Halaman
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................................i
1
_________________________________________________
Kuliah Rawa
PENDAHULUAN .............................................................................................I1
1.1
Pengertian Rawa........................................................................................I-
1
1.2
Keberadaasn Rawa.....................................................................................I-
2
1.2.1. Sejarah Pengembangan Rawa .........................................................I2
1.2.2. Potensi dan Sebaran Rawa...............................................................I2
1.2.3
1.3
Pemanfaatan Rawa.....................................................................................I-
3
BAB II
2.2
Jenis Tanah
II-2
2.3
2.4
BAB III
Jaringan Drainase
II-1
2.2
Tanggul
II-2
2.3
Pintu Air.
II-4
2
_________________________________________________
Kuliah Rawa
BAB IV
HIDROLOGI
RAWA
PASANG
SURUT
.............................................................................................................................
III-1
2.1
Curah hujan
III-1
2.2
2.3
Pasang Surut
III-4
ANALISIS
FREKEUNSI
.............................................................................................................................
IV-1
2.1
Probability Plotting
IV-1
2.2
BAB VI
1
3.2
4
BABVII
PASANG
SURUT
.............................................................................................................................
VI-1
4.1
Karakteristik Pasut
VI-1
4.2
_________________________________________________
Kuliah Rawa
BAB VIII
HIDROMETRI
.............................................................................................................................
VII-1
4.1
4.2
4.3
Pengekuran Evaporasi
IX-5
4.4
-6
BAB IX
BAB X
BAB XI
_________________________________________________
Kuliah Rawa
BAB
PENDAHULUAN
Depressions (swales, sloughs, prairie potholes, Carolina bays, playas, vernal pools,
oxbows, and glacial kettles)
Relatively flat depositional areas that are subject to flooding (intertidal flats and
marshes, coastal lowlands, sheltered embayments, shorelines, deltas, and flood plains)
Broad, flat areas that lack drainage outlets (interstream divides and permafrost
muskegs)
Sloping terrain associated with springs, seeps, and drainageways; and relatively flat or
sloping areas adjacent to bogs and subject to expansion by accumulation of peat
Cross sections of some typical wetland landscapes and the position of the wetland relative
to specific topographic features are shown in figure 14.
_________________________________________________
Kuliah Rawa
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Secara tradisional lahan rawa telah dimanfaatkan sejak dulu oleh penduduk lokal, khususnya
suku Banjar dan Bugis sebagai usaha pertanian, terutama usahatani padi dan kelapa.
Dari tahun 1985 - 1995 hampir tidak ada proyek pembukaan lahan rawa baru yang dilakukan
oleh Pemerintah Indonesia , pada periode itu fokusnya lebih ditujukan kepada
penyempurnaan (fase II) prasarana pengairan , prasarana ekonomi dan sosial lainnya pada
kawasan reklamasi yang sudah dikembangkan sebelumnya . Barulah pada tahun 1996
Pemerintah Indonesia melaksanakan pembukaan lahan rawa di Kalimantan Tengah yang
kemudian terkenal dengan sebutan proyek pengembangan lahan gambut sejuta ha , yang
kebanyakan kawasannya berada di daerah bantaran banjir sungai . Pada proyek ini oleh
adanya perbedaan muka air sungai yang sangat besar antara musim hujan dan musim
kemarau maka perlu investasi yang relatif besar untuk prasarana irigasi dan drainase ,
disamping itu , diperlukan juga tanggul untuk pengaman luapan banjir . Dengan semakin
meningkatnya kebutuhan untuk meningkatkan produksi pangan , seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk dan semakin terbatasnya lahan kering yang potensial untuk lahan
pertanian , maka di masa mendatang akan menjadi keniscayaan bagi Pemerintah untuk
memikirkan kembali perlunya pembukaan lahan pertanian baru di daerah reklamasi rawa .
Upaya kearah ini layak ditempuh bersamaan dengan pengembangan tahap II ataupun tahap
III dari kawasan reklamasi yang sudah dikembangkan sebelumnya .
Semenjak tahun 60-an , Pemerintah Indonesia memulai pelaksanaan reklamasi rawa pasang
surut . Reklamasi rawa pasang surut di Indonesia dimaksudkan untuk mendapatkan perluasan
lahan yang layak untuk pengembangan pertanian dan pemukiman . Sasarannya adalah
untuk :
- meningkatkan produksi pangan terutama beras , dalam rangka pencapaian swasembada
pangan (beras) ;
- penyediaan lahan pertanian dan pemukiman bagi para transmigran , sebagai penunjang
program transmigrasi umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah ;
- menunjang pengembangan wilayah ;
- dalam rangka mendukung peningkatan pendapatan petani ;
- mendukung terciptanya keadaan yang lebih aman disepanjang kawasan pesisir ;
Pembukaan lahan rawa pasang surut dilakukan oleh Pemerintah terutama disepanjang pesisir
timur pulau Sumatra dan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat serta di bagian selatan
Irian Jaya (sekarang Papua). Melalui program ini terciptalah lahan pertanian dan pemukiman
bagi para transmigran yang berasal dari daerah padat penduduk terutama P. Jawa , Bali dan
Madura . Secara gradual pengembangan lahan rawa pasang surut untuk perluasan lahan
pertanian mendapatkan momentumnya di Indonesia ketika pada saat yang bersamaan
terutama di P. Jawa banyak kehilangan lahan sawah yang subur karena beralih
penggunaannya untuk pengembangan permukiman dan industri . Diperkirakan laju alih
fungsi lahan pertanian di P. Jawa mencapai 30.000 ha pertahunnya .
Pengembangan lahan rawa pantai di Indonesia ditempuh secara gradual dan merupakan
proses yang memakan waktu cukup panjang , dan ini dikenal sebagai strategi pengembangan
bertahap . Dimulai dari tahap
7
_________________________________________________
Kuliah Rawa
_________________________________________________
Kuliah Rawa
1.2.3
1.3
Pemanfaatan Rawa.....................................................................................I-
3
BAB II
2.2
Jenis Tanah
II-2
2.3
2.4
10
_________________________________________________
Kuliah Rawa
BAB III
Jaringan Drainase
II-1
2.2
Tanggul
II-2
2.3
Pintu Air.
II-4
BAB IV
HIDROLOGI
RAWA
PASANG
SURUT
.............................................................................................................................
III-1
2.1
Curah hujan
III-1
2.2
2.3
Pasang Surut
III-4
ANALISIS
FREKEUNSI
.............................................................................................................................
IV-1
2.1
Probability Plotting
IV-1
2.2
BAB VI
1
3.2
4
11
_________________________________________________
Kuliah Rawa
BABVII
PASANG
SURUT
.............................................................................................................................
VI-1
4.1
Karakteristik Pasut
VI-1
4.2
BAB VIII
HIDROMETRI
.............................................................................................................................
VII-1
4.1
4.2
4.3
Pengekuran Evaporasi
IX-5
4.4
-6
BAB IX
BAB X
BAB XI
12
_________________________________________________
Kuliah Rawa
I.
PENDAHULUAN
I.1
Pengertian
Pengertian Rawa
Istilah lahan rawa pasang surut lazim digunakan jika konteksnya berkaitan dengan
pengembangan (development), sedangkan istilah lahan basah umumnya digunakan bilamana
fokusnya menyangkut kepada aspek lingkungan yang lebih menekankan secara khusus
terhadap kepentingan pelestarian ekosistem.
Karakteristik Lahan Rawa
Berdasarkan rejim airnya, lahan rawa dikelompokkan menjadi lahan rawa pasang surut dan
lahan rawa non pasang surut (lebak). Lahan pasang surut adalah lahan yang rejim airnya
dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut atau sungai, sedangkan lahan lebak adalah lahan
yang rejim airnya dipengaruhi oleh hujan, baik yang turun di wilayah setempat maupun di
daerah sekitarnya dan hulu.
Menurut
Widjaja-Adhi
(1986),
untuk
keperluan
praktis
dan
kemudahan
dalam
pengelolaannya, berdasarkan jenis dan tingkat kendala fisiko-kimia tanahnya, lahan pasang
surut dibagi dalam empat tipologi utama, yaitu: (1) Lahan potensial atau berpirit dalam
(kedalaman lapisan pirit lebih dari 50 cm); (2) Lahan sulfat masam atau berpirit dengan
kedalaman kurang dari 50 cm; (3) Lahan gambut; dan (4) Lahan salin.
Berdasarkan tipologi, lahan ini juga dikategorikan menurut tipe luapan air menjadi 4
kelompok, yaitu: (1) Tipe A, selalu terluapi baik pasang besar maupun kecil; (2) Tipe B,
hanya terluapi pada pasang besar saja; (3) Tipe C, tidak pernah terluapi, walaupun pasang
besar. Air pasang mempengaruhi secara tidaklangsung, sehingga kedalaman air tanah dari
permukaan tanah kurang dari 50 cm; dan (4) Tipe D, tidak pernah terluapi dengankedalaman
air tanah lebih dari 50 cm.
13
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Sementara untuk lahan lebak, dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: (1) Lebak
dangkal, bila genangan airnya kurang dari 50 cm selama kurang dari 3 bulan; (2)
Lebak tengahan, bila genangan airnya antara 50 100 cm selama 3 6 bulan; dan (3) Lebak
dalam, bila genangan airnya lebih dari 100 cm selama lebih dari 6
bulan. Perpaduan antara tipologi lahan dengan tipe luapan air ini, dapat dipakai
untuk menentukan pola pemanfaatan dan pengelolaan lahan rawa secara lebih
tepat dan optimal.
Pengembangan Rawa pasang Surut
Hakekat pengembangan lahan rawa pasang surut dilandasi pendekatan pengembangan yang
berkeseimbangan antara pendayagunaan sumberdaya lahan disatu sisi dengan pengharkatan
terhadap fungsi ekologis disisi lainnya
Dengan pendekatan yang dilandasi prinsip itu, maka pengembangan dan pengelolaan
sumberdaya air dan prasarana pengairannya selanjutnya dirancang guna mendukung
pengembangan lahan rawa pasang surut.
Pada masa sekarang dan barangkali dalam kurun waktu mendatang, tujuan utama dari
pengembangan lahan rawa pasang surut masih tetap dan akan diarahkan untuk
pengembangan lahan pertanian utamanya untuk budidaya tanaman padi. Sedangkan tanaman
lainnya semisal palawija dan tanaman perkebunan merupakan tanaman sampingan yang
sebagaimana dapat diamati dilokasi manapun lebih banyak dibudidayakan di lahan
pekarangan. Nampaknya ini menunjukan kecenderungan dari suatu corak pengembangan
yang paling lazim, yang demi keberhasilannya jelas memerlukan dukungan pelayanan
pengelolaan air secara memadai baik pada daerah reklamasi rawa pasang surut yang sudah
ada maupun bagi pengembangan kawasan lahan rawa pasang surut yang baru.
Aspek pengembangan Lahan Pasang Surut
Disamping aspek pertanian, perlu perhatian tersendiri untuk aspek lain yang juga tidak kalah
pentingnya antara lain rencana penatagunaan lahan, termasuk didalamnya pola permukiman
dan kebutuhan pelayanan transportasi air sepanjang diperlukan ; mengingat keseluruhannya
itu akan menuntut fungsionalitas dari prasarana pengairan dan efektifitas dari sistem
pengelolaan airnya, mengingat banyak diantara kebutuhan pelayanan air pada lokasi yang
sama dan pada saat yang bersamaan memiliki banyak kepentingan yang bisa saja saling
berlainan antara yang satu dengan lainnya.
14
_________________________________________________
Kuliah Rawa
_________________________________________________
Kuliah Rawa
pengembangan awal. Jikapun tidak seluruhnya, banyak diantaranya belum berfungsi dengan
baik khususnya bila ditinjau dari segi kinerja pelayanan prasarana pengairannya yang masih
belum mampu mendukung kepentingan budidaya pertanian secara produktif. Perencanaan
yang kurang memadai pada masa lalu dan penyelenggaraan kegiatan O&P yang selama ini
masih sangat memprihatinkan merupakan penyebab utamanya. Tindakan penyempurnaan
melalui program rehabilitasi dan peningkatan jelas diperlukan untuk memperbaiki kondisi
dan meningkatkan fungsi jaringan pengairan, sementara dari segi teknis, pengaliran air di
saluran masih tetap akan mengandalkan mekanisme gravitasi yang terjadi karena pengaruh
gerakan pasang surut muka air sungai.
Opsi pengembangan dengan teknologi yang lebih maju pada daerah reklamasi rawa pasang
surut yang saat ini kondisinya masih dalam tahap pengembangan awal, boleh jadi
alternatifnya adalah berupa penerapan sistem polder yang memungkinkan pengelolaan airnya
terkendali
sepenuhnya.
Pengembangan
sistem
polder
memungkinkan
untuk
diimplementasikan pada skala unit kawasan pengembangan tertentu (schemes) atau pada
skala kawasan dalam bentuk delta. Pengembangannya untuk jangka panjang bisa dirancang
sekaligus dalam rangka mengkonservasikan sumber air tawar yang tersedia sepanjang tahun
dengan penutupan bagian muara sungai. Akan tetapi dalam jangka dekat opsi semacam itu
belumlah layak untuk diimplementasikan bahkan untuk proyek percontohan pada skala yang
terbatas sekalipun. Karena opsi tersebut pada saat ini belumlah layak dari segi sosial,
ekonomi dan dari segi lingkungan. Bagaimanapun, hanya waktulah yang akan membuktikan
apakah opsi tersebut pada suatu saat akan memiliki prospek untuk dikembangkan dimasa
depan. Pembahasan lebih lanjut tentang masalah ini diluar lingkup dari Pedoman Teknis ini.
I.2
Dalam keadaan alaminya, lahan rawa pada umumnya berdrainase buruk dan biasanya
tergenangi air dalam waktu yang relatif lama. Di Indonesia, luas keseluruhan lahan rawa
pasang surut maupun rawa non pasang surut mencapai sekitar 33.4 juta ha, sebagian terbesar
lokasinya tersebar di Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya (Gambar 1.1). Lahan rawa dapat
dibedakan kedalam :
-
lahan rawa pasang surut, lokasinya berada disepanjang pesisir dan disepanjang ruas
sungai bagian hilir pada rezim sungai yang dipengaruhi fluktuasi muka air pasang surut
16
_________________________________________________
Kuliah Rawa
harian . Umumnya meliputi zona mangrove diikuti kemudian dengan rawa air tawar yang
cukup luas arealnya. Elevasi lahannya sebagian terbesarnya berada disekitar taraf muka
air pasang tinggi. Kawasan ini ditandai keberadaannya oleh genangan dangkal pada
musim penghujan terutama diakibatkan oleh air hujan yang terakumulasi karena
drainasenya terhambat. Setiap harinya pada saat muka air sungai dalam keadaan surut
pada umumnya memberikan peluang bagi berlangsungnya proses drainase air yang
berkelebihan mengalir keluar . Di kawasan-kawasan tertentu, muka air sungai pada saat
pasang memberikan peluang bagi berlangsungnya irigasi pasang surut ;
lahan rawa non pasang surut, letaknya berada diluar zona pasang surut, seringkali
disebut sebagai lahan rawa lebak. Kawasan ini lebih banyak dipengaruhi oleh fluktuasi
musiman muka air sungai dan pada saat musim penghujan lahannya bisa terendam air
dengan genangan yang cukup dalam. Karena tidak adanya muka air surut harian pada
sungai dikawasan ini, maka perencanaan drainase bagi pengembangan lahan rawa lebak
memerlukan kriteria tersendiri. Pada kebanyakan kawasannya bahkan memerlukan upaya
pengamanan dari luapan banjir sungai;
17
_________________________________________________
Kuliah Rawa
lahan rawa pedalaman, adalah lahan rawa yang tidak termasuk dalam klasifikasi yang
disebutkan diatas, biasanya terletak di kawasan yang disekitarnya adalah lahan kering
(uplands). Lahan rawa jenis ini luasannya relatif kecil.
POTENSI RAWA
Selama lima tahun ke depan (2005 2009), bangsa Indonesia masih
dihadapkan pada masalah pangan dan kemiskinan. Permasalahan utama pangan
adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi nasional, sedangkan
permasalahan utama kemiskinan adalah bagaimana meningkatkan pendapatan
petani. Meningkatkan kapasitas produksi pertanian pelaku utamanya adalah
petani. Kemiskinan atau masyarakat miskin sebagian besar berada di sektor
pertanian, sehingga permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia ke depan
masih terletak di sektor pertanian (Suryana, 2004).
Menurut Adimihardja et al. (1999), untuk memenuhi kebutuhan pangan
khususnya beras, diperlukan tambahan areal sawah tidak kurang dari 20.000 ha
lebih per tahunnya. Hal ini akan sulit dicapai apabila hanya mengandalkan
produksi padi dari lahan sawah beririgasi dan tadah hujan. Selain arealnya
semakin berkurang akibat alih fungsi lahan, produktivitasnya juga semakin sulit
ditingkatkan.
Dengan semakin pesatnya perkembangan ekonomi khususnya di Jawa,
maka sektor pertanian tidak dapat dielakkan dari persaingan penggunaan sumber
daya lahan dengan berbagai sektor ekonomi lainnya. Hal ini merupakan salah satu
faktor pemicu terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian. Menurut
Nasoetion (1994), setiap tahunnya tidak kurang dari 30.000 hingga 50.000 hektar
sawah telah beralih fungsi ke nonpertanian.
Menurut Suryo (1995), konstribusi pulau Jawa terhadap produksi pangan
nasional khususnya beras tidak kurang dari 60 persen terhadap total produksi
nasional. Tingkat ketergantungan ini cukup riskan, karena skala usahatani di Jawa
relatif sempit, sehingga efisiensi usaha sulit untuk ditingkatkan. Tekanan ekonomi
yang terus berlanjut telah memicu terjadinya alih fungsi lahan, serta terjadinya
gejala penurunan kualitas lahan yang mengakibatkan menurunnya produktivitas.
Untuk mengatasi masalah ini, program intensifikasi maupun ekstensifikasi akan
mengalami hambatan, bila tidak ditangani secara serius dan berkelanjutan.
18
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Aspek Umum ;
Pengelolaan Air ;
Aspek Umum
Disadari bahwa reklamasi lahan rawa pasang surut akan membawa serta perubahan
lingkungan, dan diantara perubahan itu seringkali bersifat tidak mampu balik (irreversible).
Mempertimbangkan hal itu maka pembangunan prasarana pengairan dan pengelolaan airnya
harus dilakukan tahap demi tahap secara cermat. Pertimbangan ini menjadi landasan utama
bagi konsep pengembangan lahan rawa pasang surut yang telah diimplementasikan oleh
Pemerintah selama ini.
19
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Pengelolaan Air
Pengelolaan air diselenggarakan pada dua level, yaitu ;
-
pengelolaan air dipetak tersier, atau tata air mikro. Ini merupakan pengelolaan air di
lahan usaha tani yang menentukan secara langsung kondisi lingkungan bagi pertumbuhan
tanaman ;
pengelolaan air dijaringan saluran utama, atau tata air makro. Pengelolaan air di tingkat
sistem makro berfungsi menciptakan kondisi yang memenuhi
kesesuaian bagi
terlaksananya pengelolaan air dipetak tersier (tata air mikro). Fungsi lain dari pengelolaan
air di jaringan saluran utama diantaranya adalah untuk melayani transportasi air dan
kebutuhan air baku untuk rumah tangga (khususnya mandi dan cuci).
Khususnya dalam kaitannya dengan fluktuasi muka air, akan dijelaskan juga perbedaan
dalam penggunaan elevasi muka air yang berlaku sebagai parameter penentu. Parameter
tersebut meliputi :
-
muka air tinggi harian. Dalam kaitannya dengan elevasi lahan, ini merupakan parameter
yang menentukan peluang irigasi pasang surut dan pengamanan banjir ;
muka air rendah dan rata-rata harian. Parameter ini menentukan peluang bagi drainase
dan navigasi ;
kisaran pasang surut. Parameter ini berpengaruh terhadap peluang drainase dan
penggelontoran air di saluran.
pemeliharaan rutin ;
pemeliharaan darurat.
20
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.
kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan.
Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya
akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah
dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi
kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan
tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan
danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan
semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban.
Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang
membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan
sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir
ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus
hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara
keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
21
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Aliran air
tanah masuk
Aliran air
tanah
keluar
Debit
Puncak
Penambahan
alami
Evapotranspirasi
Aliran
kembali
Pengisian
buatan
Drainase
Peningkatan
Volume Simpanan
air dalam Aquifer
22
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Pasang surut
Pasang surut adalah gerak vertikal permukaan air secara periodic di laut atau sungai akibat
pengaruh gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari, bulan, dan kombinasi gerakan
matahari dan bulan. Pasang surut merupakan gejala alam yang selalu berulang dengan
periode tertentu sesuai dengan metode gaya pembangkitnya ( bulan dan matahari ).
Umumnya periode pasang surut adalah sekitar 12 jam atau air pasang dan dua kali surut. Pada
beberapa tempat pasang surut mempunyai periode ulang sekitar 24 jam atau air pasang surut
terjadi hanya dalam satu hari. Sehingga dapat dikatakan bahwa pasamg surut adalah
gelombang panjang yang mempunyai periode kurang lebih 12 jam atau 24 jam.
Variasi bentuk dan tinggi pasang surut berhubungan erat dengan gerakan-gerakan bumi
(pada porosnya dan mengelilingi matahari) dan bulan (mengelilingi bumi). Hubungan
tersebut diturunkan berdasarkan teori gravitasi.
Pasang surut menimbulkan gerakan horisontal air yang disebut arus pasang surut. Antara
gerakn vertikal dan horisontal air terdapat hubungan yang sangat erat.
Pada kenyataanya bentuk pasang surut di setiap tempat di bumi tidak selau sama. Hal ini
disebabkan oleh besarnya gaya tarik bulandan matahari tidak sama untuk setiap tempat di
bumi. Bentuk pasang yang berbeda-beda ini dinamakan tipe pasang surut.
Tipe pasang surut dibagi dalam tiga golongan :
1. Pasang surut setengah harian
Pasang surut setengah harian berarti setiap setengah hari (12 jam) disuatu tempat tertentu
terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Dalam satu hari akan terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut, disebut juga pasang surut semi diurnal. Apabila pasang surut disebabkan
oleh gaya tarik bulan, maka disebut lunar semi diurnal dan apabila disebabkan gaya tarik
bumi disebut solar semi diurnal.
2. Pasang surut harian]
Pasang surut harian terjadi apabila dalam waktu 24 jam (satu hari) hanya terjadi satu kali
air pasang san satu kali air surut dan biasanya disebut juga sebagai pasang surut diurnal.
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Pasang surut
Pasang surut adalah gerak vertical permukaan air secara periodic di laut atau sungai akibat
pengaruh gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari, bulan, dan kombinasi gerakan
matahari dan bulan. Pasang surut merupakan gejala alam yang selalu berulang dengan
periode tertentu sesuai dengan metode gaya pembangkitnya ( bulan dan matahari ).
24
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Umumnya periode pasang surut adalah sekitar 12 jam atau air pasang dan dua kali surut. Pada
beberapa tempat pasang surut mempunyai periode ulang sekitar 24 jam atau air pasang surut
terjadi hanya dalam satu hari. Sehingga dapat dikatakan bahwa pasamg surut adalah
gelombang panjang yang mempunyai periode kurang lebih 12 jam atau 24 jam.
Variasi bentuk dan tinggi pasang surut berhubungan erat dengan gerakan-gerakan bumi
(pada porosnya dan mengelilingi matahari) dan bulan (mengelilingi bumi). Hubungan
tersebut diturunkan berdasarkan teori gravitasi.
Pasang surut menimbulkan gerakan horisontal air yang disebut arus pasang surut. Antara
gerakn vertikal dan horisontal air terdapat hubungan yang sangat erat.
Pada kenyataanya bentuk pasang surut di setiap tempat di bumi tidak selau sama. Hal ini
disebabkan oleh besarnya gaya tarik bulandan matahari tidak sama untuk setiap tempat di
bumi. Bentuk pasang yang berbeda-beda ini dinamakan tipe pasang surut.
Tipe pasang surut dibagi dalam tiga golongan :
2. Pasang surut setengah harian
Pasang surut setengah harian berarti setiap setengah hari (12 jam) disuatu tempat tertentu
terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Dalam satu hari akan terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut, disebut juga pasang surut semi diurna. Apabila pasang surut disebabkan
oleh gaya tarik bulan, maka disebut lunar semi diurnal dan apabila disebabkan gaya tarik
bumi disebut solar semi diurnal.
2. Pasang surut harian
Pasang surut harian terjadi apabila dalam waktu 24 jam (satu hari) hanya terjadi satu kali
air pasang san satu kali air surut dan biasanya disebut juga sebagai pasang surut diurnal.
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Z t Z o Z i cos(Wi t i )
i 1
dimana :
Zt = tinggi muka air pada waktu t
Zo = tinggi duduk tengah rata-rata dari basis
N = jumlah komponen pasang surut
Zi = amplitudo komponen l
Wi= kecepatan sudut komponen l = (2c)/Ti
Ti = periode komponen l
i = unsur komponen l
t
= waktu
Pengaruh lain yang harus diperhitungkan adalah pengaruh perputaran nodal bulan ang
mengakibatkan koreksi pada amplitudo dan unsur fasa. Periode nodal ini mempunyai periode
yang cukup lama yaitu 18,6 tahun.
Sehubungan dengan adanya koreksi nodal, maka persamaan di atas menjadi :
n
Z t Z o f i H i cos ( wi t Voi u i g i )
i 1
dimana :
fi
Hi
gi
_________________________________________________
Kuliah Rawa
amplitudo dan unsur fasa masing-masing komponen (Hi dan gi) akan tetap pula dan disebut
tetapan pasang surut perairan tersebut.
Ada beberapa metode ntuk menentukan besarnya tetapan pasang surut, yaitu :
1. Metode Admiralty
Metode ini dilakukan dengan bantuan beberapa tabel, dan digunakan hanya untuk
menghitung data hasil pengamatan pasang surut selama 15 hari atau 29 hari. Hasil
perhitungan adalah besaran amplitudo (A) dan undur fasa (g).
2. Metode kuadrat terkecil
Tinggi pasang dinyatakan dengan sebagai fungs dari waktu dan merupakan statu deret
harmonis dengan komponen pasang.
Parameter pasang surut dapat dilakukan bila konstanta pasang surut telah diketahui.
Karena gerak pasang surut adalah merupakan superposisi dari masing-masing komponen
tersebut dengan frekwensi dan fasa yang berbeda, maka gerakan pasang surut dapat
dinyatakan sebagai :
Z i Z o f i H i cos Wi t Voi U i g i
n
i 1
dimana :
fi
Hi = amplitudo komponen l
Voi = suku nodal unsur fasa
Ui = suku koreksi nodal untuk unsur fasa
gi
Zo,Hi,gi, diperoleh dari hasil pengamatan yang kemudian dihitung dengan salah satu cara
perhitung komponen pasang surut. Sedangkan suku-suku lain dapat dihitung secara teoritis
yang kemudian ditabulasikan.
Aliran tak langgeng adalah aliran yang kedalaman dan/atau kecepatan alirannya berubah
terhadap waktu.
Ada banyak fenomena aliran terbuka yang merupakan aliran tak langgeng. Salah satu
contoh aliran tak langgeng adalah aliran pada saluran drainase yang titik keluarannya
27
_________________________________________________
Kuliah Rawa
dipengaruhi pasang surut. Dalam hal ini yang diamati adalah perambatan gelombang pasang
surut pada suatu saluran yang mengalirkan debit Q tertentu.
Pada dasarnya perhitungan dengan cara analisis akan mendapatkan hasil yang lebih baik,
namun untuk mempercepat perhitungan dilakukan dengan cara numeris dengan bantuan
komputer.
Pada aliran tak langgeng perhatian tidak hanya pada perubahan ketinggian muka airnya,
tetapi juga pada perubahan kecepatan. Naiknya elevasi muka air berakibat pada penambahan
elevasi tanggul, tetapi pertambahan kecepatan akan mengakibatkan tingkat erosi yang tinggi
di saluran yang berpengaruh terhadap kesetabilan struktur saluran. Sebaliknya bila kecepatan
terlalu kecil akan terjadinya pengendapan di saluran.
Ada beberapa asumsi yang di ambil dam perhitungan aliran tak langgeng :
a. Massa air
Bila air sungai mengalir ke laut, maka massa air akan bervariasi antara 1000 s/d 1040
kg/m3. Variasi harga rapat massa di atas dari penelitian tidak mempunyai pengaruh yang
banyak terhadap perilaku muka air. Ini menandakan bahwa pengambilan harga massa air
yang konstan tidak akan mempengaruhi terhadap perhitungan.
b. Air bersifat tak mampu mampat.
c. Ada distribusi tekanan hidrostatis pada aliran
Dalam hal ini aliran di anggap hampir horosontal dan karenanya mempunyai garis arus
yang sejajar. Asums ini akan menghasilkan distribus tekanan hidrostatis yang
penambahannya proposional dengan penambahan kedalaman aliran.
d. Lebar saluran relatif kecil
Asums ini di ambil agar muka air pada penampang saluran bebar-benar horizontal (tidak
melengkung). Yang disarankan adalah saluran dengan lebar kurang dari 10 km.
Secara umum model matematik yang dapat menyelesaikan permasalahan aliran tak
langgeng dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu :
1. Model hidrolik dipergunakan untuk menghitung karateristik fisik saluran.
2. Model hidrologi dipergunakan untuk menghitung karateristik curah hujan
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Pada pasang surut perlu diketahui elevasi muka air acuan seperti yang diperlihatkan pada
tabel berikut.
Tabel 2.6 Elevasi Muka Air Acuan
2.2
2.2.1
Dasar Teori
Pengertian Tanggul
Tanggul merupakan bangunan yang dibangun di sepanjang sungai untuk menahan dan
menghindari luapan air banjir ke dataran atau wilayah di sekitarnya. Pengertian tanggul dapat
didefinisikan sebagai berikut :
29
_________________________________________________
Kuliah Rawa
1)
2)
Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis
tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai.
(Berdasarkan Kep. Men. PU., 1993)
3)
Tanggul merupakan bendungan yang terletak di sisi kiri atau kanan bendungan utama
dan ditempat yang dari bendungan utama yang tingginya maksimum 5 meter dengan
panjang mercu maksimum 5 kali tingginya. (Soedibyo Pradnya Paramita, 2003)
Tanggul penahan banjir adalah penghalang yang didesain untuk menahan banjir di
palung sungai untuk melidungi daerah disekitarnya. Tanggul banjir sesuai untuk daerahdaerah dengan memperhatikan faktor-faktor berikut (LAPI ITB, Pembuatan Masterplan
Drainase Kota Palembang dan DED Drainase Sungai Buah, Sungai Gasing, Sungai Borang
dan Sungai Sriguna)
1)
Tinggi jagaan dan kapasitas debit sungai pada bangunan-bangunan sungai misalnya
jembatan.
2)
3)
4)
5)
6)
pemukiman, daerah industri dan pertanian. Dalam perencanaan pembuatan tanggul ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sehingga tanggul dapat berfungsi dengan baik.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan tanggul antara lain :
1)
Bahan tanggul
Biasanya bahan yang digunakan untuk pembuatan tanggul adalah material tanah yang
dipadatkan. Bahan yang cocok untuk pembangunan tanggul adalah tanah dengan
karakteristik sebagai berikut (Soedibyo Pradnya Paramita, 2003) :
a. Dalam keadaan jenuh air mampu bertahan terhadap longsor
30
_________________________________________________
Kuliah Rawa
b. Pada waktu banjir yang lama tanah tidak terjadi rembesan atau bocor
c. Penggalian, transportasi dan pemadatannya mudah
d. Tidak terjadi retak-retak yang dapat membahayakan stabilitas tubuh tanggul
e. Bebas dari bahan-bahan organis seperti akar-akar pohon dan rumput- rumputan.
Biasanya tanggul dibuat dari bahan timbunan yang digali di dekat atau sejajar dengan
garis tanggul. Untuk tanggul-tanggul tertentu, mungkin perlu membuka daerah
sumber timbunan khusus di luar lokasi tanggul dan mengangkutnya ke lokasi
pembuatan tanggul.
2)
Jarak antar trase tanggul dianggap sebagai jarak antara kedua tanggul yang
membujur dikanan kiri sungai yang ditetapkan berdasarkan debit banjir rencana
sungai, kemiringan, tinggi muka air pada sungai. Untuk
menentukan
debit
....................2.1
R. I
Dimana :
Q = Debit (m3/dtk)
C = Koefisien Chezy
A = Luas penampang (m2)
V = Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/det)
R = Radius hidrolika
I = Kemiringan permukaan sungai
b. Tanggul di kedua belah sungai sedapat mungkin dibuat sejajar. Walaupun
demikian, apabila terdapat ruas yang sempit karena suatu kondisi yang tidak
terhindarkan maka dihilir ruas tersebut supaya sedapat mungkin segera diperlebar
menyesuaikan dengan lebar normalnya.
31
_________________________________________________
Kuliah Rawa
3)
Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan merupakan tambahan tinggi pada tanggul untuk menampung limpasan
dan loncatan air (dari permukaan air sungai yang sedang mengalir yang diakibatkan
oleh adanya ombak gelombang dan loncatan hidrolis pada saat banjir).
200-500
0,8
500-2000
1,0
2000-5000
1,2
5000-10000
1,5
> 10000
2,0
4)
_________________________________________________
Kuliah Rawa
5)
6)
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Stabilitas tanggul
Kebocoran tanggul dapat membahayakan stabilitas tubuh tanggul. Misalnya pada saat
terjadi banjir, permukaan air pada bantaran sungai naik cukup tinggi maka dapat
menyebabkan terjadinya rembesan air ke dalam tubuh tanggul. Jika air rembesan
muncul pada permukaan lereng maka dapat terjadi kebocoran tanggul pada bagian
permukaan lereng sehingga dapat membahayakan stabilitas tubuh tanggul. Permukaan
lereng tanggul dapat pula longsor karena tertimpa hujan secara terus menerus.
2.2.2
Sungai
Sungai merupakan suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat
mengalirnya air yang berasal dari hujan. Aliran air merupakan bagian yang senantiasa
tersentuh oleh air. Daerah aliran sungai merupakan lahan total permukaan air yang dibatasi
oleh suatu batas-air topografi dan yang dengan satu cara memberikan sumbangan terhadap
debit suatu sungai pada suatu irisan melintang. (Sehyan, 1990).
Sebuah
sungai
dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang berbeda sifat-sifatnya. Ada dua fungsi utama
yang diberikan alam kepada sungai yang kedua-duanya berlangsung secara bersamaan dan
saling mempengaruhi. (Mulyono, H. R, 2007). Fungsi sungai tersebut diantaranya :
a.
Mengalirkan air
Air hujan yang jatuh pada sebuah daeran aliran sungai (DAS) akan terbagi menjadi
akumulasi-akumulasi yang tertahan sementara sebagai air tanah dan air permukaan,
serta runoff yang akan memasuki alur sebagai debit sungai dan terus dialirkan ke laut.
b.
2.2.3
pada cekungan-cekungan, dan aliran bawah permukaan (subsurface flow). Koefisien (C)
merupakan hubungan antara puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor
utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah, kemiringan lahan, tanaman penutup
tanah, sifat dan kondisi tanah, dan intensitas hujan. (Suripin, 2003). Koefisien limpasan
34
_________________________________________________
Kuliah Rawa
....................2.2
Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran
permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
CDAS
i 1
n
i 1
Ci Ai
..............2.3
Ai
Dimana :
CDAS = Harga rata-rata angka pengaliran
Ci
Ai
Berkurangnya air yang berhasil melewati muara daerah aliran disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya :
1) Aliran tertahan oleh akar dan daun dari tanaman, tertahan oleh rumputan atau
semak
2)
3)
belukar
Air meresap ke dalam lapisan tanah
Air tertahan dalam bentuk genangan air (pada permukaan daerah aliran yang tidak rata
4)
35
_________________________________________________
Kuliah Rawa
untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich
(1940), yang dapat ditulis sebagai berikut :
0,87 xL2
t c
1000 xS
0.385
...............2.4
Dimana :
tc = waktu konsentrasi dalam jam
L = panjang saluran utama dari hulu sampai penguras dalam km,
S = kemiringan rata-rata saluran utama dalam m/m.
Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi permukaan lahan
sampai saluran terdekat t0 dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik
keluaran td, sehingga :
tc= t0 + td
..............2.5
dimana
2
to = x3,28 xLx
menit dan
S
3
td =
Ls
menit
60V
...............2.6
Hubungan antara kecepatan aliran dan besaran adanya rembesan pada saluran
bias
Q
v
..............2.7
Dimana :
n
= kemiringan lahan,
Ls
_________________________________________________
Kuliah Rawa
2.2.5
Debit Banjir Rencana, SNI. Secara umum, metode yang dipakai antara lain :
1) Metode Rasional
Metode untuk memperkirakan laju aliran permukaan puncak yang umum dipakai
adalah metode Rasional USSCS (1973). Metode ini terbatas untuk DAS dengan ukuran
kecil, yaitu kurang dari 300 ha. (Goldman et.al., 1986). Persamaan matematik metode
rasional dinyatakan dalam bentuk :
Qp = 0,002778 CIA
.................2.8
Dimana :
Qp = laju aliran permukaan/debit puncak (m3/det)
C
= koefisien aliran permukaan (0 C 1)
I
= Intensitas hujan (mm/jam)
A
= luas DAS
Tabel 2.3 Koefisien aliran untuk metode rasional
Topografi, Ct
Datar (<1%)
Bergelembung (1-10%)
Perbukitan (10-20%)
Pegunungan (>20%)
0,03
0,08
0,16
0,26
Vegetasi, Cv
Hutan
Pertanian
Padang Rumput
Tanpa tanaman
0,04
0,11
0,21
0,28
QP
C. A.RO
3,6 0,3TP T0,3
...............2.9
37
_________________________________________________
Kuliah Rawa
dimana :
QP
= koefisien pengaliran
Ro
Tp
= tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir, dalam jam
T0,3
a)
Qa Qp
T
p
2, 4
Dimana :
Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/detik)
T = Waktu (jam)
b)
>0,3 Qp
t Tp
: Qd Qp* 0.3 T
0,3
c)
t Tp 0 , 5 T0 , 3
1, 5 T0 , 3
t Tp 1, 5 T0 , 3
2 T0 , 3
Qd Qp * 0.3
tg = 0,21 L0,7
b. L > 15 km
tg = 0,4 + 0,058 L
38
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Dimana :
L = panjang alur sungai (km)
tg = waktu konsentrasi (jam)
tr = 0,5 tg sampai tg (jam)
T 0,3= tg (jam)
d)
Dengan besarnya =
1.
2.
untuk bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang
cepat = 15
3.
untuk bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat =
3
e)
2.2.6 Banjir
Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan dapat
mengakibatkan keugian jiwa, harta dan benda. Kejadian banjir tidak dapat dicegah, namun
hanya dapat dikendalikan. Beberapa pengertian banjir dapat didefinisikan sebagai berikut :
1)
Banjir merupakan aliran/genangan air yang dapat terjadi karena adanya luapan-luapan
pada daerah di kanan atau kiri sungai/saluran akibat alur sungai tidak memiliki
kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat. (Sudjarwadi, 1987)
2)
3)
Banjir adalah suatu peristiwa alami yang akan terjadi bila air yang datang (hujan)
tidak dapat lagi diakomodasi oleh lahan atau tanah dalam wilayah daerah aliran
sungai (DAS) dan sarana drainase alami yang ada di DAS tersebut, sehingga
kelebihan air yang jatuh ke permukaan tanah berupa air limpasan (run-off) tidak dapat
39
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Kondisi alam
Ini terjadi dimana pada saat banjir, curah hujan yang turun sangat tinggi, bahkan banjir
besar terjadi ketika curah hujan tinggi turun secara berturut-turut selama 2-3 hari. Hal ini
menyebabkan lapisan tanah yang telah jenuh pada saat hujan hari pertama, menjadi tidak
mampu lagi menyerap beban hujan. Selanjutnya hal ini menyebabkan debit limpasan yang
terjadi sangat besar. Selain itu hasil pengamatan pasang surut juga menunjukkan bahwa pada
saat banjir, sungai Musi mengalami pasang, sehingga kapasitas pengaliran dari sungai
Bendung menjadi berkurang dan cenderung terhambat.
b) Kondisi prasarana yang kurang memadai.
Berdasarkan hasil pengamatan, di beberapa tempat atau lokasi banjir, prasarana drainase
yang ada kurang memenuhi syarat. Hal ini terjadi dikarenakan adanya perubahan tata guna
lahan di beberapa wilayah, sehingga beban limpasan yang ada melebihi kapasitas saluran.
Selain itu juga adanya endapan, sampah atau tanaman pengganggu ikut mengurangi kapasitas
saluran. Beberapa sarana drainase yang ada juga masih belum jelas arah pembuangannya,
sehingga perlu dinormalisir dan diperbaiki arah pengalirannya.
40
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Sementara itu berdasarkan pengamatan di lapangan, banjir di DAS Bendung terdiri dari
dua macam, yaitu :
a)
Banjir Lokal, dimana banjir tersebut terjadi hanya di areal tertentu. Banjir ini terjadi
karena tidak adanya sistem drainase sekunder dan tersier di daerah tersebut atau bisa
juga dikarenakan berkurangnya kapasitas pengaliran dari sistem drainase tersebut.
Daerah yang mengalami kondisi banjir ini diantaranya daerah Sekip, daerah Ilir Timur I,
daerah Ario Kemuning dan beberapa spot Jalan Veteran.
b) Banjir Wilayah, dimana banjir tersebut terjadi karena adanya luapan dari sungai
Bendung dan menyebabkan limpasan air masuk ke areal sekitarnya. Kondisi ini secara
umum terjadi di beberapa daerah sepanjang sungai Bendung. Penyebabnya diantaranya
ada lubang-lubang saluran yang menembus dinding sungai dan berada di bawah elevasi
banjir sungai.
2.2.7
Pengendalian Banjir
Pengendalian banjir
merupakan
kegiatan
yang
dilakukan
dalam
rangka
mengupayakan agar tidak terjadi banjir. Untuk daerah dataran seperti kota-kota besar yang
terletak di daerah hilir/pantai, penyebab utama terjadinya banjir dan genangan ditimbulkan
oleh banjir kiriman dari hulu dan banjir lokal akibat air hujan yang tidak dapat dibuang ke
sungai.
Metode pengendalian banjir yang biasa digunakan adalah terutama pembuatan
tanggul-tanggul agar dapat menahan banjir di dalam sungai, pembuatan waduk-waduk agar
dapat menampung banjir sebelum disalurkan dalam tingkat aliran yang cukup lambat, untuk
mencegah kerusakan banjir di bagian hilir. Tanggul-tanggul pengendalian banjr seperti itu
sebenarnya meningkatkan bahaya banjir. Hal ini dikarenakan volume air banjir tidak menjadi
berkurang. Sebaliknya debit aliran sungai menjadi meningkat. (Goldsmith, 1993)
Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Namun
yang paling penting adalah perlu dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang
paling optimal. Upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam pengendalian banjir adalah
(Sucipto dan Agus Sutarto, 2007) :
1)
_________________________________________________
Kuliah Rawa
2)
2.2.8
Data Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. (Joesron Loebis, 1992).
Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan (Sudjarwadi, 1987). Analisis
hubungan dua parameter hujan yang penting berupa intensitas dan durasi dapat
dihubungkan secara statistik berupa kurva intensity-Duration-Frequency (IDF).
(Joesron Loebis, 1992).
Dengan memperhatikan besaran statistik data hujan, maka pemilihan tipe
distribusi yang hendak dipakai dapat dilakukan. Oleh karena itu data harus
diurutkan dari kecil ke besar, dengan cara :
P ( x1 x)
m
n 1
...............2.10
Dimana:
P
= Probabilitas
m
= Nomor urut
n
= Jumlah data
Analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data
yang diperoleh dari rekaman data hujan. Ada empat macam distribusi yang
banyak digunakan dalam hidrologi. (Joesron Loebis, 1992).
1) Distribusi Normal
2) Distribusi Log Normal
3) Distribusi Gumbel
4) Distribusi Log Pearson III
Masing-masing sebaran mempunyai sifat statistik yang khas dengan menghitung parameter
statistik dari rangkaian data tersebut. Parameter yang dimaksud adalah:
x
S
1
xi
n
...............2.11
2
1
xi x
n 1
0 ,5
...............2.12
42
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Cv
S
x
...............2.13
n x i x
CS
n 1 n 2.S3
...............2.14
n x i x
Ck
n 1 n 2.S 4
...............2.15
Dimana:
x
Cv = koefisien variasi
CS = koefisien skewness
Ck = koefisien kurtosis
xi = data hujan
n
1)
= jumlah data
Distribusi Normal
Apabila besaran Cs dan Ck dari data hujan mendekati nilai tersebut, maka tipe distribusi ini
dapat digunakan. Distribusi normal memiliki fungsi kerapatan probabilitas yang dirumuskan:
XT
= x + KT. S
...............2.16
Dimana:
XT
= besaran rata-rata
standar deviasi
KT
faktor frekuensi
43
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Cs > 0
Cs 3Cv
Secara sederhana fungsi kerapatan distribusi Log Normal adalah sebagai berikut:
Log XT
log x
+ KT. S log x
...............2.17
Dimana:
XT
= besaran rata-rata
standar deviasi
KT
faktor frekuensi
3) Distribusi Gumbel
Sifat sebaran dari distribusi ini adalah Cs 1,396 dan Ck 5,4002. Apabila koefisien
asimetri (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) dari data hujan mendekati nilai tersebut, sebaran
Gumbel dapat digunakan. Penggambaran distribusi teoritisnya pada kertas Gumbel tipe I,
mengikuti persamaan berikut:
XT x
YT Yn
.S
Sn
...............2.18
Dimana:
XT
x
= standar deviasi
YT
= reduced variate
Yn
Sn
Nilai Yn dan Sn menunjukkan nilai tertentu pada n (jumlah data) tertentu. besarnya harga ini
dapat dilihat pada tabel Gumbel.
4) Distribusi Log Pearson III
Sifat dari distribusi Distribusi Log Pearson III adalah :
44
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Cs = 0
Ck 4 6
Apabila koefisien asimetris (Cs) dan koefisien Kurtosis (Ck) dari data hujan mendekati nilai
tersebut, sebaran Log Pearson III dapat dipergunakan. Secara umum, persamaan garis teoritik
probabilitas dapat dinyatakan sebagai berikut :
Log XT
log x
+ KT. S log x
...............2.19
Dimana :
XT
= besaran rata-rata
= standar deviasi
KT
= faktor frekuensi
2.2.9
Pengujian Kecocokan
Agar diperoleh distribusi frekuensi terbaik, data yang ada dianalisis menggunakan
metode distribusi di atas. Pemilihan tipe metode distribusi yang akan dipakai, dilakukan
dengan memperhatikan besaran statistik data hujan dan sebagai perbandingan semua tipe
metoda distribusi diuji kecocokannya dengan metode Chi Kuadrat dan metode
Smirnov- Kolmogorov. Apabila besaran-besaran statistik data hujan tidak menunjukkan
kepada penggunaan tipe metoda distribusi tertentu, dipilih tipe metode distribusi yang
memberikan penyimpangan maksimum distribusi empiris terhadap teoritisnya terkecil.
a)
X2
Ef
I 1
...............2.20
I
Dimana :
X2
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Ef
Of
banyaknya kelas
b)
menurut distribusi empiris dan teoritis, yaitu i. Nilai i maksimum harus lebih kecil dari
kritik. Nilai kritik dapat dilihat pada tabel berikut :
Dari uji kecocokan untuk masing-masing sebaran dapat dilihat apakah semua
perhitungan tersebut dapat diterima atau ditolak. Metode yang memiliki selisih yang paling
kecil dibandingkan dengan hasil dari metode lain adalah metode yang dipakai dalam analisis
frekuensi curah hujan. Data hujan empiris digambarkan pada tiap kertas distribusi dari tipe
yang dipakai dengan menggunakan data yang diurutkan dari besar ke kecil untuk kala ulang
banjir, sebagai berikut :
P(Xi X)
m
n 1
...............2.21
46
_________________________________________________
Kuliah Rawa
dengan:
P
probabilitas
m =
nomor urut
jumlah data
Selanjutnya dihitung besaran-besaran statistik dari data yang diperlukan dalam analisis
distribusi frekuensi.
= Ct ( L . Lc)0,3
Tr
...............2.23
Qp
= 2,78
...............2.24
Tb
= 72 + 3 tp
...............2.25
...............2.22
47
_________________________________________________
Kuliah Rawa
2.2.11
Karakteristik DAS
Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan meliputi luas
dan bentuk DAS, topografi dan tata guna lahan (Suripin, 2003). Hal-hal yang mempengaruhi
karakteristik DAS tersebut antara lain :
1)
Topografi
DAS dengan kemiringan curam disertai parit/saluran yang rapat akan menghasilkan laju
dan volume aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan DAS yang landai
dengan parit yang jarang dan adanya cekungan-cekungan.
48
_________________________________________________
Kuliah Rawa
2.2.12
Analisa Hidrolika
Analisa hidrolika dilakukan untuk menganalisa tipe, dimensi dan posisi saluran
sehubungan dengan pengaliran sejumlah volume air tertentu dalam waktu tertentu. Hal-hal
yan berkaitan dengan analisa hidrolika antara lain :
1) Bentuk penampang
Bentuk penampang umumnya digunakan bentuk trapezium dan segiempat. Untuk
perencanaan saluran dianjurkan perbandingan antara lebar dasar saluran (b) dan tinggi
air (h).
2)
F
O
..............2.26
Dimana :
R = Radius hidrolika (R)
F = Luas penampang basah (m2)
O = Keliling penampang basah (m)
3)
Kapasitas saluran
Untuk menghitung kapasitas saluran (Q), dipergunakan persamaan kontuinitas :
Q=VA
atau Q = V F
Kapasitas saluran harus lebih besar daripada debit rencana :
Q = V F > Q = 0,278 Cs Cf C I A
49
...............2.27
_________________________________________________
Kuliah Rawa
4)
Dimana :
Q = Debit pengaliran
V = Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/det)
A = Luas penampang basah (m2)
Kecepatan aliran
Untuk menentukan kecepatan air mengalir rata-rata biasa digunakan rumus Manning :
v
1 2 / 3 1/ 2
R S
n
...............2.28
Bilangan Froude merupakan bilangan yang menandakan suatu aliran dalam kondisi
sub kritis, kritis atau super krtis. Bilangan Froude dihitung dengan persamaan :
v
gD
..............2.29
Dimana :
V = Kecepatan aliran air di saluran (m/detik)
n = Koefisien kekasaran Manning
R = Radius hidrolik
S = Kemiringan memanjang saluran
D = Kedalaman hidraulik (D = A/T)
T = Lebar puncak (m)
_________________________________________________
Kuliah Rawa
area berada dalam masukan data geometri pemodelan. Data aliran ditempatkan terpisah
dengan data geometri. Data aliran bisa dipakai salah satu diantara data aliran tunak (steady
flow) dan data aliran tak tunak (unsteady flow). Setiap data aliran tersebut harus memasukkan
nilai kondisi batas (boundary condition) dan kondisi awal (initial condition) yang sesuai agar
pemodelan bisa dijalankan. Bentuk hidrograf hanya bisa diisikan pada data aliran tak tunak.
Selanjutnya bisa dilakukan kalkulasi dengan membuat rencana komputasi. Rencana
komputasi harus terdiri dari satu data geometri dan satu data aliran. Beberapa penjelasan
program yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a.
Ruas
Untuk masing-masing ruas (section) diperlukan informasi mengenai elevasi bagian
awal (begin) dan akhir (end) ruas serta nilai koefisien kekasaran Manning atau Chezy.
Nilai koefisien kekasaran yang digunakan untuk penelitian ini adalah koefisien
kekasaran Manning, n. Besarnya nilai koefisien kekasaran saluran berkisar antara
0,009 hingga 0,150. Berdasarkan tabel yang disusun oleh Ven Te Chow (1959)
menunjukkan bahwa untuk saluran yang telah dilining nilai koefisen kekasaran
berkisar antara 0,015 hingga 0,025. Pada saluran ini nilai koefisien kekasaran
Manning, n diambil 0,020 untuk saluran dengan permukaan beton yang dipoles dan
0,025 untuk saluran dengan permukaan tanah, berkelok-kelok dan tenang juga untuk
hasil galian atau pengerukan.
Koefisien kontraksi dan ekspansi digunakan untuk memperkirakan besarnya
kehilangan energi (energy loss) yang disebabkan kontraksi dan ekspansi aliran.
Besarnya nilai koefisien ini berdasarkan perubahan tinggi kecepatan dari suatu cross
section sampai cross section selanjutnya. Dalam pemodelan ini besarnya koefisien
kontraksi dan ekspansi adalah sebesar 0,10 dan 0,30.
b.
Penampang
Berisi informasi mengenai penampang saluran (cross section) dibagian awal dan akhir
ruas berupa flow width dan storage width untuk setiap kedalaman yang dianggap perlu
penampang saluran yang digunakan sebagai masukan adalah penampang saluran pada
setiap titik yang ada dalam sistem perhitungan.
c.
Bangunan
Tipe bangunan air (water structure) yang dapat disimulasikan dengan program
HECRAS diantaranya adalah :
51
_________________________________________________
Kuliah Rawa
d.
1)
Gated Spillways
2)
3)
Pump
Kondisi Awal
Untuk memulai perhitungan pada model matematik tersebut dibutuhkan kondisi awal.
Kondisi awal yang dimasukkan berupa besar debit awal di hulu sungai Bendung.
e.
Kondisi Batas
Dalam suatu pemodelan kondisi batas dapat dispesifikasikan sebagai berikut:
1) Tinggi muka air dan debit, dapat dalam bentuk konstan maupun berubah menurut
waktu atau merupakan seri Fourier. Kondisi batas ini digunakan pada muara
sungai atau bagian hilir sungai Bendung.
2) Debit pada jaringan saluran terbuka, dapat dispesifikasikan sebagai debit yang
berubah menurut waktu atau berupa hubungan antara curah hujan dan aliran
permukaan (run-off). Kondisi batas ini digunakan pada bagian hulu sungai dan
anak sungai.
Kondisi batas (boundary condition) yang digunakan pada pemodelan ini diperoleh
dari hasil analisis hidrologi, berupa kurva hirograf banjir yang dihitung berdasarkan kondisi
saat terjadi banjir. Kurva hidrograf ini berisi data debit dalam bentuk berubah menurut waktu
(time series). Untuk kondisi batas di bagian hilir sungai Bendung, digunakan data pengukuran
pasang surut.
4.1
Curah Hujan
Data hujan yang digunakan dalam analisis adalah data curah hujan seri selama
minimal 10 tahun terakhir. Dalam menentukan analisis frekuensi curah hujan, terlebih dahulu
harus menentukan parameter statistik frekuensi curah hujan.
Setelah menentukan analisis frekuensi curah hujan selanjutnya dilakukan perhitungan
distribusi curah hujan meliputi metode distribusi Normal, distribusi Log Normal, distribusi
Gumbel dan distribusi Log Person III. Perhitungan metode distribusi dilakukan untuk
mencari nilai curah hujan rata-rata XT, selanjutnya akan dilakukan pengujian sebaran atau uji
kecocokan untuk menentukan uji distribusi curah hujan yang dapat diterima dalam
perhitungan. Uji kecocokan yang memiliki nilai terkecil yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya.
Dari hasil Uji kecocokan, diketahui bahwa semua distribusi curah hujan dapat diterima.
Distribusi tersebut dapat digunakan dalam analisa intensitas hujan, sehingga dalam
52
_________________________________________________
Kuliah Rawa
menentukan distribusi yang akan digunakan dalam analisa intensitas hujan berdasarkan pada
nilai selisih maksimum terkecil (). Nilai terkecil pada uji Distribusi Log Pearson III, yaitu
10.42, sehingga data intensitas hujan yang akan digunakan adalah perhitungan Distribusi Log
Pearson III. Perhitungan curah hujan selanjutnya dapat dilihat pada lampiran.
4.2
pengaliran, C merupakan perbandingan volume air yang berhasil mencapai muara DAS
dengan volume air yang jatuh diatas DAS. Analisis koefisien limpasan dapat dihitung
berdasarkan peta tata guna lahan. Setelah itu dicari nilai luas penggunaan lahan masingmasing yang digunakan untuk tujuan tertentu berdasarkan keterangan warna dalam peta tata
guna lahan.
53
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat masing-masing penggunaan lahan, setelah itu dapat
ditentukan luas masing-masing untuk penggunaan lahan. Luas masing-masing penggunaan
lahan dapat dilihat dalam tabel rekapitulasi pengunaan tata guna lahan sebagai berikut :
luas m2
201838.67
288417.62
305450.63
22962.80
200929.09
22757.65
146310.83
9690.79
304268.79
16407.95
9800061.09
380193.75
432929.48
104903.07
5583860.83
1903599.58
Sedangkan untuk melihat nilai koefisien C pada masing-masing penggunaan lahan dapat
dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 4.2 Koefisien pengaliran C
Penggunaan lahan
Rawa
alang-alang
ruang terbuka
sawah
belukar
ladang
kebun
kebun kelapa
empang/kolam
54
C
0.2
0.21
0.4
0.55
0.3
0.11
0.3
0.15
0.35
_________________________________________________
Kuliah Rawa
kuburan
pohon
kelapa sawit
bangunan
ruang terbuka hijau
jalan
tanah kosong
0.1
0.25
0.15
0.5
0.2
0.7
0.8
Dari tabel diatas dapat dilihat rekapitulasi penggunaan lahan dan koefisien C untuk masingmasing lahan. Setelah itu dapat dihitung koefisien pengaliran gabungan (Cw) dapat dilihat
dalam tabel berikut :
CDAS
i 1
n
i 1
Ci Ai
..............2.3
Ai
8850668
= 0.4487
19724582,62
55
_________________________________________________
Kuliah Rawa
4.2.1
(Synthetic Unit Hydrograph) Nakayasu. Sebelum masuk pada perhitungan debit rencana
dengan menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu, diperlukan data panjang
sungai Bendung serta luas DAS Bendung. Setelah itu DAS Bendung dibagi dalam sub-sub
DAS dengan bantuan program AutoCad. Pembagian DAS Bendung berdasarkan ketinggian
dari peta topografi.
4.2.2
Sungai
DAS anak 1
DAS anak 2
DAS anak 3
DAS anak 4
DAS anak 5
DAS anak 6
Luas (km2)
6.2919
4.2423
2.1391
2.3871
2.2222
1.8803
Panjang (km)
6.8447
5.0783
2.2486
4.5827
1.5053
4.1582
_________________________________________________
Kuliah Rawa
1)
tg
tg
tg
T0,3 = tg
T0,3 = 2 (1.1988)
T0,3 = 1.594 jam ( dibulatkan menjadi 2 jam )
c. 1.5T0,3
1.5T0,3
= 1.5(1.594)
= 2.39 jam ( dibulatkan menjadi 2 jam)
Diketahui :
Cw = 0.4484
A
= 6.2919 km2
T0,3 = 1.594 jam
QP
Ro
Tp
= 1 mm
= 1.43 jam
C. A.RO
3.6 0.3TP T0.3
..............2.3
QP
0.4484 x 6.2919 x1
= 0.39 m3/s
3.6 0.3(1.43) 1.594
Waktu yang dibutuhkan lengkung Qa (rising climb) dari awal sampai mencapai puncak
debit (Qp) adalah sebesar Tp. Berdasarkan perhitungan harga Tp diatas, maka waktu (t) yang
diperlukan lengkung Qa untuk mencapai puncak adalah 2 jam dimulai dari jam ke-0.
a.
Qa pada saat t = 0
t
Qa Q P
TP
2.4
57
_________________________________________________
Kuliah Rawa
0
Qa 0.39
1.43
b.
= 0 m3/s
2.4
= 0.165 m3/s
Qa pada saat t = 1
2.4
t
Qa Q P
TP
1
Qa 0.39
1.43
c.
2.4
Qa pada saat t = 2
t
Qa Q P
TP
2.4
2
Qa 0.39
1.43
2.4
= 0.8724 m3/s
Waktu yang dibutuhkan lengkung turun Qd1 dari puncak debit (Qp) adalah sebesar T 0.3 yaitu
2 jam yang dimulai pada jam ke-3 dan jam ke-4.
a.
t Tp
T0 , 3
3 1.43
b.
= 0.1198 jam
t Tp
T0 , 3
Qd 1 0.39 0.3
4 1.43
1.594
= 0.0559 jam
Waktu yang dibutuhkan lengkung turun Qd2 setelah lengkung turun Qd1 tercapai adalah
sebesar 1.5T0.3 yaitu 4 jam yang dimulai pada jam ke-5 sampai jam ke-8.
a.
d2
0,3
1,5T0,3
5 1.43 0.8
b.
0.39 0,3
d2
2.39
= 0.0640 jam
d2
0,3
1,5T0,3
6 1.43 0.8
c.
d2
0.39 0,3
2.39
= 0.1130 jam
_________________________________________________
Kuliah Rawa
t Tp 0,5T0,3
d2
0,3
1,5T0,3
7 1.43 0.8
d.
0.39 0,3
d2
2.39
= 0.01575 jam
d2
0,3
1,5T0,3
8 1.43 0.8
0.39 0,3
d2
2.39
= 0.00956 jam
Qd3 mulai setelah lengkung turun Qd2 tercapai dimulai pada jam ke-9 sampai jam ke-24
a.
Qd3 pada saat t = 9
t Tp 1,5T0,3
d3
0,3
2T0,3
9 1.43 2.39
b.
0.39 0,3
d3
3.19
= 0.00911 jam
d3
0,3
2T0,3
10 1.43 2.39)
d3
0.39 0,3
3.19
= 0.00627 jam
Untuk perhitungan harga Qd3 untuk t = 13 sampai t = 24 serta hasil perhitungan Qa, Qd1, Qd2
dan Qd3 dapat dilihat dalam lampiran
Berdasarkan perhitungan di atas hidrograf satuan DAS Bendung anak 1 dapat dilihat dalam
tabel berikut :
4.5 Input Hidrograf Satuan DAS Bendung Anak 1
No
1
2
3
4
6.8447
km
6.2919
km2
0.4487
0.797
jam
_________________________________________________
Kuliah Rawa
tr
6
7
8
9
10
Syarat :
tr = 0,5 tg s.d 1,0 tg
Peak time (Tp)
Tp = tg + 0,8.tr
Parameter hidrograf
Parameter alfa ()
T0,3
0,5T0,3
1,5T0,3
2,0T0,3
Curah hujan spesifik (R0)
R0
Debit puncak
Qp
Base flow
Qb
0.797
jam
1.43
jam
=
=
=
=
=
2
1.594
0.80
2.39
3.19
jam
jam
jam
mm
0.39
m3/dt/mm
0.19
m3/dt/mm
Perhitungan analisis unit hidrograf satuan DAS Bendung anak 1 dalam tabel berikut :
Tabel 4.6 Analisis Unit Hidrograf Satuan DAS Bendung Anak 1
Waktu
Lengkung
Naik
0 < t < Tp
t
jam
1
0.00
1.00
1.43
2.00
1.59
2.39
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
(t/Tp)2.4
2
0.00
0.42
1.00
Lengkung
Turun
Tp < t <
T0,3
(t-Tp)
(t-Tp+0.5T0,3)
T0,3
3
(1.5T0,3)
4
Debit
1,5T0,3 < t
< 24
(tTp+1.5T0,3)
(2T0,3)
5
0.36
0.10
0.73
1.25
1.56
1.87
2.19
2.50
2.82
3.13
3.45
3.76
4.08
4.39
4.70
5.02
60
Jumlah
Unit
Hidrograf
Koef.
Qt
6=2+3+4+5
0.00
0.42
1.00
0.36
0.10
0.73
1.25
1.56
1.87
2.19
2.50
2.82
3.13
3.45
3.76
4.08
4.39
4.70
5.02
m3/dt
7
0.0000
0.2281
0.3800
0.2468
0.3366
0.1574
0.0848
0.0581
0.0398
0.0273
0.0187
0.0128
0.0088
0.0060
0.0041
0.0028
0.0019
0.0013
0.0009
_________________________________________________
Kuliah Rawa
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
5.33
5.65
5.96
6.28
6.59
6.91
7.22
7.53
7.85
5.33
5.65
5.96
6.28
6.59
6.91
7.22
7.53
7.85
0.0006
0.0004
0.0003
0.0002
0.0001
0.0001
0.0001
0.0000
0.0000
Setelah seluruh harga lengkung debit untuk setiap interval waktunya diketahui, masukkan
harga-harga tersebut pada tabel dibawah ini untuk mendapatkan harga limpasan yang terjadi
pada setiap jam dengan variasi curah hujan tertentu. Perhitungan jumlah limpasan akibat
hujan dalam menit tertentu dalam jangka waktu 24 jam dapat dilihat dalam tabel di bawah
ini :
Tabel 4.7 Jumlah limpasan akibat hujan t menit dalam jangka waktu 24 jam
Wakt
u
(jam)
0.00
1.43
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
Unit
Hidrograf
Qt
(m3/dt)
0.000
0.380
0.124
0.085
0.058
0.040
0.027
0.019
0.013
0.009
0.006
0.004
0.003
0.002
0.001
0.001
0.001
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
41.81
0.00
15.89
5.18
3.55
2.43
1.66
1.14
0.78
0.53
0.37
0.25
0.17
0.12
0.08
0.06
0.04
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
26.13
20.90
8.36
5.23
2.09
3.24
2.22
1.52
1.04
0.71
0.49
0.33
0.23
0.16
0.11
0.07
0.05
0.03
0.02
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1.77
1.21
0.83
0.57
0.39
0.27
0.18
0.13
0.09
0.06
0.04
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.49
0.33
0.23
0.16
0.11
0.07
0.05
0.03
0.02
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.21
0.14
0.10
0.07
0.05
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.08
0.06
0.04
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
61
Limpasa
n
Langsun
g
(m3/dt)
0.00
15.89
8.42
7.54
5.65
4.16
2.85
1.95
1.34
0.91
0.63
0.43
0.29
0.20
0.14
0.09
0.06
0.04
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Setelah perhitungan hidrograf Nakayasu untuk masing-masing bagian DAS, maka dibuat
rekapitulasi hidrograf
4.3
Pemodelan Sungai
Permodelan sungai Bendung dapat dilakukan dengan bantuan menggunakan program
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Data yang digunakan dalam dalam perhitungan untuk permodelan antara lain :
1) Data geometri
2) Waktu awal dan akhir perhitungan
3) Kondisi awal
4) Kondisi akhir
1)
Data Geometri
Input data yang dilakukan adalah menggambarkan profil aliran yang akan dimodelkan
dan memasukkan data cross section pada masing-masing saluran. Lay out saluran diperoleh
dari peta Dinas Tata Kota Palembang dengan skala 1 : 10.000. Gambar profil yang digunakan
dalam pemodelan dapat dilihat dalam gambar berikut :
Langkah selanjutnya adalah memasukkan data geometri dari potongan melintang. Contoh
masukan data potongan melintang saluran yang dimodelkan adalah sebagai berikut :
63
_________________________________________________
Kuliah Rawa
64
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Gambar 4.7 Input data waktu awal dan waktu akhir perhitungan
3) Kondisi Awal
Kondisi awal yang dimasukkan berupa besarnya base flow pada Sungai Bendung Data
tersebut dimasukkan ke dalam program HEC-RAS seperti terlihat pada gambar 4.9.
65
_________________________________________________
Kuliah Rawa
4) Kondisi Batas
Kondisi batas yang digunakan pada pemodelan ini untuk kondisi hulu berupa kurva
hidrograf banjir hasil perhitungan. Kurva hidrograf ini berisi data debit dalam bentuk berubah
menurut waktu (time series). Input data kondisi batas dapat dilihat pada gambar 4.10 dan
contoh grafik hidrograf banjir rancangan kondisi batas hulu profil 59 pada gambar 4.11.
66
_________________________________________________
Kuliah Rawa
_________________________________________________
Kuliah Rawa
68
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Gambar 4.14 Profil muka air banjir pada kondisi sebelum simulasi
Pada kondisi eksisting dapat diketahui tinggi muka air yang melewati batas daya
tampung pada tanggul. Dengan demikian, untuk merencanakan elevasi tanggul dapat dihitung
dengan melihat tinggi muka air yang melewati garis batas tanggul dan penambahan tinggi
jagaan tanggul.
Tabel 4.8 Profil muka air banjir untuk tinggi tanggul
Stasiun
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
kondisi eksisting
tanggul
tanggul
kiri
kanan
2
3
4.19
4.44
4.22
4.6
4.25
4.76
4.28
4.92
4.31
5.08
4.34
5.24
4.37
5.39
4.403
5.552
4.434
5.71
4.47
5.87
4.5
6.03
4.53
6.19
4.56
5.55
4.56
5.35
4.68
4.63
4.48
4.43
4.57
4.51
4.66
4.59
W.S.
Elev.
4
3.39
3.69
3.79
3.89
4
4.1
4.2
4.29
4.56
4.58
4.6
4.61
4.63
4.64
4.65
4.71
4.76
4.81
Tinggi Tanggul
tanggul
tanggul
kiri
kanan
5=4-2
6=4-3
-0.8
-1.05
-0.53
-0.91
-0.46
-0.97
-0.39
-1.03
-0.31
-1.08
-0.24
-1.14
-0.17
-1.19
-0.113
-1.262
0.126
-1.15
0.11
-1.29
0.1
-1.43
0.08
-1.58
0.07
-0.92
0.08
-0.71
-0.03
0.02
0.23
0.28
0.19
0.25
0.15
0.22
69
_________________________________________________
Kuliah Rawa
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Stasiun
1
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
4.3.3
4.75
4.84
4.932
4.9
4.87
4.84
4.81
4.78
4.75
4.89
5.05
5.16
5.3
5.433
5.57
5.57
4.963
4.95
4.944
4.935
4.93
5.31
4.665
4.75
4.82
4.8
4.78
4.75
4.73
4.71
4.684
4.81
4.94
5.06
5.19
5.314
5.44
5.44
5.022
5.08
5.14
5.19
5.25
5.3
kondisi eksisting
tanggul
tanggul
kiri
kanan
2
3
5.3
5.31
5.292
5.323
5.283
5.34
5.28
5.35
5.27
5.36
5.41
5.49
5.554
5.61
5.7
5.733
5.84
5.86
5.99
5.98
6.13
6.102
6.274
6.225
6.42
6.348
6.562
6.47
6.514
6.45
6.47
6.43
6.42
6.41
6.37
5.39
6.322
6.37
4.87
4.92
5.07
5.1
5.13
5.15
5.17
5.19
5.2
5.22
5.23
5.25
5.27
5.3
5.29
5.35
5.4
5.48
5.58
5.51
5.52
5.53
0.12
0.08
0.138
0.2
0.26
0.31
0.36
0.41
0.45
0.33
0.18
0.09
-0.03
-0.133
-0.28
-0.22
0.437
0.53
0.636
0.575
0.59
0.22
0.205
0.17
0.25
0.3
0.35
0.4
0.44
0.48
0.516
0.41
0.29
0.19
0.08
-0.014
-0.15
-0.09
0.378
0.4
0.44
0.32
0.27
0.23
W.S.
Elev.
4
5.55
5.58
5.61
5.66
5.75
5.94
6.14
6.18
6.22
6.26
6.31
6.35
6.49
6.5
6.51
6.52
6.56
6.68
7.04
Elevasi Banjir
tanggul
tanggul
kiri
kanan
5=4-2
6=4-3
0.25
0.24
0.288
0.257
0.327
0.27
0.38
0.31
0.48
0.39
0.53
0.45
0.586
0.53
0.48
0.447
0.38
0.36
0.27
0.28
0.18
0.208
0.076
0.125
0.07
0.142
-0.062
0.03
-0.004
0.06
0.05
0.09
0.14
0.15
0.31
1.29
0.718
0.67
5.47
5.52
5.67
5.7
5.73
5.75
5.77
5.79
5.8
5.82
5.83
5.85
5.87
5.9
5.89
5.95
6
6.08
6.18
6.11
6.12
6.13
5.47
5.52
5.67
5.7
5.73
5.75
5.77
5.79
5.8
5.82
5.83
5.85
5.87
5.9
5.89
5.95
6
6.08
6.18
6.11
6.12
6.13
Elevasi Rencana
tanggul
tanggul
kiri
kanan
7=2+5+0.6
8=3+6+0.6
6.15
6.15
6.18
6.18
6.21
6.21
6.26
6.26
6.35
6.35
6.54
6.54
6.74
6.74
6.78
6.78
6.82
6.82
6.86
6.86
6.91
6.91
6.95
6.95
7.09
7.09
7.1
7.1
7.11
7.11
7.12
7.12
7.16
7.16
7.28
7.28
7.64
7.64
_________________________________________________
Kuliah Rawa
71
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Setelah semua data input selesai termasuk debit banjir rencana, maka selanjutnya
dilakukan running premodelan. Contoh hasil running premodelan hasil setelah simulasi
ditunjukkan pada gambar berikut :
Dari gambar 4.15 terlihat bahwa dengan melakukan kanaikan elevasi tanggul, kapasitas
tampung air menjadi lebih besar sehingga air dapat mengalir lebih baik. Analisa elevasi
tanggul rencana yang terjadi untuk menampung debit air yang cukup besar untuk mengatasi
banjir yang terjadi di sepanjang sungai Bendung. Dalam hal ini, debit air yang mengalir ke
hilir menuju sungai Musi masih dipengaruhi oleh pasang surut. Perhitungan elevasi tanggul
pada kondisi eksisting dan dari hasil simulasi sungai Bendung dapat dilihat dalam lampiran
panjang tanggul yang direncanakan dapat diketahui dari sepanjang elevasi tanggul yang
direncanakan. Dalam hal ini,
_________________________________________________
Kuliah Rawa
tanggul yang direncanakan. Tabel hasil kenaikan elevasi tanggul sungai Bendung setelah
simulasi dapat dilihat dalam lampiran
Dari uraian-uraian di atas, untuk mengatasi banjir pada sungai Bendung berdasarkan
masing-masing prifil dapat disimpulkan :
1) Kondisi Eksisting.
Dari hasil simulasi dengan kondisi eksisting sungai Bendung, elevasi muka air banjir
maksimum terjadi pada profil 59 di jalan Sekip Bendung. Sedangkan elevasi air banjir
minimum pada profil muka air pada sta 1 pada darah hilir sungai Bendung.
2) Elevasi tanggul
Analisa elevasi tanggul dilakukan pada tanggul kiri dan kanan sehingga tanggul yang
direncanakan sejajar pada pinggir sungai Bendung. Elevasi muka air banjir setelah simulasi
dapat dilihat pada lampiran.
Operasi dan pemeliharaan pada tingkat lahan usaha dan jaringan utama
Di daerah pengembangan lahan rawa pasang surut telah dibuat sistem pengelolaan air yang
berbeda-beda. Tipikal tata letak sistem jaringan pada tingkat primer dan sekunder dapat
dilihat pada Gambar 2.1. Sedangkan pada Gambar 2.2 merupakan contoh sebuah blok
sekunder. Pada kedua contoh ini juga terdapat beberapa variasi.
73
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Pada tahap awal setelah reklamasi, sistem jaringan bersifat terbuka, yaitu tanpa
bangunan pengatur air. Sebagian besar sistem jaringan yang ada saat ini masih
dalam tahap ini. Dalam keadaan demikian, operasi dari bangunan kecil seperti
stoplog seluruhnya dilakukan pada
tingkat jaringan utama tidak memungkinkan dan muka air dalam saluran ditentukan
oleh fuktuasi muka air pasang surut.
Pada pengembangan tahap lanjut, bangunan pengatur air mulai dipasang pada
saluran sekunder dan tersier. Pengoperasian bangunan ini akan dapat mengatur
pengelolaan air pada muka air tertentu dalam saluran. Aturan pengoperasian secara
umum telah diuraikan dalam Volume II : Pengelolaan Air. Aturan pengoperasian
secara umum ini penting dan dapat diterapkan untuk keadaan spesifik pada sistem
jaringan yang bersangkutan.
Pada Gambar 2.3 menunjukkan siapa-siapa yang bertanggung jawab dan siapasiapa yang berkontribusi dalam pengelolaan air. Dari Gambar 2.3 tersebut dapat
diketahui bahwa hanya Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota), dan
petani yang diorganisir dalam wadah Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang
bertanggung jawab langsung dalam pengelolaan air. Ini berarti bahwa dalam
kerangka pelaksanaannya, ketiga grup tersebut sangat penting untuk mencapai
suatu kesepakatan dalam peran dan tanggung jawab mereka masing-masing.
Apabila tidak dicapai kesepakatan akan berakibat serius terhadap sistem jaringan
dimana sistem tersebut tidak dapat dioperasikan dan dipelihara dengan semestinya.
Tanggung jawab seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3 tersebut didasarkan atas
peraturan perundangan Indonesia sebagai berikut :
-
Peraturan Pemerintah no. 77 tahun 2001 tentang Irigasi (telah direvisi pada
bulan September 2004 tapi belum disetujui);
74
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Pada dasarnya, hal ini berlaku bagi pelaksanaan O&P pada jenis saluran beserta
bangunan pengatur airnya yang berbeda-beda.
-
Kabupaten/Kota
Provinsi
saluran tersier
(P3A). Bila P3A tidak mampu melaksanakan O&P dapat meminta bantuan Kabupaten
- jaringan lahan usaha
Petani.
Pada beberapa daerah terdapat juga bangunan tanggul pelindung banjir. Tanggul ini
pada umumnya harus dipelihara oleh kabupaten yang bersangkutan. Dalam hal
tanggul
tersebut
terletak
di
dua
kabupaten,
pemerintah
provinsi
harus
Pelaksanaan pemeliharaan
Tujuan dari pemeliharaan adalah untuk menjamin agar prasarana hidraulis, dan
fasilitas serta peralatan yang terkait dalam pelaksanaan O&P dapat berfungsi
dengan baik. Pemeliharaan dapat dibedakan menjadi :
-
pemeliharaan rutin;
pemeliharaan berkala;
pemeliharaan darurat.
75
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Tipe I;
Sistem Tradisionil
Saluran Utama
Tipe II :
Sistem Anjir
Sungai Utama
2 km
4 km
2 km
Saluran
Drainasi
400 m
310 km
715 km
Saluran
Suplesi
2 km
400 m
3,5 km
Sungai Utama
Tipe IV :
Sistem
Garpu
Tipe III :
Sistem Sisir
Saluran Navigasi
Lahan Usaha
Permukiman
Saluran Primer
dan
Fasilitas
Saruran
Gambar 2.1 Tipikal
tata letak sistem pengelolaan air padaUmum
jaringan primer
Pintu Geser
76
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Gambar 2.2 Contoh blok sekunder dengan saluran primer, sekunder dan tersier
serta bangunan pengontrol airnya
Konsultan
Pemerintah Pusat
Kebijakan, Aturan.
Air Nasional
Pemborong, Pabrik
Universitas, Sekolahan
Kabupaten/Provinsi
Saluran Primer
dan Sekunder
Saluran Tersier
dan Lahan Usaha
Organisasi Internasional
Perkumpulan Petani
Gambar
2.3dan
Skematisasi
indikatif
dariteratur,
para pelaksana
pertanian
dari
saluran
tanggul banjir
secara
kegiatan pengelolaan
ini mencakupairjuga
perbaikan ringan
dan perawatan peralatan dan fasilitas O&P. Kegiatan pemeliharaan rutin secara garis besar
disajikan dalam Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1
77
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Kegiatan
Pembersihan sampah di
muka pintu air
Pemotongan rumput pada
tebing saluran dan tanggul
Pemebersihan saluran
(gulma air)
Minor repairs and
reshaping of
embankments
Lokasi
Saluran primer
Saluran sekunder
Saluran tersier
Tanggul pengaman
banjir
Saluran primer
Sasuran sekunder
Saluran tersier
Saluran primer
Sasuran sekunder
Saluran tersier
Tanggul pengaman
banjir
Saluran primer
Sasuran sekunder
Saluran tersier
Semua bangunan
pengatur air
Interval *)
(bulan)
Harian
Frekuensi
(kali/tahun)
365
6
6
3
3
12
4
4
2
2
3
3
1
3
3
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
P3A
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
P3A
12
12
12
12
1
1
1
1
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
P3A
Tanggung jawab
seperti pada jenis
sasuran
penggemukan
2
pelumasan
2
pembersihan
4
pengeteran dan
12
pengecatan
Pengeteran dan
Bervariasi
12
pengecatan jembatan,
darmaga dan gedung
Perbaikan ringan dan
kantor
12
pemeliharaan fasilitas dan
rumah
peralatan
peralatan
*) Gambaran indikatif, tergantung dari kondisi spesifik dari sistem.
6
6
3
1
Tanggung-jawab
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
P3A
Responsibility as for
the different canals
Pemilik
Dikarenakan adanya variasi yang cukup besar dalam kondisi tanah dan hidrologi di
daaerah rawa pasang surut, kecepatan pertumbuhan kembali vegetasi diatas
tanggul dan di dalam saluran berbeda cukup besar. Berdasarkan pengalaman dan
hasil pemantauan yang dlaksanakan selama bertahun-tahun, frekuensi kegiatan
pemeliharaan rutin harus disesuaikan dengan kondisi setempat.
Kegiatan pemeliharaan rutin dapat direncanakan dan diperhitungkan biayanya atas
dasar prakiraan kebutuhan tenaga kerja, biaya dan frekuensi pekerjaan yang
diperlukan. Pembuangan sampah yang ada di muka pintu air, pelumasan dengan
gemuk dan oli, serta pembersihan bagian-bagian bangunan air adalah merupakan
bagian tugas rutin dari staf O&P dan penjaga pintu. Selain untuk biaya bahan-bahan
(gemuk, oli dan peralatan pembersih), tidak diperlukan lagi adanya tambahan biaya
secara tepisah. Pekerjaan pemeliharaan rutin lainnya dilakukan oleh petani sendiri,
staf O&P, tenaga kerja dibawah pengawasaan staf O&P. atau oleh pemborong.
78
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Pemotongan rumput
Tanggul disepanjang saluran primer dan sekunder memerlukan pemeliharaan rutin
dalam jangka waktu yang bervariasi. Kegiatan pemeliharaan tanggul ini meliputi ;
-
pemotongan rumput dan tanaman gulma pada tebing saluran, dimulai dari batas
muka air sampai dengan kaki tanggul bagian luar;
tanaman gulma perlu dipotong sampai bagian bawah batang (0,05 sampai 0,10
m diatas muka tanah) dengan menggunakan parang, pisau, sabit besar atau
secara mekanik. Bagian akar dan umbinya tidak boleh ikut terangkat karena
sangat berguna bagi perlindungan terhadap erosi;
sampah tanaman gulma tersebut harus dikumpulkan dan dibuang keluar dari
tanggul dan bila memungkinkan dapat dibakar.
Kriteria kapasitas kerja untuk pemotongan rumput diperkirakan sebesar 225 450
m2/orang-hari tergantung dari tinggi dan kerapatan rumput dan tanaman gulma yang
bersangkutan
Pembersihan saluran
Tanaman gulma air diharapkan tidak menjadi penghambat di saluran primer karena
salurannya cukup dalam dan aliran airnya cepat. Untuk membersihkan tanaman air
di saluran sekunder dan tersier, penggunaan tenaga kerja sangat disarankan.
Pembersihan tanaman gulma air dari dasar saluran sekunder memerlukan interval
waktu yang teratur. Kegiatan pemeliharaan saluran ini meliputi;
-
pemotongan dan pembuangan tanaman air dan ganggang yang mengapung dan
yang tenggelam dari dasar dan tebing saluran; tanaman gulma harus dipotong
serendah mungkin dekat dengan dasar batang dengan menggunakan parang,
pisau, sabit besar atau secara mekanik;
sampah tanaman gulma air tersebut harus diangkat dari dasar saluran dengan
menggunakan tangan atau alat penggaruk, kemudian dikumpulkan di belakang
tanggul dan selanjutnya dibakar;
79
_________________________________________________
Kuliah Rawa
gangguan aliran air akibat adanya batang pohon, jaring ikan, atau bendung
temporer dari tanah harus segera dibuang untuk menjamin aliran air lancar.
alur-alur bekas erosi, retakan tanah dan lubang-lubang tanggul harus dibersihkan
dari tanaman gulma, lumpur, sampah dan bahan-bahan lainnya;
lubang-lubang yang dibuat oleh tikus, kepiting dan binatang sejenisnya harus
segera ditutup.
Kriteria kapasitas kerja untuk kegiatan ini diperkirakan sebesar 500 m2 / hari-orang.
_________________________________________________
Kuliah Rawa
dilumasi dengan oli setiap dua bulan sekali. Setiap empat bulan sekali gemuk dan oli
tersebut harus dicuci dan dibersihkan dengan minyak solar.
Setiap tahun, pada musim kemarau, bagian beton pada bangunan air harus
dibersihkan dari kotoran dan lumut. Bagian logam harus dibersihkan dan dicat
kembali. Baud-baud, skrup dan kunci gembok yang hilang harus segera diganti.
Pecahan atau retakan kecil pada dinding beton dan pasangan batu pada bangunan
harus segera ditambal dengan adukan beton.
Jembatan dan gedung-gedung harus dibersihkan dan dicat ulang setiap tahun.
Bagian komponen logam seperti baud, mur dan lainnya dicat dengan cat anti karat.
Baud, mur dan komponen logam lainnya yang hilang perlu diganti. Kantor dan
rumah petugas O&P perlu diter, dicat dan dikapur dengan cat tembok putih.
Kerusakan berat pada bangunan air dan gedung harus segera dilaporkan dan
diperbaiki melalui program pekerjaan pemeliharaan berkala. Sedangkan untuk
pekerjaan darurat, perbaikan harus segera dilakukan.
2.1.2 Pemeliharaan berkala
Pemeliharaan berkala, atau disebut juga pemeliharaan insidental atau pemeliharaan teratur,
terdiri dari pengerukan lumpur dan pembentukan kembali profil saluran, serta perbaikan
tanggul, bangunan air, gedung-gedung, peralatan dan lain lain. Pekerjaan pemeliharaan ini
memerlukan identifikasi dan kuantifikasi berdasarkan atas hasil pemeriksaan tahunan dan
survai volume. Kegiatan ini tidak dapat ditetapkan sebelumnya dari hasil inventarisasi
jaringan. Walaupun beberapa kebutuhan pemeliharaan berkala dapat dihitung dari umur
efektip (lifetime) bangunan air dan fasilitas yang ada, namun volume yang pasti dan lokasi
pekerjaannya, serta bangunan air atau fasilitas yang mana yang perlu diganti, akan bervariasi
dari tahun ke tahun.
Ringkasan lingkup pekerjaan pemeliharaan berkala disajikan pada Tabel 2.2.
Pengendapan yang aktual dapat bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya,
seperti juga bervariasi dari waktu ke waktu; kecepatan pengendapan paling tinggi
81
_________________________________________________
Kuliah Rawa
terjadi segera setelah pembangunan atau peningkatan saluran bila tanggul belum
ditutupi dengan tanaman pelindung, dan bagian saluran di mana terdapat pertemuan
air pasang dari ke dua arah.
Pengerukan lumpur
Saluran primer
Pengerukan lumpur pada saluran primer diperlukan bila kedalaman saluran menjadi
terlalu dangkal untuk lalu lintas air atau bila pekerjaan O&P (drainase, kualitas air)
terhambat. Waktu yang tepat untuk pengerukan lumpur ditentukan berdasarkan hasil
pengukuran tahunan dari beberapa penampang melintang pada lokasi yang telah
ditetapkan.
Pada umumnya, saluran primer terlalu dalam untuk pengerukan lumpur
secara
manual, oleh karenanya lebih baik digunakan alat excavator hidrolis atau kapal
keruk. Apabila saluran terlalu lebar untuk jangkauan long-arm excavator maka perlu
digunakan ponton untuk tempat kedudukan excavator agar dapat menjangkau
bagian tengah saluran. Penggunaan kapal keruk yang kecil pada saluran yang lebih
lebar adalah merupakan alternatif yang memungkinkan dengan kombinasi excavator
hidrolis untuk pembentukan tebing saluran dan tanggul. Perhatian khusus diperlukan
untuk mencegah terjadinya pengerukan yang terlalu dalam oleh kapal keruk pada
bagian tepi saluran karena dapat mengekibatkan tanggul longsor berat.
Berdasarkan pengalaman dari beberapa proyek, kapasitas kerja efektip per
excavator diperkirakan sebesar 30 m3/jam, dan untuk kapal keruk sebesar
4.000 m3/hari.
Tabel 2.2
Kegiatan
Pengerukan saluran
Lokasi
Interval *)
(tahun)
saluran primer
saluran sekunder
saluran tersier
5
2
2
82
Kecepatan
pengendapan
(m3/m/tahun)
1
0.4
0.2
Tanggung jawab
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
P3A
_________________________________________________
Kuliah Rawa
tanggul banjir
2
dan kerusakan akibat erosi,
saluran primer
5
pembentukan kembali tebing saluran sekunder
2
dan berm
saluran tersier
2
Penggantian (bagian-bagian)
bangunan
bervariasi
yang rusak dari bangunan air
pengatur air
dan gedung
gedung
*) Gambaran indikatif, tergantung kepada keadaan spesifik dari sistem
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
P3A
Tanggung jawab
seperti pada jenis
saluran
Saluran sekunder
Endapan lumpur dalam saluran sekunder dapat diangkat dengan menggunakan
mesin atau tenaga manusia pada waktu air surut. Untuk pengerukan lumpur dengan
tenaga manusia menggunakan peralatan tradisionil seperti cangkul dan keranjang.
Produktivitas pengerukan dengan tenaga manusia biasanya rendah, antara 1
sampai 2 m3/orang-hari, disebabkan kondisi tempat kerja yang berlumpur.
Upaya-upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerja dengan
mengembangkan peralatan yang sesuai seperti skop, serta cangkul dan garpu yang
didesain secara khusus. Dengan peralatan tersebut pekerjaan dapat dilakukan dari
tepi saluran saja untuk menghindari kesulitan bekerja di tempat yang berlumpur dan
memanjat tebing yang licin. Produktivitas kerja bervariasi antara 2 sampai 8
m3/orang-hari (FAO, 1982), tergantung dari kondisi kerja, peralatan yang digunakan
dan kedalaman yang dikeruk.
Disarankan sebaiknya untuk menggunakan alat penggali mekanik excavator hidrolis
dari pada pengerukan dengan tenaga manusia. Alasan dari pilihan ini adalah;
-
pengerukan dengan tenaga manusia lebih mahal dari pada dengan alat penggali
mekanik;
produktivitas tenaga kerja manusia jauh lebih rendah dari pada alat penggali
mekanik (1-2 m3/orang-hari dibandingkan dengan 150 m3/hari).
Kualitas galian manusia pada umumnya kurang baik dibandingkan dengan kualitas
alat penggali mekanik karena petani harus bekerja dalam kondisi sulit (berlumpur
dan licin).
83
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Saluran tersier
Apabila
pemeliharaan
rutin
di
saluran
tersier
dilaksanakan
dengan
baik,
komponen
yang
bergerak
seperti
engsel
dan
tali/kabel
yang
menggerakkan buka dan tutupnya pintu air. Kerusakan yang demikian akan
berakibat fatal terhadap O&P di lahan usaha tani dan dapat menyebabkan
kerusakan pada tanaman. Perbaikan mendesak sangat diperlukan.
Pemeliharaan darurat tidak dapat diperkirakan sebelumnya baik dalam perencanaan
maupun pembiayaannya. Dana khusus harus disediakan, atau dana dari kontrak
yang sedang berjalan dapat dialihkan dengan menangguhkan pekerjaan yang
dianggap kurang penting.
84
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Pekerjaan pemeliharaan pada tingkat tersier dan lahan usaha dikerjakan oleh para petani
sendiri atau diorganisir oleh P3A. Apabila diorganisir oleh P3A diharapkan bahwa pekerjaan
ini akan dilakukan oleh penduduk setempat. Sejauh pekerjaan pemeliharaan yang akan
dilakukan menyangkut saluran primer dan sekunder serta bangunan pengatur air yang terkait,
disarankan agar pemerintah provinsi atau kabupaten mengusahakan untuk meminimalkan
pekerjaan administrasinya.
Apabila pekerjaan tersebut tidak dapat dilakukan oleh petani setempat, maka sebaiknya
diserahkan kepada pemborong yang profesional, berdasarkan pada kontrak untuk pekerjaan
yang ukurannya cukup besar. Oleh karena itu agar pekerjaan tersebut lebih efektif sebaiknya
menggabungkan beberapa pekerjaan pemeliharaan kedalam satu kontrak. Disarankan agar
mengikut sertakan staf lapangan O&P dalam melaksanakan pengawasan pekerjaan
pemeliharaan di wilayahnya. Sebelum pekerjaan dimulai, pemborong diwajibkan untuk
menyerahkan rencana rinci dan jadual kegiatan, yang meliputi metoda kerja dan urutan
kegiatan, untuk memperoleh persetujuan.
sehingga gangguan terhadap fungsi pengelolaan air dari saluran dan bangunan air dapat
diminimalkan. Apabila penutupan saluran diperlukan, maka pekerjaan tersebut sedapat
mungkin harus dilaksanakan sebelum musim tanam. Setelah mendapat persetujuan dari
pihak-pihak yang terkait, rencana kerja dari pemborong harus dijelaskan kepada pengawas
dan staf O&P serta perwakilan P3A sejauh pekerjaan tersebut di wilayah kerja mereka.
85
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Kriteria dari kualitas kerja yang dapat diterima harus dicantumkan dalam dokumen lelang.
Kriteria ini harus menjadi acuan dasar untuk diterimanya pekerjaan pemborong.
Selama pelaksanaan pekerjaan, pemborong harus mempunyai perwakilan permanen yang
berada di dalam daerah pekerjaan. Dia akan selalu memberikan informasi kepada pengawas
tentang lokasi pelaksanaan pekerjaan berikutnya.
Pemborong harus memperoleh ijin dari pihak terkait apabila dalam pelaksanaan pekerjaan
tersebut akan mengganggu aliran air dalam saluran. Pemborong tidak boleh ikut campur
tangan dalam pengoperasian pintu air.
2.1.6
Rekomendasi untuk metoda kerja yang terpenting pada kegiatan pemeliharaan rutin dan
berkala yang diuraikan dalam bagian ini adalah berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut;
-
tenaga kerja cukup tersedia, kecuali pada saat pengolahan tanah dan masa panen;
timbulnya tambahan pendapatan bagi petani di daerah lahan rawa pasang surut sesuai
dengan tujuan proyek, sehingga dapat mengurangi perpindahan penduduk ke daerah lain:
daerah proyek pada umumnya terpencil dan mobilisasi alat berat relatif menjadi mahal;
pembersihan tanaman gulma dengan bahan kimia akan membahayakan kesehatan karena
residunya akan mencemari sumber air minum, oleh karenanya harus dilarang.
2.3
Pelaksanaan operasi
86
_________________________________________________
Kuliah Rawa
dapat
diikuti
apabila
disepakati
oleh
pemerintah
Kabupaten
yang
87
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Organisasi
Susunan kelembagaan untuk organisasi pelaksana O&P disajikan dalam Gambar 3.1.
2.1.1
Organisasi pemeliharaan
88
_________________________________________________
Kuliah Rawa
89
_________________________________________________
Kuliah Rawa
PRESIDEN
DEPARTEMEN
KIMPRASWIL/PU
DEPARTEMEN
DALAM NEGERI
BAPPENAS
DEPARTEMEN
LAINNYA
DJSDA
PUSAT
T
I
NGKAT
A
Konsultan
Direktur
Proyek
GUBERNUR
Konsultan
Dinas SDA
BAPPEDA
Dinas Lainnya
PTPA
PROV
I
NS
I
Garis Komando
Proyek
PPTPA
Balai PSDA
Gabungan P3A
Garis Konsultasi
dan Koordinasi
Garis
Bimbingan
BUPATI
KA
BU
PA
TEN
KomisiIrigasi
SUSUNAN KELEMBAGAAN
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
Dinas Pengairan
_________________________________________________
Kuliah Rawa
2.1.2
Organisasi operasi
2.2.1
Kebutuhan staf
91
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Jumlah staf dan latar belakang pendidikan yang diperlukan secara garis besar disajikan
dalam Tabel 3.1. Jumlah kebutuhan staf ini perlu dihitung secara rinci berdasarkan atas
kekhususan sistem jaringan yang bersangkutan dan ketersediaan dana.
Tabel 3.1
Jabatan
Pengamat
Juru
Pakarya
1/5
1/0.5 - 1/1.0
1/0.2 1/0.4
Ketua
Sekretaris
Kelompok Tani
1/30 1/60
1/30 1/60
Per bangunan air tersier
Dalam menetapkan batas dan ukuran wilayah kerja staf O&P, panjang total
saluran dan jumlah serta aksesibilitas dari bangunan pengatur air harus menjadi
pertimbangan.
2.2.2
Pelatihan staf
Semua petani dan staf O&P sangat penting untuk diberikan pelatihan dalam aspek-aspek
O&P lahan rawa pasang surut yang sifatnya spesifik. Standar modul pelatihan dan
manual yang disusun untuk tingkatan staf yang berbeda (termasuk training of trainers)
berikut adalah sesuai untuk tujuan tersebut (Euroconsult/BIEC/TIA, 1996):
-
Volume 1A, 1B
Pelatihan Instruktur
Volume 2
Pengamat Pengairan
Volume 3
Volume 4
92
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Volume 1A, 1B
Pelatihan Instruktur
Volume 2
Pengamat Pengairan
Volume 3
Manual O&P; Lokakarya Staf Cabang Dinas Pengairan dan Kepala Ranting
Dinas Pengairan.
Pelatihan dilakukan tidak hanya sekali saja, akan tetapi harus diikuti dengan praktek kerja
lapangan, pertemuan-pertemuan dan diskusi dengan sesama peserta serta evaluasi kinerja
peserta oleh staf pengawas (supervisor). Dari kegiatan lanjutan ini, dapat diidetifikasi
perlunya pelatihan tambahan dan faktor-faktor lain yang mengakibatkan hambatan
terhadap kinerja yang diharapkan, seperti misalnya kurangnya dukungan administrasi dan
logistik.
2.3
Kondisi prima suatu kinerja yang baik untuk petani dan staf O&P adalah ketersediaan
peralatan dan fasilitas yang memadai. Daftar peralatan dan fasilitas kerja disajikan dalam
Tabel 3.2.
2.4
Uraian tugas yang jelas bagi semua tingkatan staf sangat penting untuk menghasilkan
kinerja yang baik dan untuk pemantauan kinerja staf O&P. Lampiran I menyajikan suatu
contoh uraian tugas staf O&P.
Manual dan Buku Panduan Lapangan sangat diperlukan untuk staf O&P karena
melengkapi mereka dengan sistem pengumpulan data yang spesifik dan relevan
serta memberi pedoman untuk pelaksanaan tugas mereka.
93
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Tabel 3.2
Fasilitas / Peralatan
Gedung
Tenaga Listrik
Transportasi
Peralatan
Kantor
Komunikasi
Peralatan O&P
2.5
kantor
(100 m)
kantor/rumah
(70 m)
rumah
(70 m)
rumah
(54 m)
rumah
(36 m)
gen-set
(5 kVA)
gen-set
(1 kVA)
petromak
lampu senter
speedboat/mobil (40 pk)
ketek
(8 pk)
sepeda motor
sepeda
filling cabinet
meja & kursi
meja & kursi
kursi tamu
meja&kursi untuk rapat
mesin ketik
Handy Talkie
Handphone
alat ukur topografi
salino-meter
kamera foto
rambu ukur
penakar hujan
bor tanah
piezometer
meteran (50 m)
meteran (5 m)
parang, cangkul, arit
Perkiraan
umur-pakai
(tahun)
15
15
15
15
15
10
10
2
1
8
8
5
3
10
4
4
5
5
10
10
10
10
6
5
1
5
5
2
2
1
1
Pelaksanaan O&P yang efektif memerlukan informasi yang akurat tentang kondisi tanah
dan hidro-topografi lahan serta kondisi khusus lain di lokasi yang berbeda dalam satu
areal. Informasi ini diperoleh dari dokumen yang ada, dilengkapi dengan data yang
dikumpulkan oleh staf O&P. Di bawah ini disampaikan daftar sistem data yang paling
penting di mana harus tersedia untuk, dan bila perlu diperbarui oleh staf O&P.
94
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Data untuk prosedur O&P yang harus tersedia di Kantor O&P Kabupaten dan
P3A adalah:
-
bagan organisasi bagi organisasi O&P untuk saluran primer dan sekunder
serta bangunan pengatur airnya, dan dokumen lain yang diperlukan dalam
kerangka kerja organisasi dan tanggung jawab yang terkait;
bagan organisasi P3A dan organisasi petani lainnya di dalam areal, dengan
peta yang menunjukkan wilayah yuridiksi serta daftar nama dan alamat
pengurusnya;
Data tentang prasarana O&P yang harus tersedia di Kantor O&P Kabupaten dan
P3A adalah:
-
inventarisasi unit tersier, sekunder dan primer (jumlah, luas, jumlah petani,
penggunaan lahan, P3A);
inventarisasi semua fasilitas dan peralatan serta aset lain milik organisasi
O&P;
95
_________________________________________________
Kuliah Rawa
2.6
2.6.1
Struktur organisasi
P3A perlu diorganisir dan dilatih agar mereka mampu mengerjakan tugas mereka.
Struktur organisasi dan tugas P3A secara memadai diuraikan dalam peraturan pemerintah
yang terkait. Di daerah rawa pasang surut, satu P3A biasanya mencakup beberapa unit
tersier dengan sub-grup per tersier. Untuk koordinasi pada tingkat yang lebih tinggi, suatu
Gabungan P3A dapat dibentuk yang terdiri dari perwakilan beberapa P3A. Batas wilayah
P3A sebaiknya sama dengan batas hidrolik sistem jaringan. Blok tersier harus terdiri dari
semua petani yang memanfaatkan air dari satu tersier yang sama sehingga dengan
demikian batas blok tersier terletak di tengah dua tersier.
2.6.2
96
_________________________________________________
Kuliah Rawa
2.6.3
Pembentukan P3A
untuk petani:
pengelolaan air dan tanah yang lebih baik akan menghasilkan produksi yang
lebih tinggi;
untuk pemerintah:
97
_________________________________________________
Kuliah Rawa
3. PROSEDUR PERENCANAAN
Perencanaan dan pembiayaan kegiatan O&P tahunan dan musiman harus
mengikuti prosedur standar. Sebagai contoh jadual waktu kegiatan O&P untuk
perencanaan tahunan ditunjukkan pada Gambar 4.1. Suatu rencana harus
disusun untuk dapat memberikan arahan dan sasaran dari berbagai macam
kebutuhan pemeliharaan, peningkatan staf O&P, fasilitas dan peralatan,
pelatihan dan pengembangan P3A, kebutuhan dana O&P, dan lain-lain.
4.1
Perencanaan operasi
dengan kebutuhan pertanian dan kondisi lahan usaha tani (Gambar 4.2). Dalam
beberapa kasus, kebutuhan akan navigasi dan air minum penduduk, harus ikut
diperhitungkan juga. Perencanaan operasi ini akan mencakup:
-
rencana O&P;
98
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Kegiatan
Musim Hujan
O
Musim Kemarau
F
Musim tanam
Operasi
Rencana operasi musiman
rencana tanam
Gambar 4.1
99
_________________________________________________
Kuliah Rawa
I. MUSIM TANAM
II. MINGGUAN
III. HARIAN
PENYESUAIAN PENGOPERASIAN
Muka Air
Lahan Usaha
Saluran
Bangunan Air
PEMANTAUAN
OPERASI BANGUNAN AIR
TARGET OPERASI
Koordinas
i
Kalender Tanam
dan
Pola Tanam
P3A
Kelompok Tani
Pertanian
Rencana
Pengelolaan Air
versus Muka Air
Aktual di Lahan
P3A
Kelompok Tani
Target Operasi
versus Muka Air
Aktual di
Saluran
Siklus
P3A
Kelompok Tani
Penjaga Pintu
Peren
Tujuan
I. RENCANA
PENGELOLAAN AIR
III. OPERASI
BANGUNAN
AIR
Muka Air
Lahan Optimal
dan Kualitas Air
Muka Air
Saluran Optimal
dan Kualitas Air
Pengaturan
Optimal., Operasi
Pintu dan
Bangunan Air
canaa
n
Musim Tanam
Minggua
n
Harian
100
_________________________________________________
Kuliah Rawa
3.1.1
Rencana tanam musiman harus dapat mengindikasikan pada setiap unit tersier :
-
jenis-jenis tanaman yang akan ditanam dan lokasi setiap jenis tanaman;
kalender tanam.
Rencana tanam ini sebaiknya disusun bersama antara P3A dan PPL
berdasarkan atas rencana petani perorangan untuk musim tanam berikutnya.
Perencanaan tanam utama untuk musim hujan harus memperhitungkan juga
untuk tanam kedua yaitu tanaman musim kemarau. Renana tanam juga sangat
berguna untuk tujuan penyuluhan, dan dapat menjadi dasar pelaksanaan
kegiatan kolektif lain oleh P3A.
Satu tujuan penting dari penyiapan rencana tanam adalah guna merangsang
para petani untuk menanam jenis tanaman yang membutuhkan pengelolaan air
yang sama, selain untuk mensinkronkan waktu tanam di antara petani dalam
satu unit pengelolaan air. Hal in penting untuk mengurangi timbulnya konflik
dalam kebutuhan pengelolaan air diantara petani. Sinkronisasi waktu tanam juga
akan mengurangi dampak akibat serangan hama dan penyakit tanaman.
3.1.2
Rencana O&P musiman memberikan kerangka kerja di mana muka air saluran (target
operasi) dan pengoperasian bangunan air harian akan didasarkan. Aturan pengoperasian
dan muka air yang disarankan pada kondisi yang berbeda-beda telah dijelaskan dalam
Volume II: Pengelolaan Air.
Berdasarkan ketentuan umum yang berlaku, P3A dan khususnya pimpinan blok
tersier harus menyusun rencana operasi pintu tersier. Rencana pengoperasian
pintu pada saluran sekunder harus disusun oleh staf O&P bekerja sama dengan
P3A dan petugas penyuluhan pertanian. Rencana tersebut akan memberikan
101
_________________________________________________
Kuliah Rawa
gambaran tentang tujuan dari pengelolaan air dan muka air saluran yang harus
dijaga selama pengoperasian normal dan pengoperasian pada kondisi ekstrim
musim hujan dan musin kemarau, serta kebutuhan untuk pengoperatian pintu.
Rencana tersebut disarankan untuk disepakati secara tertulis antara pengguna
air (atau wakilnya), staf O&P dan staf penyuluhan pertanian.
Masukan yang diperlukan untuk penyusunan rencana O&P tersebut meliputi:
-
rencana tanam;
ramalan pasang surut (tanggal pasang purnama dan pasang perbani) dan
fluktuasi muka air bukan pasang surut yang diharapkan;
disamping dari peta dan laporan survai yang ada, informasi harus juga
diperoleh dari pengalaman selama musim tanam sebelumnya, khususnya
tentang kemungkinan adanya irgasi pasang surut;
Konflik mungkin akan timbul misalnya antara kebutuhan air minum penduduk
dengan drainasi, atau antara petani yang memiliki lahan beririgasi pasang surut
dengan mereka yang memerlukan muka air rendah secara permanen untuk
keperluan drainasi. Suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak
harus dapat dicapai baik pada tingkat tersier maupun tingkat sekunder.
Di dalam sistem jaringan yang mempunyai bangunan pengatur air, baik pada
tingkat tersier maupun sekunder, rencana yang belakangan harus sebanyak
mungkin dapat memenuhi kebutuhan rencana yang pertama. Disamping itu,
pengoperasian bangunan air akan menyesuaikan dengan kebutuhan masingmasing seperti untuk lalu lintas air, untuk air minum penduduk, atau untuk
penggelontoran saluran secara teratur.
102
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Target operasi dibuat untuk penjaga pintu, menunjukkan posisi pintu pada saat
air surut dan saat air pasang serta muka air yang harus dijaga di saluran dengan
pengaturan pintu air.
3.1.3
curah hujan;
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Perencanaan pemeliharaan
3.2.1
Tanggung-jawab pemeliharaan
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, petani dan P3A bertanggung jawab untuk tingkat
lahan usaha dan saluran tersier, sedangkan pemerintahan Kabupaten dan Provinsi
bertanggung jawab pada pemeliharaan saluran primer dan sekunder. Dalam keadaan
spesifik tertentu pembagian tanggung jawab ini tidak diikuti secara ketat sekali. Sebagai
contoh, di areal yang saluran tersiernya cukup besar, petani tidak dapat melakukan
pemeliharaan salurannya dengan baik, khususnya apabila P3A nya belum berkembang
dengan baik. Dalam hal ini, pemerintah Kabupaten/Provinsi dapat memberikan bantuan
kepada petani, seperti pengerukan lumpur di saluran tersier sekali dalam beberapa tahun,
sementara petani akan melaksanakan pemeliharaan rutinnya.
3.2.2
_________________________________________________
Kuliah Rawa
mengakibatkan
pemanfaatan
prasarana
dan
- prioritas rendah
3.2.3
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Koordinasi yang erat dengan instansi terkait lainnya sangat diperlukan, khususnya dengan
petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), staf pemerintahan daerah (Camat, Kepala
Desa), dan perwakilan dari organisasi petani. Oleh karena itu disarankan untuk selalu
mengadakan pertemuan/rapat dengan semua pihak terkait pada saat-saat yang diperlukan.
Topik yang akan didiskusikan tergantung masalah-masalah yang ada pada tahun itu,
termasuk perencanaan dan pelaksanaan O&P (pengoperasian pintu, masalah keasaman
dan keracunan, banjir, kekeringan, air minum), aspek-aspek pemeliharaan (kebutuhan
pemeliharaan, ketersediaan dana, pelaksanaan dan prioritasisasi, pemeliharaan saluran
tersier oleh petani) dan hal-hal yang terkait dengan P3A.
106
_________________________________________________
Kuliah Rawa
4. PROSEDUR PEMBIAYAAN
Pembiayaan O&P yang tidak mencukupi merupakan penyebab utama kinerja
yang buruk dari kebanyakan daerah pengembangan lahan rawa pasang surut.
Untuk memperbaiki kualitas dan efisiensi dari perencanaan pembiayaan,
prosedur yang standar dan transparan sangatlah penting. Prosedur yang
107
_________________________________________________
Kuliah Rawa
disarankan pada bab ini didasarkan atas konsep Angka Kebutuhan Nyata O&P
(AKNOP).
4.1
AKNOP adalah suatu alat manajemen yang memberikan suatu gambaran tentang
kebutuhan biaya O&P tahunan dari suatu sistem jaringan dan dapat digunakan untuk
penyusunan perencanaan pembiayaan jangka panjang, jangka pendek serta tahunan.
Perencanaan pembiayaan ini didasarkan atas hasil inventarisasi prasarana hidraulis serta
fasilitas dan peralatan yang ada dalam sistem jaringan yang bersangkutan. Biaya
pemeliharaan rutin pada awalnya diperkirakan atas dasar asumsi terhadap jenis dan
frekuensi dari pekerjaan yang diperlukan. Melalui pemantauan secara teratur, asumsi
tersebut dapat diperbaiki dan disesuaikan terhadap kondisi-kondisi khusus di setiap
bagian dari sistem. Biaya pemeliharaan berkala adalah untuk AKNOP jangka panjang
diperkirakan atas dasar biaya penggantian rata-rata dari bagian yang bersangkutan, dan
untuk AKNOP tahunan diperkirakan atas dasar survai lapangan kebutuhan nyata
pemeliharaan dan perbaikan. Secara ringkas, penyusunan pembiayaan tahunan dari
kebutuhan pemeliharaan memerlukan:
-
AKNOP biasanya memerlukan pembiayaan tahunan sedikit lebih tinggi dari pada
yang biasa dianggap mencukupi. Biaya ini lebih besar dari pada yang
dikompensasikan melalui penghematan biaya perbaikan besar atau biaya
rehabilitasi, di mana akan diperlukan setiap beberapa tahun apabila biaya
tahunan tidak sesuai dengan kebutuhan nyata pemeliharaan. Keuntungan lain
dari AKNOP adalah:
-
AKNOP
menstandarisir
dan
memfasilitasi
penyusunan
perencanaan
108
_________________________________________________
Kuliah Rawa
AKNOP jangka pendek didasarkan atas kebutuhan nyata dan oleh karena itu
merupakan jaminan bahwa prasarana hidraulis dapat dijaga dalam keadaan
berfungsi dengan baik;
AKNOP dapat
digunakan
untuk
memantau
kebutuhan
pemeliharaan
sepanjang tahun dan untuk membandingkan biaya O&P dari sistem yang
berbeda;
-
4.2
I
-
Biaya operasi
gaji staf dan tunjangan. Secara umum di dasarkan atas sekala standar gaji
pemerintah.
Tunjangan
meliputi
honorarium,
perjalanan
dinas
dan
perlengkapan lapangan. Dalam hal staf O&P diangkat untuk mengawasi lebih
dari satu sistem, biaya mereka dapat dimasukkan dalam pembiayaan sistem
yang lebih besar atau di bagi dalam dua sistem;
-
biaya operasional fasilitas dan peralatan. Biaya ini meliputi biaya alat tulis
kantor, listrik, operasional alat transport dan komunikasi, serta bahan-bahan
yang diperlukan untuk operasional lapangan. Biaya ini juga biasanya
mencakup biaya tenaga kerja diluar dari yang dipekerjakan khusus untuk
pekerjaan pemeliharaan;
_________________________________________________
Kuliah Rawa
panjang, biaya ini dapat dihitung secara kasar, sedangkan untuk pembiayaan
tahunan harus didasarkan atas perencanaan yang realistis:
II
Biaya pemeliharaan
biaya pemeliharaan rutin bangunan air dan gedung. Biaya ini meliputi biaya
pembersihan,
pelumasan
dan
penggemukan
komponen-komponen
bangunan air yang bergerak, pengecatan atau pengeteran kayu dan logam,
pengecatan putih tembok/dinding dan atap, dan lain-lain. Biaya ini harus
didasarkan pada kuantitas nyata (jumlah bangunan air dan gedung di kalikan
dengan luas areal yang dicat) yang diperoleh dari gambar desain dan
inventarisasi sistem jaringan;
-
Urutan prioritas harus dibuat dalam rangka menyusun kebutuhan pemeliharaan berkala
saluran, bangunan air dan gedung untuk membedakan antara prioritas tinggi, sedang dan
rendah. Pemeliharaan rutin sangat penting untuk menjaga agar prasarana dapat berfungsi
dengan baik, oleh karena itu tidak diperlukan adanya urutan prioritas.Jadual kegiatan
pembiayaan O&P di sajikan dalam Gambar 5.1.
110
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Rincian biaya tersebut secara umum berlaku untuk biaya langsung O&P dari
suatu sistem jaringan.
4.3
Untuk pelaksanaan O&P jaringan primer dan sekunder, pemerintah Kabupaten atau
Provinsi harus dapat menyediakan dana dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD). Pemerintah Pusat dapat membantu Kabupaten atau Provinsi melalui Dana
Alokasi Khusus (DAK).
Untuk jaringan tersier, petani harus melaksanakan O&P nya dengan tenaga
kerjanya sendiri, atau dari pendanaan P3A. Dalam hal P3A tidak mampu untuk
memenuhi tugas ini, pemerintah Kabupaten dapat memberikan bantuan kepada
P3A atas dasar kebutuhan dasar O&P seperti dijelaskan dalam Undang-Undang
Sumber Daya Air.
111
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Bulan
Kegiatan
10
11
12
Catatan
Kimpraswil/PU
Konsultansi
Rencana Kerja Awal
Nota Keuangan
Rencana Kerja Rinci
DUP
DIP
Rencana Kerja Akhir
Petani/P3A
Pemantauan
Inventarisasi
Rencana Kerja Awal
Rencana Kerja Rinci
Rencana Kerja Akhir
Gambar 5.1
Jadual kegiatan indikatif perencanaan dan pembiayaan O&P pada tingkat Kabupaten / Provinsi
112
_________________________________________________
Kuliah Rawa
5.1
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Kecuali untuk curah hujan, data meteorologi lainnya digunakan terutama untuk tujuan
perencanaan jangka panjang. Satu stasiun meteorologi biasanya mencukupi untuk areal
yang agak luas, mencakup beberapa daerah pengembangan rawa pasang surut.
Pengamatan dilakukan oleh staf khusus, bukan oleh staf O&P biasa.
Curah hujan
Disamping untuk tujuan perencanaan jangka panjang, data curah hujan digunakan untuk
menetapkan pengoperasian pintu air. Disarankan satu stasiun curah hujan per Juru.
Pemasangan penakar hujan sebaiknya mengikuti standar KIMPRASWIL: penakar
terbuka 200 cm2 (diameter 16 cm), terletak 1,20 m di atas muka tanah, pemasangan tidak
terlalu dekat dengan pohon-pohonan dan gedung, serta dilindungi dengan pagar. Curah
hujan diukur tiap hari pada jam 07.00 pagi dengan menggunakan gelas ukur standar. Jika
tidak tersedia gelas ukur standar, gelas ukur biasa dapat digunakan. Dengan penakar
terbuka 200 cm2, setiap 20 cm3 menunjukkan curah hujan 1 mm.
45
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Penjaga pintu harus menyimpan catatan harian dari pengoperasian pintu air
aktual dan muka air (non-pasang surut) bagian hulu saluran. Informasi ini harus
dievaluasi oleh staf O&P dalam kaitannya dengan kualitas tanah dan air serta
pertumbuhan tanaman di dalam daerah layanan pintu. Ini akan memberikan
indikasi efektivitas pengoperasian pintu dan akan membantu dalam pengambilan
keputusan target pengoperasian pintu periode berikutnya.
Disarankan agar setiap Juru memilih dua atau tiga unit O&P sebagai unit
percontohan di mana dia akan memberikan perhatian khusus terhadap
pengoperasian pintu dan secara teratur mengukur muka air dan kualitas air
tanah.
5.3
Pencatatan fluktuasi muka air saluran diperlukan dari waktu ke waktu untuk mengecek
hidro-topografi lahan setempat atau untuk mengecek berfungsinya saluran dengan baik.
Jika fluktuasi air sangat berkurang, hal ini dapat menunjukkan terjadinya pengendapan di
dalam saluran. Pembacaan ini harus dilakukan bersamaam dengan pengamatan stasiun
muka air sungai.
Pembacaan muka air pasang surut pada rambu ukur sebaiknya dilakukan dua
jam sekali. Walaupun dengan rambu ukur yang dipasang secara temporer,
elevasi nol rambu ukur tersebut harus diikatkan dengan Benchmark terdekat
melaui pengukuran topografi, di mana sebaiknya diikatkaan ke elevasi muka air
laut rata-rata (MSL), atau paling tidak ke elevasi referensi proyek (PRL) yang
diketahui. Semua data muka air kemudian dapat dinyatakan dalam MSL atau
PRL.
Aspek kualitas air saluran, di mana pada umumnya perlu untuk dipantau adalah
salinitas dan keasaman air.
46
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Salinitas
Salinitas air dapat diukur dengan alat pengukur penghantar listrik (electrical conductivity
meter) dan dinyatakan dalam mS/cm (milli-Siemens per centimetre) atau dalam bagian
per seribu (ppt, parts per thousand). Sejauh air asin ini tidak menggenangi lahan, intrusi
air asin yang terjadi sewaktu-waktu ke dalam saluran tdak merusak tanaman. Kebutuhan
untuk pengukuran salinitas air oleh staf O&P harus dihitung disetiap areal. Dalam banyak
hal, dengan merasakan air sudah cukup untuk menentukan apakah pintu air harus ditutup
untuk mencegah masuknya air asin ke dalam saluran.
Keasaman
Pada daerah di mana masih terdapat keasaman, pengukurannya biasanya dilakukan
dengan mencelup selembar kertas indikator pH ke dalam air dan kemudian
membandingkan warna kertas pH tersebut dengan warna standar yang ada. Nilai pH
kurang dari 5 adalah sangat asam dan perlu penyesuaian pengoperasian pintu, yaitu
membuang air dalam saluran dan mengisikannya kembali dengan air yang kualitasnya
lebih baik.
Disarankan agar pemantauan secara teratur keasaman di dalam saluran
dilakukan paralel dengan pengamatan air tanah pada beberapa unit tersier
terpilih. Di areal lainnya, hanya pengukuran keasaman sewaktu-waktu harus
dilakukan yaitu dalam hal adanya keraguan terhadap kualitas air atau bila
kualitas airnya sangat memburuk.
5.4
Disarankan agar pemantauan secara teratur dilakukan pada dua atau tiga unit tersier
terpilih per wilayah Juru, di mana pada saat yang sama akan berperan sebagai unit
47
_________________________________________________
Kuliah Rawa
percontohan untuk pengoperasian pintu yang baik. Di dalam setiap unit ini dipasang
sejumlah tabung/pipa air tanah dan pengamatan dilakukan meliputi muka air tanah,
salinitas, keasaman dan kandungan besi (Fe2+). Frekuensi pengamatan yang dianjurkan
adalah mingguan pada awal musim hujan dimana keasaman dan kandungan besi pada
umumnya tertinggi.
Di areal lainnya, hanya pengukuran sewaktu-waktu harus dilakukan yaitu dalam
hal adanya keraguan tentang kualitas air atau apabila kualitas air sangat
memburuk.
Keasaman
Contoh air diambil dari dalam pipa air tanah ( dengan sebuah botol yang diikat dengan
tali/tongkat) dan keasaman air tanah diukur dengan kertas pH.
Kandungan besi (Fe2+)
Disarankan agar dijaga batas atas konsentrasi besi sebesar 100 ppm dengan penekanan
yang lebih besar pada drainasi terkontrol dan pencucian tanah. Dibawah keadaan beracun,
nilai batas ini harus dijaga jauh lebih rendah. Kandungan Fe2+ biasanya diukur dengan
lembar kertas indikator. Apabila berhubungan dengan udara di dalam pipa air tanah, Fe2+
akan cepat teroksidasi menjadi Fe3+. Oleh karena itu, untuk dapat mengukur kandungan
Fe2+ air tanah yang benar harus dilakukan sebagai berikut:
-
_________________________________________________
Kuliah Rawa
tunggu satu atau dua menit untuk membiarkan air tanah baru masuk ke
dalam tabung;
Pengambilan contoh air dari dalam tabung akan mengganggu muka air tanah,
oleh karena itu pengamatan muka air tanah harus selalu dilakukan sebelum
pengukuran pH dan kandungan Fe2+.
5.5
Selama melaksanakan tugas sehari-hari mereka, staf lapangan mengamati dengan teratur
kondisi saluran, tanggul dan bangunan air. Kegiatan ini akan menghasilkan dasar
penyusunan laporan pemeriksaan kebutuhan pemeliharaan dan pelaksanaan pemeliharaan
secara teratur (bulanan). Laporan ini sebaiknya harus dimasukkan ke dalam Buku Catatan
Pemeliharaan (BCP). Sebuah contoh dari formulir yang digunakan dalam Buku Catatan
Pemeliharaan disajikan dalam Annex II.
Keadaan
darurat
seperti
longsornya
tanggul
dengan
tiba-tiba
akan
mengakibatkan kerusakan akibat banjir atau terhalangnya lalu lintas air, harus
dilaporkan dengan segera dan tidak harus menunggu untuk pelaporan regular.
Di dalam Buka Catatan Pemeliharaan, suatu urutan prioritas dapat ditambahkan,
sebagai contoh: 1 = mendesak (prasarana tidak berfungsi dengan benar,
pekerjaan mendesak diperlukan); 2 = penting tetapi tidak mendesak; 3 = kurang
penting.
Pekerjaan pemeliharaan yang sudah dilaksanakan selama periode pelaporan
harus dimasukkan juga ke dalam Buku Catatan. Bagian-bagian yang dapat
diperbaiki oleh staf lapangan sendiri tidak dimasukkan dalam Buku Catatan.
5.6
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Pekerjaan pemeliharaan dilaksanakan oleh pemborong atau tenaga kerja yang diangkat
langsung oleh organisasi O&P. Informasi mingguan tentang kemajuan dan kualitas
pekerjaan pemeliharaan diperlukan untuk dapat menghasilkan pelaksanaan pekerjaan
yang benar dan tepat waktu. Informasi ini juga menjadi dasar pembayaran kepada
pemborong. Formulir yang digunakan untuk survai pemeliharaan dan pelaporannya telah
diberikan oleh Euroconsult (1998).
5.7
Pertanian
Produksi tanaman
Produksi tanaman adalah indikator yang terbaik dari keberhasilan pengoperasian
pintu air. Produksi tergantung pada banyak faktor di mana O&P hanya
merupakan salah satu faktor. Staf O&P harus selalu berkeinginan untuk
mengidentifikasi terjadinya perbedaan dalam produksi antara tempat yang satu
50
_________________________________________________
Kuliah Rawa
dengan tempat yang lain dalam satu sistem dan mencoba menganalisa apakah
hal ini berhubungan dengan adanya perbedaan dalam kondisi fisik, O&P dan
pengoperasian pintu air. Pemantauan produksi tanaman merupakan tugas dari
staf penyuluhan pertanian.
5.8
Evaluasi kinerja
Hasil pemantauan akan memberikan gambaran nyata dari fungsi sistem pada tingkatan
yang berbeda. Hasil ini dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi pilihan perbaikan
yang terbaik untuk suatu sistem yang spesifik. Dianjurkan untuk melakukan evaluasi
tahunan hasil pemantauan dan untuk menetapkan pilihan perbaikan. Dengan cara ini,
kinerja sistem perlahan-lahan akan meningkat dan petani akan memperoleh keuntungan
yang lebih besar dari lahannya.
DAFTAR RUJUKAN
Euroconsult/BIEC/TIA, 1996.
Telang and Saleh Agricultural Development Project
Drainage Development Component
Jakarta,Indonesia.
51
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Euroconsult/BIEC/TIA, 1996.
O&M Training Modules
Voleme 1A, 1B
Training Instuctor
Volume 2
Pengamat Pengairan
Volume 3
Volume 4
Euroconsult/BIEC/TIA, 1996.
O&M Training Manuals
Voleme 1A, 1B
Training Instuctor
Volume 2
Pengamat Pengairan
Volume 3
Euroconsult/BIEC/TIA, 1996.
Manual O&M Lokakarya Staff Cabang Dinas Pengairan dan Kepala
Ranting Dinas Pengairan.
Euroconsult et al., 1998.
Pedoman O&P Jaringan Reklamasi Rawa Rantau Rasau, Propinsi Jambi.
Integrated Swamp Development Project. Jakarta, Indonesia.
FAO, 1982.
Pengamat
52
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Pada pertemuan mingguan dengan Juru Pengairan harus dibahas semua aspek
O&P di areal yang bersangkutan, dan harus memberikan pedoman dan instruksi
yang berkaitan dengan setiap masalah yang mungkin ditemukan. Dia harus
memiliki pengetahuan yang cukup tentang kondisi aktual tanah dan air di
wilayahnya, suatu pengertian tentang proses perkembangan tanah di lahan
rawa, dan dia harus mampu memberikan penjelasan tentang tujuan dari
pengelolaan air dalam hubungannya dengan perkembangan tanah dan
pertumbuhan tanaman.
Tugas dari Pengamat dalam pelaksanaan O&P adalah:
Umum:
a.
b.
Pengadministrasian
dan
pembayaran
gaji
staf
Desa,
dan
Koordinasi
dengan
Camat,
Kepala
53
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Pemeliharaan:
e.
f. Melaporkan
kebutuhan
pemeliharaan
berkala
dan
pemeliharaan darurat;
g. Melakukan
suvai
dan
kuantifikasi
pekerjaan
Pemantauan:
i.
Mengumpulkan
dan
menganalisa
data
hasil
pemantauan;
j.
Melaporkan
hasil
pemantauan
kepada
Dinas
Kabupaten.
Juru Pengairan
Juru Pengairan dibantu oleh pekerja, adalah pelaksana sehari-hari pekerjaan O&P pada
jaringan sekunder. Dia harus dapat memberikan kepada petani yang tergabung dalam
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), pedoman pengelolaan air pada tingkat lahan
usaha tani dan pelaksanaan O&P prasarana jaringan tersier. Sangat penting untuk
melakukan kontak yang baik dan sering dengan masyarakat petani yang bersangkutan.
Tugas dari Juru Pengairan dalam pelaksanaan O&P adalah:
Umum:
a.
Pemeliharaan:
b.
terhadap
f.
54
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Operasi:
e.
f.
Pemantauan:
i.
j.
Pakarya/Penjaga Pintu
a. Menerima target operasi mingguan dari P3A/Juru Pengairan;
b. Melaksanakan pengoperasian pintu harian sesuai dengan target operasi;
c. Mencatat operasi pintu aktual dalam formulir Operasi Pintu Air Mingguan;
d. Menyusun program pemeliharaan lokal sekitar bangunan air.
55
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Tanggal
pelaporan
Saluran/Bangunan
Air:
jenis, jml, lokasi
Lahan yang
dilayani
saluran atau
bangunan air
4
Catatan:
Formulir ini diisi berdasarkan laporan lapangan.
Urutan Prioritas:
1 = mendesak
2 = penting
3 = kurang penting
Pekerjaan yang
akan
dilaksanakan
Volume
Total
Unit
Urutan
prioritas
8
Pelaksanaan
Tanggal
Kecamatan
Swakelola atau
Pemborong
10
11
56
_________________________________________________
Kuliah Rawa
57
_________________________________________________
Kuliah Rawa
: Sungai Sekanak
: SK 1
Tanggal
: 7 - 8 Februari 2004
Jam
14.00
15.00
16.00
Bacaan
Rambu (m)
1.15 P
2.90 T
1.05
2.80
0.96
2.72
Jumlah
Detik
(T)
Putaran
(N)
Kecepatan
Arus
(m/det)
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.30
15
15
15
15
15
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.20
0.50
1.00
1.50
2.20
15
15
15
15
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.20
15
15
15
15
15
15
5
6
4
2
2
1
0.1
0.11
0.08
0.05
0.05
0.03
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.10
15
15
15
15
15
15
8
6
5
4
5
4
0.15
0.11
0.1
0.08
0.1
0.08
0.20
0.50
1.00
1.50
2.10
15
15
15
15
15
5
6
5
3
3
0.0.1
0.11
0.1
0.07
0.07
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
15
15
15
15
15
6
7
6
5
2
0.11
0.13
0.11
0.1
0.05
Kedalaman
alat (m)
Keterangan
2.5
2.4
2.3
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
0.91
2.65
0.85
2.60
0.76
2.50
0.68
2.43
0.57
0.20
0.50
1.00
1.50
2.05
15
15
15
15
15
8
8
8
6
4
0.15
0.15
0.11
0.08
0.20
0.50
1.00
1.50
1.95
15
15
15
15
15
15
14
11
9
6
0.26
0.25
0.19
0.16
0.11
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
15
15
15
15
15
16
13
13
11
7
0.28
0.23
0.23
0.19
0.13
0.20
0.50
1.00
1.50
1.90
15
15
15
15
15
17
15
11
11
7
0.29
0.26
0.19
0.19
0.13
0.20
0.50
1.00
1.50
1.90
15
15
15
15
15
13
13
11
10
7
0.23
0.23
0.19
0.18
0.13
0.20
0.50
1.00
1.50
1.90
15
15
15
15
15
14
12
11
7
5
0.25
0.21
0.19
0.13
0.1
0.20
0.50
1.00
1.50
1.85
15
15
15
15
15
13
13
11
9
7
0.23
0.23
0.19
0.16
0.13
0.20
0.50
1.00
1.50
1.75
15
15
15
15
15
12
12
10
6
4
0.21
0.21
0.18
0.11
0.08
0.20
15
10
0.18
45
2.25
2.15
2.2
2.1
2.1
2.05
1.95
_________________________________________________
Kuliah Rawa
2.35
22.00
0.49
2.26
0.50
1.00
1.50
1.75
15
15
15
15
11
8
6
5
0.19
0.15
0.11
0.1
0.20
0.50
1.00
1.50
1.65
15
15
15
15
15
10
8
5
5
4
0.18
0.15
0.1
0.1
0.08
0.20
0.50
1.00
1.50
1.70
15
15
15
15
15
15
11
9
6
4
0.26
0.19
0.16
0.11
0.08
0.20
0.50
1.00
1.50
1.60
15
15
15
15
15
12
10
9
7
5
0.21
0.18
0.16
0.13
0.1
0.20
0.50
0.75
1.00
1.60
15
15
15
15
15
10
9
8
8
6
0.18
0.16
0.15
0.15
0.11
0.20
0.50
1.00
1.50
15
15
15
15
8
6
6
5
0.15
0.11
0.11
0.1
0.20
0.50
1.00
1.50
15
15
15
15
9
7
5
3
0.16
0.13
0.1
0.07
0.20
0.50
1.00
1.40
15
15
15
15
7
5
4
3
0.13
0.1
0.08
0.07
0.20
0.50
1.00
1.40
15
15
15
15
7
8
6
4
0.13
0.15
0.11
0.08
0.20
15
0.11
1.95
1.85
1.9
1.8
24.00
1.00
0.40
2.18
3.32
2.10
0.24
2.00
46
1.8
1.7
1.6
1.6
_________________________________________________
Kuliah Rawa
2.00
0.16
1.90
3.00
0.10
1.84
4.00
0
1.74
0.50
1.00
1.30
15
15
15
5
3
3
0.1
0.07
0.07
0.20
0.50
1.00
1.20
15
15
15
9
7
5
5
0.16
0.13
0.1
0.1
0.20
0.50
1.00
1.20
15
15
15
15
6
5
3
2
0.11
0.1
0.07
0.06
0.20
0.50
1.00
1.25
15
15
15
7
6
5
5
0.13
0.11
0.1
0.1
0.20
0.50
1.00
1.15
15
15
15
15
6
4
4
3
0.11
0.08
0.08
0.07
0.20
0.50
1.00
1.15
15
15
15
15
5
5
4
3
9.1
0.1
0.08
0.07
0.20
0.50
0.75
1.00
15
15
15
15
5
4
4
2
0.1
0.08
0.08
0.05
0.20
0.50
0.75
1.05
15
15
15
15
7
6
5
2
0.13
0.11
0.1
0.05
0.20
0.50
0.75
0.90
15
15
15
15
0
0
0
0
0.11
0.11
0.08
0.07
0.20
0.50
0.75
1.00
15
15
15
15
0
0
0
0
0.05
0.03
0
0
1.5
1.55
1.45
1.45
1.35
1.35
1.2
(0.03
5.00
)
1.64
6.00
0
1.64
47
1.25
1.1
1.2
_________________________________________________
Kuliah Rawa
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
0.15
1.90
0.43
2.20
0.72
2.50
0.94
2.70
1.04
0.20
0.50
0.75
0.90
15
15
15
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0.20
0.50
1.00
1.25
15
15
15
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0.20
0.50
1.00
1.15
15
15
15
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0.20
0.50
1.00
1.50
15
15
15
15
0
0
0
0
0.03
0.03
0.03
0.03
0.20
0.50
1.00
1.40
15
15
15
15
2
2
1
1
0.05
0.05
0.03
0.03
0.20
0.50
1.00
1.50
1.80
15
15
15
4
3
3
4
4
0.08
0.07
0.07
0.08
0.08
0.20
0.50
1.00
1.50
1.70
15
15
15
15
15
2
4
3
4
4
0.05
0.08
0.07
0.08
0.08
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
15
15
15
15
15
4
3
2
5
4
0.08
0.07
0.05
0.1
0.08
0.20
0.50
1.00
1.50
1.90
15
15
15
15
15
4
2
4
3
3
0.08
0.05
0.08
0.07
0.07
0.20
15
0.11
48
1.1
1.45
1.35
1.7
1.6
1.9
2.2
2.1
_________________________________________________
Kuliah Rawa
2.80
12.00
13.00
14.00
1.10
2.85
1.12
2.88
1.09
2.85
0.50
1.00
1.50
2.00
2.10
15
15
15
15
15
5
5
4
3
3
0.1
0.1
0.08
0.07
0.07
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
15
15
15
15
15
4
4
5
4
4
0.08
0.08
0.1
0.08
0.08
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.15
15
15
15
15
15
15
2
1
0
0
0
0
0.05
0.03
0
0
0
0
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
15
15
15
15
15
1
1
0
0
0
0.03
0.03
0.03
0
0
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.15
15
15
15
15
15
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
15
15
15
15
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.10
15
15
15
15
15
15
2
1
1
1
0
0
0.05
0.03
0.03
0.03
0
0
0.20
0.50
1.00
1.50
1.90
15
15
15
15
15
1
1
1
0
0
0.03
0.03
0.03
0
0
49
2.3
2.2
2.35
2.2
2.35
2.2
2.3
2.15
_________________________________________________
Kuliah Rawa
15.00
1.04
2.80
0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.05
15
15
15
15
15
15
8
8
5
3
1
1
0.15
0.15
0.1
0.07
0.03
0.03
0.20
0.50
1.00
1.50
1.85
15
15
15
15
15
4
3
5
2
1
0.08
0.07
0.1
0.05
0.03
2.29
2.05
Lokas
i
Titik
Tanggal
No.
: Sungai Buah
: BH.1
: Jum'at 6 Februari 2004
Jam
Elevasi
(m)
Keterangan
Lembar ke 1
No
.
Jam
12.0
0
12.3
0
13.0
0
13.3
0
14.0
0
14.3
0
15.0
0
15.3
0
16.0
0
16.3
0
0.00
0.30
1.00
1.30
2.00
2.30
3.00
3.30
4.00
4.30
50
Elevasi
(m)
111.00
108.00
108.00
103.00
99.00
91.00
89.00
83.00
81.00
80.00
Keterangan
air masuk
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
_________________________________________________
Kuliah Rawa
17.0
0
17.3
0
18.0
0
18.3
0
19.0
0
19.3
0
20.0
0
20.3
0
21.0
0
21.3
0
22.0
0
22.3
0
23.0
0
23.3
0
5.00
5.30
6.00
20.00
6.30
37.00
7.00
41.00
7.30
54.00
8.00
65.00
8.30
76.00
9.00
85.00
9.30
10.0
0
10.3
0
11.0
0
11.3
0
91.00
97.00
100.00
104.00
106.00
air tenang
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
79.00
74.00
58.00
52.00
45.00
39.00
34.00
28.00
25.00
22.00
19.00
17.00
14.00
12.00
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
Lokas
i
Titik
Tanggal
No.
: Sungai Buah
: BH.1
: Sabtu 7 Februari 2004
Jam
Elevasi
(m)
0.00
8.00
0.30
4.00
1.00
3.00
1.30
1.00
2.00
Keterangan
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
51
Lembar ke 2
No
.
Jam
12.0
0
12.3
0
13.0
0
13.3
0
14.0
0
Elevasi
(m)
110.00
110.00
109.00
107.00
105.00
Keterangan
air masuk
air tenang
air tenang
air keluar
air keluar
_________________________________________________
Kuliah Rawa
2.30
(3.00)
3.00
(5.00)
3.30
(6.00)
4.00
(7.00)
4.30
(8.00)
5.00
(9.00)
5.30
(6.00)
6.00
2.00
6.30
39.00
7.00
50.00
7.30
57.00
8.00
66.00
8.30
74.00
9.00
83.00
9.30
10.0
0
10.3
0
11.0
0
11.3
0
90.00
97.00
101.00
106.00
108.00
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
14.3
0
15.0
0
15.3
0
16.0
0
16.3
0
17.0
0
17.3
0
18.0
0
18.3
0
19.0
0
19.3
0
20.0
0
20.3
0
21.0
0
21.3
0
22.0
0
22.3
0
23.0
0
23.3
0
97.00
94.00
89.00
87.00
80.00
79.00
75.00
71.00
64.00
6.00
56.00
47.00
4.00
39.00
35.00
32.00
29.00
24.00
21.00
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
Lokas
i
Titik
Tanggal
: Sungai Buah
: BH.1
: Minggu 8 Februari
2004
Lembar ke 3
52
_________________________________________________
Kuliah Rawa
No.
Jam
Elevasi
(m)
0.00
16.00
0.30
12.00
1.00
7.00
1.30
2.00
2.00
2.30
(1.00)
3.00
(2.00)
3.30
(3.00)
4.00
(4.00)
4.30
5.00
4.00
5.30
9.00
6.00
14.00
Keterangan
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
6.30
7.00
7.30
8.00
8.30
9.00
9.30
10.0
0
10.3
0
11.0
0
11.3
53
No
.
Jam
Elevasi
(m)
Keterangan
12.0
0
12.3
0
13.0
0
13.3
0
14.0
0
14.3
0
15.0
0
15.3
0
16.0
0
16.3
0
17.0
0
17.3
0
18.0
0
18.3
0
19.0
0
19.3
0
20.0
0
20.3
0
21.0
0
21.3
0
22.0
0
22.3
0
23.0
0
23.3
_________________________________________________
Kuliah Rawa
References Cited
Cowardin, L.M., Carter, Virginia, Golet, F.C., and LaRoe, E.T., 1979,
Classification of wetlands and deepwater habitats of the United States: U.S. Fish
and Wildlife Service Report FWS/OBS-79/31, 131 p.
54
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Relatively flat depositional areas that are subject to flooding (intertidal flats and
marshes, coastal lowlands, sheltered embayments, shorelines, deltas, and flood
plains)
Broad, flat areas that lack drainage outlets (interstream divides and permafrost
muskegs)
Sloping terrain associated with springs, seeps, and drainageways; and relatively
flat or sloping areas adjacent to bogs and subject to expansion by accumulation of
peat
Cross sections of some typical wetland landscapes and the position of the wetland
relative to specific topographic features are shown in figure 14.
All areas considered to be wetlands must have enough water at some time during the
year to stress plants and animals that are not adapted to life in water or saturated soils. A
variety of wetland plant communities and soil types have developed in the United States
because of regional differences in hydrologic regimes, climate, soil-forming processes,
and geologic settings. Consequently, many terms, such as "marsh," "bog," "fen,"
"swamp," "pocosin," "pothole," "playa," "salina," "vernal pool," "bottom-land hardwood
swamp," "river bottom," "lowland," and others are applied to different types of wetlands
across the country.
WETLAND DEFINITIONS
Wetlands have been defined for specific purposes, such as research studies,
general habitat classification, natural resource inventories, and environmental regulations.
Before the beginning of wetland-protection laws in the 1960's, wetlands were broadly
defined by scientists working in specialized fields (Lefor and Kennard, 1977). A
botanist's definition would emphasize plants; a soil scientist would focus on soil
properties; and a hydrologist's definition would emphasize fluctuations of the water table.
57
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Nonregulatory Definition
The FWS developed a nonregulatory, technical definition that could have several
uses, ranging from wetland protection to scientific investigations. This definition
emphasizes three important attributes of wetlands: (1) hydrology--the degree of flooding
or soil saturation; (2) vegetation--plants adapted to grow in water or in a soil or substrate
that is occasionally oxygen deficient due to saturation (hydrophytes); and (3) soils--those
saturated long enough during the growing season to produce oxygen-deficient conditions
in the upper part of the soil, which commonly includes the major part of the root zone of
plants (hydric soils) (Cowardin and others, 1979; Tiner, 1991). To supplement this
definition and to help identify wetlands in the United States, the FWS prepared a list of
wetland plants (Reed, 1988). In addition, the Soil Conservation Service 1 developed a list
of hydric soils (U.S. Soil Conservation Service, 1991).
On the basis of plant and soil conditions, wetlands typically fall into one of three
categories: (1) areas with hydrophytes and hydric soils (marshes, swamps, and bogs); (2)
areas without soils but with hydrophytes (aquatic beds and seaweed-covered rocky
shores); and (3) areas without soil and without hydrophytes (gravel beaches and tidal
flats) that are periodically flooded. The FWS definition generally does not include
permanent deep-water areas as wetlands. However, permanent shallow waters that
commonly support aquatic beds and emergent plants (erect, rooted, nonwoody plants that
are mostly above water) are classified as wetlands.
58
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Table 2. Examples of wetland definitions used by Federal and State agencies in the
United States
Organization (reference)
Wetland definition
FEDERAL
U.S. Fish and Wildlife Service "Wetlands are lands transitional between terrestrial
(Cowardin and others, 1979)and aquatic systems where the water table is usually
at or near the surface or the land is covered by
shallow water. For the purposes of this classification
wetlands must have one or more of the following
three attributes: (1) at least periodically, the land
supports predominantly hydrophytes; (2) the substrate
is predominantly undrained hydric soil; and (3) the
substrate is nonsoil and is saturated with water or
covered by shallow water at some time during the
growing season of each year."
U.S. Army Corps of Engineers (33"Wetlands are those areas that are inundated or
CFR 328.3) U.S. Environmentalsaturated by surface or groundwater at a frequency
Protection Agency (40 CFR 230.3) and duration sufficient to support, and that under
normal circumstances do support, a prevalence of
vegetation typically adapted for life in saturated soil
conditions. Wetlands generally include swamps,
marshes, bogs, and similar areas."
U.S. Soil Conservation Service"Wetlands are defined as areas that have a
(National Food Security Act Manualpredominance of hydric soils and that are inundated
1988)or saturated by surface or ground water at a frequency
(The Act is commonly known asand duration sufficient to support, and under normal
the "Swampbuster")circumstances do support, a prevalence of
hydrophytic vegetation typically adapted for life in
saturated soil conditions, except lands in Alaska
identified as having high potential for agricultural
development and a predominance of permafrost
soils."
STATE
Connecticut"Wetlands mean land, including submerged land
(CT General Statutes, Sections 22a-36which consists of any of the soil types designated as
to 45,poorly drained, very poorly drained, alluvial, and
inclusive, 1972, 1987)floodplain by the National Cooperative Soils Survey,
as may be amended from time to time, by the Soil
Conservation Service of the United States Department
of Agriculture. Watercourses are defined as rivers,
streams, brooks, waterways, lakes, ponds, marshes,
swamps, bogs, and all other bodies of water, natural
or artificial, public or private."
59
_________________________________________________
Kuliah Rawa
Referensi :
1. Pedoman Teknsi Rawa
2.WayanSudana,PotensiLahanRawauntukPertanian,Balai
Pengkajiandan
PengembanganTeknologiPertanianBogor
Dalam pelaksanaannya, O&P dibagi menjadi dua kegiatan yaitu operasi dan
pemeliharaan, dan khususnya untuk pelaksanaan aturan pengoperasian diuraikan
dalam Volume II :
___________________________________________________________________________________________________________
Bahan Kuliah Rawa
60