Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

FIXED DRUG ERUPTION (FDE)

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing :
Dr. Sunaryo, Sp.KK

Diajukan oleh :
Karina Aisyah S

J 500 1000 10

Osa Erlita

J 500 1000 70

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

TUGAS LAPORAN KASUS


FIXED DRUG EERUPTION

Yang diajukan oleh :


Karina Aisyah S

J 500 1000 10

Osa Erlita

J 500 1000 70

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada hari Selasa, 13 Mei 2014.
Pembimbing :
Dr. Sunaryo , Sp.KK

(.....................................)

Dipersembahkan dihadapan :
Dr. Sunaryo, Sp.KK

(......................................)

BAB I
PENDAHULUAN
Obat adalah bahan kimia yang digunakan untuk pemeriksaan, pencegahan
dan pengobatan suatu penyakit atau gejala. Selain manfaatnya obat dapat
menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan yang disebut reaksi simpang obat.
Reaksi simpang obat dapat mengenai banyak organ antara lain paru, ginjal, hati
dan sumsum tulang tetapi reaksi kulit merupakan manifestasi yang tersering.
Reaksi tersebut dapat berupa reaksi yang dapat diduga (predictable) dan
yang tidak dapat diduga (unpredictable). Reaksi simpang obat yang dapat diduga
terjadi pada semua individu, biasanya berhubungan dengan dosis dan merupakan
efek farmakologik obat yang telah diketahui. Reaksi ini meliputi 80% dari seluruh
efek simpang obat termasuk diantaranya efek samping dan overdoses (kelebihan
dosis). Reaksi simpang yang tidak dapat diduga hanya terjadi pada orang rentan,
tidak bergantung pada dosis dan tidak berhubungan dengan efek farmakologi obat,
termasuk diantaranya reaksi alergi obat. Reaksi alergi obat pada kulit disebut
erupsi alergi obat.
Fixed drug eruption (FDE) merupakan salah satu bentuk erupsi kulit
karena obat yang unik. FDE ditandai oleh makula hiperpigmentasi dan kadangkadang bula diatasnya, yang dapat muncul kembali di tempat yang sama bila
minum obat yang sama. FDE adalah erupsi alergi obat yang melulu dicetuskan
oleh obat atau bahan kimia. Tidak ada faktor etiologi lain yang dapat
mengelisitasi.

BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. T
Umur
: 73 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Gamdungan, 3/14 Girimulyo, Ngargoyoso, Karanganyar
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Masuk RS
: 19 November 2014
No RM
: 00175213
B. KELUHAN UTAMA
Badan melepuh-melepuh..
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
5HSMRS
Pasien mengeluh terdapat vesikel di daerah wajah, tidak panas dan tidak
muntah. Pasien diberi obat herpes dari ibunya sendiri.
3HSMRS
Pasien mengeluh vesikel semakin bertambah dan mengeluh batuk jarangjarang kemudian dibawa periksa ke dokter tetapi keluhan tidak berkurang.
1HSMRS
Vesikel menyebar disertai bula didaerah punggung atas dan kepala.
Batuk-batuk tidak berkurang.
HMRS
Pasien datang ke IGD RS dengan keluhan batuk, pilek, hidung tersumbat,
mual, tidak muntah, ada lesi dikulit berupa vesikel dan bula di punggung dan
kepala semakin banyak. Setelah bula pecah kemudian menjadi merah dan
terdapat korelet, tidak berdarah, dan kemudian menjadi krusta, tidak gatal
hanya terasa pedih atau perih saat berkeringat, tidak diare, tidak panas.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit kulit yang sama

: Pasien pernah mengalami keluhan

yang sama 1 bulan yang lalu namun kulitnya tidak sampai mengelupas dan
serangannya hanya pada tangan saja.
Riwayat Alergi
Riwayat Hipertensi

: Disangkal
: Disangkal

Riwayat DM
Riwayat Jantung
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat penyakit kulit yang sama
Riwayat alergi
Riwayat Hipertensi
Riwayat DM

: Disangkal
: Disangkal

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal

F. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien susdah tidak berkerja, dan tinggal bersama anak-anak serta
cucunya.
G. ANAMNESIS SITEMIK
Neuro
: Sensasi nyeri (+), gemetaran (-), sulit tidur (+)
Kardio
: Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
Pulmo
: Sesak napas (-), batuk lama(-)
Abdomen : Diare (-), kembung (-), konstipasi (-)
Urologi : BAK dan BAB lancar, panas (-)
Muskulo : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-)
H. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
KU
: Compos mentis
Vital Sign :
a. TD
: 110/70 mmhg
b. Nadi
: 80 X/menit
c. Respirasi : 20 x/menit
d. Suhu
: 36,1 C
e. TB
: 157 cm
f. BB
: 73 kg
2. Kepala
a. Mata
: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
b. Bibir
: Sianosis (-)
c. Pembesaran kelenjar getah bening (-)
3. Thorax
Paru
: Suara vesikuler (+), whezing (-).
Jantung
: BJ 1 dan 2 murni reguler
4. Abdomen
: Dalam batas normal
5. Ekstremitas : Akral hangat
I. STATUS LOKALIS
Inspeksi (UKK)

a. Pada bagian punggung terdapat vesikel, bula yang terisi cairan dengan
sedikit pus dan krusta dengan penyebarannya merata. Pada leher terdapat
krusta dan kepala belakang terdapat bula.

b. Pada bagian kening kanan dan kiri terdapat krusta

Efloresensi

: Bula dengan dinding tebal dan tipis, jika pecah timbul

krusta yang coklat. Kulit sekitar tidak terdapat peradangan,


J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan mikroskopik cairan bula ( didapatkan bakteri coccus gram +)

2. Pemeriksaan laboratorium
PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI

INTERPRESTASI

RUJUKAN
HEMATOLOGY
Hemoglobin

14,1

12.00-

DBN

Hematokrit

38,9

16.00g/DL
29.00-43.00%

DBN

Lekosit

11,66

5-10x10 3

Tinggi

Trombosit

320

uL
150-300x10

DBN

Eritrosit

4,69

3 uL
4,00-5,00x10

DBN

MPV

6,5

6 uL
6,5-12,00 n

DBN

PDW

15,4

9,0-17,0%

DBN

INDEX

MCV

82,9

82,0-92,0 n

DBN

MCH

30,1

27,0-31,0 pg

DBN

MCHC

36,3

32,0-37,0 g/DL

DBN

Limfosit%

15,8

25,0-40,0%

Rendah

Monosit %

6,6

3,0-9,0%

DBN

Gran %

70,0

50,0-70,0%

DBN

HITUNG JENIS

K. DIAGNOSIS BANDING
1. Toxic Epidermal Nekrolisis
2. Sindrom Stevens-Johnson
L. DIAGNOSIS KERJA
Fixed Drug Eruption (FDE)
M. TERAPI (IGD)
1. Inj Metilprednisolon vial 2 x 1/2
2. Antacyda syr Forte 3 x 1
3. Inj Vit C 1gr 2 hari 1 x
4. Fucycom Cream tube IV (denudit area)
5. Fucycom Cream tube II
Lamodex Cream tube II
3 dd ue
N. PROGNOSIS
1. Quo ad Vitam
2. Quo ad Sanam
3. Quo ad Fungsionam
4. Quo ad Cosmeticum

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

O. FOLLOW UP
1) 19 November 2014
Vital Sign
S
: 36,1C
N
: 80 x/menit
RR
: 20 x/menit
BB
: 73 kg
TB
: 157 cm
S : Gatal, panas, dan nyeri pada hamper di seluruh tubuh

A
P

: K/L
Thorax

= CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)


= Paru
= SDV (+/+),Rh (+/+), Wh (-/-)
Jantung
= BJ I/II reguler, bising (-)
Abdomen
= NT (-)
Ekstremitas
= Akral Hangat
: Fixed Drug Eruption
: Terapi
1. Inj Metilprednisolon vial 2 x
2. Antacyda syr Forte 3 x 1
3. Inj Vit C 1gr 2 hari 1 x
4. Fucycom Cream tube IV (denudit area)
5. Fucycom Cream tube II
6. Lamodex Cream tube II
3 dd ue

2) 20 November 2014
Vital Sign
S
: 36,0C
N
: 68 x/menit
TD
: 110/70 mmhg
RR
: 18 x/menit
S : Pasien mengeluh mual, perih dan panas pada daerah luka, pusing (-),
O : K/L
= CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)
Thorax
= Paru
= SDV (+/+),Rh (+/+), Wh (-/-)
Jantung
= BJ I/II reguler, bising (-)
Abdomen
= NT (-)
Ekstremitas
= Akral Hangat
A : Bronkitis dengan furunkolisis
P : Terapi anak
1. Inf. KN3A 12 Tpm
2. Inj. Amoxicillin 200 mg/8 jam
3. Inj. Dexamethason 2 mg/12 jam
4. Inj.Vit. C 50 mg/hari
5. Kompresrivanolpadaluka p/s selama 2 jam.
3) 28 April 2014
Vital Sign
S
: 36,4C
N
:112x/menit
RR
: 32x/menit
S : Pasien mengeluh bintik-bintik bertambah dan meluas dengan berisi
O

cairan bening, tidak ada batuk dan mual, nafsu makan berkurang.
: K/L
= CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)
Thorax
= Paru
= SDV (+/+),Rh (+/+), Wh (-/-)

A
P

Jantung
= BJ I/II reguler, bising (-)
Abdomen
= NT (-)
Ekstremitas
= Akral Hangat
: Bronkitis dengan Furunkulosis
: Terapi anak
1. Inf. KN3A 12 Tpm
2. Inj. Amoxicillin 200 mg/8 jam
3. Inj. Dexamethason 2 mg/12 jam
4. CTM 1/4/ dexa 1/4/Vit c 10 / salbutamol 0,3
5. Mucos drop 3x0,4cc
6. Zinc 2x1/2
7. Kompres rivanol padal uka p/s selama 2 jam.

4) 29 April 2014
Vital Sign
S
: 36,7C
N
: 120 x/menit
RR
: 60 x/menit
S : Pasien tidak mengeluh apa-apa, terdapat luka kulit, benjolan berisi
O

A
P

air. Tidak terdapat mual dan muntah. Nafsu makan menurun.


: K/L
= CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)
Thorax
= Paru
= SDV (+/+),Rh (+/+), Wh (-/-)
Jantung
= BJ I/II reguler, bising (-)
Abdomen

= NT (-)

Ekstremitas

= Akral Hangat

: Bronkitis dengan Furunkulosis


: Terapi anak
1. Inf. KN3A 12 Tpm
2. Zinc 2 x
3. Inj. Amoxicillin 200 mg/8 jam
4. CTM 1/4/ dexa 1/4/Vit c 10 / salbutamol 0,3
5. Ambroxol 2x0,4 cc
6. Kompres rivanol pada luka p/s selama 2 jam.

5) 30 April 2014
Vital Sign
S
N
RR
BB
TB

: 36C
: 112 x/menit
: 32 x/menit
: 7,1 kg
: 75 cm

: Pasien mengeluh punggungnya gatal, terdapat bula dan vesikel,


sebagian bula sudah meletus dan membentuk krusta. Tidak terdapat

A
P

pilek dan mual.


: K/L
= CA (-/-), SI (-/-), PKGB (-/-)
Tho
= Paru
= SDV (+/+),Rh (+/+), Wh (-/-)
Jantung
= BJ I/II reguler, bising (-)
Abdomen
= NT (-)
Ekstremitas
= Akral Hangat
: Bronkitis dengan Furunkulosis (anak)
Impetigo Bulosa (kulit)
: Terapi anak
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Inf. KN3A 12 Tpm


Zinc 2 x
Inj. Amoxicillin 200 mg/8 jam
CTM 1/4/ dexa 1/4/Vit c 10 / salbutamol 0,3
Mucos drop 3x0,4 cc
Kompres rivanol pada luka p/s selama 2 jam.

TerapiKulit:
a. Fusycom cream 5 gram 2x SUE
b. Pemeriksaan Gram

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Fixed drug eruption (FDE) adalah erupsi alergi obat yang bila berulang akan
timbul pada tempat yang sama.
B. EPIDEMIOLOGI
Sekitar 10% FDE terjadi pada anak dan dewasa, usia paling muda yang pernah
dilaporkan adalah 8 bulan. Kajian oleh Noegrohowati (1999) mendapatkan FDE
(63%), sebagai manifestasi klinis erupsi alergi obat terbanyak dari 58 kasus bayi dan

anak disusul dengan erupsi eksantematosa (3%) dan urtikaria (12%). Jumlah kasus
bertambah dengan meningkatnya usia, hal tersebut mungkin disebabkan pajanan obat
yang bertambah.

C. ETIOLOGI
Banyak obat yang dilaporkan dapat menyebabkan FDE. Yang paling sering
dilaporkan adalah phenolpthalein, barbiturate, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik
pyrazolone dan obat anti inflamasi non steroid.
Daftar obat-obat penyebab FDE
Obat antibakteri

Obat anti inflamasi non steroid

Sulfonamid (co-trimoxazole)

Aspirin

Tetrasiklin

Oxyphenbutazone

Penisilin

Phenazone

Ampisilin

Metimazole

Amoksisilin

Paracetamol

Eritomisin

Ibuprofen

Trimethoprim

Phenolpthalein

Nistatin

Codein

Griseofulvin

Hydralazin

Dapson

Oleoresin

Arsen

Symphatomimetic

Garam Merkuri

Symaphatolitic

P amino salicylic acid

Parasymphatolitic

Thiacetazone

Hyoscine butylbromide

Quinine

Magnesium hydroxide

Metronidazole

Magnesium trisilicate

Clioquinol

Anthralin

Barbiturat dan tranquilizer lainnya

Chlorthiazone

Derivat Barbiturat

Chlorphenesin carbamate

Opiat

Berbagai penambah rasa/flavour makanan

Chloral hidrat
Benzodiazepine
Chlordiazepoxide
Anticonvulsan
Dextromethoephan

D. MANIFESTASI KLINIK
FDE dapat timbul dalam waktu 30 menit sampai 8 jam setelah ingesti
obat secara oral. Lesi berupa makula oval atau bulat, berwarna merah atau
keunguan, berbatas tegas, seiring dengan waktu lesi bisa menjadi bula,
mengalami deskuamasi atau menjadi krusta. Ukuran lesi bervariasi mulai dari
lentikuler sampai plakat. Lesi awal biasanya soliter, tapi jika penderita
meminum obat yang sama maka lesi yang lama akan timbul kembali disertai
dengan lesi yang baru. Namun jumlah lesi biasanya sedikit. Timbulnya kembali
lesi ditempat yang sama menjelaskan arti kata fixed pada nama penyakit
tersebut. Lesi dapat dijumpai dikulit dan membran mukosa yaitu di bibir,

badan, tungkai, tangan dan genital. Tempat paling sering adalah bibir dan
genital. Lesi FDE pada penis sering disangka sebagai penyakit kelamin. Gejala
lokal meliputi gatal dan rasa terbakar , jarang dijumpai gejala sistemik.. Tidak
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lesi pada FDE jika
menyembuh akan meninggalkan bercak hiperpigmentasi post inflamasi yang
menetap dalam jangka waktu lama.
E. PATOFISIOLOGI
Patogenesis FDE sampai saat ini belum diketahui pasti, diduga karena karena
reaksi imunologi. Berdasarkan mekanisme imunologik yang terjadi pada reaksi
obat dapat berupa IgE mediated drug eruption, immunecomplex dependent
drug reaction, cytotoxic drug induced reaction dan cell mediated reaction.
Penelitian Alanko dkk (1992) membuktikan bahwa lesi FDE terjadi
peningkatan kadar histamine dan komplemen yang sangat bermakna (200-640
nMol/L). Keadaan ini diduga sebagai penyebab timbulnya reaksi eritema,
lepuh dan rasa gatal. Visa dkk (1987) melakukan penelitian untuk mengetahui
sel imunokompeten pada FDE dengan tehnik imunoperoksidase. Ternyata 6080% sel infiltrate pada FDE adalah sel Limfosit T ( T4 dan T8). Terlihat pula
peningkatan sel mast sebesar 5-10%. serta ditemukan HLA-DR pada limfosit T
(limfosit aktif) yang berada di dermis. Keadaan ini sama dengan lesi pada
hipersensitivitas tipe lambat. Mdvi. Limfosit T yang menetap dilesi kulit
berperan dalam memori imunologis dan menjelaskan rekurensi lesi pada
tempat yang sama. Keratinosit pada lesi kulit FDE menunjukkan peningkatan
ekspresi pada ICAM 1 dan HLA DR dan peningkatan ekspresi ICAM 1 ini
menjelaskan migrasi limfosit T ke sel epidermis dan mengakibatkan kerusakan.
Visa dkk juga menyatakan bahwa mekanisme imunologi bukan satu-satunya
penyebab kelainan ini, akan tetapi faktor genetik turut mendasari terjadinya
FDE. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan terjadinya kasus FDE dalam satu
keluarga yang menunjukkan kesamaan pada HLA B12.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada impetigo bulosa dapat dilakukan pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis yaitu:

1. Pewarnaan gram, untuk mencari staphylococcus aureus. Biasa


ditemukan adanya neutropil dengan kuman coccus gram positif
berbentuk rantai atau kelompok
2. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan vesikel formasi pada lapisan
sub korneum atau daerah formasi pada lapisan sub korneum atau daerah
stratum granulosum, terdapat sel akantolisis, edema dari papila dermis
dan infiltrat yang terdiri dari limfosit dan neutrofil disekitar pembuluh
darah pada plexus superficial
3. Kultur cairan, menunjukkan adanya staphylococcus aureus atau
dikombinasi dengan staphylococcus beta hemolyticus grup A (GBHS)
atau kadang dapat berdiri sendiri.
G. HISTOPATOLOGI
Gambaran histologi FDE menyerupai eritema multiforme (EM). Seperti
pada EM reaksi dapat terjadi di dermis atau epidermis atau keduanya. Yang
paling sering adalah yang melibatkan dermis dan epidermis. Pada tahap awal
pemeriksaan histopatologi menggambarkan adanya bula subepidermal dengan
degenerasi hidropik sel basal epidermis. Dapat juga dijumpai diskeratosis
keratinosit dengan sitoplasma eosinofilik dan inti yang piknotik di epidermis.
Pada tahap lanjut dapat dilihat melanin dan makrofag pada dermis bagian atas
dan terdapat peningkatan jumlah melanin pada lapisan basal epidermis.
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding

Yang membedakan

Toxic Epidermal Nekrolisis

Sindrom Stevens-Johnson
I. KOMPLIKASI
1. Selulitis
Selulitis terjadi ketika infeksi menyebar ke lapisan lebih dalam
dari kulit . Hal ini dapat menyebabkan gejala merah, kulit merdang ,
demam

dan nyeri . Hal

ini

dapat

diobati

dengan antibiotik dan parasetamol dapat digunakan untuk meredakan


nyeri.
2. Psoriasis guttate

Guttate psoriasis adalah suatu kondisi kulit yang tidak menular


yang dapat berkembang pada anak-anak dan remaja setelah infeksi
bakteri. Hal ini biasanya lebih umum setelah infeksi tenggorokan, tetapi
beberapa

kasus

telah

dikaitkan

dengan impetigo.

Psoriasis

guttate menyebabkan kecil (kurang dari 1 cm) merah, tetesan berbentuk,


patch bersisik pada bagian dada, lengan, kaki dan kulit kepala. Krim
dapat digunakan untuk mengontrol gejala.
3. Demam berdarah
Demam berdarah adalah infeksi bakteri langka yang menyebabkan
ruam merah muda di seluruh tubuh. Gejala yang berhubungan infeksi,
seperti mual , nyeri dan muntah, yang umum. Kondisi ini biasanya
diobati dengan antibiotik.
Scarlet fever biasanya tidak serius tapi menular. Oleh karena itu, penting
untuk mengisolasi anak yang terinfeksi dan menghindari kontak fisik
dekat. Jauhkan anak Anda dari sekolah dan orang lain sampai mereka
memiliki setidaknya lima hari pengobatan dengan antibiotik.
4. Septicaemia
Septicaemia (sejenis sepsis )

adalah

infeksi

bakteri

pada darah . Hal ini dapat menyebabkan gejala:


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

diare
dingin, kulit lembab dan dingin
suhu tinggi (demam) dari 38C (100.4F) atau di atas
napas cepat
muntah
tekanan darah rendah (hipotensi)
kebingungan
merasa pingsan dan pusing
kehilangan kesadaran
Septicaemia

adalah

kondisi

yang

mengancam

jiwa

dan

membutuhkan pengobatan segera dengan antibiotik di rumah sakit.


5. Glomerulonefritis pasca-streptococcus
Post-streptokokus glomerulonefritis adalah infeksi pembuluh darah
kecil dalam ginjal. Ini adalah komplikasi yang sangat jarang terjadi.
Gejala glomerulonefritis pasca streptokokus meliputi:

a. perubahan warna urin ke coklat kemerahan atau warna sepeti coca


cola
b. pembengkakan perut
c. pembengkakan wajah , mata , kaki dan pergelangan kaki
d. peningkatan tekanan darah
e. darah terlihat dalam urin
f. penurunan jumlah urin
Orang dengan glomerulonefritis pasca streptokokus biasanya akan
membutuhkan perawatan rumah sakit segera, sehingga tekanan darah
mereka dapat dimonitor dan dikendalikan.
Glomerulonefritis pasca-streptococcus dapat berakibat fatal pada
orang dewasa, meskipun kematian pada anak-anak jarang terjadi. Kurang
dari 1% dari anak-anak meninggal akibat kondisi tersebut.
6. Jaringan parut
Dalam kasus yang sangat jarang, impetigo dapat menyebabkan
beberapa jaringan parut. Namun, hal ini lebih sering hasil dari seseorang
menggaruk lepuh , kerak atau luka. Para lecet dan remah sendiri harus
tidak meninggalkan bekas luka jika dibiarkan untuk menyembuhkan.
Tanda

merah

yang

tersisa

juga

harus

hilang

dengan

sendirinya. Waktu yang diperlukan untuk kemerahan menghilang dapat


bervariasi antara beberapa hari dan beberapa minggu.
J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada impetigo ini terdiri dari pengobatan umum dan khusus.
Untuk pengobatan khusus, dengan pengobatan lokal dengan salep mupirocin
atau krim, penghapusan kerak, dan kebersihan yang baik adalah cukup untuk
menyembuhkan yang paling ringan sampai kasus moderat.
Antibiotik sistemik mungkin diperlukan pada kasus ekstensif inisial.
Frekuensi isolasi kelompok staphylococcus yang membuat terapi seperti
pendekatan resonable pada kebanyakan pasien memiliki tingkat signifikan
yang tinggi. Desinfektan umum atau bacitracin tidak berperan dalam terapi ini.

Penatalaksanaan pada impetigo bulosa adalah meliputi:


1. Umum
a. Menghindari dan mencegah faktor predisposisi
b. Memperbaiki keadaan hygiene diri dan lingkungan
c. Meningkatkan daya tahan tubuh
2. Khusus
a. Topikal
Jika bula besar dan banyak, sebaiknya dipecahkan selanjutnya
dibersihkan dengan betadine dan dioleskan dengan salep antibiotic,
seperti kloramfenikol 2 % atau eritromisin 3 %
b. Sistemik
Staphylococcus

impetigo

merespon

cukup

cepat

untuk

perawatan yang tepat. Dalam orang dewasa dengan lesi luas atau
bulous, diberikan dicloxacillin (atau penisilin serupa) 250-500 mg per
oral (PO) empat kali sehari, atau erithromycin (pada pasien alergi
penisilin) 250-500 PO 4 x/hari.
Perawatan harus dilanjutkan selama 5 sampai 7 hari (10 hari jika
streptococci terisolasi) juga.
Khusus single azitromisin oral (pada orang dewasa 500 mg pada
hari pertama, 250 mg setiap hari pada 4 hari berikutnya) telah terbukti
menjadi sama seefektif dicloxacillin untuk infeksi kulit pada orang
dewasa dan anak-anak. Untuk impetigo yang disebabkan oleh
erythromycin-resistant Staphylococcus aureus, yang biasanya diisolasi
dari lesi impetigo anak-anak, amoxicillin ditambah clavucanis acid
(25 mg / kg / hari) 3 x /hari.cephalexin (40-50 mg / kg / hari) cefaclor
(20 mg / kg / hari).
K. PROGNOSIS
Pada umumnya baik apabila menghindari dan mencegah faktor
predisposisi dan mendapat terapi yang tepat.

BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnose impetigo bulosa pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesa
dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesa dijumpai bula berupa gelembung berisi
cairan bening dengan sedikit pus yang tidak disertai gatal dan nyeri pada kening,
leher bagian belakang dan punggung. Karena gesekan gelembung ini pecah.
Demam tidak dijumpai. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan
bahwa gejala klinis impetigo bulosa adalah berupa eritema, vesikel, pustule, dan
bula hipopion. Ruam dikelilingi bercak eritem dan berbatas tegas.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah bulosa eritema multiforme, bulosa
lupus erythematosus, pemfigoid bulosa, Sindrom Stevens-Johnson, luka bakar
termal, nekrolisis epidermal toksik, Varicella.
Penatalaksanaan pada kasus ini secara umum adalah menghindari dan
mencegah faktor predisposisi, memperbaiki hygiene dan lingkungan, dan
meningkatkan daya tahan tubuh. Penatalaksaan secara khusus pada kasus ini
diberikan Fusycom cream 5 gram 2x SUE dan pemeriksaan Gram.
Pada pemeriksaan gram didapatkan bakteri coccus gram (+), gambarannya
sebagai berikut :

Setelah diberikan penatalaksaan dengan Fusycom cream 5 gram 2x SUE


pasien sembuh dengan meninggalkan bekas pada bagian kening, leher dan
punggung.

BAB V
KESIMPULAN
Impetigo bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa
lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak
hipopion. Penyebab utamanya oleh Stapylococcus aureus sering pada usia anakanak dan dewasa, rasio antara laki-laki dan perempuan sama. Faktor predisposisi
meliputi daerah, musim/iklim, kebersihan, gizi, lingkungan yang kotor dan
berdebu. Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung.
Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula hipopion. Pada permulaan
bula berisi cairan kuning yang kemudian berubah menjadi kuning pekat dan
keruh. Bula yang masih utuh mengandung Stapylococcus. Kadang pasien datang
berobat, vesikel/bula telah memecah sehingga yang tampak krusta coklat datar

dan tipis. Bakteri Staphylococcus aureus masuk melalui kulit yang terluka melalui
transmisi kontak langsung. Kemudian bakteri Staphylococcus aureus ini
memproduksi toksin menyebabkan kerusakan dibawah stratum korenum sehingga
menimbulkan vesikel. Mula-mula berupa vesikel, kemudian lama-kelamaan
membesar menjadi bula yang sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya
relative lebih tebal dari impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang lamakelamaan akan berubah menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan
mengendap.
Pemeriksaan penunjang menggunakan pewarnaan gram (untuk mencari
staphylococcus

aureus),

pemeriksaan

histopatologi, dan

kultur

cairan.

Komplikasinya yaitu selulitis, psoriasis guttate, demam berdarah, septicaemia,


Glomerulonefritis pasca-streptococcus dan Jaringan parut. Untuk pengobatan
lokal dengan salep mupirocin atau krim, penghapusan kerak, dan kebersihan yang
baik adalah cukup untuk menyembuhkan yang paling ringan sampai kasus
moderat.

Daftar Pustaka
1. Harahap. 2000. Marwali : Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates : Jakarta
2. Ratz,
John.
2010.
Impetigo:
Treatment
and
Medication.
http://emedicine.medscape.com/article/219473-treatment
3. Sadegh, Amini. Dermatology Manifestasion of Impetigo. E-Medicine. 2010.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1052709-overview
4. Siregar Dr. 2013. Atlas berwarna saripati Penyakit Kulit, Edisi kedua.
Penerbit EGC : Jakarta. Hal 47-50
5. Djuanda et al. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta.
6. Cole Charles, M.D and Gazewood John, M.D. Diagnosis and Treatment of
Impetigo. http://www.aafp.org/afp/2007/0315/p859.html
7. NHS Choices Medical Reference. Impetigo. http://www.webmd.boots.com/ato-z-guides/tc/impetigo-complications-of-impetigo

Anda mungkin juga menyukai