LP Katarak
LP Katarak
oleh
Winda Sulistya Safitri, S.Kep.
NIM 102311101036
Klasifikasi
Berdasarkan usia yang mengalami katarak dapat diklasifikasikan menjadi
rubella,
galaktosemia,
homosisteinuri,
diabetes
mellitus,
Katarak Juvenil
Katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3
bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti:
1) Katarak metabolic
a) Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
b) Katarak hipokalsemik (tetanik)
c) Katarak defisiensi gizi
d) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)
e) Penyakit Wilson
f) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.
2) Katarak traumatic
3) Katarak komplikata
a) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia,
aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).
b) Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti
Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).
c) Katarak anoksik
d) Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein,
dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik,
klorpromazin, busulfan, dan besi).
e) Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit
(sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta,
c.
subkapsular
posterior,
kekeruhan
mulai
terlihat
anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks
berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.
2) Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif
yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai
pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.
Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah,
yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
3) Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh
lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan
lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.
4) Matur
dan cair
tidak
korteks
akan
Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), faktor risiko terjadinya katarak bermacam-
e. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan
dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid.
Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3 hydroxykhynurine
dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa.
Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi
protein.
f. Konsumsi alcohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit
mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam
terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan
secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting
pada lensa.
4.
keabuan pada pupil sehingga retina tidak akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya yang seharusnya ditransmisikan dengan
tajam menjadi bayangan terfokus pada retina akan dipendarkan. Hasilnya adalah
pandangan kabur atau redup, dan menyilaukan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak
kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama
bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang
lebih kuat pun tidak mampu memperbaiki penglihatan (Smeltzer, 2002).
5.
Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,
di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut
lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa
suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
Komplikasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaukoma dan
Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan utamanya
adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa
intra okuler ke dalam kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti
abasio retina dan edema makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi
biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga,
tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan
atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut
selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang
pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi dengan kacamata.
Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama
beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah
operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa
intraokuler sambil menantikan kacamata permanen.(Vaughan, 2000).
8.
Pemeriksaan penunjang
Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen,
Pathway
Terlampir
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan.
Katarak biasanya lebih banyak pada orang yang berusia lanjut. Pekerjaan
b.
yang sering terpapar sinar ultraviolet akan lebih berisiko mengalami katarak.
Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
penglihatan.
Pola tidur & istirahat
Tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat yang disebabkan oleh katarak.
Pola kognitif & perceptual
Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/
7)
8)
dialaminya.
Pola seksualitas & reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi yang diakibatkan
9)
oleh katarak.
Pola peran & hubungan
Pola peran dan hubungan klien akan terganggu karena adanya gangguan
pada penglihatannya.
10)
2)
dengan
oftalmoskop
direk.
Pemeriksaan
slit
lamp
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien yang mengalami katarak
adalah:
a. Hambatan
gangguan
penglihatan (katarak)
b. Risiko jatuh (00155) dengan faktor risiko fisiologis: kesulitan melihat
(katarak)
c. Risiko trauma (00038) dengan faktor risiko penglihatan yang buruk (katarak)
d. Ansietas (00146) berhubungan dengan stress situasional akibat prosedur
medis
e. Defisit pengetahuan (00126) berhubungan dengan kurangnya informasi
3.
Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan
1. Hambatan berjalan Hambatan
Kriteria hasil
NOC:
(00088)
berjalan
berhubungan
dengan
gangguan
adanya
dikontrol
oleh
Fall
prevention 1. Identifikasi
Indikator:
penglihatan
setelah
alat
(katarak)
diberikan
dengan benar
b. Tidak
bantu
ada
keperawatan
penggunaan
selama 1x24
karpet
jam
kebiasaan
faktor-faktor
klien a. Penggunaan
intervensi
Intervensi
NIC: Fall prevention
Rasional
dan
yang
lingkungan
kebiasaan-kebiasaan
untuk
selanjutnya
dapat
dihindari
karakteristik 3. Memodifikasi
lingkungan
yang
dan keluarga
3. Identifikasi
1. Mengetahui
yang
dapat
tidak licin
jatuh
8. Ajarkan pada keluarga untuk 8. Keluarga juga harus berperan serta
meminimalkan risiko terjadinya
2.
Ansietas
Ansietas
berhubungan
klien
control
1. Berikan
dengan
stress berkurang
Indikator:
situasional
akibat setelah
1. mencari
prosedur medis
dilakukan
informasi
perawatan
untuk
1x24 jam
meliputi
1.
3.
yang
efektif
ansietas
4. menggunakan
teknik
relaksasi untuk
klien
dapat
memperoleh
merasa
sendiri
sehingga
menimbulkan ketakutan
Respon kecemasan digunakan untuk
pada klien
Komunikasi
terapeutik
untuk
klien
3. mengontrol
respon
Agar
2. menggunakan
risiko
prognosis,
ansietas
koping
faktual
mengurangi
meminimalkan
informasi
dignosa,
dalam
mengurangi
5.
ansietas
untuk
klien
membuat
sekaligus
akan terapi
Terapi non farmakologis digunakan
6.
klien
mengurangi
nyaman
kecemasan
jika
kecemasan
dan
klien
meningkat
mengurani
ansietas
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., et al. Tanpa tahun. Nursing Interventions Classification
(NIC). Fifth Edition. Mosby Elsevier.
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media
Aesculapius: Jakarta.Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes
Classification (NOC). Mosby Elsevier.
NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. WileyBlackwell.
Smeltzer, Suzzane C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medika
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.