Anda di halaman 1dari 27

Batasan

Pre-eklampsia merupakan salah satu gangguan kehamilan dengan tanda utama

hipertensi, proteinuria dan edema. Pre-eklampsia terbagi menjadi pre-eklampsia


ringan, sedang dan berat. Pre-eklampsia pada perkembangannya dapat
berkembang menjadi eklampsia yang ditandai dengan timbulnya kejang atau
konvulsi. Eklampsia yang tidak terkontrol akan menyebabkan kematian maternal.
Diantara pre-eklampsia ringan, sedang dan berat yang berbahaya adalah penderita
dengan pre-eklampsia berat karena dapat membahayakan ibu maupun janinnya,
penderita ini dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma dan
bahkan bisa mengalami kematian. Biasanya terdapat pada wanita masa subur
dengan umur ekstrim, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang
berumur lebih dari 35 tahun (Nugraheni, 2010).
Preeklampsi didiagnosa bila tekanan darah 140/90 mmHg atau tekanan
diastolik meningkat 30 mmHg dibandingkan dengan tekanan awal kehamilan,
disertai protein uria 2+ (Subakir dkk, 2008). Hipertensi pada kehamilan adalah
peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg, peningkatan tekanan darah
diastolic 15 mmHg atau tekanan darah 140/90. Hipertensi dipicu kehamilan
(pregnancy-induced hypertension, PIH) adalah gangguan dengan etiologi yang
tidak diketahui yang khusus pada wanita hamil. Hipertensi terjadi karena
peningkatan tekanan arteria rerata 20 mmHg (Benson dan Pernoll, 2008).
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia yang lebih berat dan
berbahaya dengan gejala kejang atau koma yang dapat berlangsung secara
mendadak pada pasien selama kehamilan atau setelah melahirkan yang berisiko
morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal (Norwitz et al, 2002; Sibai,
2005).Tanda dan gejala muncul sejak minggu ke-20 kehamilan sampai minggu ke6 setelah kehamilan (Benson dan Pernoll, 2008).

Patogenesis
a. Hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Hipertensi gestasional
1

Pada kehamilan dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg, tanpa disertai


proteinuria dan biasanya tekanan darah akan kembali normal sebelum 12
minggu pasca-persalinan.
2. Preeklampsia
Apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20
minggu disertai dengan proteinuria 300 mg/24 jam atau pemeriksaan
dengan dipstick 1 +.
3. Eklampsia
Ditemukan kejang-kejang pada penderita preeklampsia yang dapat disertai
koma pada penderita.
4. Hipertensi Kronik
Dari sebelum hamil, atau sebelum kehamilan 20 minggu ditemukan tekanan
darah 140/90 mmHg dan tidak menghilang setelah 12 minggu pascapersalinan.
5. Hipertensi Kronis dengan Super Imposed Preeklampsia
Pada wanita hamil dengan hipertensi kronis, muncul proteinuria 300
mg/24 jam setelah kehamilan 20 minggu, dapat disertai dengan gajala dan
tanda preeklampsia berupa udema.
b. Komplikasi hipertensi pada ibu hamil
Wanita hamil yang menderita hipertensi dimulai sebelum hamil, memiliki
kemungkinan komplikasi pada kehamilannya lebih besar dibandingkan dengan
wanita hamil yang menderita hipertensi ketika sudah hamil. Adapun beberapa
komplikasi yang dapat terjadi pada masa preeklamsia dan eklamsia adalah
sebagai berikut:
1. Solusio plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan
lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.
2. Payah yang terjadi pada organ ginjal, jantung, paru yang disebabkan karena
edema, dan lever oleh karena nekrosis.
3. Pendarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
4. Sindrom HELLP: hemolysis, eleved lever enzyme, low platelets
5. Kematian ibu dan janin

Kematian ibu dan janin merupakan komplikasi terberat pada hipertensi


dalam kehamilan.
6. Hypofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemuka 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
7. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
8. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus
arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tapi ternyata juga
ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati juga dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
9. Kelainan ginjal
Kelainan

ini

berupa endoteliosis

glomerulus

yaitu pembengkakan

sitoplasma sel endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.


Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterina
11. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang,
pneumonia aspirasi, dan DIC (dessiminated intravaskuler coogulation).
(Mitayani, 2009)
Sampai sekarang penyebab preeklampsia dan eklampsia masih tanda tanya,
penyakit ini masih disebut disease of theory, beberapa faktor resiko pada penyakit
ini antara lain adalah :

Nulipara, terutama usia 20 tahun, dan kehamilan yang langsung terjadi

setelah perkawinan.
Sejarah pernah menderita preeklampsia pada kehamilan terlebih dahulu.
Sejarah penderita preeklampsia dan eklampsia dalam keluarga.
Kehamilan ganda, diabetes mellitus, hydrops foetalis, mola hidatidosa, dan
anti phospolipid antibodies, infeksi saluran kemih.
3

Riwayat penderita hipertensi dan penyakit ginjal.


Multipara dengan umur lebih dari 35 tahun.

Pada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patogenesa dari preeklampsia dan
eklampsia, yaitu:
a. Iskemia Plasenta
Peningkatan deportasi dari sel tropoblast yang akan menyebabkan
kegagalan invasi ke arteri sperialis dan akan menyebabkan iskemia pada
plasenta.
b. Mal Adaptasi Imun
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel
tropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi endothel dipicu oleh
pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.
c. Genetic Inprenting
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen
resesif tunggal atau gen dominan dengan penentrasi yang tidak sempurna.
Penetrasi mungkn terjadi pada genotip janin.
d. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity
Preventing Activity (TxPA)
Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam
lemak non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar
albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi
dari jaringan lemak kedalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik
albumin sampai pada titik dimana VLDL tereksperisikan. Jika kadar VLDL
melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul.

Manifestasi Klinis dan Klasifikasi Eklampsia


a. Manifestasi Klinis
- Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110
-

mmHg
Trombosit < 100.000/mm3
Proteinuria (> 3 gr/liter/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan

kuantitatif bisa disertai dengan:


1) Oliguria (urine 400 mL/24 jam)
2) Keluhan serebral, gangguan penglihatan
3) Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrum
4) Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
5) Edema pulmonum, sianosis
6) Gangguan perkembangan intrauterine
7) Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia
- Konvulsi
- Kesadaran turun sampai koma
b. Klasifikasi eklamsia
Berdasarkan waktu terjadinya, eksklampsia dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

- Eklampsia gravidarum
Kejadian 50% sampai 60% dan serangan terjadi dalam keadaan hamil
Eklampsia parturientum
Kejadian sekitar 30% sampai 35%. Batas dengan eklampsia gravidarum
sukar ditentukan terutama saat mulai inpartu
- Eklampsia puerperium
Kejadian jarang yaitu 10%. Terjadi serangan kejang atau koma setelah
persalinan berakhir
(Mitayani, 2009)

Algoritme Terapi

(Uzan et.al, 2011)

Terapi Farmakologis
a. Evidance Based (Efek anti konsulvant pada kehamilan: MgSO 4,
phenitoin, diazepam)

Nama
Obat
MgSO4

FDA
Mekanisme Kerja

Pregnancy

Memblokir transmisi

Category
A

Evidance Based

Regimen
Dosis

Sebagai

Dosis awal

neuromuskular dan

antikonsulvan

total 10-14

mengurangi jumlah

untuk pencegahan

gram, untuk

asetilkolin yang

dan pengendalian

pemberian

dibebaskan pada ujung

kejang pada

intravena 4-5

plat impuls saraf

toxemia parah

gram dalam

motorik.

kehamilan. Selain

250 mL injeksi

itu juga efektif

Dekstrosa 5%

mencegah dan

atau injeksi

mengontrol

NaCl 0,9%,

kejang-ejang

dosis

eklampsia tanpa

pemberian

menyebabkan

intra muscular

depresi dan

hingga 10

merusak sisten

gram (5 gram

saraf pusat pada

atau 10 mL

ibu dan janin.

larutan 50%
intra gluteus
kanan dan
kiri).
(Anonim,
2007).

Phenitoin

Tempat kerja Phenitoin

Penggunaan

Dosis oral 3-4

terutama pada korteks

Fenitoin pada

mg/kg per hari

motoris dimana

pengobatan yang

atau 150-300

aktivitas kejang

dihentikan secara

mg per hari

dihambat

tiba-tiba pada

dan dapat

penyebarannya

penderita epilepsi

ditingkatkan

kemungkinan dengan

dapat

dengan

mempercepat

mengakibatkan

pengawasan

pengeluaran natrium

status epileptikus.

hingga 600 mg

dari neuron-neuron.

Untuk pasien

per hari bila

yang hipersensitif

diperlukan.

terhadap fenitoin,

Dosis injeksi

harus

intra vena

dipertimbangkan

disarankan 10-

alternatif obat lain 15 mg/kg atau


yang strukturnya

dengan

mirip seperti

intermittent

karboksamida

infusion pada

(misalnya,

laju tidak lebih

carbamazepine),

dari 50

barbiturat,

mg/menit.

suksinimida, dan

(Sweetman,

oxazolidinediones 2009).
(misalnya,
trimethadione)
pada pasien yang
sama.

Diazepam

Peningkatan aktivitas

Diazepam telah

Pemberian

gamma aminobutyric

banyak digunakan intravena

acid (GABA) yaitu

pada ibu hamil,

dengan

suatu inhibisi

penggunaan

loading dose

neurotransmitter utama

diazepam pada

10 mg selama

dalam otak.

trimester ketiga

2 menit,

dan selama

kemudian

persalinan

diulangi jika

berkaitan dengan

pasien kembali

sindrom bayi

kejang dengan

floppy. Data yang

pemberian

diperoleh dari

infus intra

penelitian kohort

vena 40 mg

menunjukkan

dalam 500 mL

tidak ada

normal salin

hubungan yang

selama 24 jam.

jelas antara

Pemberian

penggunaan

secara oral 2 -

diazepam pada

60 mg/hari.

ibu hamil dengan

Formulasi

resiko malformasi

rectal gel juga

pada bayi. Namun tersedia


resiko bibir

dengan

sumbing yang

rentang dosis

kecil dan

200-500

meningkat secara

mikrogram/kg

signifikan

tergantung

ditunjukkan dari

umur pasien,

data studi kasus

pemberian

kontrol. Sehingga

dapat diulang

disarankan untuk

4 hingga 12

wanita yang

jam bila

merencanakan

diperlukan.

kehamilan untuk

(Sweetman,

menghentikan

2009).

pengobatan
dengan diazepam.

b. Evidance Based (Efek dalam kehamilan untuk obat-obat anti


hipertensi)
Golongan

Contoh

Obat

Obat

1. ACE
Inhibitor

Captopril

FDA
Mekanisme Kerja
Angiotensin

Pregnancy
Category
D

Evidance Based

Regimen
Dosis
(mg/hari)

Dosis awal dapat

Converting Enzyme

dikurangi 50% pada

(ACE) membantu

pasien yang

produksi angiotensin

mengalami diuresis,

II (berperan penting

dapat menyebabkan

dalam regulasi

hiperkalemia pada

tekanan darah arteri).

pasien dengan

ACE inhibitor

penyakit ginjal

mencegah perubahan

kronis atau pada

angiotensin I

pasien yang juga

menjadi angiotensin

mengonsumsi

II dan mencegah

diuretik hemat

degradasi bradikinin

kalium, antagonis

dan menstimulasi

aldosteron, ARB,

sintesis senyawa

atau direct rennin

vasodilator lainnya

inhibitor, dapat

termasuk

menyebabkan gagal

prostaglandin E2 dan

ginjal akut pada

prostasiklin.

pasien dengan

25-150

bilateral renal
artery stenosis.
Jangan digunakan
pada ibu hamil atau

10

pasien dengan
2. Calcium
Chanel

Subclass:

Dihydropyrid relaksasi jantung dan

Blocker

ine

(CCB)

(Nifedipine)

3. Central

CCB menyebabkan

Clonidine

riwayat angiodema.
Short acting
diyhdropyridine

otot polos dengan

harus dihindari

menghambat saluran

terutama nifedipine

kalsium yang

immediate release

sensitive terhadap

dan nicardipine,

tegangan (voltage

dihydropyridine

sensitive), sehingga

adalah vasodilator

mengurangi

perifer yang lebih

masuknya kalsium

kuat daripada non

ekstraseluler ke

dihydropyridine dan

dalam sel. Relaksasi

dapat menyebabkan

otot vascular

takikardia, pusing,

menyebabkan

sakit kepala, edema

vasodilatasi dan

perifer, dan

berhubungan dengan

memberikan aksi

reduksi tekanan

tambahan pada

darah.
Menstimulasi

30-90

sindrom Raynaud.
Pemberhentian

Adrenergic

reseptor 2

penggunaan secara

Inhibitor

adrenergik di otak

mendadak mungkin

yang mengurangi

menyebabkan

aliran simpatetik dari

hipertensi rebound,

pusat vasomotor dan

paling efektif jika

meningkatkan tonus

digunakan dengan

vagal. Stimulasi

diuretik untuk

reseptor 2

mengurangi retensi

presinaptik secara

cairan, clonidine

perifer menyebabkan

patch dapat diganti

0,1-0,8

11

penurunan tonus

seminggu sekali,

simpatetik. Oleh

tidak dianjurkan

karena itu dapat

pada geriatri.

terjadi penurunan
denyut jantung,
curah jantung,
resistensi perifer
total, aktivitas rennin
plasma, dan refleks
4. - Blocker

Subclass:

baroreseptor.
Mekanisme

Pemberhentian

Cardioselecti

hipotensi - Blocker

penggunaan secara

ve (Atenolol)

tidak diketahui tetapi

mendadak dapat

dapat melibatkan

menyebabkan

menurunnya curah

hipertensi rebound,

jantung melalui

menghambat

kronotropik negative

reseptor 1 pada

dan efek inotropik

dosis rendah hingga

jantung dan inhibisi

sedang, dosis yang

pelepasan rennin

lebih tinggi juga

dari ginjal.

akan menblokir

25-100

reseptor 2, dapat
memperburuk
kondisi pasien asma
ketika selektivitas
hilang, memiliki aksi
tambahan pada
pasien dengan
takiaritmia atau
hipertensi
preoperatif.

12

5. Alpha-Beta

Labetalol

Blocker

Kombinasi kerja

Pemberhentian

dan -blocker lebih

penggunaan secara

kepada kronotropik

mendadak dapat

negatif dari pada

menyebabkan

efek inotropik

hipertensi rebound,

negatif.

tambahan -blocade

200-800

dapat menghasilkan
6. Diuretik

Subclass:
Loops
(Furosemide)

Diuretika

hipotensi orthostatik.
Dosis di pagi dan

meningkatkan

sore hari untuk

pengeluaran garam

menghindari diuresis

dan air oleh ginjal

nokturnal, dosis

hingga volume dan

yang lebih tinggi

tekanan darah

mungkin diperlukan

menurun. Di

untuk pasien dengan

samping itu

laju filtrasi

diperkirakan

glomerulus sangat

berpengaruh

rendah atau

langsung terhadap

disfungsi ventrikel

dinding pembuluh

kiri.

20-80

yakni penurunan
kadar Na membuat
dinding lebih kebal
terhadap noradrenalin, hingga
daya tahannya
berkurang. Efek
hipotensifnya relatif
ringan dan tidak
meningkat dengan
memperbesar dosis.

13

7. Peripheral

Reserpine

Reserpin

Memiliki manfaat

Adrenergic

mengosongkan

yang sangat berguna

Antagonist

norepinefrin dan

dan telah banyak

saraf akhir simpatik

digunakan dalam uji

dan memblok

klinis, harus

transport

digunakan dengan

norepinefrin ked

diuretik untuk

alma granul

mengurangi retensi

penyimpanan. Pada

cairan.

0,05-0,25

saat saraf
terstimulasi,
sejumlah
norepinefrin (kurang
dari jumlah
biasanya) dilepaskan
ke dalam sinaps.
Pengurangan tonus
simpatetik
menurunkan
resistensi perifer dan
tekanan darah.
8. Direct

Minoxidil

Menyebabkan

Harus digunakan

Arterial

relaksasi langsung

dengan diuretik dan

Vasodilator

otot polos arteriol.

-blocker untuk

Aktivitas refleks

mengurangi retensi

baroreseptor dapat

cairan dan refleks

meningkatkan aliran

takikardia.

10-40

simpatetik dari pusat


vasomotor,
meningkatnya
denyut jantung,
14

curah jantung, dan


pelepasan rennin.
Oleh karena itu efek
hipotensif dari
vasodilator langsung
berkurang pada
penderita yang juga
mendapatkan
pengobatan inhibitor
simpatetik dan
diuretik.
9. Angiotensin

Candesartan

Memblok reseptor

Dosis awal dapat

Receptor

angitensin II dengan

dikurangi 50% pada

Blocker

efek vasodilatasi.

pasien yang

Efek maksimalnya

mengalami diuresis,

terlihat setelah

dapat menyebabkan

beberapa minggu.

hiperkalemia pada

Studi di AS dan UK

pasien dengan

menunjukkan

penyakit ginjal

efektivitas yang

kronis atau pada

sama dengan

pasien yang juga

atenolol terhadap

mengonsumsi

hipertensi terutama

diuretik hemat

pada pasien diabetes.

kalium, antagonis

8-32

aldosteron, ARB,
atau direct rennin
inhibitor, dapat
menyebabkan gagal
ginjal akut pada
pasien dengan

15

bilateral renal
artery stenosis,
kemungkinan tidak
menyebabkan batuk
kering seperti
golongan ACE
inhibitor. Jangan
digunakan pada ibu
10. 1-Blocker

Doxazosin

Menginhibisi

hamil.
Dosis pertama harus

katekolamin pada sel

diberikan menjelang

otot polos vaskular

tidur, pasien

perifer yang

dinasehati untuk

memberikan efek

bangun dari posisi

vasodilatasi.

duduk atau berbaring

Kelompok ini tidak

secara perlahan

mengubah aktivitas

untuk meminimalkan

reseptor 2 sehingga

resiko hipotensi

tidak menimbulkan

orthostatik, memiliki

efek takikardia.

aksi tambahan pada

1-8

pria dengan
hiperplapsia
11. Direct

Aliskiren

Memblokir enzim

prostatik jinak.
Dapat menyebabkan

Renin

rennin dan memicu

hiperkalemia pada

Inhibitor

sebuah proses yang

pasien dengan

membantu mengatur

penyakit ginjal

tekanan darah.

kronis dan diabetes

Akibatnya pembuluh

atau pada pasien

darah mengalami

yang juga

relaksasi dan

mengonsumsi

150-300

16

melebar, sehingga

diuretik hemat

memudahkan darah

kalium, antagonis

mengalir melalui

aldosteron, ACE

pembuluh dan

inhibitor, ARB,

menurunkan tekanan

dapat menyebabkan

darah (Sukandar,

gagal ginjal akut

et.al., 2008).

pada pasien dengan

(DiPiro,
2008)

bilateral renal
artery stenosis.
Jangan diberikan
pada ibu hamil.

Analisis SOAP untuk anti kejang dan anti hypertensi


a. Subjektif
Ny. Z (35 th/55 kg/155 cm) pasien hamil, mengeluhkan pusing-pusing dan
tiba-tiba kejang
b. Objektif
Data Klinis:
TD 190/120, seizure 2x
Kondisi Pasien Post SC (at 15.00)
GCS 456, BP 187/153, HR 87x, RR, 22 x, Temp=370C, P 2-1
c. Assesment
- Magnesium Sulfat (MgSO4)
Penggunaan magnesium sulfat dalam kasus ini bertujuan untuk
pengobatan pre-eklampsia dan eklampsia terutama ditujukan untuk
mengurangi hipertensi dan mengobati atau mencegah resultan kejang.
Magnesium sulfat adalah

kalsium antagonis yang digunakan untuk

mengatasi profilaksis kejang (Sweetman, 2009). Adapun pola


pengobatan magnesium sulfat secara drip (Pola 1) adalah sebagai
berikut:
Pola Pengobatan

Dosis Normal Pasien

Dosis Pasien dalam

17

Berdasarkan
Dosis awal

(Rowe, 2008)
MgSO4 secara

Studi Kasus
2 gram MgSO4 20%

intravena bolus 4 g
Pemberian magnesium sulfat dengan pola 1 yakni secara intravena
bolus menggunakan drip menunjukkan adanya sedikit perbedaan.
Menurut Rowe dosis normal pemberian MgSO4 secara intravena bolus
adalah sebesar 4 g, yang diikuti dengan infuse sebesar 1 g/jam (Rowe,
2008), sedangkan dalam studi kasus, dosis yang diberikan sebesar 2
gram. Perbedaan dosis yang diberikan dalam studi kasus dengan dosis
normal pada umumnya, dapat menyebabkan efektivitas terapi yang
dihasilkan akan berkurang.

Berikut ini juga dilakukan pemberian MgSO4 melalui intramuscular


secara berkala (pola 2), yakni dengan pola pengobatan sebagai berikut :
Pola Pengobatan
Berdasarkan
Dosis pemeliharaan

Dosis Pasien dalam

Dosis Normal Pasien


(Sweetman, 2002)
MgSO4 secara

Studi Kasus
MgSO4 (MgSO4 40%)

intramuskular adalah

i.m (gluteus kanan kiri)

sebesar 5 g tiap 4 jam


Pemberian magnesium sulfat dengan pola 2 yakni secara intramuscular
menunjukkan suatu terapi yang kurang memenuhi kriteria tepat dosis.
Hal ini dikarenakan dosis yang diberikan kepada pasien dalam studi
kasus ini tidak dicantumkan, sehingga tidak dapat disesuaikan ketepatan

18

dosisnya bila dibandingkan dengan dosis normal pemberian MgSO4


pada pasien eklamsi pada umumnya.
-

Nifedipine
Nifedipine dapat digunakan pada pasien pre-eklampsia. Pada kasus
ini

nifedipine

digunakan

sebagai

pemblok

saluran

kalsium

dihidropiridin. Obat ini merupakan vasodilator perifer dan koroner.


Penggunaan nifedipin terutama pada vasodilatasi, dengan mengurangi
resisten perifer, tekanan darah, dan afterload, meningkatkan aliran
darah koroner, dan peningkatan refleks dalam denyut jantung.
(Sweetman, 2009).
Dosis nifedipin tergantung pada formulasi yang digunakan. obat ini
perlu dikurangi pada orang tua atau yang mengalami gangguan fungsi
hati. Nifedipin dalam dosis 20 mg tunggal lisan melalui sublingual
dapat menurunkan tekanan darah tanpa mengurangi aliran darah pada
janin dalam 9 perempuan pada trimester ketiga dengan haemodynamics.
Dalam sebuah penelitian terkontrol secara acak, 10 nifedipin, 10 sampai
30 mg sublingual diikuti dengan 10 mg kapsul melalui mulut setiap 6
jam meningkat menjadi 20 mg setiap 4 jam jika perlu, menyebabkan
usia kehamilan rata-rata lebih besar dan mengalami komplikasi neonatal
lebih sedikit bila dibandingkan dengan neonates dari kelompok
perlakuan hydralazine (Sweetman, 2009). Sedangkan dalam studi kasus
dosis Nifedipin yang diberikan sebesar 5 mg. Perbedaan dosis yang
diberikan dapat memberikan efek terapi yang berbeda.
-

Oxytosin
Oxytocin adalah hormon yang membantu kita untuk santai,
mengurangi tekanan darah dan tingkat cortisol. Oxytocin meningkatkan
ambang nyeri, mempunyai efek anti cemas dan menstimulasi berbagai
interaksi sosial yang positif. Sebagai tambahan, ia juga mendorong
pertumbuhan dan penyembuhan. Infus oxytosin pada tahap awal
disarankan 1 sampai 2 miliunit/menit dan secara bertahap dosis

19

ditingkatkan dengan interval waktu minimal 30 menit, hingga


maksimum 3 atau 4 kontraksi yang terjadi setiap 10 menit. Peningkatan
dosis hingga 6 miliunit/menit dilaporkan dapat menghasilkan
konsentrasi plasma oksitosin sebanding dengan konsentrasi tenaga kerja
alam, dan 12 miliunit/menit merupakan dosis yang biasanya paling
dibutuhkan tetapi dosis hingga 20 miliunit/menit atau lebih mungkin
diperlukan. UK menyatakan bahwa 32 miliunit/menit seharusnya tidak
dilampaui (Sweetman, 2009). Pada studi kasus, pasien diberikan
Oxytosin drip 20 i.u/24 jam, dosis yang diberikan telah sesuai dengan
dosis umum terapi menggunakan oxytosin, sehingga efek terapi yang
diinginkan dapat tercapai.
-

Ringer Dextrosa
Ringer Dextrosa 5% digunakan sebagai cairan resusitasi pada
terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi selama dan sesudah
operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar
kreatinin kurang dari 25 mg/100ml). pada studi kasus ini, ringer
dextrosa digunakan untuk melarutkan magnesium sulfat yang berfungsi
untuk mengurangi hipertensi dan mengobati atau mencegah resultan
kejang.

Oksigen
Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen
sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh. Penggunaan oksigen
dalam studi kasus ini berfungsi untuk membantu proses pernafasan
pada pasien eklamsia. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi
karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang, maka akan
terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal tersebut
berlangsung lama, akan terjadi kematian. Sistem yang berperan dalam
proses pemenuhan kebutuhan oksigen adalah sistem pernafasan, sistem
persarafan dan kardiovaskuler. Masalah kebutuhan oksigen merupakan

20

masalah utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini


terbukti pada seseorang yang kekurangan oksigen akan mengalami
hipoksia dan akan terjadi kematian. Pemberian oksigen berupa
pemberian oksigen ke dalam paru-paru melalui saluran pernafasan
dengan menggunakan alat bantu oksigen (Hidayat, 2004).
d. Plan
a. Magnesium Sulfat (MgSO4)
Regimen Dosis
a. Dosis initial: 4-6 g IV bolus dalam 15-20 menit, bila kejang timbul
setelah pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 g IV dalam 3-5 menit.
Kurang lebih 10-15% pasien mengalami kejang lagi setelah
pemberian loading dosis.
b. Dosis rumatan: 2-4 g/jam IV per drip. Bila kadar magnesium > 10
mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian per bolus maka dosis
rumatan dapat diturunkan.
c. Pada Magpie Study, untuk keamanan, dosis magnesium dibatasi.
Dosis awal terbatas pada 4 g IV bolus, dilanjutkan dengan dosis
rumatan 1 g/jam. Jika diberikan IM, dosisnya 10 g dilanjutkan 5 g
setiap 4 jam. Terapi diteruskan hingga 24 jam.
(Hutomo, 2008)
Monitoring
Efektivitas
Penggunaan Magnesium sulfat harus dipertimbangkan pada wanita
hamil dengan kasus eklampsia karena harganya yang murah.
Pemberian intravena lebih disukai karena efek sampingnya lebih
rendah dan masalah yang disebabkan oleh tempat penyuntikan lebih
sedikit. Lamanya pengobatan umumnya tidak lebih dari 24 jam dan
bila rute intravena digunakan untuk terapi rumatan maka dosisnya
jangan melebihi 1 g/jam (Hutomo, 2008).

Efek samping

21

Hipermagnesaemia yang mungkin diikuti mual dan muntah, panas di


kulit. Kehausan, hipotensi, mengantuk, bingung, lemah otot,
bradikardia, koma, penglihatan ganda (Sweetman, 2009).

Kategori keamanan pada kehamilan : A aman pada kehamilan.


Kategori A: Studi NystemN pada wanita hamil gagal memperlihatkan
adanya risiko pada fetus di trimester pertama (dan tidak terdapat bukti
adanya risiko pada penggunaan trimester berikutnya) dan adanya
kemungkinan dapat memberikan efek buruk pada fetus amat sangat
kecil (Hutomo, 2008).

KIE

Indikasi : mengobati kejang eklampsia pada usia kehamilan lebih dari


20 minggu

Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap magnesium, adanya blok pada


jantung, penyakit Addison, kerusakan otot jantung, hepatitis berat,
atau myasthenia gravis.

Interaksi

Penggunaan

menyebabkan

hipotensi

bersamaan
dan

blokade

dengan

nifedipin

dapat

neuromuskular.

Dapat

meningkatkan terjadinya blockade neuromuskular bila digunakan


dengan aminoglikosida, potensial terjadi blokade neuromuskular bila
digunakan

bersamaan

dengan

tubokurarin,

venkuronium

dan

suksinilkolin. Dapat meningkatkan efek SSP dan toksisitas dari


depresan SSP, betametason dan kardiotoksisitas dari ritodrine.
(Hutomo, 2008).
b. Nifedipine
Regimen Dosis
Dosis nifedipin tergantung pada formulasi yang digunakan.obat ini
perlu dikurangi pada orang tua atau yang mengalami gangguan fungsi
hati. Untuk hipertensi persiapan long-acting dari nifedipin dapat
diberikan dalam dosis dari 10 sampai 40 mg dua kali sehari, atau 20
sampai 90 mg sekali sehari, tergantung pada persiapan digunakan.
22

Nifedipin dalam dosis 20-mg tunggal lisan melalui sublingual dapat


menurunkan tekanan darah tanpa mengurangi aliran darah pada janin
dalam 9 perempuan pada trimester ketiga dengan haemodynamics.
Dalam sebuah penelitian terkontrol secara acak, 10 nifedipin 10 sampai
30 mg sublingual diikuti dengan 10 mg kapsul melalui mulut setiap 6
jam meningkat menjadi 20 mg setiap 4 jam jika perlu, menyebabkan
usia kehamilan rata-rata lebih besar dan mengalami komplikasi neonatal
lebih sedikit bila dibandingkan dengan neonates dari kelompok
perlakuan hydralazine (Sweetman, 2009).
Monitoring
Efek samping
Efek samping yang paling umum dari nifedipin merupakan akibat
dari vasodilatasi yang berlebihan. Efek samping ini berupa pusing,
mual, flushing dan hipotensi. Dikatakan bahwa efek samping ini
biasanya ringan dan akan hilang dengan bertambahnya waktu atau

dengan penyesuaian dosis (Ichtiarti, 2003).


Kategori keamanan pada kehamilan : C keamanan untuk wanita
hamil belum ditetapkan (Studi pada binatang mengungkapkanadanya
efek samping pada fetus (teratogenik, embriosidal,atau lainnya) dan
tidak terdapat studi control pada wanita hamil. Atau penelitian baik
pada binatang maupun wanita hamil tidak ada. Obat diberikan hanya
bila terdapat keuntungan potensial yang sebanding dengan risiko
buruk pada fetus (Hutomo, 2008)

KIE

Indikasi:

Nifedipin

dipergunakan

secara

luas

sebagai

obat

antihipertensi yang diberikan secara oral atau sublingual. Selain itu


ada juga efek pada uterus yaitu sebagai tokolitik. Pada penderita
hipertensi, pemberian 10-20 mg nifedipin sublingual dengan cepat
akan menurunkan tekanan darahnya (Ichtiarti, 2003 )

Kontraindikasi : Nifedipin secara signifikan menghalangi aktifitas


kontraksi otot polos uterus pada wanita hamil dan pasca persalinan
dengan menghalangi aliran kalsium pada membrane sel otot.
23

Nefridipin lebih efektif mengurangi aktifitas kontraktil miometrium


pada kehamilan disbanding tidak hamil. Banyak penelitian dengan
angka keberhasilan yang tinggi pada penggunaann nefedipin sebagai
tokolitik (Ichtiarti, 2003)

Interaksi: Penggunaan bersamaan dengan magnesium sulfat dapat


menyebabkan

hipotensi

dan

blokade

neuromuskular.

Dapat

meningkatkan terjadinya blockade neuromuskular bila digunakan


dengan aminoglikosida, potensial terjadi blokade neuromuskular bila
digunakan bersamaan dengan tubokurarin, venkuronium dan
suksinilkolin. Dapat meningkatkan efek SSP dan toksisitas dari
depresan SSP, betametason dan kardiotoksisitas dari ritodrine
(Hutomo, 2008).
c. Oxytosin
Regimen Dosis
Untuk induksi atau augmentasi persalinan (bawah) oksitosin dapat
diberikan melalui infus intravena lambat sebaiknya dengan cara pompa
infus. Larutan mengandung 5 unit dalam 500 ml larutan elektrolit
fisiologis seperti natrium klorida 0,9% telah direkomendasikan namun
lebih terkonsentrasi mungkin diberikan melalui pompa infus, dan UK
menunjukkan 10 atau 30 unit dalam 500 mL pelarut. Infus pada tahap
awal disarankan 1 sampai 2 miliunit/menit dan secara bertahap dosis
ditingkatkandengan interval waktu

minimal 30 menit, hingga

maksimum 3 atau 4 kontraksi yang terjadi setiap 10 menit. Peningkatan


dosis hingga 6 miliunit/menit dilaporkan dapat menghasilkan
konsentrasi plasma oksitosin sebanding dengan konsentrasi tenaga kerja
alam, dan 12 miliunit/menit merupakan dosis yang biasanya paling
dibutuhkan tetapi dosis hingga 20 miliunit/menit atau lebih mungkin
diperlukan. pedoman Inggris menyatakan bahwa 32 miliunit / menit
seharusnya tidak dilampaui, dan tidak lebih dari total 5 unit harus
diberikan dalam 1 hari. Oksitosin tidak boleh dimulai selama 6 jam
24

setelah pemberian prostaglandin vagina. Denyut jantung janin dan


kontraksi uterus harus dipantau terus menerus. Setelah persalinan
berlangsung, oksitosin infus dapat ditarik secara bertahap (Sweetman,
2009).
Monitoring
Efektivitas
Oksitosin digunakan untuk induksi dan augmentasi tenaga kerja,
untuk mengontrol perdarahan postpartum dan hypotonicity rahim
dalam tahap III persalinan, dan untuk mempromosikan laktasi dalam
kasus ejeksi susu (Sweetman, 2009).

Efek samping
Oksitosin yang diberikan dalam dosis tinggi, atau untuk wanita yang
hipersensitif terhadap Oksitosin, dapat menyebabkan hiperstimulasi
uterus dengan kontraksi hipertonik, mengarah ke rahim pecah dan
kerusakan jaringan lunak. Efek terhadap janin meliputi bradikardia,
aritmia, sesak napas, dan mungkin kematian. Dosis tinggi oksitosin
yang diberikan melalui Nystem selama periode berkepanjangan juga
dapat menyebabkan retensi air yang menyebabkan hiponatremia dan
keracunan, yang dapat berkembang menjadi kejang-kejang, koma,
dan bahkan kematian. Efek samping lainnya termasuk sakit kepala,
mual dan muntah, ruam kulit, aritmia jantung, hematoma panggul,
dan anafilaksis dan reaksi hipersensitivitas lainnya. Efek samping
setelah penggunaan intranasal oksitosin memiliki termasuk iritasi
hidung, rhinorrhoea, lachrymation, rahim perdarahan, dan kontraksi
uterus kekerasan (Sweetman, 2009).

KIE
Indikasi: Di USA dosis 10 unit oksitosin, pemberian infus intravenan
dengan kecepatan 20 sampai 40 miliunit/menit, atau secara injeksi
intramuskular, telah direkomendasikan untuk pengobatan perdarahan
postpartum. Dalam kasus aborsi melewati dosis yang disarankan di
Inggris 5 unit dengan injeksi intravena lambat, diikuti jika perlu oleh

25

infus intravena pada tingkat 20 sampai 40 miliunit / menit atau lebih

tinggi.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap oksitosin. Pada persalinan
spontan atau pada kasus yang membahayakan janin atau ibu seperti
placenta praevia atau vasa praevia, prolaps, hambatan kelahiran
mekanik, kontraksi hipertonik uterus, predisposisi uterus pada multi
kehamilan atau multi paritas, polihidramnion, adanya keloid akibat
operase cesar sebelumnya, Pemberian oksitosin jangka panjang tidak
dianjurkan pada uterus inersia resisten, preeklamsi berat dan

gangguan kardiovaskuler berat.


Interaksi: Oksitosin dapat meningkatkan efek vasopressor dari
simpatomimetik. Beberapa anestesi inhalasi, seperti siklopropana
atau halotan, dapat meningkatkan efek

hipotensi oxytocin dan

mengurangi efek oksitosiknya; aritmia jantung dapat terjadi.


Prostaglandin dan oksitosin dapat mempotensiasi efek satu sama lain
pada rahim, informasi produk berlisensi Inggris untuk oksitosin
menyatakan bahwa oksitosin tidak harus dimulai selama 6 jam
setelah penggunaan prostaglandin vagina (Sweetman, 2009).
d. Ringer Dextrosa 5%
Monitoring
Efek samping: Injeksi glukosa hipertonik dengan Ph rendah dapat
menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.
KIE

Indikasi: Ringer Dextrosa 5% digunakan sebagai cairan resusitasi


pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi selama dan
sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai

sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).


Kontraindikasi: Hiperglikemia

e. Oksigen

26

Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen sangat


berperan dalam proses metabolisme tubuh. Penggunaan oksigen dalam
studi kasus ini berfungsi untuk membantu proses pernafasan pada pasien
eklamsia. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila
kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang, maka akan terjadi kerusakan
pada jaringan otak dan apabila hal tersebut berlangsung lama, akan terjadi
kematian. Sistem yang berperan dalam proses pemenuhan kebutuhan
oksigen adalah sistem pernafasan, sistem persarafan dan kardiovaskuler.
Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Hal ini terbukti pada seseorang yang
kekurangan oksigen akan mengalami hipoksia dan akan terjadi kematian.
Pemberian oksigen berupa pemberian oksigen ke dalam paru-paru melalui
saluran pernafasan dengan menggunakan alat bantu oksigen (Hidayat,
2004).

27

Anda mungkin juga menyukai