Anda di halaman 1dari 14

ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 29 tahun di bangsal penyakit


dalam RSUP dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 20 Agustus 2014 dengan :
Keluhan Utama:
Perut semakin membesar sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :

Perut semakin membesar sejak 1 minggu yang lalu, teraba keras dan dirasakan
menyesak ke atas sehingga pasien merasakan perut terasa penuh, mudah
terasa kenyang, dan kadang disertai dengan rasa sesak. Keluhan ini sudah
dirasakan sejak 7 bulan ini.

Tampak pucat-pucat disadari pasien sejak 7 bulan yang lalu

Badan terasa letih dan lesu sejak 7 bulan yang lalu.

Badan tampak semakin kurus sejak 7 bulan yang lalu, pasien tidak tahu pasti
berapa kilogram penurunan berat badan.

Riwayat keringat malam (+) sejak 7 bulan yang lalu.

Mata kabur sejak 1 bulan yang lalu, terjadi secara perlahan, penglihatan ganda
disangkal. Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Batuk sejak 2 minggu yang lalu, berdahak, warna putih kekuningan, tidak
berdarah. Riwayat batuk-batuk lama sebelumnya disangkal.

Demam meningkat sejak 1 minggu yang lalu, tidak tinggi, tidak terus
menerus, tidak menggigil serta tidak berkeringat. Keluhan ini sudah mulai
dirasakan sejak 7 bulan yang lalu, hilang timbul.

Tidak bisa mendengar sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya
pasien merasakan telinganya berdenging kemudian diikuti pekak pada telinga
kanan yang diikuti dengan telinga kiri.

Riwayat memar-memar di kulit dan perdarahan di tempat lain tidak ada.

Riwayat nyeri dan tersendat-sendat ketika buang air kecil tidak ada.

Buang air besar tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat operasi pada perut 4 tahun yang lalu ketika pasien mengalami
kecelakaan bermotor dan dinyatakan terdapat perdarahan dalam rongga perut.

Tidak pernah menderita sakit kuning sebelumnya.

Tidak ada riwayat transfusi darah sebelumnya.

Riwayat keganasan tidak ada


Riwayat minum obat-obatan/zat kimia dalam jangka waktu yang lama tidak

ada
Riwayat mendapat penyinaran tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tak ada anggota keluarga yang menderita sakit keganasan .

Tak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.

Riwayat Pekerjaan, sosial ekonomi, kebiasaan

Pasien anak ke 4 dari 4 bersaudara dan memiliki saudara kembar.

Pasien tamatan STM.

Pasien tidak bekerja.

Riwayat tato tidak ada.

Riwayat sex bebas disangkal.

Pemeriksaan Umum

Kesadaran

: CMC

Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 108 x/ menit, reguler, pengisian cukup

Nafas

: 20x/menit

Suhu

: 36,5 C

Keadaan umum

: sedang

Keadaan gizi

: sedang

Berat badan

: 51 Kg

Tinggi badan

: 167 cm

BMI

: 18,28 (normoweight)

Edema

: (-)

Ikterus

: (-)

Anemis

: (+)

Sianosis

: (-)

Kulit

: sawo matang, turgor baik, hangat, hiperpigmentasi


pasca inflamasi (+), papul hiperpigmentasi (+).

Kelenjar getah bening

: tidak ada pembesaran KGB

Kepala

: normocephal

Rambut

: hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik

Telinga

: deformitas (-), tanda-tanda radang (-), cerumen (-)

Hidung

: deformitas (-), tanda-tanda radang (-)

Tenggorokan

: faring tidak hiperemis,detritus (-),


pseudomembran (-), tonsil T1-T1

Gigi dan mulut

: caries (+), candida (-), hipertrofi ginggiva (-), atrofi


papil lidah (-)

Leher

: JVP 5 - 2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak teraba, deviasi


trakea (-)

Dada

Paru Depan
Inspeksi

: Simetris kiri = kanan, statis dan dinamis

Palpasi

: Fremitus kiri = kanan

Perkusi

: Sonor, batas pekak paru hepar RIC IV-VI

Auskultasi

: bronkovesikuler , ronchi +/+ ,basah halus nyaring di kedua


basal paru, wheezing -/-

Paru Belakang
Inspeksi

: Simetris kiri = kanan, statis dan dinamis

Palpasi

: Fremitus kiri = kanan

Perkusi

: Sonor, peranjakan paru 2 jari

Auskultasi

: bronkovesikuler , ronchi +/+ ,basah halus nyaring di kedua


basal paru, wheezing -/-

Jantung :
Inspeksi

: iktus tidak terlihat

Palpasi

: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: batas jantung atas RIC II, kanan Linea Sternalis Dextra, kiri 2
jari medial LMCS RIC V, pinggang jantung (+)

Auskultasi

: bunyi jantung murni, irama reguler, M1 > M2, P2 < A2,


bising(-)

Abdomen :
Inspeksi

: tampak membuncit, venektasi (+), sikatrik (+)

Palpasi

: hepar teraba 5 jari bawah arcus costarum, 5 jari bawah


proccesus

xyphoideus,pinggir

tumpul,

permukaan

konsistensi kenyal , Lien teraba S7, konsistensi kenyal


Perkusi

: timpani, bruit (-), shifting dullness (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

rata,

Punggung

: nyeri tekan (-), nyeri ketok sudut CVA (-)

Alat kelamin

: tidak ditemukan kelainan

Anus

: tidak ada kelainan

Anggota gerak

: reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-, edema -/-

Hasil Laboratorium:
Darah :

Hemoglobin

: 6,2 gr/dl

Hematokrit

: 16,2 %

Trombosit

: 207.000/mm3

Leukosit

: 790.650/mm3

Hitung jenis

: 0/2/10/20/4/0

LED

: 120 mm/jam

Sel blast

:8%

Promielosit

: 24 %

Mielosit

: 18 %

Metamielosit

: 14 %

Gambaran darah tepi :normokrom


leukosit,

anisositosis,

eritrosit

berinti

leukositosis dengan blast 8%.

Urinalisis :
Leukosit : 20-25 /LPB

Eritrosit

Epitel

Silinder/kristal : (-)

: (+) gepeng

: 0-1/LPB

Protein : (+)

Urobilinogen : (+)

Bilirubin : (-)

Glukosa

: (-)

Feses :
Makroskopik : warna kuning, konsistensi keras, darah (-), lendir (-)

8/100

Mikroskopik : eritrosit 0-1/LPB, leukosit 1-2/LPB , amuba (-), cacing (-)

Daftar Masalah :

Leukemia granulositik kronik

Sudden deafness

Retinopati leukemia

Anemia sedang normositik normokrom

Bronkopneumonia duplek

Infeksi Saluran Kemih

Diagnosis Kerja Primer:

Leukemia granulositik kronik fase kronik dengan sensori neural hearing loss
dan retinopati leukemoid

Diagnosis Kerja Sekunder:

Anemia sedang normositik normokrom ec susp hemolitik ec autoimun

Bronkopneumonia duplex (CAP)

Infeksi Saluran Kemih Asimptomatis

Diagnosis Banding:

Leukemia limfositik kronik

Anemia sedang normositik normokrom ec hemolitik ec non autoimun

Anemia sedang normositik normokrom ec perdarahan kronis

Terapi:
Istirahat / Diet TKTP 2100 kkal (KH 1260kkal/ protein 51 gr/ lemak 70 gr)
Injeksi Cefotaxim 2x1 gr (IV)

Paracetamol 3x500mg
Ambroxol syrup 3x30mg
Balance cairan
Pemeriksaan Anjuran:

Darah perifer lengkap : jumlah eritrosit, MCV, MCH, MCHC, retikulosit


Faal Hepar : Albumin, globulin, SGOT, SGPT
PT, APTT
D-dimer
Coomb test
Asam urat darah
LDH
Bone Marrow Puncture (BMP)
Rontgen thorak
Kultur sputum
Kultur urin
Konsul THT
Konsul mata

Follow Up
21 Agustus 2014
S/ Perut membengkak (+), rasa menyesak ke atas dan cepat penuh saat makan (+),
demam (+) , batuk (+)
O/

KU : sedang

Kesadaran: CMC

TD: 110/70mmHg

HR : 96 x/ menit

Napas: 20 x/menit

Suhu: 37,6oC

Laboratorium :
- Albumin

: 2,9 g/dL

- MCV

: 90 fL

- Globulin

: 4,4 g/dL

- MCH

: 34,4 pg

- SGOT

: 50 u/l

- MCHC

: 38,3 %

- SGPT

: 26 u/l

- Retikulosit

: 10,38 %

- Eritrosit

: 1,8 x106/uL

- Asam urat

: 10,9 mg/dl

- LDH

: 2578

- Bilirubin total

: 0,48 mg/dl

- Bilirubin indirek

:-

- Bilirubin direk

:-

- APTT

: 43,3 detik

- PT

: 14,7 detik

- D-dimer

: 1,4 %

Kesan : Anemia sedang normositik normokrom


Retikulositosis
Hiperurisemia
Peningkatan LDH
Peningkatan d-dimer
Rencana : Coomb test
Keluar hasil coombs test

: (+) ; DCT (+). ICT (-)

Kesan

: Anemia hemolitik autoimun

Rencana

: Screening Antibodi

Terapi

: methylprednisolon tablet 16mg-12mg-12mg (po)


Lansoprazole 1x30 mg (po)
Osteocal 1x1000mg
Allupurinol 1x100mg
Heparin 2x5000 iu (sk)

Konsul THT :
-

Kesan : Sensori Neural Hearing Loss bilateral derajat sangat berat (dead ear) dengan
Leukemia Granulositik Kronik.

Terapi : O2 2L/menit selama 15 menit tiap 6 jam sekali.


Neurobion injeksi 1x5000mg (IV).
Pentoxyfilin 3x300mg (IV).
Methylcobal inj 3x500mg.
Diet rendah garam dan kolesterol.
Audiometri ulang tiap 3 hari.
Cek PT, APTT, kholesterol
Rawat bersama bagian neurotologi THT-KL

22 Agustus 2014
S/ Perut membengkak (+),batuk (+) , demam (-), sesak (-)perdarahan (-)
O/

KU: sedang

Kesadaran: CMC

TD: 110/70 mmHg

HR: 96 x/i reguler

Napas : 20 x/menit

Suhu : 36,6 oC

Keluar Hasil Rontgen thorak :


-

Inspirasi kurang.

Cor

Hillus suram.

Tampak infiltrat di kedua paru terutama sentral.

Diafragma kiri letak tinggi, sinus kostofrenikus lancip.

Tulang intak.

: tidak membesar

Kesan : suspek metastasis paru (limfangitis type)


DD/

: Bronkopneumonia

Saran : follow up rontgen pasca terapi.


Hasil BMP:
-

Partikel ditemukan, hiperseluler, megakariosit ditemukan dengan pancaran trombosit


cukup.

Granulopoeitik: aktivitas meningkat, ditemukan semua tahap maturasi dengan


mieloblast 4,5%, promielosit 7%.

Eritropoeitik : Aktivitas tertekan, M : E = 17: 1

Trombopoeitik : aktivitas dalam batas normal.

Kesan

: Gambaran sumsum tulang sesuai dengan LGK fase kronik.

Rencana

: Cek kromosom Philadelpia dan Gen BCR-ABL

Sikap

: - Hydroxyurea 1 x 1.500 mg
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien laki-laki, berumur 21 tahun di Bangsal Penyakit Dalam

RSUP dr.M.Djamil Padang sejak tanggal 20 Agustus 2014 dengan diagnosa akhir :
Leukemia granulositik kronik fase kronik dengan sensori neural hearing loss
dan retinopati leukemia.

Anemia sedang normositik normokrom ec hemolitik ec autoimun


Bronkopneumonia duplex (CAP)
Infeksi Saluran Kemih Asimptomatis

Diagnosa leukemia granulositik kronik pada pasien ini ditegakkan berdasarkan


adanya keluhan perut sebelah kiri yang semakin membengkak, penurunan berat badan, badan
letih lesu, perut cepat penuh dan ditemukannya hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan leukositosis dengan 8 % sel blast

dan hasil BMP gambaran

hiperseluler dengan perbandingan mieloid dan eritroid meningkat (M : E = 17 : 1) dengan


kesan leukemia granulositik kronik.
Pada pasien ini juga ditemukan adanya sensori neural hearing loss (SNHL) sebagai
salah satu komplikasi dari LGK. Dimana pasien mengeluhkan telinga berdenging yang
kemudian diikuti dengan kehilangan pendengaran pada kedua telinga.hal ini dimungkinkan
terjadi karena peningkatan viskositas darah sehingga terjadi oklusi pembuluh darah koklear.
Pasien ini kemudian dikonsulkan ke bagian THT-KL dan didapatkan kesan sensori neural
hearing loss bilateral dengan derajat sangat berat.
Pasien ini juga mengeluhkan adanya mata kabur. Penyebab mata kabur pada pasien
ini dipikirkan telah terjadi salah satu komplikasi lainnya dari LGK yaitu retinopati leukemia.
Retinopati ditemukan atau terdapat pada 2/3 penderita leukemia. Leukemia dapat mengenai
seluruh struktur jaringan mata. Pada pembuluh darah vena dapat terihat mikroaneurisma,
kelainan ini disusul dengan edema polus posterior yang mengenai retina dan papil. Kelainan
lebih lanjut tampak sebagai perdarahan berbentuk nyala api dan bintik putih di tengah (Ruth
Spot), Mikroaneurisma dan eksudat solf cotton wool di daerah polus posterior. Kehilangan
penglihatan pada pasien dengan leukemia baik akut atau kronis dapat disebabkan baik oleh
invasi langsung leukemia pada uveal, retina, vitreous, atau saraf optik atau kelainan
hematologi terkait lainnya, termasuk anemia dan hiperviskositas atau kombinasi keduanya.
Hal ini biasa terjadi pada leukemia akut sedangkan pada leukemia kronis lebih jarang terjadi.
(LCP)
Pasien ini diberikan hidroxyurea dengan dosis 30 mg/kgBB/hari karena untuk dapat
menggunakan terapi sel target imatinib mesylate yang berfungsi sebagai inhibitor tirosin
kinase, pasien harus melalui prosedur pemeriksaan gen BCR-ABL. Selain itu pemeriksaan
kromosom Philadelphia dan BCR-ABL juga dapat menjadi suatu prognosis pada LGK,
dimana hasil kromosom Philadelphia dan gen BCR-ABL yang negatif menunjukkan
prognosis LGK yang buruk.2,6 Fadjari, 2006 mengatakan bahwa pasien LGK dengan
kromosom Philadelphia (+) pada fase kronik dapat diberikan Imatinib mesylate dengan dosis
400mg/hari, sedangkan pada fase krisis blas dapat langsung diberikan dosis 800mg/hari.
Pada pasien LGK fase kronik, kadar Hb umumnya normal atau sedikit menurun dan
trombosit biasanya meningkat. Namun pada pasien ini didapatkan anemia dengan kadar Hb

6,6 g/dL dan trombosit 93.000/mm3. Sehingga dipikirkan adanya suatu kejadian yang terpisah
dari akibat penyakit LGK itu sendiri.
Anemia hemolitik autoimun pada pasien ini ditegakkan berdasarkan adanya keluhan
badan letih-letih, pucat dan ditemukannya konjungtiva anemis dengan hepatosplenomegali.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai hemoglobin 6,6 g/dL, terdapatnya
retikulositosis dan Coomb test Direct yang positif.
Pemeriksaan screening antibodi pada pasien ini adalah cold antibodi yang
menunjukkan anemia hemolitik autoimun tipe dingin. Penatalaksanaan AIHA pada pasien ini
adalah dengan menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis. Setelah diberikan
metil prednisolon dengan dosis 0,8 1 mg/Kg/BB/hari, terlihat respon perbaika n yaitu
peningkatan Hb serta trombosit.
Pada jurnal-jurnal epidemiologi disebutkan bahwa AIHA biasanya sebagai prediktor
untuk terjadinya Leukemia Granulositik Kronik. Namun hubungan secara langsung antara
AIHA dengan LGK sampai saat ini masih belum bisa dijelaskan. Askling (2005) dan Zheng
(1993) menyebutkan bahwa penyakit-penyakit autoimun berhubungan dengan peningkatan
resiko keganasan mieloid termasuk leukemia mielositik akut & leukemia mielositik kronik.
Laporan terakhir oleh Anderson (2009) menyebutkan bahwa terjadi peningkatan resiko LGK
pada pasien dengan penyakit-penyakit autoimun seperti pada AIHA (OR 5,23 ), coeliac
disease (OR 4,19), dermatomyositis/polymyositis ( OR 3,97 ), dan polymyalgia rheumatika
(OR 1,7).8,9
Pasien ini juga didiagnosis sebagai bronkopneumonia duplex (CAP). Hal ini
berdasarkan adanya keluhan batuk, demam serta adanya gambaran infiltrat pada rontgen
thorak. Walaupun gambaran rontgen thorak pada pasien ini masih diragukan apakah suatu
infiltrat karena bronkpneumonia atau infiltrasi pada paru. Untuk itu dilakukan kultur serta
direncanakan untuk dilakukan rontgen ulang sebagai follow up setelah terapi antibiotik
diberikan. Pasien ini telah diberikan antibiotik empiris yaitu cefotaxim 2x1 gram. Infeksi
memang sering terjadi pada penderita leukemia karena leukosit sebagai pertahanan tubuh
terbentuk tidak sempurna sehingga tidak bisa menjalankan fungsi sebagaimana mestinya.
Infeksi lainnya yang terdapat pada pasien ini adalah infeksi saluran kemih
asimptomatis. Dimana pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan ketika berkemih akan
tetapi pada pemeriksaan urinalisa ditemukan adanya leukosituria. Berdasarkan literatur ISK
pada laki-laki lebih sering tanpa keluhan jika dibandingkan dengan wanita.
Angka kelangsungan hidup pada pasien LGK dahulu berkisar 3-5 tahun setelah
diagnosis ditegakkan. Namun pada saat ini dengan penemuan obat baru maka median

kelangsungan hidup pasien dapat diperpanjang secara signifikan. Imatinib mesilat memberi
hasil yang lebih menjanjikan.(1) Namun pada pasien ini masih menunggu hasil pemeriksaan
BCR-ABL dan kromosom Philadelphia yang akan menentukan prognosis serta pemberian
terapi target nantinya.

Anda mungkin juga menyukai