Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di
alveoli

paru

dan

dapat

pula

melibatkan

gangguan

sistem

pernafasan.

Bronkopneumonia merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada


alveoli paru, dimana lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Insidensi penyakit
pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak dibawah umur 5 tahun dengan
resiko kematian yang tinggi1.
Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling sering pada bayi dan
balita yang mencakup 1 dari 5 bayi atau balita yang membunuh 2 juta bayi dan balita
ditiap tahunnya terutama pada negara berkembang. Oleh karena itu pneumonia
disebut sebagai pembunuh anak no 1 (the number one killer of children). Di negara
berkembang pneumonia merupakan penyakit yang terabaikan (the neglegted disease)
atau penyakit yang terlupakan (the forgotten disease) karena begitu banyak anak yang
meninggal karena pneumonia,namun sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada
masalah pneumonia2.
Menurut WHO tahun 2008, insidens pneumonia anak-balita di Negara
berkembang adalah 151,8 juta kasus pneumonia setiap tahun, 10% diantaranya
merupakan pneumonia berat. Di negara maju terdapat 4 juta kasus setiap tahun
sehingga total insidens pneumonia di seluruh dunia ada 156 juta kasus pneumonia
anak balita setiap tahun. Dari tahun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat
teratas penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia. Menurut Riskesdes
2007 pneumonia merupakan penyebab kematian kedua setelah diare (15,5% di antara
semua balita) hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang berkonstribusi terhadap tingginya
angka kematian balita di Indonesia2.
Menurut penelitian yang di lakukan diRSUDZA Didapatkan 144 (7,1%) anak
dengan pneumonia di antara 2035 pasien rawat inap. Insidens pada tahun 2008 (77)
kasus dan 2009 (67) kasus. Gambaran klinis berupa batuk (94,4%), napas cuping
hidung (93,1%), ronki (92,3%), demam (76,4%) dengan suhu 38C, takipnu rata-rata
1

laju napas 60 kali/menit,takikardi dengan denyut nadi 146 kali /menit disertai retraksi
otot-otot dinding dada, mengi dan pilek. Leukositosis rata-rata 14.000/mm3 dan hasil
foto toraks sesuai dengan pneumonia 95,8%. Kesimpulannya Angka kejadian
pneumonia masih tinggi pada anak yang dirawat di bangsal anak RSUD Dr. Zainoel
Abidin6.
Pada pasien bronkopneumonia ditemukan adanya gejala klinis seperti batuk,
yang diikuti dengan adanya nafas cuping hidung. Batuk juga dapat menimbulkan
adanya demam, takipneu, takikardi, retraksi dinding dada, pilek dan adanya ronki
kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare pada pasien6,7.
Rata-rata laju pernafasan pada pasien pneumonia anak umur 2 bulan-11 bulan
50x/menit, 1 tahun - 5tahun 40x/menit. Pada pasien bronkopneumonia suhu tubuh
dapat meningkat sampai 39-400C dan terkadang disertai dengan muntah dan diare.
Hipoksia dapat menjadi tanda klinis pada pneumonia berat. Pneumonia dengan
hipoksemia 5 kali lebih sering menimbulkan meninggal dunia dibandingkan tanpa
hipoksemia9.
Pada penelitian yang telah dilakukan di RSUDZA dan penelitan yang
dilakukan Dalimunthe mengatakan batuk merupakan manifestasi klinis yang paling
banyak dijumpai yaitu sebanyak 93% yang diikuti dengan nafas cuping hidung,
rongki, demam, takipnu, takikardi, retraksi dinding dada, mengi dan pilek. Pada
penelitian yang juga telah dilakukan di Iraq dan gabon menunjukkan bahwa batuk
merupakan gejala paling banyak dijumpai. Sedangkan takipnue merupakan salah satu
gejala klinis yang paling penting dalam menegakkan pneumonia pada semua umur .
Pada pneumonia takipnue mempunyai nilai sensitivitas 74% dan spesifitas 67%
dibandingkan dengan menggunakan foto thorax. Maka dinyatakan bahwa takipue
dapat digunakan sebagai tanda klinis dalam menegakkan diagnosis pneumonia6,8.
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan kongenital yang paling
umum dan sebagai jenis penyakit jantung terbanyak pada anak. Kelainan jantung
bawaan dikelompokkan atas dua bagian yaitu PJB non sianotik meliputi defek septum
ventrikel, duktus arteriosus persisten, defek septum atrium, stenosis pulmonal, dan
stenosis mitral sedangkan PJB sianotik yaitu tetralogi of fallot, transposition great

arteries, atresia tricuspid, dan atresia pulmonal. Faktor etiologi PJB adalah faktor
genetik (80%), faktor lingkungan/ faktor eksterna (obat, virus, radiasi) yang terdapat
sebelum kehamilan 3 bulan (2%), interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan
(90%).3
Defek septum atrium (DSA/ASD) merupakan jenis penyakit jantung bawaan
dimana terdapat lubang di antara dua serambi jantung. Lubang ini menimbulkan
masalah yang sama dengan defek septum ventrikel yaitu mengalirkan darah kaya
oksigen kembali ke paru-paru. DSA terjadi pada 5-7% kasus dan lebih banyak terjadi
pada bayi perempuan dibandingkan bayi laki-laki mencakup lebih kurang 10%
penyakit jantung bawaan.4
Secara anatomis, terdapat tiga tipe DSA yaitu : defek sekundum, defek primum,
dan defek tipe sinus venosus. Defek septum atrium mencakup lebih kurang 5-10%
penyakit jantung bawaan. Defek septum atrium tipe sekundum merupakan bentuk
kelainan terbanyak (50% sampai 70%), diikuti tipe primum (30%) dan sinun venosus
(10%). Defek sekundum kurang dari 3 mm yang didiagnosis sebelum usia 3 bulan,
penutupan secara spontan terjadi pada 100% pasien pada usia 1 tahun pada 80%
pasien, dan defek lebih besar dari 8 mm jarang menutup spontan. Defek ini dalam
perjalanannya dapat mengecil, menetap atau meski jarang dapat melebar. Defek sinus
venosus dan primum tidak mengalami penutupan spontan.5

Anda mungkin juga menyukai