Diajukan oleh :
Karina Aisyah S
J 500 1000 10
Osa Erlita
J 500 1000 70
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
J 500 1000 10
Osa Erlita
J 500 1000 70
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada hari Selasa, 13 Mei 2014.
Pembimbing :
Dr. Sunaryo , Sp.KK
(.....................................)
Dipersembahkan dihadapan :
Dr. Sunaryo, Sp.KK
(......................................)
BAB I
PENDAHULUAN
Obat adalah bahan kimia yang digunakan untuk pemeriksaan, pencegahan
dan pengobatan suatu penyakit atau gejala. Selain manfaatnya obat dapat
menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan yang disebut reaksi simpang obat.
Reaksi simpang obat dapat mengenai banyak organ antara lain paru, ginjal, hati
dan sumsum tulang tetapi reaksi kulit merupakan manifestasi yang tersering.
Reaksi tersebut dapat berupa reaksi yang dapat diduga (predictable) dan
yang tidak dapat diduga (unpredictable). Reaksi simpang obat yang dapat diduga
terjadi pada semua individu, biasanya berhubungan dengan dosis dan merupakan
efek farmakologik obat yang telah diketahui. Reaksi ini meliputi 80% dari seluruh
efek simpang obat termasuk diantaranya efek samping dan overdoses (kelebihan
dosis). Reaksi simpang yang tidak dapat diduga hanya terjadi pada orang rentan,
tidak bergantung pada dosis dan tidak berhubungan dengan efek farmakologi obat,
termasuk diantaranya reaksi alergi obat. Reaksi alergi obat pada kulit disebut
erupsi alergi obat.
Fixed drug eruption (FDE) merupakan salah satu bentuk erupsi kulit
karena obat yang unik. FDE ditandai oleh makula hiperpigmentasi dan kadangkadang bula diatasnya, yang dapat muncul kembali di tempat yang sama bila
minum obat yang sama. FDE adalah erupsi alergi obat yang melulu dicetuskan
oleh obat atau bahan kimia. Tidak ada faktor etiologi lain yang dapat
mengelisitasi.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. T
Umur
: 73 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Gamdungan, 3/14 Girimulyo, Ngargoyoso, Karanganyar
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Masuk RS
: 19 November 2014
No RM
: 00175213
B. KELUHAN UTAMA
Badan melepuh-melepuh..
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
5HSMRS
Pasien mengeluh terdapat vesikel di daerah wajah, tidak panas dan tidak
muntah. Pasien diberi obat herpes dari ibunya sendiri.
3HSMRS
Pasien mengeluh vesikel semakin bertambah dan mengeluh batuk jarangjarang kemudian dibawa periksa ke dokter tetapi keluhan tidak berkurang.
1HSMRS
Vesikel menyebar disertai bula didaerah punggung atas dan kepala.
Batuk-batuk tidak berkurang.
HMRS
Pasien datang ke IGD RS dengan keluhan batuk, pilek, hidung tersumbat,
mual, tidak muntah, ada lesi dikulit berupa vesikel dan bula di punggung dan
kepala semakin banyak. Setelah bula pecah kemudian menjadi merah dan
terdapat korelet, tidak berdarah, dan kemudian menjadi krusta, tidak gatal
hanya terasa pedih atau perih saat berkeringat, tidak diare, tidak panas.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit kulit yang sama
yang sama 1 bulan yang lalu namun kulitnya tidak sampai mengelupas dan
serangannya hanya pada tangan saja.
Riwayat Alergi
Riwayat Hipertensi
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat DM
Riwayat Jantung
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat penyakit kulit yang sama
Riwayat alergi
Riwayat Hipertensi
Riwayat DM
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
a. Pada bagian punggung terdapat vesikel, bula yang terisi cairan dengan
sedikit pus dan krusta dengan penyebarannya merata. Pada leher terdapat
krusta dan kepala belakang terdapat bula.
Efloresensi
2. Pemeriksaan laboratorium
PEMERIKSAAN
HASIL
NILAI
INTERPRESTASI
RUJUKAN
HEMATOLOGY
Hemoglobin
14,1
12.00-
DBN
Hematokrit
38,9
16.00g/DL
29.00-43.00%
DBN
Lekosit
11,66
5-10x10 3
Tinggi
Trombosit
320
uL
150-300x10
DBN
Eritrosit
4,69
3 uL
4,00-5,00x10
DBN
MPV
6,5
6 uL
6,5-12,00 n
DBN
PDW
15,4
9,0-17,0%
DBN
INDEX
MCV
82,9
82,0-92,0 n
DBN
MCH
30,1
27,0-31,0 pg
DBN
MCHC
36,3
32,0-37,0 g/DL
DBN
Limfosit%
15,8
25,0-40,0%
Rendah
Monosit %
6,6
3,0-9,0%
DBN
Gran %
70,0
50,0-70,0%
DBN
HITUNG JENIS
K. DIAGNOSIS BANDING
1. Toxic Epidermal Nekrolisis
2. Sindrom Stevens-Johnson
L. DIAGNOSIS KERJA
Fixed Drug Eruption (FDE)
M. TERAPI (IGD)
1. Inj Metilprednisolon vial 2 x 1/2
2. Antacyda syr Forte 3 x 1
3. Inj Vit C 1gr 2 hari 1 x
4. Fucycom Cream tube IV (denudit area)
5. Fucycom Cream tube II
Lamodex Cream tube II
3 dd ue
N. PROGNOSIS
1. Quo ad Vitam
2. Quo ad Sanam
3. Quo ad Fungsionam
4. Quo ad Cosmeticum
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
O. FOLLOW UP
1) 19 November 2014
Vital Sign
S
: 36,1C
N
: 80 x/menit
RR
: 20 x/menit
BB
: 73 kg
TB
: 157 cm
S : Gatal, panas, dan nyeri pada hamper di seluruh tubuh
A
P
: K/L
Thorax
2) 20 November 2014
Vital Sign
S
: 36,0C
N
: 68 x/menit
TD
: 110/70 mmhg
RR
: 18 x/menit
S : Pasien mengeluh mual, perih dan panas pada daerah luka, pusing (-),
O : K/L
= CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)
Thorax
= Paru
= SDV (+/+),Rh (+/+), Wh (-/-)
Jantung
= BJ I/II reguler, bising (-)
Abdomen
= NT (-)
Ekstremitas
= Akral Hangat
A : Bronkitis dengan furunkolisis
P : Terapi anak
1. Inf. KN3A 12 Tpm
2. Inj. Amoxicillin 200 mg/8 jam
3. Inj. Dexamethason 2 mg/12 jam
4. Inj.Vit. C 50 mg/hari
5. Kompresrivanolpadaluka p/s selama 2 jam.
3) 28 April 2014
Vital Sign
S
: 36,4C
N
:112x/menit
RR
: 32x/menit
S : Pasien mengeluh bintik-bintik bertambah dan meluas dengan berisi
O
cairan bening, tidak ada batuk dan mual, nafsu makan berkurang.
: K/L
= CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)
Thorax
= Paru
= SDV (+/+),Rh (+/+), Wh (-/-)
A
P
Jantung
= BJ I/II reguler, bising (-)
Abdomen
= NT (-)
Ekstremitas
= Akral Hangat
: Bronkitis dengan Furunkulosis
: Terapi anak
1. Inf. KN3A 12 Tpm
2. Inj. Amoxicillin 200 mg/8 jam
3. Inj. Dexamethason 2 mg/12 jam
4. CTM 1/4/ dexa 1/4/Vit c 10 / salbutamol 0,3
5. Mucos drop 3x0,4cc
6. Zinc 2x1/2
7. Kompres rivanol padal uka p/s selama 2 jam.
4) 29 April 2014
Vital Sign
S
: 36,7C
N
: 120 x/menit
RR
: 60 x/menit
S : Pasien tidak mengeluh apa-apa, terdapat luka kulit, benjolan berisi
O
A
P
= NT (-)
Ekstremitas
= Akral Hangat
5) 30 April 2014
Vital Sign
S
N
RR
BB
TB
: 36C
: 112 x/menit
: 32 x/menit
: 7,1 kg
: 75 cm
A
P
TerapiKulit:
a. Fusycom cream 5 gram 2x SUE
b. Pemeriksaan Gram
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Fixed drug eruption (FDE) adalah erupsi alergi obat yang bila berulang akan
timbul pada tempat yang sama.
B. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 10% FDE terjadi pada anak dan dewasa, usia paling muda yang pernah
dilaporkan adalah 8 bulan. Kajian oleh Noegrohowati (1999) mendapatkan FDE
(63%), sebagai manifestasi klinis erupsi alergi obat terbanyak dari 58 kasus bayi dan
anak disusul dengan erupsi eksantematosa (3%) dan urtikaria (12%). Jumlah kasus
bertambah dengan meningkatnya usia, hal tersebut mungkin disebabkan pajanan obat
yang bertambah.
C. ETIOLOGI
Banyak obat yang dilaporkan dapat menyebabkan FDE. Yang paling sering
dilaporkan adalah phenolpthalein, barbiturate, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik
pyrazolone dan obat anti inflamasi non steroid.
Daftar obat-obat penyebab FDE
Obat antibakteri
Sulfonamid (co-trimoxazole)
Aspirin
Tetrasiklin
Oxyphenbutazone
Penisilin
Phenazone
Ampisilin
Metimazole
Amoksisilin
Paracetamol
Eritomisin
Ibuprofen
Trimethoprim
Phenolpthalein
Nistatin
Codein
Griseofulvin
Hydralazin
Dapson
Oleoresin
Arsen
Symphatomimetic
Garam Merkuri
Symaphatolitic
Parasymphatolitic
Thiacetazone
Hyoscine butylbromide
Quinine
Magnesium hydroxide
Metronidazole
Magnesium trisilicate
Clioquinol
Anthralin
Chlorthiazone
Derivat Barbiturat
Chlorphenesin carbamate
Opiat
Chloral hidrat
Benzodiazepine
Chlordiazepoxide
Anticonvulsan
Dextromethoephan
D. MANIFESTASI KLINIK
FDE dapat timbul dalam waktu 30 menit sampai 8 jam setelah ingesti
obat secara oral. Lesi berupa makula oval atau bulat, berwarna merah atau
keunguan, berbatas tegas, seiring dengan waktu lesi bisa menjadi bula,
mengalami deskuamasi atau menjadi krusta. Ukuran lesi bervariasi mulai dari
lentikuler sampai plakat. Lesi awal biasanya soliter, tapi jika penderita
meminum obat yang sama maka lesi yang lama akan timbul kembali disertai
dengan lesi yang baru. Namun jumlah lesi biasanya sedikit. Timbulnya kembali
lesi ditempat yang sama menjelaskan arti kata fixed pada nama penyakit
tersebut. Lesi dapat dijumpai dikulit dan membran mukosa yaitu di bibir,
badan, tungkai, tangan dan genital. Tempat paling sering adalah bibir dan
genital. Lesi FDE pada penis sering disangka sebagai penyakit kelamin. Gejala
lokal meliputi gatal dan rasa terbakar , jarang dijumpai gejala sistemik.. Tidak
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lesi pada FDE jika
menyembuh akan meninggalkan bercak hiperpigmentasi post inflamasi yang
menetap dalam jangka waktu lama.
E. PATOFISIOLOGI
Patogenesis FDE sampai saat ini belum diketahui pasti, diduga karena karena
reaksi imunologi. Berdasarkan mekanisme imunologik yang terjadi pada reaksi
obat dapat berupa IgE mediated drug eruption, immunecomplex dependent
drug reaction, cytotoxic drug induced reaction dan cell mediated reaction.
Penelitian Alanko dkk (1992) membuktikan bahwa lesi FDE terjadi
peningkatan kadar histamine dan komplemen yang sangat bermakna (200-640
nMol/L). Keadaan ini diduga sebagai penyebab timbulnya reaksi eritema,
lepuh dan rasa gatal. Visa dkk (1987) melakukan penelitian untuk mengetahui
sel imunokompeten pada FDE dengan tehnik imunoperoksidase. Ternyata 6080% sel infiltrate pada FDE adalah sel Limfosit T ( T4 dan T8). Terlihat pula
peningkatan sel mast sebesar 5-10%. serta ditemukan HLA-DR pada limfosit T
(limfosit aktif) yang berada di dermis. Keadaan ini sama dengan lesi pada
hipersensitivitas tipe lambat. Mdvi. Limfosit T yang menetap dilesi kulit
berperan dalam memori imunologis dan menjelaskan rekurensi lesi pada
tempat yang sama. Keratinosit pada lesi kulit FDE menunjukkan peningkatan
ekspresi pada ICAM 1 dan HLA DR dan peningkatan ekspresi ICAM 1 ini
menjelaskan migrasi limfosit T ke sel epidermis dan mengakibatkan kerusakan.
Visa dkk juga menyatakan bahwa mekanisme imunologi bukan satu-satunya
penyebab kelainan ini, akan tetapi faktor genetik turut mendasari terjadinya
FDE. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan terjadinya kasus FDE dalam satu
keluarga yang menunjukkan kesamaan pada HLA B12.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada impetigo bulosa dapat dilakukan pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis yaitu:
Yang membedakan
Sindrom Stevens-Johnson
I. KOMPLIKASI
1. Selulitis
Selulitis terjadi ketika infeksi menyebar ke lapisan lebih dalam
dari kulit . Hal ini dapat menyebabkan gejala merah, kulit merdang ,
demam
ini
dapat
diobati
kasus
telah
dikaitkan
dengan impetigo.
Psoriasis
adalah
infeksi
bakteri
diare
dingin, kulit lembab dan dingin
suhu tinggi (demam) dari 38C (100.4F) atau di atas
napas cepat
muntah
tekanan darah rendah (hipotensi)
kebingungan
merasa pingsan dan pusing
kehilangan kesadaran
Septicaemia
adalah
kondisi
yang
mengancam
jiwa
dan
merah
yang
tersisa
juga
harus
hilang
dengan
impetigo
merespon
cukup
cepat
untuk
perawatan yang tepat. Dalam orang dewasa dengan lesi luas atau
bulous, diberikan dicloxacillin (atau penisilin serupa) 250-500 mg per
oral (PO) empat kali sehari, atau erithromycin (pada pasien alergi
penisilin) 250-500 PO 4 x/hari.
Perawatan harus dilanjutkan selama 5 sampai 7 hari (10 hari jika
streptococci terisolasi) juga.
Khusus single azitromisin oral (pada orang dewasa 500 mg pada
hari pertama, 250 mg setiap hari pada 4 hari berikutnya) telah terbukti
menjadi sama seefektif dicloxacillin untuk infeksi kulit pada orang
dewasa dan anak-anak. Untuk impetigo yang disebabkan oleh
erythromycin-resistant Staphylococcus aureus, yang biasanya diisolasi
dari lesi impetigo anak-anak, amoxicillin ditambah clavucanis acid
(25 mg / kg / hari) 3 x /hari.cephalexin (40-50 mg / kg / hari) cefaclor
(20 mg / kg / hari).
K. PROGNOSIS
Pada umumnya baik apabila menghindari dan mencegah faktor
predisposisi dan mendapat terapi yang tepat.
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnose impetigo bulosa pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesa
dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesa dijumpai bula berupa gelembung berisi
cairan bening dengan sedikit pus yang tidak disertai gatal dan nyeri pada kening,
leher bagian belakang dan punggung. Karena gesekan gelembung ini pecah.
Demam tidak dijumpai. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan
bahwa gejala klinis impetigo bulosa adalah berupa eritema, vesikel, pustule, dan
bula hipopion. Ruam dikelilingi bercak eritem dan berbatas tegas.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah bulosa eritema multiforme, bulosa
lupus erythematosus, pemfigoid bulosa, Sindrom Stevens-Johnson, luka bakar
termal, nekrolisis epidermal toksik, Varicella.
Penatalaksanaan pada kasus ini secara umum adalah menghindari dan
mencegah faktor predisposisi, memperbaiki hygiene dan lingkungan, dan
meningkatkan daya tahan tubuh. Penatalaksaan secara khusus pada kasus ini
diberikan Fusycom cream 5 gram 2x SUE dan pemeriksaan Gram.
Pada pemeriksaan gram didapatkan bakteri coccus gram (+), gambarannya
sebagai berikut :
BAB V
KESIMPULAN
Impetigo bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa
lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak
hipopion. Penyebab utamanya oleh Stapylococcus aureus sering pada usia anakanak dan dewasa, rasio antara laki-laki dan perempuan sama. Faktor predisposisi
meliputi daerah, musim/iklim, kebersihan, gizi, lingkungan yang kotor dan
berdebu. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung.
Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula hipopion. Pada permulaan
bula berisi cairan kuning yang kemudian berubah menjadi kuning pekat dan
keruh. Bula yang masih utuh mengandung Stapylococcus. Kadang pasien datang
berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak krusta coklat datar
dan tipis. Bakteri Staphylococcus aureus masuk melalui kulit yang terluka melalui
transmisi kontak langsung. Kemudian bakteri Staphylococcus aureus ini
memproduksi toksin menyebabkan kerusakan dibawah stratum korenum sehingga
menimbulkan vesikel. Mula-mula berupa vesikel, kemudian lama-kelamaan
membesar menjadi bula yang sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya
relative lebih tebal dari impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang lamakelamaan akan berubah menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan
mengendap.
Pemeriksaan penunjang menggunakan pewarnaan gram (untuk mencari
staphylococcus
aureus),
pemeriksaan
histopatologi, dan
kultur
cairan.
Daftar Pustaka
1. Harahap. 2000. Marwali : Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates : Jakarta
2. Ratz,
John.
2010.
Impetigo:
Treatment
and
Medication.
http://emedicine.medscape.com/article/219473-treatment
3. Sadegh, Amini. Dermatology Manifestasion of Impetigo. E-Medicine. 2010.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1052709-overview
4. Siregar Dr. 2013. Atlas berwarna saripati Penyakit Kulit, Edisi kedua.
Penerbit EGC : Jakarta. Hal 47-50
5. Djuanda et al. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta.
6. Cole Charles, M.D and Gazewood John, M.D. Diagnosis and Treatment of
Impetigo. http://www.aafp.org/afp/2007/0315/p859.html
7. NHS Choices Medical Reference. Impetigo. http://www.webmd.boots.com/ato-z-guides/tc/impetigo-complications-of-impetigo