BAB I Lapkas
BAB I Lapkas
PENDAHULUAN
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di
alveoli
paru
dan
dapat
pula
melibatkan
gangguan
sistem
pernafasan.
laju napas 60 kali/menit,takikardi dengan denyut nadi 146 kali /menit disertai retraksi
otot-otot dinding dada, mengi dan pilek. Leukositosis rata-rata 14.000/mm3 dan hasil
foto toraks sesuai dengan pneumonia 95,8%. Kesimpulannya Angka kejadian
pneumonia masih tinggi pada anak yang dirawat di bangsal anak RSUD Dr. Zainoel
Abidin6.
Pada pasien bronkopneumonia ditemukan adanya gejala klinis seperti batuk,
yang diikuti dengan adanya nafas cuping hidung. Batuk juga dapat menimbulkan
adanya demam, takipneu, takikardi, retraksi dinding dada, pilek dan adanya ronki
kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare pada pasien6,7.
Rata-rata laju pernafasan pada pasien pneumonia anak umur 2 bulan-11 bulan
50x/menit, 1 tahun - 5tahun 40x/menit. Pada pasien bronkopneumonia suhu tubuh
dapat meningkat sampai 39-400C dan terkadang disertai dengan muntah dan diare.
Hipoksia dapat menjadi tanda klinis pada pneumonia berat. Pneumonia dengan
hipoksemia 5 kali lebih sering menimbulkan meninggal dunia dibandingkan tanpa
hipoksemia9.
Pada penelitian yang telah dilakukan di RSUDZA dan penelitan yang
dilakukan Dalimunthe mengatakan batuk merupakan manifestasi klinis yang paling
banyak dijumpai yaitu sebanyak 93% yang diikuti dengan nafas cuping hidung,
rongki, demam, takipnu, takikardi, retraksi dinding dada, mengi dan pilek. Pada
penelitian yang juga telah dilakukan di Iraq dan gabon menunjukkan bahwa batuk
merupakan gejala paling banyak dijumpai. Sedangkan takipnue merupakan salah satu
gejala klinis yang paling penting dalam menegakkan pneumonia pada semua umur .
Pada pneumonia takipnue mempunyai nilai sensitivitas 74% dan spesifitas 67%
dibandingkan dengan menggunakan foto thorax. Maka dinyatakan bahwa takipue
dapat digunakan sebagai tanda klinis dalam menegakkan diagnosis pneumonia6,8.
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan kongenital yang paling
umum dan sebagai jenis penyakit jantung terbanyak pada anak. Kelainan jantung
bawaan dikelompokkan atas dua bagian yaitu PJB non sianotik meliputi defek septum
ventrikel, duktus arteriosus persisten, defek septum atrium, stenosis pulmonal, dan
stenosis mitral sedangkan PJB sianotik yaitu tetralogi of fallot, transposition great
arteries, atresia tricuspid, dan atresia pulmonal. Faktor etiologi PJB adalah faktor
genetik (80%), faktor lingkungan/ faktor eksterna (obat, virus, radiasi) yang terdapat
sebelum kehamilan 3 bulan (2%), interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan
(90%).3
Defek septum atrium (DSA/ASD) merupakan jenis penyakit jantung bawaan
dimana terdapat lubang di antara dua serambi jantung. Lubang ini menimbulkan
masalah yang sama dengan defek septum ventrikel yaitu mengalirkan darah kaya
oksigen kembali ke paru-paru. DSA terjadi pada 5-7% kasus dan lebih banyak terjadi
pada bayi perempuan dibandingkan bayi laki-laki mencakup lebih kurang 10%
penyakit jantung bawaan.4
Secara anatomis, terdapat tiga tipe DSA yaitu : defek sekundum, defek primum,
dan defek tipe sinus venosus. Defek septum atrium mencakup lebih kurang 5-10%
penyakit jantung bawaan. Defek septum atrium tipe sekundum merupakan bentuk
kelainan terbanyak (50% sampai 70%), diikuti tipe primum (30%) dan sinun venosus
(10%). Defek sekundum kurang dari 3 mm yang didiagnosis sebelum usia 3 bulan,
penutupan secara spontan terjadi pada 100% pasien pada usia 1 tahun pada 80%
pasien, dan defek lebih besar dari 8 mm jarang menutup spontan. Defek ini dalam
perjalanannya dapat mengecil, menetap atau meski jarang dapat melebar. Defek sinus
venosus dan primum tidak mengalami penutupan spontan.5