Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

(ASPEK TANAH)

Disusun oleh :
NAMA

: Sanu Dwi Orlimao

NIM

: 135040200111021

KELAS

:B

PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

1. PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Agroekosistem merupakan suatu ekosistem buatan yang dibuat dalam
usaha untuk mengadakan suatu ekosistem yang bertugas menyediakan bahan
pangan bagi manusia. Untuk mendapatkan produksi yang optimal seperti yang
diharapkan, banyak hal yang perlu diperhatikan dalam praktik bercocok tanam
termasuk didalamnya adalah sifat fisik, biologi dan kimia lahan pertanian. Untuk
mengetahui bagaimana teknik dan perlakuan yang tepat dalam praktik bercocok
tanam. Tentu saja kita harus mengetahui dan memahami sifat dari lahan yang
diolah dan kesesuaiannya terhadap tanaman yang akan dibudidayakan. Dalam
praktik budidaya tanaman pada lahan basah juga kita harus mengetahui sifat dari
lahan basah seperti sawah sehingga dapat menentukan penanganan yang tepat
dalam praktik budidaya pada lahan tersebut.
Seperti yang kita ketahui, di dalam suatu ekosistem tentunya terdapat
berbagai komponen, dari yang abiotic sampai dengan yang biotik. Di dalam
agroekosistem juga demikian, dan antara komponen-komponen tersebut menjalin
interaksi satu sama lain yang apabila interaksi tersebut normal, akan terjadi
sebuah keseimbangan ekosistem dan sebaliknya apabila tidak normal, atau ada
salah satu di ntara komponen tersebut yang jumlahnya melampaui batas, missal
meledaknya hama maka interaksinya akan terganggu dan tidak akan seimbang.
Dalam agroekosistem sangat bergantung pada bagaimana pengelolaan dari
manusia sebagai pengatur ekosistem buatan tersebut.
1.2 Tujuan

Untuk mengetahui kondisi kesuburan pada lahan basah

Untuk mengetahui dan menganalisa lahan basah dari segi aspek biologi, fisika
dan kimia

1.3 Manfaat
Dapat menganalisa kesuburan tanah basah yang diamati berdasarkan aspek
biologi, fisika dan kimia sehingga bisa menentukan pengelolaan lahan yang sesuai
dengan kondisi tanah.

2. METODE
2.1 Analisis Berat Isi Tanah
Alat

Cawan

: Untuk tempat meletakkan tanah ke dalam oven

Timbangan

: Untuk menimbang tanah

Pisau

: Untuk merapikan sampel tanah

Oven

: Untuk mengoven sampel tanah

Jangka sorong

Ring

: Sebagai tempat sampel tanah

Buku dan alat tulis

: Untuk menyatat hasil pengamatan

: Untuk mengukur tinggi dan diameter ring

Bahan

Sampel Tanah Utuh

: Sebagai bahan percobaan

Langkah Kerja
Timbang sampel tanah utuh kotor (masih dalam ring) = mendapat Massa Total
(Mt) + Massa Ring (Mr)

Keluarkan tanah di dalam ring sampai bersih, letakkan di baki, bersihkan ring
sampel dari sisa tanah

Ukur tinggi (p) dan diameter dalam ring sampel (d) untuk mendapatkan nilai
Volume Total Tanah (Vt), timbang ring sampel untuk mendapatkan Massa Ring
(Mr)

Kurangi Massa sampel tanah + Ring dengan Massa Ring, sehingga didapatkan
Massa Total Tanah (Mt, bersih)

Ambil Subsampel tanah dari tanah yang dikeluarkan dari dalam ring

Timbang berat cawan kaleng untuk mendapatkan massa cawan (K) dan letakkan
subsampel yang diambil dalam cawan kaleng. lalu ditimbang lagi untuk mendapat
berat basah subsampel + cawan (Tb+K)

Beri label pada cawan, lalu masukkan cawan yang sudah diisi subsampel ke dalam oven
tanah (suhu 105oC)

biarkan subsampel di dalam oven sekurang-kurangnya 24 jam

Setelah 24 jam atau lebih, keluarkan subsampel dari oven.

Timbang lagi subsampelnya sehingga didapatkan Berat Kering Subsampel + Cawan


(To+K)

Bersihkan semua alat yang dipakai

Mulai lakukan perhitungan untuk mencari Berat Isi Tanah

2.2 Analisi Berat Jenis Tanah


Alat:

Piknometer

: untuk tempat tanah yang telah dihaluskan

Mortal

: untuk menghaluskan tanah

Pistil

: untuk menghaluskan tanah

Timbangan

: untuk menimbang tanah

Oven

: sebagai pengering tanah

Corong

: sebagai alat bantu untuk menuangkan air ke dalam

piknometer

Botol semprot

: untuk mengisi air

Baki

: sebagai tempat sampel tanah

Bahan:

Tanah

: Sebagai bahan percobaan

Air bebas udara

: sebagai pengganti hotplate

Langkah kerja:
Tanah dikeringkan di dalam oven (1050 C selama 24 jam)

Tanah dihaluskan dengan mortal dan pistil

Masukkan tanah ke dalam labu ukur 20 g (labu ditimbang lebih dahulu) dan timbang labu dan
isinya.

Isi air dari volume labu ukur dan kocok untuk mengeluarkan udara yang terjerat

Isi air yang telah direbus sampai garis minikes (air dingin) sampai garis batas

Timbang labu dan isinya serta lakukan perhitungan BJ tanah

2.3 Analisis Porositas Tanah


Melakukan analisis BI tanah dan BJ tanah

Melakukan perhitungan porositas

Lakukan Pencatatan

2.4 Pengamatan Biologi Tanah


a. Pengamatan ketebalan seresah
Menentukan Lokasi Pengamatan

Mengukur ketebalan seresah dengan penggaris


Catat Hasil Pengamatan
b. Pengamatan Cacing Tanah dan kascing
Menentukan Lokasi Pengamatan

Menghitung jumlah cacing tanah dan mengambil kascing yang ditemukan


Menimbang berat kascing
Catat Hasil Pengamatan

3. PEMBAHASAN UMUM
3.1 Data dan Pembahasan (Membahas Data)
Kriteria Kepadatan Tanah
Indikator Tanah
Berat Isi Tanah
Berat Jenis Tanah
Porositas Tanah
Warna Tanah
Berat massa seresah
Ketebalan Seresah
Jumlah Kascing

Hasil Pengamatan
3.22
2.31
40 %
Coklat Terang
0
0
25 gr

Kriteria Keseimbangan hara tanah


Gejala defisiensi unsur
Gejala defisiensi unsur

Dokumentasi
P,

terlihatnya guratan warna ungu


pada daun

Kriteria Matrix Tanah Utuh


Indikator
Erosi
Infiltrasi
Permeabilitas

Hasil Pengamatan
Tidak Terjadi Erosi
Lambat
Rendah

3.2 Interpretasi Data Hasil Praktikum (mengkaitkan data hasil vs review


literatur atau berdasar tinjauan pustaka)
Dari pengamatan yang telah dilakukan serta analisis laboratorium dan
perhitungan didapatkan bahwa pada sample tanah yang diambil memiliki BI: 3.22,
dan BJ: 2.31. Sample tanah memiliki prorsitas sekitar 40%, sample berwarna
coklat terang dan juga ditemukan kascing sekitar 25gr diseitar area pengambilan
sample. Pada pengamatan fisiografi, tidak terlihat adanya erosi sedangkan
infiltrasi pada daerah yang diamati diperkirakan lambat dan permeabilitasnya
rendah karena pada sawah tersebut memiliki jenis tektur lempung dimana sering

dilakukan pengolahan tanah untuk menutup pori tanah sehingga air dapat
menggenang di areal persawahan tersebut. Pada pengamatan ini ditemukan
adanya gejala defisiensi unsur P pada daun tanaman padi dimana terlihat adanya
guratan warna ungu pada tulang daunnya. Dalam areal sawah yang diamati tidak
ada seresah karena vegetasinya hanya berupa tanaman semusim yaitu padi.
Menurut literature (Prasetyo, dkk. 2013) pada lahan sawah biasanya
memiliki BI sekitar 3, sedangkan untuk BJ dibagi atas tanah mineral berat (BJ >
2,87) dan tanah mineral ringan (BJ < 2,87). Sehingga disini lahan sawah yang di
amati diasumsikan termasuk dalam dalam tanah mineral ringan karena memiliki
BJ 2,31. Menurut subagyono et al (2001) pengolahan dan pelumpuran tanah pada
lahan sawah dapat menurunkan porositas tanah sehingga pengolahan yang
semkain intensif akan membuat pori tanah tertutup oleh partikel liat. Subagyono
(2001) juga menjelaskan keterkaitan antara BI dan permeabilitas dimana semakin
besar BI suatu tanah maka akan mengakibatkan permeabilitas tanah semakin
lambat. Hal tersebut berbanding lurus dengan pengamatan yang dilakukan dimana
pada areal pengambilan sample tanah yang dilakukan diperkirakan memiliki
permeabilitas yang rendah dan setelah dilakukan analisis laboratorium memang
didapati bahwa tanah memiliki BI yang tinggi. Adanya kascing pada areal
pengamatan juga menunjukan bahwa tanah memiliki nilai kesuburan yang cukup
baik.
3.3 Pembahasan Umum (mengkaitkan parameter/ hasil pengamatan selama
praktikum (di lapangan maupun di laboratorium)
a. ketebalan seresah
Pada lahan sawah yang diamati tidak ditemukan seresah dimana pada lahan
sawah hanya terdapat tanaman musiman seperti padi sehingga tidak dapat
menghasilkan biomassa seperti seresah.
b. Porositas Tanah dan Kascing
Pada tanah yang diamati memiliki porositas 40% padahal pada lahan
sawah dengan pengolahan pelumpuran seharusnya memiliki porositas yang kecil
akibat penutupan pori tanah akibat pelumpuran sehingga air dapat menggenang
dilahan sawah. Dalam hal ini kemungkinan ada aktivitas biota tanah yang
membantu

pembentukan

porositas

tersebut,

hal

ini

diperkuat

dengan

ditemukannya kascing pada lahan sawah yang menunjukan adnaya aktivitas


cacing pada lahan yang diamati.
c. Warna Tanah

Warna tanah pada sawah yang diamati berwarna coklat terang, dimana
pada warna tanah yang semakin terang menunjukan bahwa kandungan bahan
organiknya semkain rendah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena praktik budidaya
pada lahan persawahan yang tidak mengembalikan biomassa tanaman kembali
kedalam tanah dan hanya memanfaatkan pupuk kimia sehingga akan
mempengaruhi sifat tanah.
d. Defisiensi unsur hara
Pada lahan sawah yang diamati terlihat adanya gejala defisiensi unsur P
dimana ditunjukan adanya guratan berwarna ungu pada tulang daun tanaman padi
yang ada disawah tersebut. Disini kemungkinan terjadi adanya pemupukan yang
tidak merata sehingga ada beberapa tanaman padi yang tidak mendapat pasokan
unsur P yang cukup dan hal tersebut dapat mengganggu pertumbuhan tanaman
serta produktivitasnya.
e. Erosi Tanah
Pada sawah yang diamati tidak terlihat adanya tanda- tanda erosi sehingga
pada lahan ini tidak perlu dikhawatirkan terjadi erosi.
f. Permeabilitas
Akibat pelumpuran tanah menyebabkan pori tanah tertutup dan membuat
air sulit meresap kedalam tanah dan cenderung menggenang.

4. KESIMPULAN
Dari pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
lahan sawah yang diamati yang merupakan lahan basah yang cenderung sehat
walaupun pada beberapa spot terdapat gejala defisiensi unsur P. Untuk dapat
memanfaatkan lahan basah seperti sawah ini perlu dipelajari sifat dan
karakteristiknya agar penanganan dan pengolahannya tidak salah dan dapat
menghasilkan produksi yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Prasetyo, bambang hendro, J. Sri ardiningsih, dkk 2013. Mineralogy, kimia, fisika dan
biologi tanah sawah (Online) diakses pada 4 april 2015
Subagyono, K.A. Abdurachman, dan Nata Suharta. 2001. Effect of Puddling Various soil
types By harrows on physical properties of new developed irrigated rice areas in
Indonesia, Los Banos: university of the Philipines

Anda mungkin juga menyukai