis, 2000). Selain itu, menurut Subiksa (2002) pemanfaatan
CMA juga diyakini mampu memperbaiki kondisi tanah. Rehabilitasi lahan kritis dapat dilakukan
dengan tanaman bermikoriza, baik untuk tanaman pangan, perkebunan, penghijauan maupun
hutan tanaman industri.
Peranan CMA ini dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman tidak saja
banyak dilaporkan dalam penelitian-penelitian dari berbagai negara tetapi juga beberaapa tahun
belakangan ini benyak laporan mengenai aplikasi dan usaha memproduksi inokulan CMA yang
diusahakan secara komersil (Anas, 1998). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan
bioteknologi CMA bagi tanaman memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dalam skala
yang besar komersil sehingga penghematan devisa negara benar-benar terwujud.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMC).
2. Bagaimana peranan CMC terhadap pertumbuhan tanaman.
3. Bagaimana aplikasi CMC sebagai pupuk hayati

Tinjauan Pustaka
Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) merupakan asosiasi antara cendawan tertentu
dengan akar tanaman dengan membentuk jalinan interaksi yang komplek. Mikoriza berasal dari
karta miko (mykes= cendawan) dan rhiza yang berarti akar. Mikoriza dikenal dengan jamur
tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer).
Selain disebut sebagai jamur tanah juga biasa dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari
jamur ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama
unsur hara Phosphates (P) (Syibli, 2008). Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis
mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baik cendawan maupun tanaman sama-sama
memperoleh keuntungan dari asosiasi ini. infeksi ini antara lain berupa pengambilan unsur hara
dan adaptasi tanaman yang lebih baik. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan
hidupnya (karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang (Anas, 1997).
Berdasarkan struktur dan cara cendawan menginfeksi akar, mikoriza dapat
dikelompokkam ke dalam tiga tipe :
1.

Ektomikoriza

2.

Ektendomikoriza

3.

Endomikoriza

Ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang kena infeksi membesar, bercabang,
rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar dan berfungsi sebagi alat yang efektif dalam
menyerap unsur hara dan air, hifa tidak masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang diantara
dinding-dinding sel jarinagan korteks membentuk struktur seperrti pada jaringan Hartiq.
Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza yang lain. Ciricirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan Hartiq, hifa dapat
menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya. Penyebarannya terbatas dalam
tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang mikoiza tipe ini sangat terbatas.
Endomokoriza mempunyai sifat-sifat antar lain akar yang kena infeksi tidak
membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke dalam individu sel jaringan
koretks, adanya bentukan khusus yang berbentuk oval yang disebut Vasiculae (vesikel) dan
sistem percabangan hifa yang dichotomous disebut arbuscules (arbuskul) (Brundrett, 2004)
Suatu simbiosus terjadi apabila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan infeksi.
Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan spora didalam tanah. Hifa yang tumbuh
melakukan penetrasi ke dalam akar dan berkembang di dalam korteks. Pada akar yang terinfeksi
akan terbentuk arbuskul, vesikel intraseluler, hifa internal diantara sel-sel korteks dan hifa
ekternal. Penetrasi hifa dan perkembnagnnya biasanya terjadi pada bagian yang masih
mengalami proses diferensissi dan prose pertumbuhan. Hifa berkembang tanpa merusak sel
(Anas, 1998).
Hampir semua tanaman pertanian akarnya terinfeksi cendawan mikoriza. Gramineae dan
Leguminosa umumnya bermikoriza. Jagung merupakan contoh tanaman yang terinfeksi hebat
oleh mikoriza. Tanaman pertanian yang telah dilaporkan terinfeksi mikoriza vesikular-arbuskular
adalah kedelai, barley, bawang, kacang tunggak, nenas, padi gogo, pepaya, selada, singkong dan
sorgum. Tanaman perkebunan yang telah dilaporkan akarnya terinfeksi mikoriza adalah tebu, teh,
tembakau, palem, kopi, karet, kapas, jeruk, kakao, apel dan anggur (Rahmawati, 2003).
.
2.2.1 Anatomi dan Morfologi CMA
Schubler et al. (2001) dengan menggunakan data molekuler telah menetapkan
kekerabatan diantara CMA dan cendawan lainnya. CMA sekarang menjadi filum tersendiri,
yang memiliki perbedaan tegas, baik ciri-ciri genetika maupun asal-usul nenek moyangnya,
dengan Ascomycota dan Basidiomycota. Taksonomi CMA berubah menjadi filum
Glomeromikota yang memiliki empat ordo yaitu 1) Archaeosporales (famili Arachaeosporaceae
dan Geosiphonaceae), 2) Paraglomerales (famili Para-glomerace), 3) Diversisporales (famili
Acaulosporaceae, Diversisporaceae, Gigaspora-ceae, dan Pacisporaceae) dan 4) Glomerales
(famili Glomerace). Dewasa ini filum Glomeromikota disepakati memiliki dua belas genus yaitu
Archaeo-spora, Geosiphon, Paraglomus, Gigaspora, Scutellospora, Acaulospora, Kuklospora,
Intraspora, Entrophospora, Diversipora, Pacispora, dan Glomus sp.

Cendawan ini membentuk spora di dalam tanah dan dapat berkembang bika jika
berassosiasi dengan tanamn inang. Sampai saat ini berbagi usaha telah dilakukan unutk
menumbuhkan cendawaan ini dalam media buatan, akan tetapi belaum berhasil. Faktor ini
merupakn suatu kendala yang utama sampai saat ini yang menyebabkan CMA belum dapat
dipoduksi secar komersil dengan menggunakan media buatan, walaupun pengaruhnya terhadp
pertumbuhan tanaman sangat mengembirakan. Spora cendawan ini sangat bervariasi dari sekitar
100 mm sampai 600 mm. oleh karena ukuranya yang cukup besar inilah maka spora ini dapat
dengan mudah diisolasi dari dalam tanah dengan menyaringnya (Pattimahu, 2004).
Cendawan CMA membentuk organ-organ khusus dan mempunyai perakaran ynag
spsipik. Organ khusus tersebut adalah arbuskuk (arbuscule), vesikel (vesicle) dan spora. Berikut
ini dijelaskan sepintas lalu mengenai struktur dan fungsi dari organ tersebut serta penjelasan lain
(Pattimahu, 2004).
1. Vesikel (Vesicle)
Vesikel merupakan struktur cendawan yang berasal dari pembengkakan hifa internal
secara terminal dan interkalar, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan berisi banyak senyawa
lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan pada kondisi tertentu
dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan cendawan. Tipe CMA
vesikel memiliki fungsi yang paling menonjol dari tipe cendawan mikoriza lainnya. Hal ini
dimungkinkan karena kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman,
sehingga dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan probabilitas tanaman (Pattimahu,
2004).
2. Arbuskul
Cendawan ini dalam akar membentuk struktur khusus yang disebut arbuskular. Arbuskula
merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang
sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang (Pattimahu, 2004).
Arbuskul merupakan percabangaan dari hifa masuk kedalam sel tanaman inang.
Masuknya hara ini ke dalam sel tanaman inang diikuti ole peningkatan sitoplasma, pembentukan
organ baru, penbengkokan inti sel, peningkatan resrpurasi dan aktivitas emzim.
Hifa intraseluler yang telah mencapaisel korteks yang lebih dalam letaknya akan
menebus dinding sel dan mambentuk sistem percabangan hifa yang kompleks, taampak seperti
pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang yang dibenamakan Arbuskul. Arbuskul dianggap
hara dua arah antara simbion cendawan dan tanaman inang.
Mosse dan Hepper (1975) mengamati bahwa struktur yang dibentuk pada akar-akar muda
adalah Arbuskul. Dengan bertambahnya umur, Arbuskul ini berubah menjadi suatu struktur yang
menggumpal dan cabang-cabang pada Arbuskul lama kelamaan tidak dapat dibedakan lagi. Pada
akar yang telah dikolonisasi oleh CMA dapat dilihat berbagi Arbuskul dewasa yang dibentuk
berdasarkan umur dan letaknyaa. Arbuskul dewasa terletak dekat pada sumber unit kolonisasi
tersebut.
3. Spora
Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal,
berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawannya.

Perkecanbahan spora sangat sensitif tergantung kandungan logam berat di dalam tanah
dan juga kandungan Al. kandungan Mn juga mempengaruhi pertumbuhan miselium. Spora dapat
hidup di dalam tanah beberapa bulan sampai sekarang beberapa tahun. Namun untuk
perkembangan CMA memerlukan tanaman inang. Spora dapat disimpan dalam waktu yang lama
sebelum digunakan lagi (Mosse, 1981).
Mirip dengan cendawan patogen, hifa cendawan CMA akan masuk ke dalam akar
menembus atau melalui celah antar sel epidermis, kemudian apresorium akan tersebar baik inter
maaupun intraseluler di dalam korteks sepanjang akar. Kadang-kadang terbentuk pula jaringan
hifa yang rumut di dalam sel-sel kortokal luar. Setelah proses-proses tersebut berlangsung
barulah terbentuk Arbuskul,vesikel dan akhirnya spora (Mosse, 1981).

Peranan CMA dalam Pertumbuahan tanaman


Peningkatan penyerapan Unsur Hara
Tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa bermikoriza. Penyebab
utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara baik unsur hara
makro maupun mikro. Selain daripada itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara
dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman (Anas, 1997).
Selain daripada membentuk hifa internal, mikoriza juga membentuk hifa ekternal. Pada
hifa ekternal akan terbentuk spora, yang merupakan bagian penting bagi mikoriza yang berada
diluar akar. Fungsi utama dari hifa ini adalah untuk menyerap fospor dalam tanah. Fospor yang
telah diserap oleh hifa ekternal, akan segera dirubah manjadi senyawa polifosfat. Senyawa
polifosfat ini kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam arbuskul.
Senyawa polifosfat ini kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam
arbuskul senyawa polifosfat dipecah menjadi posfat organik yang kemudian dilepaskan ke sel
tanaman inang. Dengan adanya hifa ekternal ini penyerapan hara terutama posfor menjadi besar
dibanding dengan tanaman yang tidak terinfeksi dengan mikoriza. Peningkatan serafan posfor
juga disebabkan oleh makin meluasnya daerah penyerapan, dan kemampuan untuk
mengeluarkan suatu enzim yang diserap oleh tanaman. Sebagi contoh dapat dilihat pengaruh
mikoriza terhadap pertumbuhan berbagai jenis tanaman dan juga kandungan posfor tanaman
(Anas, 1997).

Pengaruh Mikoriza terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Fospor dalam Berbagai jaringan
tanaman pada tanah Steril (Mosse, 1981)

Tanaman

Tidak terinfeksi

Bobot kering

(g)

Jagung

3.70

Terinfeksi

13.30

Singkong

1.20

11.90

Sorgum

2.90

5.10

- biomassa per m2

2.567

3.450

- biomassa biji per m2

812

1.161

- biomassa per m2

31

29

- biomassa biji per m2

8.98

18.60

Kandungan P

(%)

Jagung

0.10

0.14

Singkong

0.47

0.74

Sorgum

0.09

0.35

Kedelai

Padi

Perbaikan pertumbuhan tanaman karena mikoriza bergantung pada jumlah fosfor yang
tersedia di dalam tanah dan jenis tanamannya. Pengaruh yang mencolok dari mikoriza sering
terjadi pada tanah yang kekurangan fosfor.
Efisiensi pemupukan P sangat jelas meningkat dengan penggunaan mikoriza. Hasil
penelitian Mosse (1981) menunjukkan bahwa tanpa pemupukan. TSP produksi singkong pada
tanaman yang tidak bermikoriza kurang dari 2 g, sedangkan ditambahkan TSP pada takaran
setara dengan 400-kg P/ha, masih belum ada peningkatan hasil singkong pada perlakuan tanpa
mikoriza. Hasil baru meningkat bila 800 kg P/ha ditambahkan. Pada tanaman yang diinfeksi
mikoriza,penambahan TSP setara dengan 200 kg P/ha saja telah cukup meningkatkan hasil
hampir 5 g. penambahan pupuk selanjutnya tidak begitu nyata meningkatkan hasil.

Peningkatan Ketahanan terhadap Kekeringan


Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dari pada yang tidak
bermikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat kekeringan dan matinya akar tidak akan
permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza. Setelah periode kekurangan air (water
stress), akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal. Hal ini disebabkan karena hifa
cendawan mampu menyerap air yang ada pada pori-pori tanah saat akar tanaman tidak mampu
lagi menyerap air. Penyebaran hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air
yang diambil meningkat (Anas, 1997).

Lebih Tahan terhadap Serangan Patogen Akar


Terbungkusnya permukaan akar oleh mikoriza menyebabkan akar terhindar dari serangan
hama dan penyakit. Infeksi patogen akar terhambat. Tambahan lagi mikoriza menggunakan
semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak
cocok bagi patogen. Dilain pihak, cendawan mikoriza ada yang dapat meleaskan antibiotik yang
dapat mematikan patogen (Anas,1997).
Mikoriza sangat mengurangi perkembangan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh
Phytopthora cenamoni. Demikian pula mikoriza telah dilaporkan dapat mengurangi serangan
nematode.
Jika terhadap jasad renik berguna, CMA memberikan sumbangan yang menguntungkan,
sebaliknya terhadap jasad renik penyebab penyakit CMA justru berperan sebagai pengendali
hayati yang aktif terutama terhadap serangan patogen akar (Huang et al., 1993). Interaksi
sebenarnya antara CMA, patogen akar, dan inang cukup kompleks dan kemampuan CMA dalam
melindungi tanaman terhadap serangan patogen tergantung spesies, atau strain cendawan CMA
dan tanaman yang terserang (Mosse, 1981).
Produksi Hormon dan zat Pengatur Tumbuh
Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa cendawan mikoriza dapat
menghasilkan hormon seperti, sitokinin dan giberalin. Zat pengatur tumbuh seperti vitamin juga
pernah dilaporkan sebagai hasil metabolisme cendawan mikoriza (Anas, 1997).

Manfaat Tambahan dari Mikoriza


Penggunaan inokulum yang tepat dapat menggantikan sebagian kebutuhan pupuk.
Sebagai contoh mikoriza dapat menggantikan kira-kira 50% kebutuhan fosfor, 40% kebutuhan
nitrogen, dan 25% kebutuhan kalium untuk tanaman lamtoro (De la cruz, 1981 dalam Husin dan
Marlis, 2000).
Penggunaan mikoriza lebih menarik ditinjau dari segi ekologi karena aman dipakai, tidak
menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila mikoriza tertentu telah berkembang dengan baik di
suatu tanah, maka manfaatnya akan diperoleh untuk selamanya. Mikoriza juga membantu
tanaman untuk beradaptasi pada pH yang rendah. Demikian pula vigor tanaman bermikoriza
yang baru dipindahkan kelapang lebih baik dari yang tanpa mikoriza (Anas, 1997).
Mikoriza selain dari segi fisik dengan adanya hifa eksternal mikoriza banyak
mengandung logam berat, dan daerah tambang memberikan harapan tersendiri untuk digunakan
pada proyek rehabilitasi/reklamasi daerah bekas tambang. Bahkan ada mikoroza yang
menginfeksi tanaman yang tumbuh di dalam air. Hasil peneliian sementara staf Jurusan tanah,
fakultas Pertanian IPB menunjukkan bahwa dari akar padi sawah juga dapat diidolasi mikoriza
tertentu. Bila ini benar, maka tidak mustahil mikoriza akan memeang peranan sangat penting
dalam pengembangan pertanian di Indonesia (Anas, 1997)

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan CMA


Banyak faktor biotik dan abiotik yaang menentukan perkembangan CMA. Faktorfaktor tersebut antar lain suhu, tanah, kadar air tanah, pH, bahan organik tanah, intensitas
cahaya dan ketersediaan hara, logam berat dan fungisida. Berikut ini faktor tersebut diuraikan
satu persatu.
Suhu
Suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktivitas cendawan. Unutk daerah tropika
basah, hal ini menguntungkan. Proses perkecambahan pembentukan CMA melalui 3 tahap yaitu
perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel akar dan perkembangan hifam di
dalam korteks akar. Suhu optimimu nntuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung pada
jenisnya (Mosse, 1981).
Suhu yang tinggi pada siang hari (35 0C) tidak menghambat perkembangan kar dan
aktivitas fisiologi CMA. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu ditas 40 0C. suhu bukan
merupakan faktor pembatas utama bagi aktivitas CMA. Suhu yang sangat tingi lebih
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang (Mosse, 1981).

Kadar Air tanah


Untuk tanaman yang tumbuh di daerah kering, adanya CMA menguntungkan karena
dapat meningkatkaan kemampuan tanaman. Untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang
kuraang air. Adanya CMA dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air tanaman
inang. Vesser et al., (1984) mengamati kenampakan aneh pada bibit tanaman alpukat (Acacua
raddiana) yang dinikolasi dengan CMA.p ada tengah hari, saat kelembaapan air rendah, daun
bibit alpukat ber CMA tetap terbuka sedangkan tanaman yang tidak dinokulasi tertutup. Hal ini
manandakan bahwaa tanaman yang tidak berCMA memilki evavotransportasi yang lebih besar
dari tanaman ber CMA. Meningkatnya kapasitas serapan air padaa tanaman alpukat ber CMA
menyebabkan bibit lebih tahan terhadap pemindahan.
Ada beberapa dugaan mengapa tanaman ber mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan
diantaranya adalah : (1) adanya mikoriza menyebabkan resistensi akar terhadap gerakan air
menurun sehingga transpor air ke akar meningkat, (2) tanaman kahat P lebih peka terhadap
kekeringan, adanya CMA menyebabkan status P tanaman meningkat sehingga menyebabakan
daya tahan terhadap kekeringan meningkat pula, (3) adanya hifa ekternalk menyebabakan
tanaman ber CMA lebih mampu mendapatkan air daripada yang tidak ber CMA, tetapi jika
mekanisme ini yang terjadi berarti kandunagn logam-logam tanah lebih cepat menurun.
Penemuan akhir-akhir ini yang menarik adalah adanya hubungan anatara potensial air tanah dan

aktivitas mikoriza. Pada tanaman ber mikoriza jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi 1
garm bobot kering tanamn lebih sedikit dari pada tanaman yang tidak ber mikoriza, karena itu (4)
tanamn ber mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan barangkali karena pemakaian air yang
lebih ekonomis, (5) pengaruh tidak langsung karena adanya miselium elternal menybabkan CMA
mempan (edektif) di dalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan tanah
menyimpan air meningkat (Rotwell, 1984).

pH tanah
Cendawan pada umunya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demian daya
adaptasi masing-masning spesies cendawan CMA terhadap pH tanah berbeda-beda karena pH
tanh memprngaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza terhadaap pertumbuhan
tanaman (Mosse, 1981)
Bahan Organik
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping
bahan anorganik, air dan udara. Jumlah spora CMA tampaknya berhubungan erat dengan
kandungan bahan organik di dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah
yang mengandung bahan organik 1-2 persen sedangkan paada tanah-tanah berahan orgaanik
kurang dari 0.5 persen kandungan spora sangat rendah (Anas, 1997).
Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan CMA, kareana serasah akar yang
terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi CMA dari saatu
tanaman ke taanaman berikutnya. Seraash tersebut mngandung hifa, vesikel daan spora yang
dpat meninfeksi CMA. Disaamping itu juga berfungsi sebagai inokulaan untuk generasi tanaman
berikutnya (Anas, 1997).

Cahaya dan Ketersediaan Hara


Anas (1997) menyimpulkan bahwa intensitas cahaya yang tinggi kekahatan sedang nitrogen
ataupun fospor akan meningkatkan jumlah karbohidrat didalam akar sehingga membuat tanaman
lebih peka terhadap infeksi oleh cendawaan CMA. Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanahtanah yang mempunyai kesuburan yang rendah. Pertumbuhan perakaran yang saangat aktif
jarang terinfeksi oleh CMA. Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun infeksi CMA
meningkat.
KESIMPULAN
CMA dapat digunakan secara efektif dalam mengurangi penggunaan pupuk buatan yang
merupakan sumberdaya alam tak terbaharukan. Penggunaan pupuk buatan, apalagi yang
dilakukan secara tidak bijaksana dapat menyebabkan degradasi lingkungan yang akan berakibat
pada turunnya produksi pertanian. Pertumbuhan tanaman meningkat dengan adanya CMA karena
meningkatkan serapan hara, ketahanan terhadap kekeringan, produksi hormon pertumbuhan dan

zat pengatur tumbuh, perlindungan dari patogen akar dan unsur toksik. Sehingga penggunaan
pupuk hayati dari CMA merupakan alternatif terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman
dan produksi hasil pertanian.

DAFTAR PUSTAKA
Anas, I. 1997.Bioteknologi Tanah. Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas
Pertanian. IPB
Anas, I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Bioteknologi. IPB.
Brundrett, M. 2004. Diversity and classification of mycorrhizal associations. Biol. Rev. 79:473
495.
Huang, R.S. W. K. Smith and R. S. Yeast. 1983. Influence of VA on growh, water relation and
leaf oriantation in Leucaena Leucocephala (LAM) de Wit. Jurnal Series 2814- University
of Hawai, Hawai
Husin, E. F. dan Marlis, R. 2002. Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskular sebagai pupuk biologi
pada pembibitan kelapa sawit. Prosiding Seminar Nasional BKS PTN Wilayah Indonesia
Barat, FP USU Medan.
Khairul, U. 2001. Pemanfaatan bioteknologi untuk meningkatkan produksi pertanian.
http://wwwrudyet.250x.com/sem/112/vkhairul.htm. 13 Desember 2009.
Mosso, S. 1981. Vesicular Arbuscular Mycorizarescarh for tropical agriculture. Ress. Bull
Manjunath, A., D. J. Bagrayad. 1984. Effect of funicides on mycorrhizal colonization and growht
of anion. Plant and Soil 78: 147-150.
Naswin. 2003. Pemanfaatan Urine Sapi Yang Difermentasi sebagai Nutrisi tanaman.
http://tumoutou.net/702_07134/naswir.htm. 28 Februari 2009.
Pattimahu, D.V. 2004. Restorasi lahan kritis pasca tambang sesuai kaidah ekologi. Makalah Mata
Kuliah Falsafah Sains, Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor.
Pujianto. 2001. Pemanfatan jasad mikro jamur mikoriza dan bakteri dalam sistem pertanian
berkelanjutan di Indonesia. http://www.hayati-ip6.com/rudyet/indiv 2001/pujianto.htm. 13
Desember 2009.
Rahmawaty. 2003. Restorasi lahan bekas tambang berdasarkan kaidah ekologi. http
://www.library.usu.ae.id.download/tp/htm-rahmawaty s.pdf. 24 Januari 2006.
Rotwell, F. M. 1984. Agregation of surface mine soil by interaction between Vam fungi and
lignin degradation pruduct of lespedeza. Plant and Soil 80-99-104
Schubler, A., D. Schwarzott, and C. Walker. 2001. A new fungal phylum, the Glomero-mycota:
phylogeny and evolution. Mycol. Res. 105(12):1413-1421.
Subiksa, I. 2002. Pemanfaatan mikoriza untuk penanggulangan lahan kritis. http://
rudyet.triped.com/sem2-012/igm-subiksa.htm. 20 juli 2005.

Syibli. M. A. 2008. Jati Mikoriza, Sebuah Upaya Mengembalikan Eksistensi Hutan dan
Ekonomi Indonesia. http://-www.kabarindonesia.com. 28 februari 2009.
Widodo, A. Romeida, dan Marlin. 2006. Unsur hara tanaman. Bahan Ajar Nutrisi Tanaman.
Jurusan Budidaya Pertanan Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Anda mungkin juga menyukai