BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
1.2.
RUMUSAN PERMASALAHAN
Masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah bagaimana mengelola dan
memanfaatkan lahan gambut secara optimal terhadap kawasan permukiman tanpa
merusak secara berlebihan namun tetap menjaga keaslian lahan gambut ?
1.3.
TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengelolan dan memanfaat kan
lahan gambut secara optimal terhadap kawasan permukimn tanpa harus merusak secara
berlebihan namun dengan tetap menjaga keaslian lahan gambut.
1.4.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data didapatkan dari sumber-sumber literatur yang relevan dan berkaitan dengan
judul, diantaranya adalah dari internet dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan
topik yang ditulis.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan pengambilan
tulisan-tulisan dan browsing di internet.
1.5.
SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I - PENDAHULUAN
Latar
Belakang,
Rumusan
Masalah,
Tujuan
BAB II - PEMBAHASAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Artikel Permasalahan Lahan Rawa Gambut
MKP 1 LINGKUNGAN LAHAN RAWA GAMBUT
Gambar 2.1
Pembukaan lahan gambut
Gambar di atas beberapa contoh lahan gambut yang sudah di kelola oleh manusia
yang akan dijadikan lahan baru, misalnya untuk lahan permukiman, perkebunan dan
lainnya. Dari contoh lahan tersebut maka dalam makalah ini akan di bahas masalah
tentang potensi dan masalah dari lahan baru yang dijadikan kawasan permukiman
penduduk.
Gambar 2.2
Kebakaran lahan gambut
Kebakaran
lahan
gambut
lebih
berbahaya
dibandingkan
Gambar 2.3
Potensi gambut
Sumber diatas merupakan contoh bukti bahwa lahan gambut di Kalimantan
Tengah
merupakan lahan yang cukup banyak dan juga memiliki potensi seperti
misalnya untuk kawasan permukiman dan perkebunan namun juga dijadikan bahan
penelitian.
Gambar 2.4 Peta di atas menunujukkan luas lahan gambut yang ada di kalimantan
Tengah.
5
Gambar 2.5
MKP 1 LINGKUNGAN LAHAN RAWA GAMBUT
Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun atau beberapa bulan dalam
setahun selalu basah, atau jenuh air (water logged) atau mempunyai air tanah yang
dangkal, bahkan tergenang. Tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun
dari bahan tanah organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah
melapuk dengan ketebalan lebih dri 50 cm.
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang
sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi
terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan
rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut
merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses
deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada
umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986).
Luasan lahan gambut di dunia adalah sekitar 424 juta ha (Kalmari, 1982) dan
sekitar 38 juta ha terdapat di wilayah tropis (Friends of the Earth, 1983). Sebagian besar
lahan gambut di wilayah tropis terdapat di Indonesia yaitu seluas 20.10 juta ha dan di
Malaysia dengan luasan sekitar 2.7 juta ha (Vijarnsorn,1996). Di Indonesia, mayoritas
lahan gambut ditemukan di luar Pulau Jawa dengan luasan sekitar 6.45% dari luas lahan
gambut di dunia (Neue et al., 1997).
Gambut tebal yang terbentuk umumnya bersifat masam dan miskin hara
sehingga memiliki kesuburan alami yang rendah sampai sangat rendah. Hutan rawa
gambut memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang relatif tinggi. Jenis-jenis
tumbuhan yang dijumpai di hutan rawa gambut memiliki nilai komersial tinggi
diantaranya Ramin Gonystylus, Belangeran Shorea, Meranti (Shorea spp), Meranti
Belangeran Shorea ramin pakis jelutung. Bangunan itu sendiri terdiri dari beberapa
komponen seperti pondasi, kolom, balok, pelat, dan atap. Pelat berfungsi untuk penyalur
beban hidup dan mati yang bekerja pada bangunan kepada balok atau kolom. Balok
berfungsi untuk menyalurkan beban yang diterima oleh pelat kepada kolom. Kolom
berfungsi untuk menyalurkan beban dari pelat atau balok ke pondasi. Dan pondasi itu
sendiri merupakan elemen yang berhubungan langsung dengan tanah yang berfungsi
sebagai pemikul beban bangunan.
MKP 1 LINGKUNGAN LAHAN RAWA GAMBUT
Pada umumnya, tanah gambut memiliki kadar air yang sangat tinggi, dan
kompresibilitas/ kemampumampatan yang tinggi sehingga daya dukung tanahnya sangat
rendah. Kandungan air pada tanah gambut bervariasi dan cukup ekstrim, mulai dari
ratusan % (kering) sampai lebih dari 2000 % (jenuh air), karena derajat dekomposisi
dan tipe lapisan gambut sangat mempengaruhi kandungan air. Semakin tinggi derajat
dekomposisi nya maka semakin mengecil ruang di dalam partikel serat (void ratio) dan
antar partikel serat serta struktur serat gambut akan rusak menjadi bentuk amorf.
Semakin lambat derajat dekomposisi, kemungkinan proses ini akan terus berlangsung
sehingga akan sulit mendapatkan hasil akhir proses dekomposisi. Proses dekomposisi
pada tanah gambur ini memang masih terus dalam kajian dan penelitian sehingga
penemuan terbaru masih sangat diharapkan. Jika mikroba yang aktif dalam proses
dekomposisi ini dapat diketahui maka perkembangbiakannya dapat dihambat atau
bahkan dihentikan sehingga bermanfaat untuk melakukan perbaikan mutu tanah
selanjutnya.
Metode lain yang dapat dilakukan biasanya dengan melakukan stabilisasi tanah,
dimana tanah dicampur dengan bahan stabilisasi seperti pasir dan semen, lalu
dipadatkan semaksimal mungkin. Tapi kenyataannya dilapangan sangat sulit
memadatkan lapisan gambut yang memiliki kadar air tinggi dan sangat lembek. Oleh
sebab itu, alternatif lain yang dapat dilakukan yaitu dengan pre-loading dimana material
tanah yang bagus (pasir) dimasukkan ke dalam lapisan endapan gambut sehingga
membentuk kolom-kolom pasir. Pembuatan kolom-kolom pasir dilakukan dengan cara
meletakkan lapisan pasir di muka tanah yang akan diperbaiki setebal 1 meter kemudian
palu penumbuk seberat 15 ton dijatuhkan dari ketinggian 15 meter, kolom-kolom pasir
tersebut dibuat pada jarak sekitar 8 meter. Atau bisa juga melakukan kombinasi diantara
alternatif yang ada dengan cara mempercepat proses dekomposisi terlebih dahulu
menggunakan serbuk atau cairan penumbuh dan penyubur mikroba (bioagent) seperti
yang banyak dijual dipasaran seperti biostater dengan demikian proses konsolidasi telah
berakhir yang diharapkan mengendap menjadi lapisan yang memiliki sifat geoteknik
mendekati material lempung. Setelah proses dekomposisi berakhir baru dilanjutkan
dengan pembuatan kolom-kolom pasir atau melakukan preloading.
gambut
sebagai
sebuah
permukiman,
seperti
pada
Gambar 2.6
Tanah gambut yang mulai menyusut
Faludi (1973), untuk struktur di lahan gambut bisa di lakukan
dengan cara pengangkatan gambut itu sendiri.
Gambar 2.7
usaha-usaha
untuk
menghubungkan
berbagai
aktivitas-aktivitas
pengembangan suatu kawasan. Dalam hal ini tindakan yang mungkin dilakukan
adalah untuk memperkuat hirarki pusat pengembangan kawasan khususnya
permukiman berukuran menengah dan kecil yang memiliki beberapa fasilitas
serta untuk meningkatkan hubungan dengan wilayah hinterlandnya ke dalam
sistem ekonomi wilayah. Investasi awal fasilitas ini untuk mendukung produksi
pertanian dan memenuhi kebutuhan dasar penduduk pedesaan
Gambar 2.8
Penanaman tumbuhan yang bermanfaat untuk permukiman
sehingga
kontribusi
yang
penting
bagi
menjaga
mempertahankan
kelangsungan
vegetasi
di
ekosistem
bantaran
di
sungai;
sungai;
membuat
Gambar 2.9
Pembuatan aliran sungai
Dalam rencana pengelolaan kawasan permukiman yang mungkin
dilakukan adalah pembuatan drainase atau membuat aliran sungai
sehingga ekosistem di sungai tetap terjaga seperti pada contoh
gambar di atas.
Material tanah yang bagus (pasir) dimasukkan ke dalam lapisan endapan gambut
sehingga membentuk kolom-kolom pasir. Pembuatan kolom-kolom pasir dilakukan
dengan cara meletakkan lapisan pasir di muka tanah yang akan diperbaiki setebal 1
meter kemudian palu penumbuk seberat 15 ton dijatuhkan dari ketinggian 15 meter,
kolom-kolom pasir tersebut dibuat pada jarak sekitar 8 meter. Atau bisa juga melakukan
kombinasi diantara alternatif yang ada dengan cara mempercepat proses dekomposisi
terlebih dahulu menggunakan serbuk atau cairan penumbuh dan penyubur mikroba
(bioagent) seperti yang banyak dijual dipasaran seperti biostater dengan demikian
proses konsolidasi telah berakhir yang diharapkan mengendap menjadi lapisan yang
memiliki sifat geoteknik mendekati material lempung. Setelah proses dekomposisi
berakhir baru dilanjutkan dengan pembuatan kolom-kolom pasir atau melakukan
preloading.
10
Penelitian yang pernah dilakukan dengan metode cerucuk atau sand column
diantaranya adalah H.G.Kempfert, dkk (1997, 2001).
Gambar 2.10
Pondasi cerucuk pada gambut
Secara konstruksi, pelaksanaan pekerjaan pondasi cerucuk dapat dibagi atas :
1. Perkuatan tanah dasar, dilakukan penggantian tanah dasar dengan menimbun
tanah baru yang lebih stabil, dilakukan dengan menguruk tanah pada lokasi yang
sudah direncanakan.
2. Penancapan kayu cerucuk, dilakukan dengan menancapkan kayu terhadap lokasi
pondasi yang akan dikerjakan, Pelaksanakan diseuaikan dengan jarak antar titik
kayu dan kedalaman yang direncanakan.
3. Pemasangan kepala cerucuk. Dialakukan dengan menyatukan ujung kepala kayu
yang sudah ditanamkan dengan membuat ikatan antar kepala kayu dan dibuat
bidang datar sebagai penempatan pondasi konstruksi yang direncanakan.
Kadang dalam hal tertentu, pondasi cerucuk ditanamkan pada kedalam tertentu
dimana sebelumnya kita terlebih dahulu melakukan penggalian tanah asli sesuai dengan
kedalaman yang direncanakan, dan setelah itu baru dilakukan penancapan kayu
cerucuk. Untuk pelaksanaan pemancangan kayu cerucuk dapat dilakukan secara manual
MKP 1 LINGKUNGAN LAHAN RAWA GAMBUT
11
(tenaga manusia) dan dapat juga dilakukan dengan mekanik atau alat
mesin yang sering disebut mesin pancang (back hoe). Pada prinsipnya kedua cara
tersebut adalah melakukan pemberian tekanan ke kepala kayu pancang sehingga kayu
akan tergeser secara vertikal kedalam tanah yang ditumbukkan.
Secara umum, untuk pondasi cerucuk kayu yang dipergunakan harus mengikuti
persyaratan teknis yaitu :
1. Kayu harus mempunyai diameter yang seragam yaitu antara 8 15 cm, dimana
pada ujung terkecil tidak boleh kurang dari 8 cm dan pada ujung terbesar tidak
melebihi 15 cm
2. Kayu harus dalam bentang yang lurus untuk kemudahan penancapan dan juga
daya dukung yang makin besar.
3. Jenis kayu harus merupakan kayu yang tidak busuk jika terendam air, kayu tidak
dalam kondisi busuk dan tidak dalam keadaan mudah patah jika ada
pembebanan.
Jenis kayu yang sering dipergunakan adalah :
1. Kayu Gelam
2. Kayu Medang
3. Kayu Betangor
4. Kayu Ubah
5. Kayu Dolken
12
13
Gambar 2.11
Pondasi Batang Besar
Gambar 2.12
Pondasi Batang Kecil
Gambar 2.13
14
Pondasi beton
Gambar 2.14
Pondasi cakar ayam
Ide Ir Sedijatmo untuk mendirikan menara di atas pondasi yang terdiri dari plat
beton yang didukung oleh pipa-pipa beton di bawahnya. Pipa dan plat itu melekat secara
monolit (bersatu), dan mencengkeram tanah lembek secara meyakinkan. Oleh
Sedijatmo, hasil temuannya itu diberi nama sistem pondasi cakar ayam. Perhitungan
yang dipakai saat itu (1961), masih kasar dengan dimensi 2,5 kali lebih besar dibanding
dengan sistem pondasi cakar ayam yang diterapkan sekarang. Meski begitu, ternyata
biayanya lebih murah dan waktunya lebih cepat daripada menggunakan tiang pancang
biasa. Menara tersebut dapat diselesaikan tepat pada waktunya, dan tetap kokoh berdiri
di daerah Ancol yang sekarang sudah menjadi ka wasan industri.
Dasar pemikiran
Pondasi cakar ayam terdiri dan plat beton bertulang dengan ketebalan 10-15 cm,
tergantung dari jenis konstruksi dan keadaan tanah di bawahnya. Di bawah plat beton
dibuat sumuran pipa-pipa dengan jarak sumbu antara 2-3 m. Diameter pipa 1,20 m,
tebal 8 cm, dan panjangnya tergantung dari beban di atas plat serta kondisi tanahnya.
15
Telapak beton
Telapak beton, pada pondasi cakar ayam sangat baik untuk beban yang merata.
Sistem pondasi ini mampu mendukung beban 500-600 ton per kolom. Dalam hal ini, di
bagian bawah kolom dibuatkan suatu telapak beton, untuk mengurangi tegangan geser
pada plat beton. Jika beban itu terpusat, maka tebal plat beton di bawah pusat beban
ditentukan oleh besarnya daya geser, bukan oleh besarnya momen, untuk ini dilakukan
penambahan pertebalan plat beton dibawah kolom bersangkutan. Sistem pondsi cakar
ayam sangat sederhana, hingga cocok sekali diterapkan di daerah dimana peralatan
modern dan tenaga ahli sukar didapat. Sampai batas-batas tertentu, sistern ini dapat
menggantikan pondasi tiang pancang. Untuk gedung berlantai 3-4 misalnya, sistem
cakar ayam biayanya akan sama dengan pondasi tiang pancang 12 meter.
Makin panjang tiang pancang yang dipakai, makin besar biayanya. Apalagi jika alat
pemancangan dan tenaga ahli harus didatangkan dari tempat lain. Dengan kemampuan
MKP 1 LINGKUNGAN LAHAN RAWA GAMBUT
16
yang sama, sistem cakar ayam dapat menghemat biaya sampai 30%.
Pelaksanaan sistem ini dapat dilakukan secara simultan, tanpa harus bergiliran.
Misalnya sebagai pondasi menara, dapat dikerjakan dalam jumlah banyak secara
bersamaan. Seluruh sumuran beton dicetak dengan cetakan biasa di lokasi proyek,
sesuai dengan standar. Karena itu sistem ini sangat menghemat waktu.
Bagi daerah yang bertanah lembek, pondasi cakar ayam tidak hanya cocok untuk
mendirikan gedung, tapi juga untuk membuat jalan dan landasan. Satu keuntungan lagi,
sistem ini tidak memerlukan sistem drainasi dan sambungan kembang susut. Banyak
bangunan yang telah menggunakan sistem yang di ciptakan oleh Prof Sedijatmo ini,
antara lain: ratusan menara PLN tegangan tinggi, hangar pesawat terbang dengan
bentangan 64 m di Jakarta dan Surabaya, antara runway dan taxi way serta apron di
Bandara Sukarno-Hatta Jakarta, jalan akses Pluit-Cengkareng, pabrik pupuk di
Surabaya, kolam renang dan tribune di Samarinda, dan ratusan bangunan gedung
bertingkat di berbagai kota.
Sistem pondasi cakar ayam ini telah pula dikenal di banyak negara, bahkan telah
mendapat pengakuan paten internasional di 11 negara, yaitu: Indonesia, Jerman Timur,
Inggris, Prancis, Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda; dan
Denmark. [Teknologi, No.6, Th.I, Jan-Feb.1987].
Gambar 2.15
Pondasi cerucuk beton
17
1.
2.
3.
4.
Gambar 2.16
Proses pembuatan bangunan dengan menggunakan semen
MKP 1 LINGKUNGAN LAHAN RAWA GAMBUT
18
BAB III
PENUTUP
19
3.1 Kesimpulan
MKP 1 LINGKUNGAN LAHAN RAWA GAMBUT
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari pembahasan diatas yaitu :
Sebaiknya lahan rawa gambut dapat lebih dikembangkan
sebagai kawasan pemukiman
yang ada.
Perlu diadakanya penelitian lebih lanjut konstruksi pada lahan
gambut.
Kesadaran masyarakat akan potensi yang begitu besar pada
hutan rawa gambut
20