BAB III
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Sistemik Lupus Erythematosis ( SLE ) adalah inflamasi kronik yang menyerang wanita yang
sudah dewasa dan remaja 8 10 kali lebih sering pada wanita daripada pria. Penyakit ini jarang tapi fatal,
penyakit ini sebetulnya biasa dan penyakit ini dapat diatasi dengan corticosteroid. Sebagian pasien ada yang
meninggal karena lesi pembuluh darah pada ginjal, pusat saraf atau organ vital yang lain ( Barbara C.Long
.ED.2)
2. Etiologi
Penyebab tidak diketahui , teori tentang penyebab :
a.
Penyimpangan dari sistem imunitas komplek-komplek mengandung antibodi yang tersimpan dalam
jaringan sehingga jaringan masuk.
b.
c.
d.
Procaimide (Pronestyl)
Penicilin
3. Patofisiologi
2
Manifestasi patofisiologi dari penyakit meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Manifestasi awal dari SLE yang sering adalah arthritis. Pada beberapa kejadian gejala pada
persendian tidak berlangsung lama dan mudah diobati, lemah, bosan, merasa berat badan turun. Pasien
mengeluh sensitif pada sinar matahari, kemudian timbul erythema, demam arthritis bila kena matahari.
Erythema bisa berbentuk kupu-kupu timbul pada pipi dan batang hidung.
Tepi dari lesi merah cerah dan lesi bisa meluas ke bawah garis rambut disertai alopecia (rontok
rambut) di atas telinga, lesi timbul juga pada bagian leher yang terbuka, lesi perlahan-lahan meluas
kejaringan mukosa dan jaringan tubuh yang lain atau mulai dari tempat-tempat tersebut. Lesi tidak
menimbulkan borok, tapi menimbulkan degenerasi dan atropi kepada jaringan, tergantung kepada organ
yang diserang, pasien dapat menderita glomerulo nefritis, pleuritis, pericarditis, peritonilis, neuritis dan
anemi.
5. Faktor Risiko
a.
Faktor risiko genetik. Meliputi jenis kelamin (frekuensi pada wanita dewasa 10 kali lebih sering daripada
pria dewasa), umur (lebih sering pada usia 20-40 tahun), etnik, dan faktor keturunan (frekuensinya 20 kali
lebih sering dalam keluarga dimana terdapat anggota dengan penyakit tersebut).
b.
Faktor risiko hormon. Estrogen menambah risiko SLE, sedangkan androgen mengurangi risiko ini.
c.
Sinar ultra violet. Sinar ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif,
sehingga SLE kambuh atau bertambah besar. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan
prostaglandin sehingga terjadi inflamasi ditempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran di
pembuluh darah.
d.
Imunitas. Pada pasien SLE terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T.
e.
Obat. Obat tertentu dalam persentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka waktu
tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenis obat yang
dapat menyebabkan Lupus obat adalah :
3
Klorpromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.
Obat yang mungkin dapat menyebabkan Lupus obat : dilantrin, pemsilamin, dan kuinidin.
Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotik, dan griseofulvin.
f.
Infeksi. Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini kambuh setelah
infeksi.
g.
Stres. Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecenderungan akan penyakit
ini.
6. Pengobatan Medis
ada pengobatan yang spesifik, pengobatan dilaksanakan terhadap masalah pasien. Pengobatan
adrenocorticosteroid mengendalikan manifestasi aktif dari SLE, salicylates untuk lesi kulit, obat cytoxic bila
oleh obat gagal.
7. Diagnosa
Kriteria untuk klarifikasi SLE dari America Rheumatism Association (ARA, 1992) :
a.
Artritis.
b.
c.
Bercak malar.
d.
e.
Bereak diskoid.
f.
Anemia hemolitik
g.
h.
i.
Kelainan ginjal
Sedimen seluler.
Pleuritis
Perikarditis
Konvulsi
Psikosis
j.
Ulser mulut
k.
Sel LE positif.
Seorang pasien diklarifikasikan menderita SLE apabila memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria tersebut diatas.
8. Pengkajian
a. data subjektif
a.1 Pasien sering merasa lelah atau merasa capai.
5
a.2 Tanyakan apakah pasien lemah seluruh tubuh, nafsu makan kurang, kulit kemerah-merahan dan gangguan
sendi yang spesifik walaupun pada saat istirahat.
a.3 Tanyakan adanya keluhan, lamanya dan tingkat ketidaknyamanan, kaku otot dan sendi.
a.4 Tanyakan adanya sensitifitas mata dan kulit tehadap sinar matahari.
a.5 Tanyakan mengenai rontoknya rambut yang terjadi pada episode akut.
b. Data objektif
b.1 observasi erythema pada pipi dan batang hidung, diatas telinga, bagian leher yang terbuka dan bagian badan
lainnya.
b.2 cek kerontokan rambut, baik sebagian atau sesuai garis rambut.
b.3 Cek kekuatan dan kebebasan sendi.
9. Pemeriksaan Diagnostik
sebagian telah dikemukakan banyak orang yang terkena akibat penyakit. Pemeriksaan menurut organ yang
yang terkena seperti proteinuri, cairan liqour yang tidak normal, rontgenografi, adanya reaksi pleura. Positif sel
erythematosis (LE), reaksi immunologi fluorescent untuk mengetahui antibodi terhadap sel LE, hasil pemeriksan
tersebut sangat menentukan diagnosa. Hasil laboratorium dapat pula mengetahui adanya anemi, thrombocytopeni,
leukositosis atau leukopeni. Biopsi kulit diambil pada daerah yang kemerah-merahan dan diperiksa secara
histopatologi mengenai kelainan-kelainan yang timbul.
Kemungkinan Etiologi
- Cemas
- Kurang pengetahuan
- Perubahan nutrisi
11. Rencana
Nyeri sendi
6
Hasil yang diharapkan dari pasien dengan SLE meliputi hal di bawah ini, yaitu :
12. Implementasi
Implementasi mencapai tujuan pengobatan :
a.
1.
2.
3.
4.
5.
b.
c.
d.
e.
Dislokasi total dari panggul akibat nekrosis vaskuler sebagai akibat dosis steroid.
a.
b.
Menjaga lesi kulit dengan menutup kulit agar tidak terkena sinar matahari.
c.
d.
13. Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada hasil yang diharapkan. Pertanyaan-pertanyaannya adalah sebagai berikut :
a.
b.
B. Pengelolaan Kasus
Pengelolaan klien dengan SLE pada Nn. S di ruang Aggrek RSUD AWS Samarinda mulai tanggal 6
Agustus 2001 sampai dengan 8 Agustus 2001 dari hasil pengkajian yang didapat oleh penulis adalah sebagai
berikut :
1.
Data subjektif : klien mengatakan nafsu makan kurang dan tubuh terasa lemah, nyeri pada luka
daerah bokong, klien juga mengatakan tidak mandi selama lima hari serta nyeri pada daerah
tusukan infus.
2.
Data Objektif : Ekspresi wajah agak tegang, murung dan tampak lemah. Adanya luka dekubitu di
daerah bokong dan lesi yang sudah mengering pada muka dan ekstrimitas atas, kekuatan otot
ektrimitas atas bernilai lima kiri dan kanan ektrimitas bawah bernilai tiga kiri dan kanan,
penampilan klien tampak kotor dan kurang rapi serta adanya tanda merah pada daerah tusukan
infus, temperatur 36,7C, daerah tusukan infus berwarna merah dan mengeras.
Dari data hasil pengkajian diatas baik berupa data subjektif maupun data objektif yang ditemukan pada
Nn. S, maka diagnosa keperawatan yang penulis angkat sebagai prioritas masalah adalah sebagai
berikut :
1.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan kurang.
Diagnosa keperawatan ini diangkat karena pada pengkajian Nn. S ditemukan nafsu makan kurang,
lemah, serta porsi makan yang diberikan tidak dihabiskan dan disertai dengan tubuh tampak
lemah. Setelah dilakukan tindakan keperawatan seperti pemenuhan nutrisi dengan memberikan
diet BTKTP, pemberian obat makan methicobal 3X1 tablet memberikan injeksi Acran 3X1 amp
serta melakukan penkes akan pentingnya nutrisi, klien sedikit demi sedikit menghabiskan
makanannya. Pada evaluasi tindakan, masalah dapat teratasi sebagian, ini dikarenakan
membutuhkan waktui yang lama, maka diharapkan agar intervensi yang ada terus dilanjutkan.
2.
Kerusakan integritas kulit (dekubitus) berhubungan dengan penurunan sirkulasi pada daerah yang
tertekan (tirah baring lama).
Diagnosa kerusakan integritas kulit ini penulis angkat dikarenakan
pada Nn. S ditemukan adanya luka pada daerah bokong yang disertai dengan nyeri dan warna luka
kemerah-merahan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan seperti merawat luka dekubitus
dengan kompres betadin, mengubah posisi pasien secara periodik setiap 2 jam, serta memberikan
lingkungan yang bersih dan nyaman maka luka dekubitus tampak mengering. Pada evaluasi
tindakan, masalah dapat teratasi sebagian dan diharapkan intervensi yang ada terus dilanjutkan
dan intervensi akan perawatan luka dekubitus dengan kompres betadin terus dilanjutkan setiap
hari.
3.
9
Pada diagnosa ini, ditemukan kekuatan otot ektrimitas atas bernilai lima kiri dan kanan ektrimitas
bawah bernilai tiga kiri dan kanan. Sehingga klien tampak lemah dan pada pemeriksaan
laboratorium hasil Hb = 6,9 gr%, L=4500 permm3 sehingga penulis perlu mengangkat diagnosa
keperawatan ini. Setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan melakukan latihan gerak aktif
dan pasif secara teratur, serta menganjurkan klien banyak beristirahat maka setelah dilakukan
pengkajian kekuatan otot ditemukan kekuatan otot ektrimitas atas bernilai lima kiri dan kanan
ektrimitas bawah bernilai empat kiri dan kanan ini membuktikan bahwa evaluasi tindakan masalah
dapat teratasi sebagian. Diharapkan intervensi yang ada terus dipertahankan serta latihan gerak
aktif dan pasif terus dilanjutkan sehingga kekuatan otot klien kembali normal ektrimitas atas
bernilai lima kiri dan kanan ektrimitas bawah bernilai lima kiri dan kanan, sehingga klien dapat
beraktifitas kembali.
4.
5.
Gangguan konsep diri peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugastugas umum.
Diagnosa keperawatan ini penulis akan dikarenakan klien kurang kooperatif dan dalam berbicara
klien hanya bicara seperlunya serta klien tampak tegang, kemudian dilakukan tindakan
keperawatan dengan melibatkan keluarga setiap akan dilakukan keperawatan dan melakukan
komunikasi terus dengan klien. Dalam hal ini penulis tidak banyak melakukan tindakan dikarena
adanya hambatan dalam berkomunikasi dengan klien karena keterbatasan waktu, sehingga
evaluasi tindakan hanya sebagian yang teratasi. Harapan penulis semoga intervensi yang ada terus
dilaksanakan.
6.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif pemasangan infus.
Resiko tinggi terhadap infeksi ini perlu penulis angkat sebagai masalah, karena pada tanggal 8
Agustus 2001 ditemukan pada Nn. S adanya tanda merah dan mengeras pada luka tusukan infus
yang disertai klien mengatakan nyeri. Kemudian penulis melakukan tindakan keperawatan
mengganti dan merawat luka tusukan infus dengan betadin setiap hari serta mempertahankan
lingkungan klien dan setelah memberi kompres alkohol serta memasang kembali infus ditangan
kiri, maka penulis mengobservasi kembali dengan mengukur temperatur 36,7C. Tanda merah dan
mengeras pada luka tusukan infus serta nyeri sudah tidak ditemukan lagi, maka tanda-tanda
infeksi tidak terjadi. Diharapkan agar intervensi akan merawat luka tusuk infus dengan betadin
setiap hari terus dilanjutkan dan dipertahankan.