Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ISPA
1. Pengertian ISPA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah
(klinikita, 2007). Berikut ini adalah beberapa pengertian ISPA menurut para
ahli, yaitu :
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah
ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infection
(ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran napas mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) sampai alveoli
(saluran pernapasan bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus rongga
telinga tengah dan pleura (Depkes, 2001).
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang
terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun di
negara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk Rumah
Sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan
pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada
masa dewasa (klinikita, 2007).

2. Klasifikasi ISPA
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002)
a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk
pilek dan sesak.
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala gejala sesak napas, suhu tubuh lebih
dari 39 0 C dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti mengorok.
c. ISPA berat
Gejala meliputi : kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu
makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
3. Penyebab penyakit ISPA
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk ke saluran nafas.
Penyebab lain adalah faktor lingkungan rumah, seperti halnya pencemaran
udara dalam rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian rumah. Pencemaran
udara dalam rumah yang sangat berpengaruh terhadap kejadian ISPA adalah
asap pembakaran yang digunakan untuk memasak. Dalam hal ini misalnya
bahan bakar kayu. Selain itu, asap rokok yang ditimbulkan dari salah satu atau
lebih anggota yang mempunyai kebiasaan merokok juga menimbulkan resiko
terhadap terjadinya ISPA (Depkes RI, 2002).
Menurut Notoatmodjo (2007), ventilasi rumah dibedakan menjadi dua
yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Ventilasi alamiah yaitu dimana

aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui jendela,
pintu, lubang angin, dan lubang-lubang pada dinding. Ventilasi alamiah tidak
menguntungkan, karena juga merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga
lainnya ke dalam rumah. Ventilasi buatan yaitu dengan menggunakan alat-alat
khusus untuk mengalirkan udara misalnya kipas angin dan mesin penghisap
udara. Namun alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan.
Ventilasi rumah yang kurang akan lebih memungkinkan timbulnya ISPA
pada bayi dan anak balita karena mereka lebih lama berada di rumah sehingga
dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
4. Faktor resiko
Menurut Depkes RI (2002), faktor resiko terjadinya ISPA secara umum
yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku
(http://www.putraprabu.wordpress.com, Retrieved January 12. 2009).
a. Faktor lingkungan
1) Pencemara udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme
pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini
dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di
dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita
bermain (http://www.putraprabu.wordpress.com, Retrieved January 12.
2009).

2) Ventilasi rumah
Ventilasi adalah proses penyediaan udara atau pengarahan udara
ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan di dalam rumah sangat
diperlukan karena akan mengurangi polusi asap yang ada di dalam
rumah sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut
yang lama kelamaan bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Luas
penghawaan atau ventilasi a1amiah yang permanen minimal 10% dari
luas lantai (http://www.putraprabu.wordpress.com, Retrieved January
12. 2009).
3) Kepadatan hunian rumah
Kepadatan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor
polusi dalam rumah yang telah ada. Begitu juga keadaan jumlah kamar
yang penghuninya lebih dari dua orang, karena bisa menghalangi
proses pertukaran udara bersih sehingga menjadi penyebab terjadinya
ISPA (http://www.putraprabu.wordpress.com, Retrieved January 12.
2009).
b. Faktor individu anak
1) Umur anak
Insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan
usia dini pada anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden
ISPA

tertinggi

pada

umur

6-12

bulan

10

(http://www.putraprabu.wordpress.com, Retrieved January 12. 2009).


2) Berat badan lahir
Anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah akan
mengalami lebih berat infeksi pada saluran pernapasan. Hal ini
dikarenakan pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia
dan

sakit

saluran

pernapasan

lainnya

(http://www.putraprabu.wordpress.com, Retrieved January 12. 2009).


3) Status gizi
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh
yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak
mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada
keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat
bahkan

serangannya

lebih

lama

(http://www.putraprabu.wordpress.com, Retrieved January 12. 2009).


c. Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit
ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA
di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun oleh anggota keluarga
lainnya. Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA
sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-

11

hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian
serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita,
sehingga itu balita dan anggota keluarganya yang sebagian besar dekat
dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ketika
anaknya sakit (http://www.putraprabu.wordpress.com, Retrieved January
12. 2009).
5. Patofisiologi
Menurut kending dan Chernik (1987) dalam http://www.doctorology.net
perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan
silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong
virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.
Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan (http://www.doctorology.net. 2009. retrieved
November,17, 2009).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk.
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk

12

(http://www.doctorology.net. 2009. retrieved November,17, 2009).


Adanya infeksi virus menurut Kending dan Chernick (1983) dalam
http://www.doctorology.net

merupakan

predisposisi

terjadinya

infeksi

sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme


mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran
pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri
patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi
(http://www.doctorology.net. 2009. retrieved November,17, 2009).
Menurut Tyrell (1980) dalam http://www.doctorology.net

virus yang

menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain


dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa
menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa
menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus,
dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri
(http://www.doctorology.net. 2009. retrieved November,17, 2009).

13

6. Tanda dan gejala


Menurut dr. Maulana Adrian dalam http://www.klinikita.com tanda-tanda
bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda yang tampak di pemeriksaan
klinik dan pemeriksaan laboratorium.
Tanda-tanda klinis (http://www.klinikita.com) tersebut antara lain:
a. Pada system pernapasan adalah nafas tidak teratur dan cepat, retraksi atau
tertariknya kulit kedalam dinding dada, napas cuping hidung, sesak,
kebiruan, suara lemah atau hilang suara napas seperti ada cairannya
sehingga terdengar keras
b. Pada sistem peredaran darah dan jantung : denyut jantung cepat atau
lemah, hipertensi, hipotensi dan gagal jantung.
c. Pada sistem Syaraf adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, kejang dan koma.
d. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak
e. Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi
buruk.
f. Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah:
kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari
setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun,
mendengkur, mengi, demam dan dingin.
Sedangkan tanda dan gejala menurut Departemen Kesehatan RI 2002

14

dalam

(http://www.putraprabu.wordpress.com,

Retrieved

January

12.

2009).adalah
a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala
batuk pilek dan sesak.
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala gejala sesak napas, suhu tubuh
lebih dari 39 0 C dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti mengorok.
c. ISPA berat
Gajala meliputi : kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,
nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan
gelisah.
7. Pencegahan
Pencegahan dilakukan agar anak bisa bebas dari serangan ISPA atau
terjadinya ISPA pada anak balita dapat berkurang.
Sesuai dengan cara terjadinya ISPA, maka cara pencegahan menurut dr.
Runizar roesin dan dr. Indriyono (1985) perlu dilakukan terhadap :

a. Menghindarkan anak dari kuman


1) Menghindarkan anak berdekatan dengan penderita
ISPA, karena kuman penyebab ISPA sangat mudah

15

menular dari satu orang ke orang lain.


2) Jika seorang ibu menderita ISPA sedangkan ia butuh
mengasuh anak atau menyusui bayinya, ibu tersebut
harus menutup hidung dan mulutnya dengan sapu
tangan.
b. Meningkatkan daya tahan tubuh anak
Meningkatkan daya tahan dapat dilakukan dengan jalan berikut ini :
1) Menjaga gizi anak tetap baik dengan memberikan makanan yang cukup
bergizi (cukup protein, kalori, lemak, vitamin dan mineral). Bayi-bayi
sedapat mungkin mendapat air susu ibu sampai usia 2 tahun.
2) Kebersihan anak harus dijaga agar tidak mudah terserang penyakit
menular.
3) Memberikan kekebalan kepada anak dengan memberikan imunisasi.
c. Memperbaiki lingkungan
Untuk mencegah ISPA, lingkungan harus diperbaiki khususnya lingkungan
perumahan.
1) Rumah harus berjendela agar aliran dan pertukaran
udara cukup baik.
2) Asap dapur dan asap rokok tidak boleh berkumpul
dalam rumah. Orang dewasa tidak boleh merokok dekat
anak atau bayi.
3) Rumah harus kering tidak boleh lembab.

16

4) Sinar matahari pagi harus diusahakan agar dapat masuk


ke rumah.
5) Rumah tidak boleh terlalu padat dengan penghuni.
6) Kebersihan di dalam dan di luar rumah harus dijaga,
rumah harus mempunyai jamban yang sehat, dan
sumber air bersih.
7) Air buangan dan pembuangan sampah harus diatur
dengan baik, agar nyamuk, lalat dan tikus tidak
berkeliaran di dalam dan di sekitar rumah.

B. Lingkungan
1. Pengertian Lingkungan dan Sanitasi
Lingkungan yaitu segala sesuatu yang ada disekitar kita (Diah Suryani,
2007). Lingkungan adalah segala sesuatu yang mempunyai hubungan langsung
dengan hidup organisasi atau manusia dengan kata lain adalah dunia dengan
segala aspeknya yang selalu berhubungan dengan kita misal keadaan tempat,
iklim, orang dan sebagainya (Depkes, 1989).
Menurut UU.RI No. 23 tahun 1997 Lingkungan adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Adapun sanitasi lingkungan adalah status kesehatan
suatu

lingkungan

yang

mencakup

perumahan,

pembuangan

kotoran,

17

penyediaan air bersih dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).


2. Jenis Lingkungan
Jenis-jenis lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan adalah :
a. Fisik, terdiri atas :
Geografi, dataran tinggi, daerah rawan, perumahan, musim / iklim.
b. Biologis, misalnya :
Genetika, bio medik, maturitas.
c. Psikologis, seperti : Bentuk pribadi, :
Self concept, cita-cita, identitas.
d. Social ekonomi, seperti :
Social, ekonomi, budaya, pendidikan.
e. Spiritual ;
Pandangan, nilai hidup, agama.
3. Sanitasi Rumah
Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan
pada pengawasan terhadap struktur fisik, dimana orang menggunakannya
sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia.
Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan
hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah,
sarana pembuangan kotoran manusia, dan penyediaan air bersih (Azwar,
1990).

18

a. Syarat Rumah Sehat


1. Bahan bangunan

a) Lantai
Lantai yang baik seharusnya terbuat dari ubin atau semen, tetapi
hal ini tidak cocok untuk ekonomi pedesaan. Syarat yang paling
penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak
basah pada musim hujan (Notoatmodjo, 2007).
b) Dinding
Dinding yang terbuat dari tembok sebenarnya baik, namun selain
mahal, tembok juga kurang cocok untuk daerah tropis, apalagi jika
ventilasinya kurang. Untuk daerah tropik khususnya pedesaan lebih
baik menggunakan papan karena meskipun jendela tidak cukup, maka
lubang-lubang dapat menjadi ventilasi dan menambah pencahayaan
alamiah.
c) Atap
Atap yang cocok digunakan untuk daerah tropis baik di daerah
perkotaan maupun pedesaan adalah atap yang terbuat dari genteng
karena selain terjangkau, masyarakat juga dapat membuatnya sendiri.
d) Lain-lain (tiang, kaso, dan reng)
Masyarakat di daerah pedesaan menggunakan kayu untuk tiang,
bambu untuk kaso dan reng pada rumah mereka karena tahan lama.

19

Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang


tikus yang baik. Untuk menghindari maka cara memotong harus
menurut ruas-ruas bambu tersebut atau bila tidak pada ruas, lubang
bambu tersebut ditutup dengan kayu.
2. Ventilasi
Ventilasi rumah memiliki banyak fungsi diantaranya :
1) Menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar.
Hal ini berarti kadar O2 yang di perlukan oleh penghuni rumah tetap
terjaga dan kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menurun.
2). Membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri
pathogen. Karena disitu terjadi aliran udara terus-menerus, maka
bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.
Ada 2 macam ventilasi, yaitu :
1) Ventilasi alamiah
Aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui
jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding.
2) Ventilasi buatan
Untuk mengalirkan udara di dalam ruangan dengan menggunakan alatalat khusus seperti kipas angin, dan mesin penghisap udara.
3. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan
tidak lebih. Kurangnya cahaya, terutama cahaya matahari yang masuk

20

kedalam rumah selain kurang nyaman, juga merupakan media yang baik
untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya jika
terlalu banyak akan membuat silau dan akhirnya merusak mata.
Cahaya dibedakan menjadi 2, yaitu :
1) Cahaya alamiah
Yaitu cahaya matahari, cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri pathogen di dalam rumah. Jalan masuknya
cahaya luasnya sekurang-kurangnya 15 % sampai 20 % dari luas lantai
yang terdapat di dalam rumah.
2) Cahaya buatan
Menggunakan sumber cahaya buatan, seperti lampu minyak, listrik, api
dan sebagainya.
4. Luas bangunan rumah
Luas bangunan harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas
bangunan harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan
yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2 untuk tiap
anggota keluarga.
5. Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat
Untuk menunjang kesehatan dan kenyamanan bagi penghuninya,
rumah sehat harus memiliki fasilitas antara lain penyediaan air bersih yang
cukup, tempat pembuangan tinja, pembuangan air limbah, pembuangan
sampah, gudang dan kandang ternak. Kandang ternak harus terpisah

21

Faktor
aktor Pe
rilaku Individu Anak
Faktor Lingkungan
Umur.
Praktek penanggulangan,
Pencemaran udara di dalam rumah
badanatau
lahir
Peran aktifBerat
keluarga
masyarakat
Pencemaran udara di luar rumah.
Status gizi
Ventilasi rumah
Imunisasi
Kepadatan hunian rumah.

Terjadinya ISPA Pada Balita

dengan rumah tinggal karena merupakan sumber penyakit.


Polusi udara atau Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahanbahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan susunan
(komposisi) udara dari keadaan normalnya (Wisnu Arya Wardhana, 2001).
C. Kerangka Teori

0100090000037400000002001c00000000000400000003010800050000000b0200000
000050000000c0208010807040000002e0118001c000000fb02ceff0000000000009001
000000000440001254696d6573204e657720526f6d616e000000000000000000000000
0000000000040000002d0100000400000002010100050000000902000000020d00000
0320a2d000000010004000000000008070701206d16001c000000fb021000070000000
000bc02000000000102022253797374656d0000000000000000000018000000010000
00008e1900e4040000040000002d010100030000000000
(Bagan 1. Kerangka Teori)

22

Kejadian ISPA Pada Balita

Kondisi Lingkungan Rumah

Sumber : Depkes RI tahun 2002


D. Kerangka Konsep

(Bagan 2. Kerangka Konsep)


Sumber : Depkes RI tahun 2002.
E. Variable Penelitian
Variable penelitian ini terdiri dari
1. Variable bebas (independent)
Variable bebas dalam penelitian ini adalah kondisi lingkungan rumah.
2. Variable terikat (dependent)
Variable terikat dalam penelitian ini adalah kejadian ISPA pada balita.

F. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori, hipotesis penelitian disusun adalah Ada
hubungan antara kondisi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di
desa Grogol Demak.

23

Anda mungkin juga menyukai