Anda di halaman 1dari 142

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................................i
1

_________________________________________________
Kuliah Rawa

KATA PENGANTAR .............................................................................................................ii


DAFTAR ISI ...........................................................................................................................v
BAB

PENDAHULUAN .............................................................................................I1
1.1

Pengertian Rawa........................................................................................I-

1
1.2

Keberadaasn Rawa.....................................................................................I-

2
1.2.1. Sejarah Pengembangan Rawa .........................................................I2
1.2.2. Potensi dan Sebaran Rawa...............................................................I2
1.2.3
1.3

Pemanfaatan Rawa.....................................................................................I-

3
BAB II

TIPOLOGI DAN KONDISI LAHAN RAWA..................................................II1


2.1

Tipologi Lahan Rawa


II-1

2.2

Jenis Tanah
II-2

2.3

Kesesuaian Lahan Pasang Surut


II-4

2.4

BAB III

INFRASTRUKTUR YANG DIBUTUHKAN PADA RAWA PASUT.............II1


2.1

Jaringan Drainase
II-1

2.2

Tanggul
II-2

2.3

Pintu Air.
II-4
2

_________________________________________________
Kuliah Rawa

BAB IV

HIDROLOGI
RAWA
PASANG
SURUT
.............................................................................................................................
III-1
2.1

Curah hujan
III-1

2.2

Evaporasi dan Evapotranspirasi


III-2

2.3

Pasang Surut
III-4

2.4. Air Tanah .


III-6
BAB V

ANALISIS
FREKEUNSI
.............................................................................................................................
IV-1
2.1

Probability Plotting
IV-1

2.2

Perhitungan Cuarah Hujab Rencana


IV-2

BAB VI

DRAINASE LAHAN ........................................................................................V1


3.1

Drainase Permukaan .................................................................................V-

1
3.2

Drainase Bawah Tanah ............................................................................V-

4
BABVII

PASANG
SURUT
.............................................................................................................................
VI-1
4.1

Karakteristik Pasut
VI-1

4.2

Pengoahan data pasut


VI-2

_________________________________________________
Kuliah Rawa

BAB VIII

HIDROMETRI
.............................................................................................................................
VII-1
4.1

Pengukuran Elevasi Air Sungai


VII-1

4.2

Pengukuran Elevasi Muka Ait Tanah


VIII-2

4.3

Pengekuran Evaporasi
IX-5

4.4

Pengukuran Infiltrasi ................................................................................X

-6
BAB IX

HUBUNGAN AIR TANAH , ELEVASI MUKA AIR SUNGAI


.............................................................................................................................
XI-1

BAB X

MANAJEMEN TATA AIR RAWA PASUT........................................................


.............................................................................................................................
XII-1

BAB XI

APLIKASI GIS DALAM PERENCANAAN RAWA PASUT...........................


.............................................................................................................................
XIII-1

_________________________________________________
Kuliah Rawa

BAB

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Rawa


Wetlands are lands transitional between terrestrial and aquatic systems where
the water table is usually at or near the surface or the land is covered by shallow
water (U.S. Fish and Wildlife Service ,Cowardin and others, 1979)
"Wetland" is a generic term for all the different kinds of wet habitats--implying
that it is land that is wet for some period of time, but not necessarily
permanently wet.
Wetlands typically occur in topographic settings where surface water collects and (or)
ground water discharges, making the area wet for extended periods of time. Examples of
some of these topographic settings, and some common names for wetland types associated
with them are:

Depressions (swales, sloughs, prairie potholes, Carolina bays, playas, vernal pools,
oxbows, and glacial kettles)

Relatively flat depositional areas that are subject to flooding (intertidal flats and
marshes, coastal lowlands, sheltered embayments, shorelines, deltas, and flood plains)

Broad, flat areas that lack drainage outlets (interstream divides and permafrost
muskegs)

Sloping terrain associated with springs, seeps, and drainageways; and relatively flat or
sloping areas adjacent to bogs and subject to expansion by accumulation of peat

Open water bodies (floating mats and submersed beds)

Cross sections of some typical wetland landscapes and the position of the wetland relative
to specific topographic features are shown in figure 14.

_________________________________________________
Kuliah Rawa

1.2 Keberadaasn Rawa.............................................................................................................I2


1.2.1. Sejarah Pengembangan Rawa

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Secara tradisional lahan rawa telah dimanfaatkan sejak dulu oleh penduduk lokal, khususnya
suku Banjar dan Bugis sebagai usaha pertanian, terutama usahatani padi dan kelapa.
Dari tahun 1985 - 1995 hampir tidak ada proyek pembukaan lahan rawa baru yang dilakukan
oleh Pemerintah Indonesia , pada periode itu fokusnya lebih ditujukan kepada
penyempurnaan (fase II) prasarana pengairan , prasarana ekonomi dan sosial lainnya pada
kawasan reklamasi yang sudah dikembangkan sebelumnya . Barulah pada tahun 1996
Pemerintah Indonesia melaksanakan pembukaan lahan rawa di Kalimantan Tengah yang
kemudian terkenal dengan sebutan proyek pengembangan lahan gambut sejuta ha , yang
kebanyakan kawasannya berada di daerah bantaran banjir sungai . Pada proyek ini oleh
adanya perbedaan muka air sungai yang sangat besar antara musim hujan dan musim
kemarau maka perlu investasi yang relatif besar untuk prasarana irigasi dan drainase ,
disamping itu , diperlukan juga tanggul untuk pengaman luapan banjir . Dengan semakin
meningkatnya kebutuhan untuk meningkatkan produksi pangan , seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk dan semakin terbatasnya lahan kering yang potensial untuk lahan
pertanian , maka di masa mendatang akan menjadi keniscayaan bagi Pemerintah untuk
memikirkan kembali perlunya pembukaan lahan pertanian baru di daerah reklamasi rawa .
Upaya kearah ini layak ditempuh bersamaan dengan pengembangan tahap II ataupun tahap
III dari kawasan reklamasi yang sudah dikembangkan sebelumnya .
Semenjak tahun 60-an , Pemerintah Indonesia memulai pelaksanaan reklamasi rawa pasang
surut . Reklamasi rawa pasang surut di Indonesia dimaksudkan untuk mendapatkan perluasan
lahan yang layak untuk pengembangan pertanian dan pemukiman . Sasarannya adalah
untuk :
- meningkatkan produksi pangan terutama beras , dalam rangka pencapaian swasembada
pangan (beras) ;
- penyediaan lahan pertanian dan pemukiman bagi para transmigran , sebagai penunjang
program transmigrasi umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah ;
- menunjang pengembangan wilayah ;
- dalam rangka mendukung peningkatan pendapatan petani ;
- mendukung terciptanya keadaan yang lebih aman disepanjang kawasan pesisir ;
Pembukaan lahan rawa pasang surut dilakukan oleh Pemerintah terutama disepanjang pesisir
timur pulau Sumatra dan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat serta di bagian selatan
Irian Jaya (sekarang Papua). Melalui program ini terciptalah lahan pertanian dan pemukiman
bagi para transmigran yang berasal dari daerah padat penduduk terutama P. Jawa , Bali dan
Madura . Secara gradual pengembangan lahan rawa pasang surut untuk perluasan lahan
pertanian mendapatkan momentumnya di Indonesia ketika pada saat yang bersamaan
terutama di P. Jawa banyak kehilangan lahan sawah yang subur karena beralih
penggunaannya untuk pengembangan permukiman dan industri . Diperkirakan laju alih
fungsi lahan pertanian di P. Jawa mencapai 30.000 ha pertahunnya .
Pengembangan lahan rawa pantai di Indonesia ditempuh secara gradual dan merupakan
proses yang memakan waktu cukup panjang , dan ini dikenal sebagai strategi pengembangan
bertahap . Dimulai dari tahap
7

_________________________________________________
Kuliah Rawa

1.2.2. Potensi dan Sebaran Rawa

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Pengembangan lahan rawa di Indonesia


Dari luas lahan di Indonesia yang keseluruhannya
berjumlah 162.4 juta ha , sekitar 39.4 juta ha berupa
lahan rawa pasang surut (24.2 %) dan sekitar 123 juta ha
adalah lahan kering (75 %) . Karakteristik lahan rawa
erat berhubungan dengan faktor geographis dan kondisi
hidro-toporaphi . Berdasarkan dua kondisi ini lahan rawa
dapat di bedakan dalam dua sub kelompok, yaitu , rawa
pantai dan rawa pedalaman . Rawa pantai dipengaruhi
fluktuasi pasang surut sedangkan rawa pedalaman
karakteristiknya dipengaruhi oleh adanya pengaruh
banjir sungai pada bantarannya . Pada tahun 2002
penduduk Indonesia berjumlah 217 juta dan pada tahun
2050 diproyeksikan bertambah menjadi 318 juta .
Lebih dari 100 tahun upaya reklamasi lahan rawa pantai
telah dipraktekan oleh para petani dari suku Bugis dan
suku Banjar . Tujuan utamanya adalah guna memenuhi
kebutuhan perluasan lahan untuk budidaya pertanian
maupun lahan pemukiman seiring dengan munculnya
generasi baru karena terbatasnya peluang yang mereka
hadapi untuk memperluas lahan garapan di tempat
asalnya . Kebanyakan penduduk dari suku Bugis
memiliki pengalaman cukup lama dalam pembukaan
lahan di daerah rawa . Mereka mereklamasi lahan rawa
utamanya untuk budidaya pertanian dan untuk lahan
pemukiman dan pekarangan . Tercatat sekitar 2 juta ha
lahan rawa telah direklamsi di sepanjang pesisir timur
Sumatera (Riau, Jambi, Sumatra Selatan dan Lampung)
dan di bagian pesisir barat dan pesisir selatan
Kalimantan .
Di pulau Sumatra dan Kalimantan , rawa pantainya
memiliki karakteristik tipikal (Heun, 1993) sbb :
- curah hujan berkisar antara 2000 - 3000 mm pertahun
dengan 5 - 8 bulan bulan basah dan 1- 3 bulan
kering ;
- penguapan (Penman) berkisar antara 3.5 - 5.5 mm /
hari ;
- sebelum direklamasi , permukaan lahan umumnya
berada disekitar Muka Air Tinggi Pasang Rata-2 di
musim hujan ;
- luapan air pasang hanya sebatas 10 - 15 % areal ;
- peluang pemopaan air irigasi terkendala kualitas air
(salinitas , keasaman ) ;

direklamasi cenderung hanya


bisa berkembang dengan
kemajuan yang lamban dan
akan memerlukan waktu
yang relatif lama untuk
mencapai
pengembangan
tahap akhir ;
- karena kecilnya investasi
selama tahap yang pertama ,
maka akan terlampau sulit
untuk bisa mencapai tingkat
produktivitas diatas subsisten
;
-

karena masih diperlukan


adanya dukungan anggaran
untuk
program
pengembangan tahap ke II
dan ke III , sehingga jumlah
dana keseluruhannya bisa
saja
lebih
besar
dibandingkan
bila
pembangunannya dilakukan
secara serentak .

Pada saat ini , kebanyakan


kawasan reklamasi rawa berada
pada awal pengembangan tahap
ke II . Lahan rawa pantai yang
luasannya cukup besar belum
dikembangkan
dan
dimanfaatkan secara baik ,
padahal
potensinya
sangatlahbesar
bila
dikembangkan
untuk
mendukung
peningkatan
produksi pangan (ketahanan
pangan ) temasuk diversifikasi
tanaman dan penyediaan lahan
pemukiman
bagi
para
transmigran .
Sejauh ini
, Pemerintah
Indonesia (terutama, dulu pada
Departemen Pekerjaan Umum
dan Departemen Pertanian )
memiliki
kewenangan
dan
bertanggung jawab terhadap
kegiatan-2
perencanaan,
konstruksi serta operasi dan
pemeliharaan terutama dari
saluran drainase primer dan
sekunder . Saluran tersier dan
saluran di tingkat lahan usaha
tani menjadi tanggung jawab
para petani .

Semenjak tahun 60-an , Pemerintah Indonesia memulai


pelaksanaan reklamasi rawa pasang surut . Reklamasi
rawa pasang surut di Indonesia dimaksudkan untuk
mendapatkan perluasan lahan yang layak untuk
pengembangan pertanian dan pemukiman . Sasarannya
adalah untuk :
_________________________________________________
9
Kuliah Rawa
- meningkatkan produksi pangan terutama beras ,
Curah hujan (jumlah
dan
dalam rangka pencapaian swasembada pangan (beras)
distribusinya) di musim hujan
;
mencukupi untuk pertanaman
padi sekali setahun . Tambahan

- kawasan yang sudah


pengembangan I berupa sistem pengelolaan air terbuka tanpa bangunan pengatur air ,
kemudian ditingkatkan secara bertahap menuju ke tahap akhir (III),yaitu menjadi sistem
pengelolaan air yang terkendali penuh (sistem polder). Pada pengembangan tahap ke II ,
sistem pengelolaan air dilengkapi dengan beberapa bangunan pengatur air sehingga
pelayanan air dapat meningkat dan mampu mewujudkan produksi pertanian yang semakin
baik . Strategi pengembangan bertahap sebagaimana dimaksudkan diatas , dilandasi sejumlah
pertimbangan sbb :
- adanya keterbatasan anggaran pembangunan disatu sisi , sementara di sisi lainnya target
lahan yang perlu dikembangkan luasnya cukup besar ;
- adanya keterbatasan dalam pengetahuan dan pengalaman serta belum adanya kriteria desain
yang cukup mantap ;
- latar belakang sosial dan budaya para transmigran, kebanyakan dari mereka berasal dari
lahan kering dan belum mengenal lingkungan lahan basah .
Strategi pengembangan secara bertahap merupakan pendekatan yang cocok karena untuk
kasus Indonesia , para petani sepenuhnya terlibat pada proses pembentukan dan konsolidasi
lahan usaha dan mereka harus belajar memahami dan mengenali seluk beluk pembentukan
organisasi pengelolaan air pada unit hidrologi skala kecil dengan tugas-2 yang relatif
sederhana untuk kepentingan dan demi kebaikan mereka sendiri . Disamping memiliki
kelebihan-2 , strategi pengembangan bertahap juga memiliki sejumlah kekurangan (Heun,
1990) , yaitu :

1.2.3
1.3

Pemanfaatan Rawa.....................................................................................I-

3
BAB II

TIPOLOGI DAN KONDISI LAHAN RAWA..................................................II1


2.1

Tipologi Lahan Rawa


II-1

2.2

Jenis Tanah
II-2

2.3

Kesesuaian Lahan Pasang Surut


II-4

2.4

10

_________________________________________________
Kuliah Rawa

BAB III

INFRASTRUKTUR YANG DIBUTUHKAN PADA RAWA PASUT.............II1


2.1

Jaringan Drainase
II-1

2.2

Tanggul
II-2

2.3

Pintu Air.
II-4

BAB IV

HIDROLOGI
RAWA
PASANG
SURUT
.............................................................................................................................
III-1
2.1

Curah hujan
III-1

2.2

Evaporasi dan Evapotranspirasi


III-2

2.3

Pasang Surut
III-4

2.4. Air Tanah .


III-6
BAB V

ANALISIS
FREKEUNSI
.............................................................................................................................
IV-1
2.1

Probability Plotting
IV-1

2.2

Perhitungan Cuarah Hujab Rencana


IV-2

BAB VI

DRAINASE LAHAN ........................................................................................V1


3.1

Drainase Permukaan .................................................................................V-

1
3.2

Drainase Bawah Tanah ............................................................................V-

4
11

_________________________________________________
Kuliah Rawa

BABVII

PASANG
SURUT
.............................................................................................................................
VI-1
4.1

Karakteristik Pasut
VI-1

4.2

Pengoahan data pasut


VI-2

BAB VIII

HIDROMETRI
.............................................................................................................................
VII-1
4.1

Pengukuran Elevasi Air Sungai


VII-1

4.2

Pengukuran Elevasi Muka Ait Tanah


VIII-2

4.3

Pengekuran Evaporasi
IX-5

4.4

Pengukuran Infiltrasi ................................................................................X

-6
BAB IX

HUBUNGAN AIR TANAH , ELEVASI MUKA AIR SUNGAI


.............................................................................................................................
XI-1

BAB X

MANAJEMEN TATA AIR RAWA PASUT........................................................


.............................................................................................................................
XII-1

BAB XI

APLIKASI GIS DALAM PERENCANAAN RAWA PASUT...........................


.............................................................................................................................
XIII-1

12

_________________________________________________
Kuliah Rawa

I.

PENDAHULUAN

I.1

Pengertian

Pengertian Rawa

Istilah lahan rawa pasang surut lazim digunakan jika konteksnya berkaitan dengan
pengembangan (development), sedangkan istilah lahan basah umumnya digunakan bilamana
fokusnya menyangkut kepada aspek lingkungan yang lebih menekankan secara khusus
terhadap kepentingan pelestarian ekosistem.
Karakteristik Lahan Rawa
Berdasarkan rejim airnya, lahan rawa dikelompokkan menjadi lahan rawa pasang surut dan
lahan rawa non pasang surut (lebak). Lahan pasang surut adalah lahan yang rejim airnya
dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut atau sungai, sedangkan lahan lebak adalah lahan
yang rejim airnya dipengaruhi oleh hujan, baik yang turun di wilayah setempat maupun di
daerah sekitarnya dan hulu.
Menurut

Widjaja-Adhi

(1986),

untuk

keperluan

praktis

dan

kemudahan

dalam

pengelolaannya, berdasarkan jenis dan tingkat kendala fisiko-kimia tanahnya, lahan pasang
surut dibagi dalam empat tipologi utama, yaitu: (1) Lahan potensial atau berpirit dalam
(kedalaman lapisan pirit lebih dari 50 cm); (2) Lahan sulfat masam atau berpirit dengan
kedalaman kurang dari 50 cm; (3) Lahan gambut; dan (4) Lahan salin.
Berdasarkan tipologi, lahan ini juga dikategorikan menurut tipe luapan air menjadi 4
kelompok, yaitu: (1) Tipe A, selalu terluapi baik pasang besar maupun kecil; (2) Tipe B,
hanya terluapi pada pasang besar saja; (3) Tipe C, tidak pernah terluapi, walaupun pasang
besar. Air pasang mempengaruhi secara tidaklangsung, sehingga kedalaman air tanah dari
permukaan tanah kurang dari 50 cm; dan (4) Tipe D, tidak pernah terluapi dengankedalaman
air tanah lebih dari 50 cm.
13

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Sementara untuk lahan lebak, dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: (1) Lebak
dangkal, bila genangan airnya kurang dari 50 cm selama kurang dari 3 bulan; (2)
Lebak tengahan, bila genangan airnya antara 50 100 cm selama 3 6 bulan; dan (3) Lebak
dalam, bila genangan airnya lebih dari 100 cm selama lebih dari 6
bulan. Perpaduan antara tipologi lahan dengan tipe luapan air ini, dapat dipakai
untuk menentukan pola pemanfaatan dan pengelolaan lahan rawa secara lebih
tepat dan optimal.
Pengembangan Rawa pasang Surut
Hakekat pengembangan lahan rawa pasang surut dilandasi pendekatan pengembangan yang
berkeseimbangan antara pendayagunaan sumberdaya lahan disatu sisi dengan pengharkatan
terhadap fungsi ekologis disisi lainnya
Dengan pendekatan yang dilandasi prinsip itu, maka pengembangan dan pengelolaan
sumberdaya air dan prasarana pengairannya selanjutnya dirancang guna mendukung
pengembangan lahan rawa pasang surut.
Pada masa sekarang dan barangkali dalam kurun waktu mendatang, tujuan utama dari
pengembangan lahan rawa pasang surut masih tetap dan akan diarahkan untuk
pengembangan lahan pertanian utamanya untuk budidaya tanaman padi. Sedangkan tanaman
lainnya semisal palawija dan tanaman perkebunan merupakan tanaman sampingan yang
sebagaimana dapat diamati dilokasi manapun lebih banyak dibudidayakan di lahan
pekarangan. Nampaknya ini menunjukan kecenderungan dari suatu corak pengembangan
yang paling lazim, yang demi keberhasilannya jelas memerlukan dukungan pelayanan
pengelolaan air secara memadai baik pada daerah reklamasi rawa pasang surut yang sudah
ada maupun bagi pengembangan kawasan lahan rawa pasang surut yang baru.
Aspek pengembangan Lahan Pasang Surut
Disamping aspek pertanian, perlu perhatian tersendiri untuk aspek lain yang juga tidak kalah
pentingnya antara lain rencana penatagunaan lahan, termasuk didalamnya pola permukiman
dan kebutuhan pelayanan transportasi air sepanjang diperlukan ; mengingat keseluruhannya
itu akan menuntut fungsionalitas dari prasarana pengairan dan efektifitas dari sistem
pengelolaan airnya, mengingat banyak diantara kebutuhan pelayanan air pada lokasi yang
sama dan pada saat yang bersamaan memiliki banyak kepentingan yang bisa saja saling
berlainan antara yang satu dengan lainnya.

14

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Permasalahan lahan pasang surut


Lahan rawa pasang surut sering diasosiasikan dengan keberadaan dari jenis tanah yang belum
matang dengan kandungan unsur racun yang dapat menggangu pertumbuhan tanaman dan
lebih lanjut mengakibatkan rendahnya produktivitas usaha pertanian. Oleh sebab itu, perlu
adanya pertimbangan dan langkah yang cermat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
dikehendaki. Untuk mengatasi masalah semacam itu, maka pengelolaan air baik ditingkat
jaringan primer dan sekunder (tata air makro) maupun ditingkat jaringan petak tersier (tata air
mikro) peranannya akan sangat menentukan.
Pola pengembangan secara bertahap adalah cara yang paling tepat dan sudah dibuktikan
dalam prakteknya selama ini pada pengembangan lahan rawa pasang surut khususnya untuk
pertanian. Dengan cara seperti itu, pemanfaatan secara efektif sumber-sumber air yang
tersedia baik secara langsung maupun tidak langsung di sekitar kawasan yang direklamasi
ataupun dari sungai terdekat merupakan hal yang diutamakan dan sekaligus merupakan salah
satu tujuan pokok dari upaya pengelolaan air pada pengembangan lahan rawa pasang surut.
Pola atau cara seperti itu diterapkan khususnya pada tahap pengembangan awal, dan untuk itu
maka jaringan saluran primer, sekunder dan saluran tersier yang mengalirkan air secara
gravitasi dirancang agar dapat berfungsi memadai untuk kepentingan pemasokan air,
disamping untuk melayani drainase dan pengamanan banjir . Bagi sebagian besar kawasan
lahan rawa pasang surut, pengaliran air secara gravitasi dimungkinkan dengan memanfaatkan
beda ketinggian muka air karena pengaruh gerakan pasang surut muka air sungai . Untuk
pengembangan tahap awal, pembangunan jaringan saluran dan pengelolaan air dengan
menerapkan pola itu dinilai memenuhi kelayakan dari segi teknis, lingkungan maupun dari
segi pertimbangan ekonomisnya.
Pengaliran air masuk dan keluar dengan sistem gravitasi yang telah diterapkan sejauh ini
sebagai pola pengembangan tahap awal pada dasarnya sangat tergantung kepada faktor hidrotopografi lahan. Faktor ini menyatakan posisi relatif dari elevasi lahan terhadap taraf muka air
pasang surut, dan faktor itulah yang pada akhirnya akan menentukan besar kecilnya peluang
irigasi dan drainase secara gravitasi . Besar kecilnya peluang pengaliran secara gravitasi
tersebut didefinisikan sebagai irigabilitas dan drainabilitas dari suatu kawasan lahan rawa
pasang surut.
Kebanyakan lahan rawa pasang surut yang direklamasi masih berada pada tahap
15

_________________________________________________
Kuliah Rawa

pengembangan awal. Jikapun tidak seluruhnya, banyak diantaranya belum berfungsi dengan
baik khususnya bila ditinjau dari segi kinerja pelayanan prasarana pengairannya yang masih
belum mampu mendukung kepentingan budidaya pertanian secara produktif. Perencanaan
yang kurang memadai pada masa lalu dan penyelenggaraan kegiatan O&P yang selama ini
masih sangat memprihatinkan merupakan penyebab utamanya. Tindakan penyempurnaan
melalui program rehabilitasi dan peningkatan jelas diperlukan untuk memperbaiki kondisi
dan meningkatkan fungsi jaringan pengairan, sementara dari segi teknis, pengaliran air di
saluran masih tetap akan mengandalkan mekanisme gravitasi yang terjadi karena pengaruh
gerakan pasang surut muka air sungai.
Opsi pengembangan dengan teknologi yang lebih maju pada daerah reklamasi rawa pasang
surut yang saat ini kondisinya masih dalam tahap pengembangan awal, boleh jadi
alternatifnya adalah berupa penerapan sistem polder yang memungkinkan pengelolaan airnya
terkendali

sepenuhnya.

Pengembangan

sistem

polder

memungkinkan

untuk

diimplementasikan pada skala unit kawasan pengembangan tertentu (schemes) atau pada
skala kawasan dalam bentuk delta. Pengembangannya untuk jangka panjang bisa dirancang
sekaligus dalam rangka mengkonservasikan sumber air tawar yang tersedia sepanjang tahun
dengan penutupan bagian muara sungai. Akan tetapi dalam jangka dekat opsi semacam itu
belumlah layak untuk diimplementasikan bahkan untuk proyek percontohan pada skala yang
terbatas sekalipun. Karena opsi tersebut pada saat ini belumlah layak dari segi sosial,
ekonomi dan dari segi lingkungan. Bagaimanapun, hanya waktulah yang akan membuktikan
apakah opsi tersebut pada suatu saat akan memiliki prospek untuk dikembangkan dimasa
depan. Pembahasan lebih lanjut tentang masalah ini diluar lingkup dari Pedoman Teknis ini.

I.2

Lokasi Lahan rawa di Indonesia

Dalam keadaan alaminya, lahan rawa pada umumnya berdrainase buruk dan biasanya
tergenangi air dalam waktu yang relatif lama. Di Indonesia, luas keseluruhan lahan rawa
pasang surut maupun rawa non pasang surut mencapai sekitar 33.4 juta ha, sebagian terbesar
lokasinya tersebar di Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya (Gambar 1.1). Lahan rawa dapat
dibedakan kedalam :
-

lahan rawa pasang surut, lokasinya berada disepanjang pesisir dan disepanjang ruas
sungai bagian hilir pada rezim sungai yang dipengaruhi fluktuasi muka air pasang surut
16

_________________________________________________
Kuliah Rawa

harian . Umumnya meliputi zona mangrove diikuti kemudian dengan rawa air tawar yang
cukup luas arealnya. Elevasi lahannya sebagian terbesarnya berada disekitar taraf muka
air pasang tinggi. Kawasan ini ditandai keberadaannya oleh genangan dangkal pada
musim penghujan terutama diakibatkan oleh air hujan yang terakumulasi karena
drainasenya terhambat. Setiap harinya pada saat muka air sungai dalam keadaan surut
pada umumnya memberikan peluang bagi berlangsungnya proses drainase air yang
berkelebihan mengalir keluar . Di kawasan-kawasan tertentu, muka air sungai pada saat
pasang memberikan peluang bagi berlangsungnya irigasi pasang surut ;

Gambar 1.1 : Lahan rawa pasang surut di Indonesia


-

lahan rawa non pasang surut, letaknya berada diluar zona pasang surut, seringkali
disebut sebagai lahan rawa lebak. Kawasan ini lebih banyak dipengaruhi oleh fluktuasi
musiman muka air sungai dan pada saat musim penghujan lahannya bisa terendam air
dengan genangan yang cukup dalam. Karena tidak adanya muka air surut harian pada
sungai dikawasan ini, maka perencanaan drainase bagi pengembangan lahan rawa lebak
memerlukan kriteria tersendiri. Pada kebanyakan kawasannya bahkan memerlukan upaya
pengamanan dari luapan banjir sungai;

17

_________________________________________________
Kuliah Rawa

lahan rawa pedalaman, adalah lahan rawa yang tidak termasuk dalam klasifikasi yang
disebutkan diatas, biasanya terletak di kawasan yang disekitarnya adalah lahan kering
(uplands). Lahan rawa jenis ini luasannya relatif kecil.

POTENSI RAWA
Selama lima tahun ke depan (2005 2009), bangsa Indonesia masih
dihadapkan pada masalah pangan dan kemiskinan. Permasalahan utama pangan
adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi nasional, sedangkan
permasalahan utama kemiskinan adalah bagaimana meningkatkan pendapatan
petani. Meningkatkan kapasitas produksi pertanian pelaku utamanya adalah
petani. Kemiskinan atau masyarakat miskin sebagian besar berada di sektor
pertanian, sehingga permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia ke depan
masih terletak di sektor pertanian (Suryana, 2004).
Menurut Adimihardja et al. (1999), untuk memenuhi kebutuhan pangan
khususnya beras, diperlukan tambahan areal sawah tidak kurang dari 20.000 ha
lebih per tahunnya. Hal ini akan sulit dicapai apabila hanya mengandalkan
produksi padi dari lahan sawah beririgasi dan tadah hujan. Selain arealnya
semakin berkurang akibat alih fungsi lahan, produktivitasnya juga semakin sulit
ditingkatkan.
Dengan semakin pesatnya perkembangan ekonomi khususnya di Jawa,
maka sektor pertanian tidak dapat dielakkan dari persaingan penggunaan sumber
daya lahan dengan berbagai sektor ekonomi lainnya. Hal ini merupakan salah satu
faktor pemicu terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian. Menurut
Nasoetion (1994), setiap tahunnya tidak kurang dari 30.000 hingga 50.000 hektar
sawah telah beralih fungsi ke nonpertanian.
Menurut Suryo (1995), konstribusi pulau Jawa terhadap produksi pangan
nasional khususnya beras tidak kurang dari 60 persen terhadap total produksi
nasional. Tingkat ketergantungan ini cukup riskan, karena skala usahatani di Jawa
relatif sempit, sehingga efisiensi usaha sulit untuk ditingkatkan. Tekanan ekonomi
yang terus berlanjut telah memicu terjadinya alih fungsi lahan, serta terjadinya
gejala penurunan kualitas lahan yang mengakibatkan menurunnya produktivitas.
Untuk mengatasi masalah ini, program intensifikasi maupun ekstensifikasi akan
mengalami hambatan, bila tidak ditangani secara serius dan berkelanjutan.
18

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Untuk menghadapi masalah tersebut, salah satu alternatif yang perlu


mendapat prioritas adalah pemanfaatan lahan rawa.
Secara tradisional lahan ini telah dimanfaatkan sejak dulu oleh penduduk lokal, khususnya
suku Banjar dan Bugis sebagai usaha pertanian, terutama usahatani padi dan kelapa. Berbagai
penelitian juga telah dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian, Universitas dan
pihak lain, guna memanfaatkan lahan ini menjadi lebih optimal. Menurut Manwan
et al. (1992) dan Ismail et al. (1993), dengan pengelolaan yang tepat, lahan rawa
ini dapat dijadikan sumber pertumbuhan pertanian yang produktif.

1.3. Aspek Teknis


Kendala fisik utama pada pengembangan lahan rawa pasang surut berpangkal dari faktor
kondisi air dan tanahnya, dan karena itu perlu jangka waktu yang tidak singkat agar proses
pematangan lahannya mencapai tingkat kesesuaian yang memungkinkan tercapainya tingkat
potensialnya sebagai lahan pertanian yang produktif. Dalam rangka pengembangan rawa
pasang surut secara berkelanjutan, maka pengalaman yang sangat berharga yang diperoleh
dari praktek pengembangan lahan rawa dalam dua puluh lima tahun terakhir dirasa perlu
untuk dijadikan acuan empiris.
Aspek teknis menyangkut pengelolaan air dan penyelenggaraan kegiatan operasi dan
pemeliharaan. Cakupan materinya dirangkum dalam tiga volume, yaitu :
-

Aspek Umum ;

Pengelolaan Air ;

Operasi dan Pemeliharaan (O&P).

Aspek Umum
Disadari bahwa reklamasi lahan rawa pasang surut akan membawa serta perubahan
lingkungan, dan diantara perubahan itu seringkali bersifat tidak mampu balik (irreversible).
Mempertimbangkan hal itu maka pembangunan prasarana pengairan dan pengelolaan airnya
harus dilakukan tahap demi tahap secara cermat. Pertimbangan ini menjadi landasan utama
bagi konsep pengembangan lahan rawa pasang surut yang telah diimplementasikan oleh
Pemerintah selama ini.
19

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Pengelolaan Air
Pengelolaan air diselenggarakan pada dua level, yaitu ;
-

pengelolaan air dipetak tersier, atau tata air mikro. Ini merupakan pengelolaan air di
lahan usaha tani yang menentukan secara langsung kondisi lingkungan bagi pertumbuhan
tanaman ;

pengelolaan air dijaringan saluran utama, atau tata air makro. Pengelolaan air di tingkat
sistem makro berfungsi menciptakan kondisi yang memenuhi

kesesuaian bagi

terlaksananya pengelolaan air dipetak tersier (tata air mikro). Fungsi lain dari pengelolaan
air di jaringan saluran utama diantaranya adalah untuk melayani transportasi air dan
kebutuhan air baku untuk rumah tangga (khususnya mandi dan cuci).
Khususnya dalam kaitannya dengan fluktuasi muka air, akan dijelaskan juga perbedaan
dalam penggunaan elevasi muka air yang berlaku sebagai parameter penentu. Parameter
tersebut meliputi :
-

muka air tinggi harian. Dalam kaitannya dengan elevasi lahan, ini merupakan parameter
yang menentukan peluang irigasi pasang surut dan pengamanan banjir ;

muka air rendah dan rata-rata harian. Parameter ini menentukan peluang bagi drainase
dan navigasi ;

kisaran pasang surut. Parameter ini berpengaruh terhadap peluang drainase dan
penggelontoran air di saluran.

Operasi dan pemeliharaan


Didalam buku pedoman mengenai operasi dan pemeliharaan akan diuraikan permasalahan
pokok yang dihadapi baik didalam perencanaannya maupun pada tahap penyelenggaraan
kegiatan O&P sistem pengairan di daerah reklamasi rawa pasang surut. Disamping itu, akan
diuraikan juga mengenai lingkup dan sararan kegiatan pemeliharaan yang dapat dibedakan
kedalam jenis-jenis kegiatan :
-

pemeliharaan rutin ;

pemeliharaan berkala / periodik ;

pemeliharaan darurat.

20

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Hidrologi Rawa Pasang Surut


Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari
atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan
transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus
hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai
presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau
kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas
atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah.
Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang
berbeda:

Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.
kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan.
Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya
akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah
dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi
kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan
tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan
danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan
semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban.
Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang
membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.

Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan
sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir
ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus
hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara
keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.

21

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi

Aliran air
tanah masuk

Aliran masuk dari


sungai dan danau

Aliran air
tanah
keluar

Debit
Puncak

Penambahan
alami

Evapotranspirasi

Aliran
kembali

Pengisian
buatan

Drainase

Peningkatan
Volume Simpanan
air dalam Aquifer

Gambar 2.2 Keseimbangan Air Tanah

22

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Pasang surut
Pasang surut adalah gerak vertikal permukaan air secara periodic di laut atau sungai akibat
pengaruh gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari, bulan, dan kombinasi gerakan
matahari dan bulan. Pasang surut merupakan gejala alam yang selalu berulang dengan
periode tertentu sesuai dengan metode gaya pembangkitnya ( bulan dan matahari ).
Umumnya periode pasang surut adalah sekitar 12 jam atau air pasang dan dua kali surut. Pada
beberapa tempat pasang surut mempunyai periode ulang sekitar 24 jam atau air pasang surut
terjadi hanya dalam satu hari. Sehingga dapat dikatakan bahwa pasamg surut adalah
gelombang panjang yang mempunyai periode kurang lebih 12 jam atau 24 jam.
Variasi bentuk dan tinggi pasang surut berhubungan erat dengan gerakan-gerakan bumi
(pada porosnya dan mengelilingi matahari) dan bulan (mengelilingi bumi). Hubungan
tersebut diturunkan berdasarkan teori gravitasi.
Pasang surut menimbulkan gerakan horisontal air yang disebut arus pasang surut. Antara
gerakn vertikal dan horisontal air terdapat hubungan yang sangat erat.
Pada kenyataanya bentuk pasang surut di setiap tempat di bumi tidak selau sama. Hal ini
disebabkan oleh besarnya gaya tarik bulandan matahari tidak sama untuk setiap tempat di
bumi. Bentuk pasang yang berbeda-beda ini dinamakan tipe pasang surut.
Tipe pasang surut dibagi dalam tiga golongan :
1. Pasang surut setengah harian
Pasang surut setengah harian berarti setiap setengah hari (12 jam) disuatu tempat tertentu
terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Dalam satu hari akan terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut, disebut juga pasang surut semi diurnal. Apabila pasang surut disebabkan
oleh gaya tarik bulan, maka disebut lunar semi diurnal dan apabila disebabkan gaya tarik
bumi disebut solar semi diurnal.
2. Pasang surut harian]
Pasang surut harian terjadi apabila dalam waktu 24 jam (satu hari) hanya terjadi satu kali
air pasang san satu kali air surut dan biasanya disebut juga sebagai pasang surut diurnal.

3. Pasang surut campuran


Pasang surut campuran terjadi apabila dalam waktu 24 jam (satu hari) terjadi air pasang
dan air surut yang tidak beraturan.
Pasang surut campuran ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu :
23

_________________________________________________
Kuliah Rawa

a. Pasang surut campuran condong ke setengah harian.


b. Pasang surut campuran condong ke bentuk harian.
Berdasarkan pengamatan bahwa muka air pasang surut berubah secara periodik dan
merupakan penjumlahan gelombang-gelombang harmonik. Fluktuasi muka air pasang surut
dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
Pengaruh lain yang harus diperhitungkan adalah pengaruh perputaran nodal bulan ang
mengakibatkan koreksi pada amplitudo dan unsur fasa. Periode nodal ini mempunyai periode
yang cukup lama yaitu 18,6 tahun.
Sehubungan dengan adanya koreksi nodal, maka persamaan di atas menjadi :
Tiap-tiap komponen mempunyai periode dan kecepatan sudut tertentu yang besarnya
selalu tetap dan dapat ditentukan secara teoritis.
Untuk besaran amplitudo dan unsur fasa masing-masing komponen tidak dapat ditentukan
secara teoritis, melainkan harus dihitung berdasarkan data pengamatan pasang surut
diperairan yang bersangkutan. Bila keadaan geografis tempat tersebut tidak berubah, besaran
amplitudo dan unsur fasa masing-masing komponen (Hi dan gi) akan tetap pula dan disebut
tetapan pasang surut perairan tersebut.
Ada beberapa metode ntuk menentukan besarnya tetapan pasang surut, yaitu :
1. Mtode Admiralty
Metode ini dilakukan dengan bantuan beberapa tabel, dan digunakan hanya untuk
menghitung data hasil pengamatan pasang surut selama 15 hari atau 29 hari. Hasil
perhitungan adalah besaran amplitudo (A) dan undur fasa (g).
2. Metode kuadrat terkecil
Tinggi pasang dinyatakan dengan sebagai fungs dari waktu dan merupakan statu deret
harmonis dengan komponen pasang

Pasang surut
Pasang surut adalah gerak vertical permukaan air secara periodic di laut atau sungai akibat
pengaruh gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari, bulan, dan kombinasi gerakan
matahari dan bulan. Pasang surut merupakan gejala alam yang selalu berulang dengan
periode tertentu sesuai dengan metode gaya pembangkitnya ( bulan dan matahari ).
24

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Umumnya periode pasang surut adalah sekitar 12 jam atau air pasang dan dua kali surut. Pada
beberapa tempat pasang surut mempunyai periode ulang sekitar 24 jam atau air pasang surut
terjadi hanya dalam satu hari. Sehingga dapat dikatakan bahwa pasamg surut adalah
gelombang panjang yang mempunyai periode kurang lebih 12 jam atau 24 jam.
Variasi bentuk dan tinggi pasang surut berhubungan erat dengan gerakan-gerakan bumi
(pada porosnya dan mengelilingi matahari) dan bulan (mengelilingi bumi). Hubungan
tersebut diturunkan berdasarkan teori gravitasi.
Pasang surut menimbulkan gerakan horisontal air yang disebut arus pasang surut. Antara
gerakn vertikal dan horisontal air terdapat hubungan yang sangat erat.
Pada kenyataanya bentuk pasang surut di setiap tempat di bumi tidak selau sama. Hal ini
disebabkan oleh besarnya gaya tarik bulandan matahari tidak sama untuk setiap tempat di
bumi. Bentuk pasang yang berbeda-beda ini dinamakan tipe pasang surut.
Tipe pasang surut dibagi dalam tiga golongan :
2. Pasang surut setengah harian
Pasang surut setengah harian berarti setiap setengah hari (12 jam) disuatu tempat tertentu
terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Dalam satu hari akan terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut, disebut juga pasang surut semi diurna. Apabila pasang surut disebabkan
oleh gaya tarik bulan, maka disebut lunar semi diurnal dan apabila disebabkan gaya tarik
bumi disebut solar semi diurnal.
2. Pasang surut harian
Pasang surut harian terjadi apabila dalam waktu 24 jam (satu hari) hanya terjadi satu kali
air pasang san satu kali air surut dan biasanya disebut juga sebagai pasang surut diurnal.

3. Pasang surut campuran


Pasang surut campuran terjadi apabila dalam waktu 24 jam (satu hari) terjadi air pasang
dan air surut yang tidak beraturan.
Pasang surut campuran ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu :
c. Pasang surut campuran condong ke setengah harian.
d. Pasang surut campuran condong ke bentuk harian.
Berdasarkan pengamatan bahwa muka air pasang surut berubah secara periodik dan
merupakan penjumlahan gelombang-gelombang harmonik. Fluktuasi muka air pasang surut
dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
25

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Z t Z o Z i cos(Wi t i )
i 1

dimana :
Zt = tinggi muka air pada waktu t
Zo = tinggi duduk tengah rata-rata dari basis
N = jumlah komponen pasang surut
Zi = amplitudo komponen l
Wi= kecepatan sudut komponen l = (2c)/Ti
Ti = periode komponen l
i = unsur komponen l
t

= waktu

Pengaruh lain yang harus diperhitungkan adalah pengaruh perputaran nodal bulan ang
mengakibatkan koreksi pada amplitudo dan unsur fasa. Periode nodal ini mempunyai periode
yang cukup lama yaitu 18,6 tahun.
Sehubungan dengan adanya koreksi nodal, maka persamaan di atas menjadi :
n

Z t Z o f i H i cos ( wi t Voi u i g i )
i 1

dimana :
fi

= koreksi nodal untuk amplitudo

Hi

= amplitudo komponen l ; H1 = Zi/fi

Voi = suku koreksi unsur fasa


Ui

= suku koreksi nodal untuk unsur fasa

gi

= unsur fasa komponen l


= Wi + (Voi + Ui)
Tiap-tiap komponen mempunyai periode dan kecepatan sudut tertentu yang besarnya

selalu tetap dan dapat ditentukan secara teoritis.


Untuk besaran amplitudo dan unsur fasa masing-masing komponen tidak dapat ditentukan
secara teoritis, melainkan harus dihitung berdasarkan data pengamatan pasang surut
diperairan yang bersangkutan. Bila keadaan geografis tempat tersebut tidak berubah, besaran
26

_________________________________________________
Kuliah Rawa

amplitudo dan unsur fasa masing-masing komponen (Hi dan gi) akan tetap pula dan disebut
tetapan pasang surut perairan tersebut.
Ada beberapa metode ntuk menentukan besarnya tetapan pasang surut, yaitu :
1. Metode Admiralty
Metode ini dilakukan dengan bantuan beberapa tabel, dan digunakan hanya untuk
menghitung data hasil pengamatan pasang surut selama 15 hari atau 29 hari. Hasil
perhitungan adalah besaran amplitudo (A) dan undur fasa (g).
2. Metode kuadrat terkecil
Tinggi pasang dinyatakan dengan sebagai fungs dari waktu dan merupakan statu deret
harmonis dengan komponen pasang.
Parameter pasang surut dapat dilakukan bila konstanta pasang surut telah diketahui.
Karena gerak pasang surut adalah merupakan superposisi dari masing-masing komponen
tersebut dengan frekwensi dan fasa yang berbeda, maka gerakan pasang surut dapat
dinyatakan sebagai :
Z i Z o f i H i cos Wi t Voi U i g i
n

i 1

dimana :
fi

= koreksi nodal amplitudo

Hi = amplitudo komponen l
Voi = suku nodal unsur fasa
Ui = suku koreksi nodal untuk unsur fasa
gi

= unsur fasa componen l

Zo,Hi,gi, diperoleh dari hasil pengamatan yang kemudian dihitung dengan salah satu cara
perhitung komponen pasang surut. Sedangkan suku-suku lain dapat dihitung secara teoritis
yang kemudian ditabulasikan.
Aliran tak langgeng adalah aliran yang kedalaman dan/atau kecepatan alirannya berubah
terhadap waktu.
Ada banyak fenomena aliran terbuka yang merupakan aliran tak langgeng. Salah satu
contoh aliran tak langgeng adalah aliran pada saluran drainase yang titik keluarannya

27

_________________________________________________
Kuliah Rawa

dipengaruhi pasang surut. Dalam hal ini yang diamati adalah perambatan gelombang pasang
surut pada suatu saluran yang mengalirkan debit Q tertentu.
Pada dasarnya perhitungan dengan cara analisis akan mendapatkan hasil yang lebih baik,
namun untuk mempercepat perhitungan dilakukan dengan cara numeris dengan bantuan
komputer.
Pada aliran tak langgeng perhatian tidak hanya pada perubahan ketinggian muka airnya,
tetapi juga pada perubahan kecepatan. Naiknya elevasi muka air berakibat pada penambahan
elevasi tanggul, tetapi pertambahan kecepatan akan mengakibatkan tingkat erosi yang tinggi
di saluran yang berpengaruh terhadap kesetabilan struktur saluran. Sebaliknya bila kecepatan
terlalu kecil akan terjadinya pengendapan di saluran.
Ada beberapa asumsi yang di ambil dam perhitungan aliran tak langgeng :
a. Massa air
Bila air sungai mengalir ke laut, maka massa air akan bervariasi antara 1000 s/d 1040
kg/m3. Variasi harga rapat massa di atas dari penelitian tidak mempunyai pengaruh yang
banyak terhadap perilaku muka air. Ini menandakan bahwa pengambilan harga massa air
yang konstan tidak akan mempengaruhi terhadap perhitungan.
b. Air bersifat tak mampu mampat.
c. Ada distribusi tekanan hidrostatis pada aliran
Dalam hal ini aliran di anggap hampir horosontal dan karenanya mempunyai garis arus
yang sejajar. Asums ini akan menghasilkan distribus tekanan hidrostatis yang
penambahannya proposional dengan penambahan kedalaman aliran.
d. Lebar saluran relatif kecil
Asums ini di ambil agar muka air pada penampang saluran bebar-benar horizontal (tidak
melengkung). Yang disarankan adalah saluran dengan lebar kurang dari 10 km.
Secara umum model matematik yang dapat menyelesaikan permasalahan aliran tak
langgeng dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu :
1. Model hidrolik dipergunakan untuk menghitung karateristik fisik saluran.
2. Model hidrologi dipergunakan untuk menghitung karateristik curah hujan

3.2 Komponen-komponen Pasang Surut


Ada beberapa komponen-komponen yang mempengaruhi pasang surut. Indonesia
memperhitungkan 7 komponen akibat gaya tarik bulan dan matahari sebagai komponen
utama. Sedangkan komponen lainnya non/astronomis.
28

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Tabel 2.5 Komponen Pasang Surut

Pada pasang surut perlu diketahui elevasi muka air acuan seperti yang diperlihatkan pada
tabel berikut.
Tabel 2.6 Elevasi Muka Air Acuan

PERMODELAN HIDROLOGI DAN HIDROLIKA RAWA

2.2
2.2.1

Dasar Teori
Pengertian Tanggul
Tanggul merupakan bangunan yang dibangun di sepanjang sungai untuk menahan dan

menghindari luapan air banjir ke dataran atau wilayah di sekitarnya. Pengertian tanggul dapat
didefinisikan sebagai berikut :
29

_________________________________________________
Kuliah Rawa

1)

Tanggul adalah penghalang sepanjang alur sungai yang direncanakan untuk


menahan air banjir dalam alur sungai yang ada dan menghindari tumpahan keatas
tanah rendah yang berdekatan. (Sri Legowo, 2005)

2)

Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis
tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai.
(Berdasarkan Kep. Men. PU., 1993)

3)

Tanggul merupakan bendungan yang terletak di sisi kiri atau kanan bendungan utama
dan ditempat yang dari bendungan utama yang tingginya maksimum 5 meter dengan
panjang mercu maksimum 5 kali tingginya. (Soedibyo Pradnya Paramita, 2003)
Tanggul penahan banjir adalah penghalang yang didesain untuk menahan banjir di

palung sungai untuk melidungi daerah disekitarnya. Tanggul banjir sesuai untuk daerahdaerah dengan memperhatikan faktor-faktor berikut (LAPI ITB, Pembuatan Masterplan
Drainase Kota Palembang dan DED Drainase Sungai Buah, Sungai Gasing, Sungai Borang
dan Sungai Sriguna)
1)

Tinggi jagaan dan kapasitas debit sungai pada bangunan-bangunan sungai misalnya
jembatan.

2)

Ketersediaan bahan bangunan setempat

3)

Syarat-syarat teknis dan dampaknya terhadap pengembangan wilayah.

4)

Pengaruh tanggul terhadap lingkungan

5)

Elevasi muka air yang lebih tinggi di alur sungai

6)

Lereng tanggul dengan tepi sungai yang relatif stabil


Tanggul dibangun untuk melindungi daerah dataran banjir yang dipergunakan untuk

pemukiman, daerah industri dan pertanian. Dalam perencanaan pembuatan tanggul ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sehingga tanggul dapat berfungsi dengan baik.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan tanggul antara lain :
1)

Bahan tanggul
Biasanya bahan yang digunakan untuk pembuatan tanggul adalah material tanah yang
dipadatkan. Bahan yang cocok untuk pembangunan tanggul adalah tanah dengan
karakteristik sebagai berikut (Soedibyo Pradnya Paramita, 2003) :
a. Dalam keadaan jenuh air mampu bertahan terhadap longsor
30

_________________________________________________
Kuliah Rawa

b. Pada waktu banjir yang lama tanah tidak terjadi rembesan atau bocor
c. Penggalian, transportasi dan pemadatannya mudah
d. Tidak terjadi retak-retak yang dapat membahayakan stabilitas tubuh tanggul
e. Bebas dari bahan-bahan organis seperti akar-akar pohon dan rumput- rumputan.
Biasanya tanggul dibuat dari bahan timbunan yang digali di dekat atau sejajar dengan
garis tanggul. Untuk tanggul-tanggul tertentu, mungkin perlu membuka daerah
sumber timbunan khusus di luar lokasi tanggul dan mengangkutnya ke lokasi
pembuatan tanggul.
2)

Trase tempat kedudukan tanggul


Garis bahu depan suatu tanggul disebut pula sebagai trase tempat kedudukan tanggul
atau disingkat dengan istilah trase tanggul. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penetapan trase tanggul adalah :
a.

Jarak antar trase tanggul dianggap sebagai jarak antara kedua tanggul yang

membujur dikanan kiri sungai yang ditetapkan berdasarkan debit banjir rencana
sungai, kemiringan, tinggi muka air pada sungai. Untuk

menentukan

debit

sungai umumnya digunakan formula Chezy, sebagai berikut :


Q =A. V
V C

....................2.1

R. I

Dimana :
Q = Debit (m3/dtk)
C = Koefisien Chezy
A = Luas penampang (m2)
V = Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/det)
R = Radius hidrolika
I = Kemiringan permukaan sungai
b. Tanggul di kedua belah sungai sedapat mungkin dibuat sejajar. Walaupun
demikian, apabila terdapat ruas yang sempit karena suatu kondisi yang tidak
terhindarkan maka dihilir ruas tersebut supaya sedapat mungkin segera diperlebar
menyesuaikan dengan lebar normalnya.

31

_________________________________________________
Kuliah Rawa

3)

Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan merupakan tambahan tinggi pada tanggul untuk menampung limpasan
dan loncatan air (dari permukaan air sungai yang sedang mengalir yang diakibatkan
oleh adanya ombak gelombang dan loncatan hidrolis pada saat banjir).

Gambar 2.1 Tinggi jagaan tanggul


Tinggi rencana tanggul (Hd) merupakan jumlah tinggi muka air rencana (H) ditambah
tinggi jagaan (Hf). Ketinggian yang direncanakan termasuk tinggi jagaan untuk
kemungkinan penurunan tanggul (Hs), yang akan bergantung pada pondasi serta
bahan yang akan dipakai dalam pelaksanaan. Tinggi muka air rencana yang
sebenarnya didasarkan pada profil permukaan air. Tinggi jagaan (Hf) merupakan
longgaran yang ditambahkan untuk tinggi muka air yang diambil, termasuk atau tidak
termasuk tinggi gelombang. Tinggi jagaan tanggul berkisar antara 0.6 2.0 m.
Tabel 2.1 Tinggi jagaan standar tanggul
Angka untuk ditambahkan di atas

Debit banjir rencana (m3/det)


200

elevasi muka air banjir rencana (m)


0,6

200-500

0,8

500-2000

1,0

2000-5000

1,2

5000-10000

1,5

> 10000

2,0

Sumber: Soedibyo pradnya paramita ,Teknik Bendungan

4)

Penampang melintang tanggul


32

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Penampang saluran diharapkan dapat mengalirkan debit tertentu. Untuk saluran


dengan kapasitas debit yang besar, penampang dibuat dengan memperhatikan
perbandingan lebar dasar B dengan kedalaman h yang tinggi. Hal ini untuk
menghindari agar kecepatan rencana tidak melebihi batas kecepatan maksimum yang
diizinkan. Sebagai acuan untuk menentukan perbandingan lebar dasar B dengan
kedalaman saluran h, serta kemiringan dinding (m) untuk debit tertentu dapat dilihat
pada tabel berikut :

Gambar 2.2 Penampang melintang tanggul

5)

Kemiringan lereng tanggul


Penentuan kemiringan lereng tanggul merupakan tahapan yang paling penting dalam
perencanaan tanggul dan erat kaitannya dengan infiltrasi air dalam tubuh tanggul.
Dalam keadaan biasa tanpa perkuatan lereng tanggul direncanakan dengan
kemiringan 1:2 atau lebih kecil.

6)

Lebar mercu tanggul


Lebar atas atau lebar mercu tanggul diambil sekurang-kurangnya 3,00 m. Bagi
tanggul tanah yang direncanakan untuk mengontrol kedalaman air 1,50 meter lebar
atas minimum tanggul dapat diambil 1,50 m. Jika kedalaman air yang akan dikontrol
lebih dari 1,5 meter maka lebar atas diambil sekurang-kurangnya 3,00 m. Lebar
standar mercu tanggul dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Lebar standar mercu tanggul
Debit banjir rencana (m3/det)
Lebih kecil dari 500
Lebih besar dari500, 2000

Lebar mercu (m)


3
4
33

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Lebih besar dari 2000, 5000


5
Lebih besar dari 5000, 10000
6
Lebih besar dari 10000
7
Sumber : Soedibyo pradnya paramita, 2003, Teknik Bendungan
7)

Stabilitas tanggul
Kebocoran tanggul dapat membahayakan stabilitas tubuh tanggul. Misalnya pada saat
terjadi banjir, permukaan air pada bantaran sungai naik cukup tinggi maka dapat
menyebabkan terjadinya rembesan air ke dalam tubuh tanggul. Jika air rembesan
muncul pada permukaan lereng maka dapat terjadi kebocoran tanggul pada bagian
permukaan lereng sehingga dapat membahayakan stabilitas tubuh tanggul. Permukaan
lereng tanggul dapat pula longsor karena tertimpa hujan secara terus menerus.

2.2.2

Sungai
Sungai merupakan suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat

mengalirnya air yang berasal dari hujan. Aliran air merupakan bagian yang senantiasa
tersentuh oleh air. Daerah aliran sungai merupakan lahan total permukaan air yang dibatasi
oleh suatu batas-air topografi dan yang dengan satu cara memberikan sumbangan terhadap
debit suatu sungai pada suatu irisan melintang. (Sehyan, 1990).

Sebuah

sungai

dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang berbeda sifat-sifatnya. Ada dua fungsi utama
yang diberikan alam kepada sungai yang kedua-duanya berlangsung secara bersamaan dan
saling mempengaruhi. (Mulyono, H. R, 2007). Fungsi sungai tersebut diantaranya :
a.

Mengalirkan air
Air hujan yang jatuh pada sebuah daeran aliran sungai (DAS) akan terbagi menjadi
akumulasi-akumulasi yang tertahan sementara sebagai air tanah dan air permukaan,
serta runoff yang akan memasuki alur sebagai debit sungai dan terus dialirkan ke laut.

b.

Mengangkut sedimen hasil erosi pada DAS dan alurnya.

2.2.3

Analisis Koefisien Limpasan (Run off)


Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda

pada cekungan-cekungan, dan aliran bawah permukaan (subsurface flow). Koefisien (C)
merupakan hubungan antara puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor
utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah, kemiringan lahan, tanaman penutup
tanah, sifat dan kondisi tanah, dan intensitas hujan. (Suripin, 2003). Koefisien limpasan
34

_________________________________________________
Kuliah Rawa

mencerminkan keadaan permukaan daerah aliran. Koefisien pengaliran C merupakan


perbandingan komponen berikut :

Volume air yang berhasil mencapai muara DAS

....................2.2

volume air hujan yang jatuh diatas DAS

Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran
permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat dihitung
dengan persamaan berikut :

CDAS

i 1
n

i 1

Ci Ai
..............2.3

Ai

Dimana :
CDAS = Harga rata-rata angka pengaliran
Ci

= Koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i

Ai

= luas lahan dengan jenis panutup tanah

= jumlah jenis penutup lahan

Berkurangnya air yang berhasil melewati muara daerah aliran disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya :
1) Aliran tertahan oleh akar dan daun dari tanaman, tertahan oleh rumputan atau

semak

2)
3)

belukar
Air meresap ke dalam lapisan tanah
Air tertahan dalam bentuk genangan air (pada permukaan daerah aliran yang tidak rata

4)

atau banyak cekungan)


Tersimpan dalam sumur resapan yang dibangun penduduk kota, sehingga air hujan
meresap ke dalam tanah.

2.2.4 Waktu Konsentrasi


Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh
untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah
menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. (Suripin,

35

2003). Salah satu metode

_________________________________________________
Kuliah Rawa

untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich
(1940), yang dapat ditulis sebagai berikut :

0,87 xL2
t c
1000 xS

0.385

...............2.4

Dimana :
tc = waktu konsentrasi dalam jam
L = panjang saluran utama dari hulu sampai penguras dalam km,
S = kemiringan rata-rata saluran utama dalam m/m.
Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi permukaan lahan
sampai saluran terdekat t0 dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik
keluaran td, sehingga :

tc= t0 + td

..............2.5

dimana
2

to = x3,28 xLx
menit dan
S
3

td =

Ls
menit
60V

...............2.6

Hubungan antara kecepatan aliran dan besaran adanya rembesan pada saluran

bias

dihitung dari rumus Moritz (USBR) berikut :


S 0,035.C.

Q
v

..............2.7

Dimana :
n

= angka kekasaran Manning,

= kemiringan lahan,

= panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)

Ls

= panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m),

= kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik)

= kehilangan akibat rembesan (m3/det per km panjang saluran)


36

_________________________________________________
Kuliah Rawa

= Koefisien tanah rembesan (m/hari, lihat pada tabel)

0,035 = faktor konstanta

2.2.5

Perhitungan Debit Limpasan


Perhitungan debit banjir rencana dilakukan menurut ketentuan Tata Cara Perhitungan

Debit Banjir Rencana, SNI. Secara umum, metode yang dipakai antara lain :
1) Metode Rasional
Metode untuk memperkirakan laju aliran permukaan puncak yang umum dipakai
adalah metode Rasional USSCS (1973). Metode ini terbatas untuk DAS dengan ukuran
kecil, yaitu kurang dari 300 ha. (Goldman et.al., 1986). Persamaan matematik metode
rasional dinyatakan dalam bentuk :
Qp = 0,002778 CIA

.................2.8

Dimana :
Qp = laju aliran permukaan/debit puncak (m3/det)
C
= koefisien aliran permukaan (0 C 1)
I
= Intensitas hujan (mm/jam)
A
= luas DAS
Tabel 2.3 Koefisien aliran untuk metode rasional
Topografi, Ct
Datar (<1%)
Bergelembung (1-10%)
Perbukitan (10-20%)
Pegunungan (>20%)

0,03
0,08
0,16
0,26

Koefisien aliran C = Ct +Cs = Cv


Tanah, Cs
Pasir dan gravel
0,04
Lempung berpasir
0,08
Lempung dan lanau 0,16
Lapisan batu
0,26

Vegetasi, Cv
Hutan
Pertanian
Padang Rumput
Tanpa tanaman

0,04
0,11
0,21
0,28

Sumber: Suripin, 2003, Drainase perkotaan yang berkelanjutan


2)

Metode hidrograf Nakayasu


Penentuan debit banjir rencana dilakukan menurut ketentuan tata cara perhitungan debit
banjir rencana menurut Standar Nasional Indonesia. Penentuan debit banjir yang
dilakukan adalah dengan metode hidrograf satuan sintetik (synthetic unit hydrograph)
Nakayasu, dengan rumus sebagai berikut :

QP

C. A.RO
3,6 0,3TP T0,3

...............2.9

37

_________________________________________________
Kuliah Rawa

dimana :
QP

= debit puncak banjir, dalam m3/detik

= koefisien pengaliran

Ro

= hujan satuan, dalam mm

= luas daerah aliran sungai, dalam km2

Tp

= tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir, dalam jam

T0,3

= waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak


sampai menjadi 30 % dari debit puncak, dalam jam

a)

Bagian lengkung naik (rising limb) hidrograf satuan mempunyai persamaan :


t

Qa Qp
T
p

2, 4

Dimana :
Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/detik)
T = Waktu (jam)

b)

Bagian lengkung turun (decreasing limb)


a. Qd

>0,3 Qp

t Tp

: Qd Qp* 0.3 T

0,3

b. 0,3 Qp > Qd >0,32 Qp : Qd Qp * 0,3


c. 0,32 Qp > Qd :

c)

t Tp 0 , 5 T0 , 3
1, 5 T0 , 3

t Tp 1, 5 T0 , 3
2 T0 , 3

Qd Qp * 0.3

Sedangkan waktu Tp = tg + 0,8 tr


Dimana untuk
a. L < 15 km

tg = 0,21 L0,7

b. L > 15 km

tg = 0,4 + 0,058 L

38

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Dimana :
L = panjang alur sungai (km)
tg = waktu konsentrasi (jam)
tr = 0,5 tg sampai tg (jam)
T 0,3= tg (jam)
d)

Dengan besarnya =
1.

untuk daerah pengaliran biasa = 2

2.

untuk bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang
cepat = 15

3.

untuk bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat =

3
e)

Asumsi yang dipergunakan dalam perhitungan ini adalah :


1. Panjang sungai
2. Luas catchment area
3. Koefisien pengaliran

2.2.6 Banjir
Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan dapat
mengakibatkan keugian jiwa, harta dan benda. Kejadian banjir tidak dapat dicegah, namun
hanya dapat dikendalikan. Beberapa pengertian banjir dapat didefinisikan sebagai berikut :
1)

Banjir merupakan aliran/genangan air yang dapat terjadi karena adanya luapan-luapan
pada daerah di kanan atau kiri sungai/saluran akibat alur sungai tidak memiliki
kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat. (Sudjarwadi, 1987)

2)

Banjir merupakan proses meluapnya air sungai ke daratan sehingga dapat


menimbulkan kerugian harta benda penduduk serta dapat menimbulkan korban jiwa.
(Laporan akhir Laeli Nur Baeti, 2007)

3)

Banjir adalah suatu peristiwa alami yang akan terjadi bila air yang datang (hujan)
tidak dapat lagi diakomodasi oleh lahan atau tanah dalam wilayah daerah aliran
sungai (DAS) dan sarana drainase alami yang ada di DAS tersebut, sehingga
kelebihan air yang jatuh ke permukaan tanah berupa air limpasan (run-off) tidak dapat

39

_________________________________________________
Kuliah Rawa

lagi dialirkan ke tempat-tempat penampungan/pengeluaran di luar DAS oleh sarana


drainase yang ada misalnya pada sungai. (Moehansyah, 2006).
Salah satu penyebab utama dari kejadian banjir di suatu kawasan adalah bertambahnya
aliran permukaan dan berkurangnya air yang meresap ke dalam tanah. Faktor alamiah yang
dapat menyebabkan banjir adalah curah hujan. Faktor alami lainnya adalah erosi dan
sedimentasi kapasitas sungai, kapasitas drainase yang tidak memadai, pengaruh air pasang,
perubahan kondisi DAS, dan lain-lain.
Sedangkan faktor non alamiah penyebab banjir adalah adanya pembangunan kompleks
perumahan atau pembukaan suatu wilayah atau kawasan untuk lahan usaha yang bertujuan
baik sekalipun, tanpa disadari pengaturan yang benar akan dapat menimbulkan aliran
permukaan yang besar atau erosi yang menyebabkan pendangkalan air sungai. Akibatnya,
debit pengaliran sungai yang terjadi akan lebih besar dari pada kapasitas pengaliran air sungai
sehingga terjadilah banjir.
Pada laporan Masterplan Drainase dan DED DAS Bendung, analisa banjir dilakukan
baik sari segi analisa maupun pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penyebab banjir
secara garis besarnya meliputi dua hal, antara lain :
a)

Kondisi alam
Ini terjadi dimana pada saat banjir, curah hujan yang turun sangat tinggi, bahkan banjir

besar terjadi ketika curah hujan tinggi turun secara berturut-turut selama 2-3 hari. Hal ini
menyebabkan lapisan tanah yang telah jenuh pada saat hujan hari pertama, menjadi tidak
mampu lagi menyerap beban hujan. Selanjutnya hal ini menyebabkan debit limpasan yang
terjadi sangat besar. Selain itu hasil pengamatan pasang surut juga menunjukkan bahwa pada
saat banjir, sungai Musi mengalami pasang, sehingga kapasitas pengaliran dari sungai
Bendung menjadi berkurang dan cenderung terhambat.
b) Kondisi prasarana yang kurang memadai.
Berdasarkan hasil pengamatan, di beberapa tempat atau lokasi banjir, prasarana drainase
yang ada kurang memenuhi syarat. Hal ini terjadi dikarenakan adanya perubahan tata guna
lahan di beberapa wilayah, sehingga beban limpasan yang ada melebihi kapasitas saluran.
Selain itu juga adanya endapan, sampah atau tanaman pengganggu ikut mengurangi kapasitas
saluran. Beberapa sarana drainase yang ada juga masih belum jelas arah pembuangannya,
sehingga perlu dinormalisir dan diperbaiki arah pengalirannya.
40

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Sementara itu berdasarkan pengamatan di lapangan, banjir di DAS Bendung terdiri dari
dua macam, yaitu :
a)

Banjir Lokal, dimana banjir tersebut terjadi hanya di areal tertentu. Banjir ini terjadi
karena tidak adanya sistem drainase sekunder dan tersier di daerah tersebut atau bisa
juga dikarenakan berkurangnya kapasitas pengaliran dari sistem drainase tersebut.
Daerah yang mengalami kondisi banjir ini diantaranya daerah Sekip, daerah Ilir Timur I,
daerah Ario Kemuning dan beberapa spot Jalan Veteran.

b) Banjir Wilayah, dimana banjir tersebut terjadi karena adanya luapan dari sungai
Bendung dan menyebabkan limpasan air masuk ke areal sekitarnya. Kondisi ini secara
umum terjadi di beberapa daerah sepanjang sungai Bendung. Penyebabnya diantaranya
ada lubang-lubang saluran yang menembus dinding sungai dan berada di bawah elevasi
banjir sungai.

2.2.7

Pengendalian Banjir
Pengendalian banjir

merupakan

kegiatan

yang

dilakukan

dalam

rangka

mengupayakan agar tidak terjadi banjir. Untuk daerah dataran seperti kota-kota besar yang
terletak di daerah hilir/pantai, penyebab utama terjadinya banjir dan genangan ditimbulkan
oleh banjir kiriman dari hulu dan banjir lokal akibat air hujan yang tidak dapat dibuang ke
sungai.
Metode pengendalian banjir yang biasa digunakan adalah terutama pembuatan
tanggul-tanggul agar dapat menahan banjir di dalam sungai, pembuatan waduk-waduk agar
dapat menampung banjir sebelum disalurkan dalam tingkat aliran yang cukup lambat, untuk
mencegah kerusakan banjir di bagian hilir. Tanggul-tanggul pengendalian banjr seperti itu
sebenarnya meningkatkan bahaya banjir. Hal ini dikarenakan volume air banjir tidak menjadi
berkurang. Sebaliknya debit aliran sungai menjadi meningkat. (Goldsmith, 1993)
Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Namun
yang paling penting adalah perlu dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang
paling optimal. Upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam pengendalian banjir adalah
(Sucipto dan Agus Sutarto, 2007) :
1)

Normalisasi alur sungai dan tanggul


Merupakan usaha memperbesar kapasitas pengaliran sungai. Faktor yang perlu
diperhatikan adalah penggunaan penampang ganda untuk debit dominan untuk
penampang bawah perencanaan alur yang stabil terhadap proses erosi dan sedimentasi
dasar sungai maupun erosi tebing dan elevasi muka air banjir.
41

_________________________________________________
Kuliah Rawa

2)

Pembuatana flood way


Pembuatan flood way dimaksudkan untuk mengurangi debit banjir pada alur sungai dan
mengalirkannya melalui flood way. Pembuatan flood way dapat dilakukan apabila
tersedianya alur sungai yang akan digunakan untuk jalur flood way.

2.2.8

Data Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada

suatu kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. (Joesron Loebis, 1992).
Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan (Sudjarwadi, 1987). Analisis
hubungan dua parameter hujan yang penting berupa intensitas dan durasi dapat
dihubungkan secara statistik berupa kurva intensity-Duration-Frequency (IDF).
(Joesron Loebis, 1992).
Dengan memperhatikan besaran statistik data hujan, maka pemilihan tipe
distribusi yang hendak dipakai dapat dilakukan. Oleh karena itu data harus
diurutkan dari kecil ke besar, dengan cara :

P ( x1 x)

m
n 1

...............2.10

Dimana:
P
= Probabilitas
m
= Nomor urut
n
= Jumlah data
Analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data
yang diperoleh dari rekaman data hujan. Ada empat macam distribusi yang
banyak digunakan dalam hidrologi. (Joesron Loebis, 1992).

1) Distribusi Normal
2) Distribusi Log Normal
3) Distribusi Gumbel
4) Distribusi Log Pearson III
Masing-masing sebaran mempunyai sifat statistik yang khas dengan menghitung parameter
statistik dari rangkaian data tersebut. Parameter yang dimaksud adalah:

x
S

1
xi
n

...............2.11

2
1

xi x
n 1

0 ,5

...............2.12

42

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Cv

S
x

...............2.13

n x i x
CS
n 1 n 2.S3

...............2.14

n x i x
Ck
n 1 n 2.S 4

...............2.15

Dimana:
x

= nilai rata-rata (mean value)

= simpangan baku (standar deviasi)

Cv = koefisien variasi
CS = koefisien skewness
Ck = koefisien kurtosis
xi = data hujan
n

1)

= jumlah data

Distribusi Normal

Sifat- sifat dari sebaran tipe normal adalah sebagai berikut :


Cs = 0
Ck = 3

Apabila besaran Cs dan Ck dari data hujan mendekati nilai tersebut, maka tipe distribusi ini
dapat digunakan. Distribusi normal memiliki fungsi kerapatan probabilitas yang dirumuskan:
XT

= x + KT. S

...............2.16

Dimana:
XT

= besarnya variabel dengan kala ulang T tahun

= besaran rata-rata

standar deviasi

KT

faktor frekuensi

43

_________________________________________________
Kuliah Rawa

2) Distribusi Log Normal


Distribusi Log Normal yang digunakan adalah Log Normal tipe II. Sifat dari
sebaran ini :

Cs > 0
Cs 3Cv
Secara sederhana fungsi kerapatan distribusi Log Normal adalah sebagai berikut:
Log XT

log x

+ KT. S log x

...............2.17
Dimana:
XT

= besarnya variabel dengan kala ulang T tahun

= besaran rata-rata

standar deviasi

KT

faktor frekuensi

3) Distribusi Gumbel

Sifat sebaran dari distribusi ini adalah Cs 1,396 dan Ck 5,4002. Apabila koefisien
asimetri (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) dari data hujan mendekati nilai tersebut, sebaran
Gumbel dapat digunakan. Penggambaran distribusi teoritisnya pada kertas Gumbel tipe I,
mengikuti persamaan berikut:

XT x

YT Yn
.S
Sn

...............2.18

Dimana:
XT
x

= besar variabel dengan kala ulang T tahun


= besaran rata-rata

= standar deviasi

YT

= reduced variate

Yn

= harga rata-rata dari reduced variate

Sn

= penyimpangan baku dari reduced variate

Nilai Yn dan Sn menunjukkan nilai tertentu pada n (jumlah data) tertentu. besarnya harga ini
dapat dilihat pada tabel Gumbel.
4) Distribusi Log Pearson III
Sifat dari distribusi Distribusi Log Pearson III adalah :

44

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Cs = 0
Ck 4 6
Apabila koefisien asimetris (Cs) dan koefisien Kurtosis (Ck) dari data hujan mendekati nilai
tersebut, sebaran Log Pearson III dapat dipergunakan. Secara umum, persamaan garis teoritik
probabilitas dapat dinyatakan sebagai berikut :
Log XT

log x

+ KT. S log x

...............2.19
Dimana :
XT

= besaran (dapat debit atau hujan) dengan kala ulang T tahun

= besaran rata-rata

= standar deviasi

KT

= faktor frekuensi

2.2.9

Pengujian Kecocokan
Agar diperoleh distribusi frekuensi terbaik, data yang ada dianalisis menggunakan

metode distribusi di atas. Pemilihan tipe metode distribusi yang akan dipakai, dilakukan
dengan memperhatikan besaran statistik data hujan dan sebagai perbandingan semua tipe
metoda distribusi diuji kecocokannya dengan metode Chi Kuadrat dan metode
Smirnov- Kolmogorov. Apabila besaran-besaran statistik data hujan tidak menunjukkan
kepada penggunaan tipe metoda distribusi tertentu, dipilih tipe metode distribusi yang
memberikan penyimpangan maksimum distribusi empiris terhadap teoritisnya terkecil.
a)

X2

Uji Chi Kuadrat


Ef Of 2

Ef
I 1

...............2.20
I

Dimana :
X2

harga Chi Kuadrat,


45

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Ef

frekuensi yang diharapkan untuk kelas i,

Of

frekuensi terbaca pada kelas i,

banyaknya kelas

b)

Uji Smirnov Kolmogorov


Pengujian yang dilakukan dengan mencari nilai selisih probabilitas tiap variat X

menurut distribusi empiris dan teoritis, yaitu i. Nilai i maksimum harus lebih kecil dari
kritik. Nilai kritik dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.4 Nilai kritik

Dari uji kecocokan untuk masing-masing sebaran dapat dilihat apakah semua
perhitungan tersebut dapat diterima atau ditolak. Metode yang memiliki selisih yang paling
kecil dibandingkan dengan hasil dari metode lain adalah metode yang dipakai dalam analisis
frekuensi curah hujan. Data hujan empiris digambarkan pada tiap kertas distribusi dari tipe
yang dipakai dengan menggunakan data yang diurutkan dari besar ke kecil untuk kala ulang
banjir, sebagai berikut :

P(Xi X)

m
n 1

...............2.21

46

_________________________________________________
Kuliah Rawa

dengan:
P

probabilitas

m =

nomor urut

jumlah data

Selanjutnya dihitung besaran-besaran statistik dari data yang diperlukan dalam analisis
distribusi frekuensi.

2.2.10 Hidrograf Satuan Sintetik


Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali
dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau parameter
daerah pengaliran tersebut terlebih dulu, misalnya waktu untuk mencapai puncak hidrograf
(time to peak magnitude), lebar dasar, luas kemiringan, panjang alur terpanjang (length of the
longest channel), koefisien limpasan (runoff coefficient) dan sebagainya. Dalam hal ini
biasanya kita gunakan hidrograf-hidrograf sintetik yang telah dikembangkan di negara-negara
lain, dimana parameter-parameternya harus disesuaikan terlebih dulu dengan karakteristik
daerah pengaliran yang ditinjau.
1)

Hidrograf Satuan Sintetik Snyder


Rumus-rumus Hidrograf Satuan Sintetik Snyder seperti berikut :
Tp

= Ct ( L . Lc)0,3

Tr

...............2.23

Qp

= 2,78

...............2.24

Tb

= 72 + 3 tp

...............2.25

...............2.22

47

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Koefisien-koefisien Ct dan Cp harus ditentukan secara empiris, karena besarnya


berubah-ubah antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Besarnya Ct = 0,75-3,00
sedangkan besarnya Cp = 0,90 1,40.

2.2.11

Karakteristik DAS
Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan meliputi luas

dan bentuk DAS, topografi dan tata guna lahan (Suripin, 2003). Hal-hal yang mempengaruhi
karakteristik DAS tersebut antara lain :

1)

Luas dan bentuk DAS


Laju dan volume aliran permukaan makin bertambah besar dengan bertambahnya luas
DAS. Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran dalam sungai. Bentuk DAS
memanjang dan sempit cenderung menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih kecil
dibandingkan dengan DAS yang berbentuk melebar atau melingkar.

Gambar 2.3 Pengaruh bentuk DAS pada aliran permukaan


2)

Topografi
DAS dengan kemiringan curam disertai parit/saluran yang rapat akan menghasilkan laju
dan volume aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan DAS yang landai
dengan parit yang jarang dan adanya cekungan-cekungan.

48

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Gambar 2.4 Pengaruh kerapatan parit/saluran pada hidrograf aliran permukaan


3)

Tata guna lahan


Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien aliran
permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukan perbandingan antara besarnya aliran
permukaan dan besarnya curah hujan.

2.2.12

Analisa Hidrolika
Analisa hidrolika dilakukan untuk menganalisa tipe, dimensi dan posisi saluran

sehubungan dengan pengaliran sejumlah volume air tertentu dalam waktu tertentu. Hal-hal
yan berkaitan dengan analisa hidrolika antara lain :
1) Bentuk penampang
Bentuk penampang umumnya digunakan bentuk trapezium dan segiempat. Untuk
perencanaan saluran dianjurkan perbandingan antara lebar dasar saluran (b) dan tinggi
air (h).
2)

Radius Hidrolika (R)


Untuk menentukan radius hidrolika menggunakan rumus :
R

F
O

..............2.26

Dimana :
R = Radius hidrolika (R)
F = Luas penampang basah (m2)
O = Keliling penampang basah (m)
3)

Kapasitas saluran
Untuk menghitung kapasitas saluran (Q), dipergunakan persamaan kontuinitas :
Q=VA
atau Q = V F
Kapasitas saluran harus lebih besar daripada debit rencana :
Q = V F > Q = 0,278 Cs Cf C I A

49

...............2.27

_________________________________________________
Kuliah Rawa

4)

Dimana :
Q = Debit pengaliran
V = Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/det)
A = Luas penampang basah (m2)
Kecepatan aliran
Untuk menentukan kecepatan air mengalir rata-rata biasa digunakan rumus Manning :
v

1 2 / 3 1/ 2
R S
n

...............2.28

Bilangan Froude merupakan bilangan yang menandakan suatu aliran dalam kondisi
sub kritis, kritis atau super krtis. Bilangan Froude dihitung dengan persamaan :

v
gD

..............2.29

Dimana :
V = Kecepatan aliran air di saluran (m/detik)
n = Koefisien kekasaran Manning
R = Radius hidrolik
S = Kemiringan memanjang saluran
D = Kedalaman hidraulik (D = A/T)
T = Lebar puncak (m)

2.2.13 Program HEC RAS


HECRAS adalah program yang dapat memodelkan aliran tak tunak dengan tinjauan
satu dimensi dengan pemodelan geometri yang lebih akurat karena titik pendekatan untuk
memodelkan cross section sungai bisa dibuat lebih banyak dari beberapa program aliran tak
tunak satu dimensi lain yang sering digunakan. Dengan demikian maka penggambaran setiap
cross section masing-masing profil dengan menggunakan program HECRAS akan menjadi
lebih mendekati dibandingkan sebelumnya.
Simulasi dengan HECRAS bertujuan untuk mengetahui profil memanjang sungai,
elevasi muka air maksimum, dan kecepatan aliran. Selain itu dengan model ini dapat juga
untuk memodifikasi tampang saluran untuk mendapatkan tampang saluran yang dapat
mengantisipasi debit banjir rencana.
Dalam pemodelan diperlukan data geometri yang terdiri dari lay out disertai cross
section untuk saluran-saluran yang dijadikan model. Bangunan-bangunan air serta storage
50

_________________________________________________
Kuliah Rawa

area berada dalam masukan data geometri pemodelan. Data aliran ditempatkan terpisah
dengan data geometri. Data aliran bisa dipakai salah satu diantara data aliran tunak (steady
flow) dan data aliran tak tunak (unsteady flow). Setiap data aliran tersebut harus memasukkan
nilai kondisi batas (boundary condition) dan kondisi awal (initial condition) yang sesuai agar
pemodelan bisa dijalankan. Bentuk hidrograf hanya bisa diisikan pada data aliran tak tunak.
Selanjutnya bisa dilakukan kalkulasi dengan membuat rencana komputasi. Rencana
komputasi harus terdiri dari satu data geometri dan satu data aliran. Beberapa penjelasan
program yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a.

Ruas
Untuk masing-masing ruas (section) diperlukan informasi mengenai elevasi bagian
awal (begin) dan akhir (end) ruas serta nilai koefisien kekasaran Manning atau Chezy.
Nilai koefisien kekasaran yang digunakan untuk penelitian ini adalah koefisien
kekasaran Manning, n. Besarnya nilai koefisien kekasaran saluran berkisar antara
0,009 hingga 0,150. Berdasarkan tabel yang disusun oleh Ven Te Chow (1959)
menunjukkan bahwa untuk saluran yang telah dilining nilai koefisen kekasaran
berkisar antara 0,015 hingga 0,025. Pada saluran ini nilai koefisien kekasaran
Manning, n diambil 0,020 untuk saluran dengan permukaan beton yang dipoles dan
0,025 untuk saluran dengan permukaan tanah, berkelok-kelok dan tenang juga untuk
hasil galian atau pengerukan.
Koefisien kontraksi dan ekspansi digunakan untuk memperkirakan besarnya
kehilangan energi (energy loss) yang disebabkan kontraksi dan ekspansi aliran.
Besarnya nilai koefisien ini berdasarkan perubahan tinggi kecepatan dari suatu cross
section sampai cross section selanjutnya. Dalam pemodelan ini besarnya koefisien
kontraksi dan ekspansi adalah sebesar 0,10 dan 0,30.

b.

Penampang
Berisi informasi mengenai penampang saluran (cross section) dibagian awal dan akhir
ruas berupa flow width dan storage width untuk setiap kedalaman yang dianggap perlu
penampang saluran yang digunakan sebagai masukan adalah penampang saluran pada
setiap titik yang ada dalam sistem perhitungan.

c.

Bangunan
Tipe bangunan air (water structure) yang dapat disimulasikan dengan program
HECRAS diantaranya adalah :
51

_________________________________________________
Kuliah Rawa

d.

1)

Gated Spillways

: digunakan untuk pintu air

2)

Bridge and Culverts : digunakan untuk saluran penyeberang air.

3)

Pump

: dapat digunakan sebagai pompa air.

Kondisi Awal
Untuk memulai perhitungan pada model matematik tersebut dibutuhkan kondisi awal.
Kondisi awal yang dimasukkan berupa besar debit awal di hulu sungai Bendung.

e.

Kondisi Batas
Dalam suatu pemodelan kondisi batas dapat dispesifikasikan sebagai berikut:
1) Tinggi muka air dan debit, dapat dalam bentuk konstan maupun berubah menurut
waktu atau merupakan seri Fourier. Kondisi batas ini digunakan pada muara
sungai atau bagian hilir sungai Bendung.
2) Debit pada jaringan saluran terbuka, dapat dispesifikasikan sebagai debit yang
berubah menurut waktu atau berupa hubungan antara curah hujan dan aliran
permukaan (run-off). Kondisi batas ini digunakan pada bagian hulu sungai dan
anak sungai.
Kondisi batas (boundary condition) yang digunakan pada pemodelan ini diperoleh

dari hasil analisis hidrologi, berupa kurva hirograf banjir yang dihitung berdasarkan kondisi
saat terjadi banjir. Kurva hidrograf ini berisi data debit dalam bentuk berubah menurut waktu
(time series). Untuk kondisi batas di bagian hilir sungai Bendung, digunakan data pengukuran
pasang surut.
4.1

Curah Hujan
Data hujan yang digunakan dalam analisis adalah data curah hujan seri selama

minimal 10 tahun terakhir. Dalam menentukan analisis frekuensi curah hujan, terlebih dahulu
harus menentukan parameter statistik frekuensi curah hujan.
Setelah menentukan analisis frekuensi curah hujan selanjutnya dilakukan perhitungan
distribusi curah hujan meliputi metode distribusi Normal, distribusi Log Normal, distribusi
Gumbel dan distribusi Log Person III. Perhitungan metode distribusi dilakukan untuk
mencari nilai curah hujan rata-rata XT, selanjutnya akan dilakukan pengujian sebaran atau uji
kecocokan untuk menentukan uji distribusi curah hujan yang dapat diterima dalam
perhitungan. Uji kecocokan yang memiliki nilai terkecil yang akan digunakan dalam
perhitungan selanjutnya.
Dari hasil Uji kecocokan, diketahui bahwa semua distribusi curah hujan dapat diterima.
Distribusi tersebut dapat digunakan dalam analisa intensitas hujan, sehingga dalam
52

_________________________________________________
Kuliah Rawa

menentukan distribusi yang akan digunakan dalam analisa intensitas hujan berdasarkan pada
nilai selisih maksimum terkecil (). Nilai terkecil pada uji Distribusi Log Pearson III, yaitu
10.42, sehingga data intensitas hujan yang akan digunakan adalah perhitungan Distribusi Log
Pearson III. Perhitungan curah hujan selanjutnya dapat dilihat pada lampiran.

4.2

Analisis Koefisien Limpasan


Koefisien limpasan mencerminkan keadaan permukaan daerah aliran. Koefisien

pengaliran, C merupakan perbandingan volume air yang berhasil mencapai muara DAS
dengan volume air yang jatuh diatas DAS. Analisis koefisien limpasan dapat dihitung
berdasarkan peta tata guna lahan. Setelah itu dicari nilai luas penggunaan lahan masingmasing yang digunakan untuk tujuan tertentu berdasarkan keterangan warna dalam peta tata
guna lahan.

Gambar 4.1 Peta tata guna lahan

53

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat masing-masing penggunaan lahan, setelah itu dapat
ditentukan luas masing-masing untuk penggunaan lahan. Luas masing-masing penggunaan
lahan dapat dilihat dalam tabel rekapitulasi pengunaan tata guna lahan sebagai berikut :

Tabel 4.1 Rekapitulasi luas tata guna lahan


Penggunaan lahan
Air
Alang-alang
Belukar
Danau
Empang/Kolam
Kebun
Kuburan
Ladang
Pohon
Rawa
Ruang Terbuka
Ruang Terbuka Hijau
Sawah
Tanah Kosong
Bangunan
Jalan
Sumber : Hasil perhitungan penelitian

luas m2
201838.67
288417.62
305450.63
22962.80
200929.09
22757.65
146310.83
9690.79
304268.79
16407.95
9800061.09
380193.75
432929.48
104903.07
5583860.83
1903599.58

Sedangkan untuk melihat nilai koefisien C pada masing-masing penggunaan lahan dapat
dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 4.2 Koefisien pengaliran C
Penggunaan lahan
Rawa
alang-alang
ruang terbuka
sawah
belukar
ladang
kebun
kebun kelapa
empang/kolam
54

C
0.2
0.21
0.4
0.55
0.3
0.11
0.3
0.15
0.35
_________________________________________________
Kuliah Rawa

kuburan
pohon
kelapa sawit
bangunan
ruang terbuka hijau
jalan
tanah kosong

0.1
0.25
0.15
0.5
0.2
0.7
0.8

Dari tabel diatas dapat dilihat rekapitulasi penggunaan lahan dan koefisien C untuk masingmasing lahan. Setelah itu dapat dihitung koefisien pengaliran gabungan (Cw) dapat dilihat
dalam tabel berikut :

Tabel 4.3 Perhitungan koefisien pengaliran Cw


Penggunaan lahan
Luas m2
C
C*A
Air
201,838.67
0.35 70643.54
Alang-alang
288,417.62
0.21 60567.7
Belukar
305,450.63
0.3 91635.19
Danau
22,962.80
0.35 8036.981
Empang/Kolam
200,929.09
0.35 70325.18
Kebun
22,757.65
0.2 4551.529
Kuburan
146,310.83
0.15 21946.63
Ladang
9,690.79
0.11 1065.986
Pohon
304,268.79
0.25 76067.2
Rawa
16,407.95
0.2 3281.59
Ruang Terbuka
9,800,061.09
0.4 3920024
Ruang Terbuka Hijau
380,193.75
0.2 76038.75
Sawah
432,929.48
0.55 238111.2
Tanah Kosong
104,903.07
0.8 83922.46
Bangunan
5,583,860.83
0.5 2791930
Jalan
1,903,599.58
0.7 1332520
Jumlah
19,724,582.62
8850668
Sumber : Hasil Perhitungan
Berdasarkan tabel perhitugan koefisien pengaliran C maka nilai Cw dapat dihitung sebagai
berikut :
n

CDAS

i 1
n

i 1

Ci Ai
..............2.3

Ai

8850668
= 0.4487
19724582,62

55

_________________________________________________
Kuliah Rawa

4.2.1

Perhitungan Debit Rancangan


Penentuan debit banjir rencana dilakukan dengan Metode Hidrograf Satuan Sintetik

(Synthetic Unit Hydrograph) Nakayasu. Sebelum masuk pada perhitungan debit rencana
dengan menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu, diperlukan data panjang
sungai Bendung serta luas DAS Bendung. Setelah itu DAS Bendung dibagi dalam sub-sub
DAS dengan bantuan program AutoCad. Pembagian DAS Bendung berdasarkan ketinggian
dari peta topografi.

Gambar 4.2 Pembagian DAS Bendung

Tabel 4.4 Pembagian DAS Bendung


No.
1
2
3
4
5
6

4.2.2

Sungai
DAS anak 1
DAS anak 2
DAS anak 3
DAS anak 4
DAS anak 5
DAS anak 6

Luas (km2)
6.2919
4.2423
2.1391
2.3871
2.2222
1.8803

Panjang (km)
6.8447
5.0783
2.2486
4.5827
1.5053
4.1582

Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu


56

_________________________________________________
Kuliah Rawa

1)

DAS Bendung Anak 1


Dari tabel 4.4 diketahui luas DAS anak 1 adalah 6.2919 km2 dan panjang sungai (L)

6.8447 km. Panjang sungai (L) kurang dari 15 km.


a. tg (waktu konsentrasi)
= 0,21 L 0,7
= 0.21 6.8447 0.7
= 0.797 m

tg
tg
tg

b. tr (0,5.tg sampai tg)


tr
= tg
tr
= 0.797 jam
c. Tp (tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir)
Tp = tg + 0,8 tr
Tp 0.797 + 0.8(0.797)
Tp = 1.43 jam ( dibulatkan menjadi 1 jam )
b. untuk daerah pengaliran biasa, = 2, maka

T0,3 = tg
T0,3 = 2 (1.1988)
T0,3 = 1.594 jam ( dibulatkan menjadi 2 jam )
c. 1.5T0,3

1.5T0,3

= 1.5(1.594)
= 2.39 jam ( dibulatkan menjadi 2 jam)

d. QP (debit puncak banjir)

Diketahui :
Cw = 0.4484
A
= 6.2919 km2
T0,3 = 1.594 jam

QP

Ro
Tp

= 1 mm
= 1.43 jam

C. A.RO
3.6 0.3TP T0.3
..............2.3

QP

0.4484 x 6.2919 x1
= 0.39 m3/s
3.6 0.3(1.43) 1.594

Waktu yang dibutuhkan lengkung Qa (rising climb) dari awal sampai mencapai puncak
debit (Qp) adalah sebesar Tp. Berdasarkan perhitungan harga Tp diatas, maka waktu (t) yang
diperlukan lengkung Qa untuk mencapai puncak adalah 2 jam dimulai dari jam ke-0.
a.

Qa pada saat t = 0
t

Qa Q P
TP

2.4

57

_________________________________________________
Kuliah Rawa

0
Qa 0.39

1.43

b.

= 0 m3/s

2.4

= 0.165 m3/s

Qa pada saat t = 1
2.4

t
Qa Q P
TP

1
Qa 0.39

1.43

c.

2.4

Qa pada saat t = 2
t
Qa Q P
TP

2.4

2
Qa 0.39

1.43

2.4

= 0.8724 m3/s

Waktu yang dibutuhkan lengkung turun Qd1 dari puncak debit (Qp) adalah sebesar T 0.3 yaitu
2 jam yang dimulai pada jam ke-3 dan jam ke-4.
a.

Qd1 pada saat t = 3


Qd 1 Q p 0,3

t Tp
T0 , 3

3 1.43

b.

Qd 1 0.39 0.3 1.594


Qd1 pada saat t = 4
Qd 1 Q p 0,3

= 0.1198 jam

t Tp
T0 , 3

Qd 1 0.39 0.3

4 1.43
1.594

= 0.0559 jam

Waktu yang dibutuhkan lengkung turun Qd2 setelah lengkung turun Qd1 tercapai adalah
sebesar 1.5T0.3 yaitu 4 jam yang dimulai pada jam ke-5 sampai jam ke-8.
a.

Qd2 pada saat t = 5


t Tp 0,5T0,3

d2

0,3

1,5T0,3

5 1.43 0.8

b.

0.39 0,3

d2

2.39

= 0.0640 jam

Qd2 pada saat t = 6


t Tp 0,5T0,3

d2

0,3

1,5T0,3

6 1.43 0.8

c.

d2

0.39 0,3

2.39

= 0.1130 jam

Qd2 pada saat t = 7


58

_________________________________________________
Kuliah Rawa

t Tp 0,5T0,3

d2

0,3

1,5T0,3

7 1.43 0.8

d.

0.39 0,3

d2

2.39

= 0.01575 jam

Qd2 pada saat t = 8


t Tp 0,5T0,3

d2

0,3

1,5T0,3

8 1.43 0.8

0.39 0,3

d2

2.39

= 0.00956 jam

Qd3 mulai setelah lengkung turun Qd2 tercapai dimulai pada jam ke-9 sampai jam ke-24
a.
Qd3 pada saat t = 9
t Tp 1,5T0,3

d3

0,3

2T0,3

9 1.43 2.39

b.

0.39 0,3

d3

3.19

= 0.00911 jam

Qd3 pada saat t = 10


t Tp 1,5T0,3

d3

0,3

2T0,3

10 1.43 2.39)

d3

0.39 0,3

3.19

= 0.00627 jam

Untuk perhitungan harga Qd3 untuk t = 13 sampai t = 24 serta hasil perhitungan Qa, Qd1, Qd2
dan Qd3 dapat dilihat dalam lampiran

Berdasarkan perhitungan di atas hidrograf satuan DAS Bendung anak 1 dapat dilihat dalam
tabel berikut :
4.5 Input Hidrograf Satuan DAS Bendung Anak 1
No
1
2
3
4

Parameter Unit Hidrograf


Panjang sungai/saluran (L)
L
Luas DAS
FDAS
Koef. Pengaliran DAS
CwDAS
Time tag (Tg)
Tg
Syarat :
L < 15 km; Tg = 0,4 +0,058L
L > 15 km; Tg = 0,21L0,7
Satuan waktu hujan (tr)
59

6.8447

km

6.2919

km2

0.4487

0.797

jam

_________________________________________________
Kuliah Rawa

tr

6
7

8
9
10

Syarat :
tr = 0,5 tg s.d 1,0 tg
Peak time (Tp)
Tp = tg + 0,8.tr
Parameter hidrograf
Parameter alfa ()
T0,3
0,5T0,3
1,5T0,3
2,0T0,3
Curah hujan spesifik (R0)
R0
Debit puncak
Qp
Base flow
Qb

0.797

jam

1.43

jam

=
=
=
=
=

2
1.594
0.80
2.39
3.19

jam
jam
jam

mm

0.39

m3/dt/mm

0.19

m3/dt/mm

Perhitungan analisis unit hidrograf satuan DAS Bendung anak 1 dalam tabel berikut :
Tabel 4.6 Analisis Unit Hidrograf Satuan DAS Bendung Anak 1
Waktu

Lengkung
Naik
0 < t < Tp

t
jam
1
0.00
1.00
1.43
2.00
1.59
2.39
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00

(t/Tp)2.4
2
0.00
0.42
1.00

Lengkung
Turun
Tp < t <
T0,3

T0,3 < t <


1,5T0,3

(t-Tp)

(t-Tp+0.5T0,3)

T0,3
3

(1.5T0,3)
4

Debit
1,5T0,3 < t
< 24
(tTp+1.5T0,3)
(2T0,3)
5

0.36
0.10
0.73
1.25
1.56
1.87
2.19
2.50
2.82
3.13
3.45
3.76
4.08
4.39
4.70
5.02

60

Jumlah

Unit
Hidrograf

Koef.

Qt

6=2+3+4+5
0.00
0.42
1.00
0.36
0.10
0.73
1.25
1.56
1.87
2.19
2.50
2.82
3.13
3.45
3.76
4.08
4.39
4.70
5.02

m3/dt
7
0.0000
0.2281
0.3800
0.2468
0.3366
0.1574
0.0848
0.0581
0.0398
0.0273
0.0187
0.0128
0.0088
0.0060
0.0041
0.0028
0.0019
0.0013
0.0009

_________________________________________________
Kuliah Rawa

16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00

5.33
5.65
5.96
6.28
6.59
6.91
7.22
7.53
7.85

5.33
5.65
5.96
6.28
6.59
6.91
7.22
7.53
7.85

0.0006
0.0004
0.0003
0.0002
0.0001
0.0001
0.0001
0.0000
0.0000

Setelah seluruh harga lengkung debit untuk setiap interval waktunya diketahui, masukkan
harga-harga tersebut pada tabel dibawah ini untuk mendapatkan harga limpasan yang terjadi
pada setiap jam dengan variasi curah hujan tertentu. Perhitungan jumlah limpasan akibat
hujan dalam menit tertentu dalam jangka waktu 24 jam dapat dilihat dalam tabel di bawah
ini :
Tabel 4.7 Jumlah limpasan akibat hujan t menit dalam jangka waktu 24 jam
Wakt
u
(jam)
0.00
1.43
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00

Unit
Hidrograf

Design Rainfall (mm/jam)

Qt

(m3/dt)
0.000
0.380
0.124
0.085
0.058
0.040
0.027
0.019
0.013
0.009
0.006
0.004
0.003
0.002
0.001
0.001
0.001
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

41.81
0.00
15.89
5.18
3.55
2.43
1.66
1.14
0.78
0.53
0.37
0.25
0.17
0.12
0.08
0.06
0.04
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00

26.13

20.90

8.36

5.23

2.09

3.24
2.22
1.52
1.04
0.71
0.49
0.33
0.23
0.16
0.11
0.07
0.05
0.03
0.02
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

1.77
1.21
0.83
0.57
0.39
0.27
0.18
0.13
0.09
0.06
0.04
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

0.49
0.33
0.23
0.16
0.11
0.07
0.05
0.03
0.02
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

0.21
0.14
0.10
0.07
0.05
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

0.08
0.06
0.04
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

61

Limpasa
n
Langsun
g
(m3/dt)
0.00
15.89
8.42
7.54
5.65
4.16
2.85
1.95
1.34
0.91
0.63
0.43
0.29
0.20
0.14
0.09
0.06
0.04
0.03
0.02
0.01
0.01
0.01
0.00
0.00

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Gambar 4.3 Hidrograf sungai Bendung anak 1

Setelah perhitungan hidrograf Nakayasu untuk masing-masing bagian DAS, maka dibuat
rekapitulasi hidrograf

Gambar 4.4 Hidrograf debit rancangan pembagian DAS Bendung

4.3

Pemodelan Sungai
Permodelan sungai Bendung dapat dilakukan dengan bantuan menggunakan program

HECRAS 4.0. berikut merupakan daerah aliran sungai Bendung.


4.3.1

Masukan Data Untuk Pemodelan


62

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Data yang digunakan dalam dalam perhitungan untuk permodelan antara lain :
1) Data geometri
2) Waktu awal dan akhir perhitungan
3) Kondisi awal
4) Kondisi akhir
1)

Data Geometri
Input data yang dilakukan adalah menggambarkan profil aliran yang akan dimodelkan

dan memasukkan data cross section pada masing-masing saluran. Lay out saluran diperoleh
dari peta Dinas Tata Kota Palembang dengan skala 1 : 10.000. Gambar profil yang digunakan
dalam pemodelan dapat dilihat dalam gambar berikut :

Gambar 4.5 Layout permodelan aliran

Langkah selanjutnya adalah memasukkan data geometri dari potongan melintang. Contoh
masukan data potongan melintang saluran yang dimodelkan adalah sebagai berikut :

63

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Gambar 4.6 Input data sungai Bendung pada Cross Section 46


Selanjutnya data potongan melintang untuk cross section lain dimasukkan ke dalam
pemodelan.
2) Waktu Awal dan Akhir Perhitungan
Waktu awal dan akhir perhitungan ditentukan pada tanggal 1 September 2009 jam 00.00
sampai dengan 1 September 2009 jam 23.00. Data tersebut dimasukkan ke dalam pemodelan
HEC-RAS sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut.

64

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Gambar 4.7 Input data waktu awal dan waktu akhir perhitungan

3) Kondisi Awal
Kondisi awal yang dimasukkan berupa besarnya base flow pada Sungai Bendung Data
tersebut dimasukkan ke dalam program HEC-RAS seperti terlihat pada gambar 4.9.

Gambar 4.8 Input data kondisi awal

65

_________________________________________________
Kuliah Rawa

4) Kondisi Batas
Kondisi batas yang digunakan pada pemodelan ini untuk kondisi hulu berupa kurva
hidrograf banjir hasil perhitungan. Kurva hidrograf ini berisi data debit dalam bentuk berubah
menurut waktu (time series). Input data kondisi batas dapat dilihat pada gambar 4.10 dan
contoh grafik hidrograf banjir rancangan kondisi batas hulu profil 59 pada gambar 4.11.

Gambar 4.9 Input data kondisi batas hulu profil 59

66

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Gambar 4.10 Hidrograf banjir rancangan kondisi batas hulu profil 59


Selanjutnya untuk kondisi batas hilir berupa kurva pasang surut maksimal. Kurva
pasang surut ini berisi data elevasi dalam bentuk berubah menurut waktu (time series). Input
data dapat dilihat pada gambar 4.12 dan 4.13.

Gambar 4.11 Input data kondisi batas hilir profil 1

Gambar 4.12 Hidrograf pasang surut kondisi batas hilir profil 1


67

_________________________________________________
Kuliah Rawa

4.13 Running hasil permodelan


4.3.2 Hasil Permodelan
Permodelan dilakukan terhadap kondisi eksisting, dari kondisi eksisting dapat dikelahui
tinggi permukaan air yang melewati batas tanggul. Sungai Bendung mengalami banjir di
bagian hulu. Daerah sekitar aliran sungai Bendung yang sering mengalami banjir yaitu pada
kawasan Sekip. Secara hidrolis, banjir yang terjadi di akibatkan oleh adanya pengaruh pasang
surut air laut penyempitan alur, kapasitas tampung sungai yang kecil dan kemiringan dasar
sungai yang tidak rata, sehingga menyebabkan limpasan air tidak mampu ditampung dan
dialirkan. Selain itu perubahan tata guna lahan dapat menyebabkan berkurangnya daerah
resapan air. Grafik muka air pada kondisi eksisting dapat dilihat pada gambar berikut :

68

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Gambar 4.14 Profil muka air banjir pada kondisi sebelum simulasi
Pada kondisi eksisting dapat diketahui tinggi muka air yang melewati batas daya
tampung pada tanggul. Dengan demikian, untuk merencanakan elevasi tanggul dapat dihitung
dengan melihat tinggi muka air yang melewati garis batas tanggul dan penambahan tinggi
jagaan tanggul.
Tabel 4.8 Profil muka air banjir untuk tinggi tanggul
Stasiun

1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

kondisi eksisting
tanggul
tanggul
kiri
kanan
2
3
4.19
4.44
4.22
4.6
4.25
4.76
4.28
4.92
4.31
5.08
4.34
5.24
4.37
5.39
4.403
5.552
4.434
5.71
4.47
5.87
4.5
6.03
4.53
6.19
4.56
5.55
4.56
5.35
4.68
4.63
4.48
4.43
4.57
4.51
4.66
4.59

W.S.
Elev.
4
3.39
3.69
3.79
3.89
4
4.1
4.2
4.29
4.56
4.58
4.6
4.61
4.63
4.64
4.65
4.71
4.76
4.81

Tinggi Tanggul
tanggul
tanggul
kiri
kanan
5=4-2
6=4-3
-0.8
-1.05
-0.53
-0.91
-0.46
-0.97
-0.39
-1.03
-0.31
-1.08
-0.24
-1.14
-0.17
-1.19
-0.113
-1.262
0.126
-1.15
0.11
-1.29
0.1
-1.43
0.08
-1.58
0.07
-0.92
0.08
-0.71
-0.03
0.02
0.23
0.28
0.19
0.25
0.15
0.22

69

Elevasi Tanggul Rencana


tanggul
tanggul
kiri
kanan
7=2+5+0.6
8=3+6+0.6
3.99
3.99
4.29
4.29
4.39
4.39
4.49
4.49
4.6
4.6
4.7
4.7
4.8
4.8
4.89
4.89
5.16
5.16
5.18
5.18
5.2
5.2
5.21
5.21
5.23
5.23
5.24
5.24
5.25
5.25
5.31
5.31
5.36
5.36
5.41
5.41

_________________________________________________
Kuliah Rawa

19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Stasiun

1
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59

4.3.3

4.75
4.84
4.932
4.9
4.87
4.84
4.81
4.78
4.75
4.89
5.05
5.16
5.3
5.433
5.57
5.57
4.963
4.95
4.944
4.935
4.93
5.31

4.665
4.75
4.82
4.8
4.78
4.75
4.73
4.71
4.684
4.81
4.94
5.06
5.19
5.314
5.44
5.44
5.022
5.08
5.14
5.19
5.25
5.3

kondisi eksisting
tanggul
tanggul
kiri
kanan
2
3
5.3
5.31
5.292
5.323
5.283
5.34
5.28
5.35
5.27
5.36
5.41
5.49
5.554
5.61
5.7
5.733
5.84
5.86
5.99
5.98
6.13
6.102
6.274
6.225
6.42
6.348
6.562
6.47
6.514
6.45
6.47
6.43
6.42
6.41
6.37
5.39
6.322
6.37

4.87
4.92
5.07
5.1
5.13
5.15
5.17
5.19
5.2
5.22
5.23
5.25
5.27
5.3
5.29
5.35
5.4
5.48
5.58
5.51
5.52
5.53

0.12
0.08
0.138
0.2
0.26
0.31
0.36
0.41
0.45
0.33
0.18
0.09
-0.03
-0.133
-0.28
-0.22
0.437
0.53
0.636
0.575
0.59
0.22

0.205
0.17
0.25
0.3
0.35
0.4
0.44
0.48
0.516
0.41
0.29
0.19
0.08
-0.014
-0.15
-0.09
0.378
0.4
0.44
0.32
0.27
0.23

W.S.
Elev.
4
5.55
5.58
5.61
5.66
5.75
5.94
6.14
6.18
6.22
6.26
6.31
6.35
6.49
6.5
6.51
6.52
6.56
6.68
7.04

Elevasi Banjir
tanggul
tanggul
kiri
kanan
5=4-2
6=4-3
0.25
0.24
0.288
0.257
0.327
0.27
0.38
0.31
0.48
0.39
0.53
0.45
0.586
0.53
0.48
0.447
0.38
0.36
0.27
0.28
0.18
0.208
0.076
0.125
0.07
0.142
-0.062
0.03
-0.004
0.06
0.05
0.09
0.14
0.15
0.31
1.29
0.718
0.67

5.47
5.52
5.67
5.7
5.73
5.75
5.77
5.79
5.8
5.82
5.83
5.85
5.87
5.9
5.89
5.95
6
6.08
6.18
6.11
6.12
6.13

5.47
5.52
5.67
5.7
5.73
5.75
5.77
5.79
5.8
5.82
5.83
5.85
5.87
5.9
5.89
5.95
6
6.08
6.18
6.11
6.12
6.13

Elevasi Rencana
tanggul
tanggul
kiri
kanan
7=2+5+0.6
8=3+6+0.6
6.15
6.15
6.18
6.18
6.21
6.21
6.26
6.26
6.35
6.35
6.54
6.54
6.74
6.74
6.78
6.78
6.82
6.82
6.86
6.86
6.91
6.91
6.95
6.95
7.09
7.09
7.1
7.1
7.11
7.11
7.12
7.12
7.16
7.16
7.28
7.28
7.64
7.64

Analisa Elevasi Tanggul


70

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Analisa elevasi tanggul dilakukan berdasarkan perhitungan kondisi muka air


maksimal. Untuk menentukan penambahan tinggi jagaan tanggul dilakukan berdasarkan debit
air yang diperoleh dari analisa program HECRAS. Data yang digunakan adalah berupa
penampang geometri sungai dan debit banjir pada periode ulang 25 tahun.
Pada permodelan sungai dengan menggunakan program HECRAS dilakukan
permodelan geometri skema jaringan sistem sungai yang akan dianalisis sesuai dengan
keadaan di lapangan. Skematisasi jaringan sungai berdasarkan peta pola aliran sungai .
selanjutnya dilakukan permodelan untuk tiap-tiap tampang sungai yang satu dengan yang lain
dan harus disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Untuk merencanakan tinggi tanggul dilakukan permodelan kembali dengan melakukan input
elevasi rencana tanggul.
Jika elevasi muka air maksimum melebihi elevasi tanggul rencana sungai maka desain
elevasi tanggul harus dirubah dan selanjutnya dilakukan running simulasi HEC-RAS sampai
didapat tampang saluran yang dapat menampung debit banjir rencana.

Gambar 4.15 Profil muka air memanjang hasil simulasi

71

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Setelah semua data input selesai termasuk debit banjir rencana, maka selanjutnya
dilakukan running premodelan. Contoh hasil running premodelan hasil setelah simulasi
ditunjukkan pada gambar berikut :

4.16 Running permodelan setelah simulasi

Dari gambar 4.15 terlihat bahwa dengan melakukan kanaikan elevasi tanggul, kapasitas
tampung air menjadi lebih besar sehingga air dapat mengalir lebih baik. Analisa elevasi
tanggul rencana yang terjadi untuk menampung debit air yang cukup besar untuk mengatasi
banjir yang terjadi di sepanjang sungai Bendung. Dalam hal ini, debit air yang mengalir ke
hilir menuju sungai Musi masih dipengaruhi oleh pasang surut. Perhitungan elevasi tanggul
pada kondisi eksisting dan dari hasil simulasi sungai Bendung dapat dilihat dalam lampiran
panjang tanggul yang direncanakan dapat diketahui dari sepanjang elevasi tanggul yang
direncanakan. Dalam hal ini,

panjang tanggul yang dibutuhkan pada sepanjang elevasi


72

_________________________________________________
Kuliah Rawa

tanggul yang direncanakan. Tabel hasil kenaikan elevasi tanggul sungai Bendung setelah
simulasi dapat dilihat dalam lampiran
Dari uraian-uraian di atas, untuk mengatasi banjir pada sungai Bendung berdasarkan
masing-masing prifil dapat disimpulkan :
1) Kondisi Eksisting.
Dari hasil simulasi dengan kondisi eksisting sungai Bendung, elevasi muka air banjir
maksimum terjadi pada profil 59 di jalan Sekip Bendung. Sedangkan elevasi air banjir
minimum pada profil muka air pada sta 1 pada darah hilir sungai Bendung.
2) Elevasi tanggul
Analisa elevasi tanggul dilakukan pada tanggul kiri dan kanan sehingga tanggul yang
direncanakan sejajar pada pinggir sungai Bendung. Elevasi muka air banjir setelah simulasi
dapat dilihat pada lampiran.

OPERASI DAN PEMELIHARAAN


Pengelolaan Air. Pelaksanaan O&P tersebut harus dilakukan bersamaan dengan pemantauan.
Pemantauan akan memberikan informasi yang diperlukan untuk mengendalikan dan bila
perlu merubah aturan dan kegiatan O&P. Selain itu, pemantauan dapat memberikan informasi
untuk perencanaan pengembangan jangka panjang di daerah yang bersangkutan.
1.1

Operasi dan pemeliharaan pada tingkat lahan usaha dan jaringan utama

Di daerah pengembangan lahan rawa pasang surut telah dibuat sistem pengelolaan air yang
berbeda-beda. Tipikal tata letak sistem jaringan pada tingkat primer dan sekunder dapat
dilihat pada Gambar 2.1. Sedangkan pada Gambar 2.2 merupakan contoh sebuah blok
sekunder. Pada kedua contoh ini juga terdapat beberapa variasi.

73

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Pada tahap awal setelah reklamasi, sistem jaringan bersifat terbuka, yaitu tanpa
bangunan pengatur air. Sebagian besar sistem jaringan yang ada saat ini masih
dalam tahap ini. Dalam keadaan demikian, operasi dari bangunan kecil seperti
stoplog seluruhnya dilakukan pada

tingkat lahan usaha. Pengelolaan air pada

tingkat jaringan utama tidak memungkinkan dan muka air dalam saluran ditentukan
oleh fuktuasi muka air pasang surut.
Pada pengembangan tahap lanjut, bangunan pengatur air mulai dipasang pada
saluran sekunder dan tersier. Pengoperasian bangunan ini akan dapat mengatur
pengelolaan air pada muka air tertentu dalam saluran. Aturan pengoperasian secara
umum telah diuraikan dalam Volume II : Pengelolaan Air. Aturan pengoperasian
secara umum ini penting dan dapat diterapkan untuk keadaan spesifik pada sistem
jaringan yang bersangkutan.
Pada Gambar 2.3 menunjukkan siapa-siapa yang bertanggung jawab dan siapasiapa yang berkontribusi dalam pengelolaan air. Dari Gambar 2.3 tersebut dapat
diketahui bahwa hanya Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota), dan
petani yang diorganisir dalam wadah Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang
bertanggung jawab langsung dalam pengelolaan air. Ini berarti bahwa dalam
kerangka pelaksanaannya, ketiga grup tersebut sangat penting untuk mencapai
suatu kesepakatan dalam peran dan tanggung jawab mereka masing-masing.
Apabila tidak dicapai kesepakatan akan berakibat serius terhadap sistem jaringan
dimana sistem tersebut tidak dapat dioperasikan dan dipelihara dengan semestinya.
Tanggung jawab seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3 tersebut didasarkan atas
peraturan perundangan Indonesia sebagai berikut :
-

Undang-undang no. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;

Peraturan Pemerintah no. 27 tahun1991 tentang Rawa (perlu direvisi):

Peraturan Pemerintah no. 77 tahun 2001 tentang Irigasi (telah direvisi pada
bulan September 2004 tapi belum disetujui);

Keputusan Menteri Dalam Negeri no. 50 tahun 2001 tentang Pedoman


Pendayagunaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).

74

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Pada dasarnya, hal ini berlaku bagi pelaksanaan O&P pada jenis saluran beserta
bangunan pengatur airnya yang berbeda-beda.
-

saluran primer dan sekunder;

dalam satu kabupaten / kota

Kabupaten/Kota

dalam lebih satu kabupaten / kota

Provinsi

saluran tersier

Perkumpulan Petani Pemakai Air

(P3A). Bila P3A tidak mampu melaksanakan O&P dapat meminta bantuan Kabupaten
- jaringan lahan usaha

Petani.

Pada beberapa daerah terdapat juga bangunan tanggul pelindung banjir. Tanggul ini
pada umumnya harus dipelihara oleh kabupaten yang bersangkutan. Dalam hal
tanggul

tersebut

terletak

di

dua

kabupaten,

pemerintah

provinsi

harus

memeliharanya, atau suatu kesepakatan harus dibuat bahwa masing-masing


kabupaten akan memelihara bagian tanggulnya.
2.2

Pelaksanaan pemeliharaan

Tujuan dari pemeliharaan adalah untuk menjamin agar prasarana hidraulis, dan
fasilitas serta peralatan yang terkait dalam pelaksanaan O&P dapat berfungsi
dengan baik. Pemeliharaan dapat dibedakan menjadi :
-

pemeliharaan rutin;

pemeliharaan berkala;

pemeliharaan darurat.

Pemeliharaan secara terus-menerus dan berlanjut adalah sangat penting untuk


memperoleh keuntungan dari sistem. Khususnya pada saluran, atau bagian dari
saluran yang kecepatan airnya rendah, pertumbuhan kembali dari tanaman gulma
(weeds) akan sangat cepat dan dapat dengan cepat menurunkan kecepatan aliran
air yang lambat tersebut menjadi nol dan akan mengakibatkan buruknya kualitas air,
suplesi ar irigasi dan drainasi di lahan usaha tani.
2.1.1 Pemeliharaan rutin

75

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Pemeliharaan rutin meliputi kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan paling sedikit


setahun sekali. Di samping pembuangan / pemotongan tanaman gulma
2 - 4 km

Tipe I;
Sistem Tradisionil
Saluran Utama

Tipe II :
Sistem Anjir

Sungai Utama
2 km

4 km

2 km

Saluran
Drainasi
400 m
310 km
715 km

Saluran
Suplesi

2 km
400 m

3,5 km

Sungai Utama
Tipe IV :
Sistem
Garpu

Tipe III :
Sistem Sisir

Saluran Navigasi

Pintu Klep + Pintu Geser


Saluran Sekunder
Saluran Primer
Saluran Sekunder

Lahan Usaha

Permukiman
Saluran Primer
dan
Fasilitas
Saruran
Gambar 2.1 Tipikal
tata letak sistem pengelolaan air padaUmum
jaringan primer

Tersier lahan rawa pasang surut di Indonesia


dan sekunder

Pintu Geser

76

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Gambar 2.2 Contoh blok sekunder dengan saluran primer, sekunder dan tersier
serta bangunan pengontrol airnya

Konsultan
Pemerintah Pusat

Kebijakan, Aturan.
Air Nasional

Pemborong, Pabrik
Universitas, Sekolahan

Kabupaten/Provinsi

Saluran Primer
dan Sekunder

Lembaga Penelitian, LSM


Bank, Donor

Petani (WUA) dan


Sektor Swasta

Saluran Tersier
dan Lahan Usaha

Organisasi Internasional
Perkumpulan Petani

Gambar
2.3dan
Skematisasi
indikatif
dariteratur,
para pelaksana
pertanian
dari
saluran
tanggul banjir
secara
kegiatan pengelolaan
ini mencakupairjuga
perbaikan ringan
dan perawatan peralatan dan fasilitas O&P. Kegiatan pemeliharaan rutin secara garis besar
disajikan dalam Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1

Kegiatan pemeliharaan rutin

77

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Kegiatan
Pembersihan sampah di
muka pintu air
Pemotongan rumput pada
tebing saluran dan tanggul

Pemebersihan saluran
(gulma air)
Minor repairs and
reshaping of
embankments

Lokasi
Saluran primer
Saluran sekunder
Saluran tersier
Tanggul pengaman
banjir
Saluran primer
Sasuran sekunder
Saluran tersier
Saluran primer
Sasuran sekunder
Saluran tersier
Tanggul pengaman
banjir
Saluran primer
Sasuran sekunder
Saluran tersier
Semua bangunan
pengatur air

Interval *)
(bulan)
Harian

Frekuensi
(kali/tahun)
365

6
6
3
3
12
4
4

2
2
3
3
1
3
3

Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
P3A
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
P3A

12
12
12
12

1
1
1
1

Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
P3A
Tanggung jawab
seperti pada jenis
sasuran

Bangunan pengatur air::

penggemukan
2

pelumasan
2

pembersihan
4

pengeteran dan
12
pengecatan
Pengeteran dan
Bervariasi
12
pengecatan jembatan,
darmaga dan gedung
Perbaikan ringan dan

kantor
12
pemeliharaan fasilitas dan

rumah
peralatan

peralatan
*) Gambaran indikatif, tergantung dari kondisi spesifik dari sistem.

6
6
3
1

Tanggung-jawab
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
P3A

Responsibility as for
the different canals

Pemilik

Dikarenakan adanya variasi yang cukup besar dalam kondisi tanah dan hidrologi di
daaerah rawa pasang surut, kecepatan pertumbuhan kembali vegetasi diatas
tanggul dan di dalam saluran berbeda cukup besar. Berdasarkan pengalaman dan
hasil pemantauan yang dlaksanakan selama bertahun-tahun, frekuensi kegiatan
pemeliharaan rutin harus disesuaikan dengan kondisi setempat.
Kegiatan pemeliharaan rutin dapat direncanakan dan diperhitungkan biayanya atas
dasar prakiraan kebutuhan tenaga kerja, biaya dan frekuensi pekerjaan yang
diperlukan. Pembuangan sampah yang ada di muka pintu air, pelumasan dengan
gemuk dan oli, serta pembersihan bagian-bagian bangunan air adalah merupakan
bagian tugas rutin dari staf O&P dan penjaga pintu. Selain untuk biaya bahan-bahan
(gemuk, oli dan peralatan pembersih), tidak diperlukan lagi adanya tambahan biaya
secara tepisah. Pekerjaan pemeliharaan rutin lainnya dilakukan oleh petani sendiri,
staf O&P, tenaga kerja dibawah pengawasaan staf O&P. atau oleh pemborong.

78

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Pemotongan rumput
Tanggul disepanjang saluran primer dan sekunder memerlukan pemeliharaan rutin
dalam jangka waktu yang bervariasi. Kegiatan pemeliharaan tanggul ini meliputi ;
-

pemotongan rumput dan tanaman gulma pada tebing saluran, dimulai dari batas
muka air sampai dengan kaki tanggul bagian luar;

tanaman gulma perlu dipotong sampai bagian bawah batang (0,05 sampai 0,10
m diatas muka tanah) dengan menggunakan parang, pisau, sabit besar atau
secara mekanik. Bagian akar dan umbinya tidak boleh ikut terangkat karena
sangat berguna bagi perlindungan terhadap erosi;

sampah tanaman gulma tersebut harus dikumpulkan dan dibuang keluar dari
tanggul dan bila memungkinkan dapat dibakar.

Kriteria kapasitas kerja untuk pemotongan rumput diperkirakan sebesar 225 450
m2/orang-hari tergantung dari tinggi dan kerapatan rumput dan tanaman gulma yang
bersangkutan

Pembersihan saluran
Tanaman gulma air diharapkan tidak menjadi penghambat di saluran primer karena
salurannya cukup dalam dan aliran airnya cepat. Untuk membersihkan tanaman air
di saluran sekunder dan tersier, penggunaan tenaga kerja sangat disarankan.
Pembersihan tanaman gulma air dari dasar saluran sekunder memerlukan interval
waktu yang teratur. Kegiatan pemeliharaan saluran ini meliputi;
-

pemotongan dan pembuangan tanaman air dan ganggang yang mengapung dan
yang tenggelam dari dasar dan tebing saluran; tanaman gulma harus dipotong
serendah mungkin dekat dengan dasar batang dengan menggunakan parang,
pisau, sabit besar atau secara mekanik;

sampah tanaman gulma air tersebut harus diangkat dari dasar saluran dengan
menggunakan tangan atau alat penggaruk, kemudian dikumpulkan di belakang
tanggul dan selanjutnya dibakar;

79

_________________________________________________
Kuliah Rawa

pembersihan tanaman gulma di saluran sekunder dan tersier sebaiknya dimulai


dari ujung bagian hilir, dan dilanjutkan kearah hulu. Pemeliharaan dasar saluran
sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pemeliharaan tebing saluran;

gangguan aliran air akibat adanya batang pohon, jaring ikan, atau bendung
temporer dari tanah harus segera dibuang untuk menjamin aliran air lancar.

Kriteria kapasitas kerja untuk pembersihan saluran diperkirakan sebesar 165 m2


/orang-hari.

Perbaikan ringan dan pembentukan tanggul


Tanggul longsor akibat curah hujan, retak-retak akibat kekeringan dan pengkerutan
tanah, serta lubang-lubang akibat lalu lintas di atas tanggul harus diperbaiki
secepatnya karena jenis kerusakan ini akan cepat membesar. Talud dan tanggul
saluran harus diperiksa secara teratur dan setiap tahun dilakukan kegiatan
perbaikan sebagai berikut;
-

alur-alur bekas erosi, retakan tanah dan lubang-lubang tanggul harus dibersihkan
dari tanaman gulma, lumpur, sampah dan bahan-bahan lainnya;

lubang-lubang harus ditimbun tanah dan dipadatkan; permukaan timbunan tanah


harus dibentuk cembung, agar bila hujan lebat turun, air dapat mengalir dengan
lancar;

lubang-lubang yang dibuat oleh tikus, kepiting dan binatang sejenisnya harus
segera ditutup.

Kriteria kapasitas kerja untuk kegiatan ini diperkirakan sebesar 500 m2 / hari-orang.

Pemeliharaan bangunan air dan gedung


Bangunan pengatur air harus dibersihkan dari tanaman gulma setiap minggu.
Sampah yang mengganggu operasi pintu harus diangkat setiap hari. Bangunanbangunan air harus diperiksa kondisinya dan dilaporkan bila ada yang tidak
berfungsi, dan harus segera diperbaiki. Bagian komponen yang bergerak seperti
80

_________________________________________________
Kuliah Rawa

pintu-pintu air perlu diberi gemuk

dan engsel-engsel serta alur-alur pintu harus

dilumasi dengan oli setiap dua bulan sekali. Setiap empat bulan sekali gemuk dan oli
tersebut harus dicuci dan dibersihkan dengan minyak solar.
Setiap tahun, pada musim kemarau, bagian beton pada bangunan air harus
dibersihkan dari kotoran dan lumut. Bagian logam harus dibersihkan dan dicat
kembali. Baud-baud, skrup dan kunci gembok yang hilang harus segera diganti.
Pecahan atau retakan kecil pada dinding beton dan pasangan batu pada bangunan
harus segera ditambal dengan adukan beton.
Jembatan dan gedung-gedung harus dibersihkan dan dicat ulang setiap tahun.
Bagian komponen logam seperti baud, mur dan lainnya dicat dengan cat anti karat.
Baud, mur dan komponen logam lainnya yang hilang perlu diganti. Kantor dan
rumah petugas O&P perlu diter, dicat dan dikapur dengan cat tembok putih.
Kerusakan berat pada bangunan air dan gedung harus segera dilaporkan dan
diperbaiki melalui program pekerjaan pemeliharaan berkala. Sedangkan untuk
pekerjaan darurat, perbaikan harus segera dilakukan.
2.1.2 Pemeliharaan berkala
Pemeliharaan berkala, atau disebut juga pemeliharaan insidental atau pemeliharaan teratur,
terdiri dari pengerukan lumpur dan pembentukan kembali profil saluran, serta perbaikan
tanggul, bangunan air, gedung-gedung, peralatan dan lain lain. Pekerjaan pemeliharaan ini
memerlukan identifikasi dan kuantifikasi berdasarkan atas hasil pemeriksaan tahunan dan
survai volume. Kegiatan ini tidak dapat ditetapkan sebelumnya dari hasil inventarisasi
jaringan. Walaupun beberapa kebutuhan pemeliharaan berkala dapat dihitung dari umur
efektip (lifetime) bangunan air dan fasilitas yang ada, namun volume yang pasti dan lokasi
pekerjaannya, serta bangunan air atau fasilitas yang mana yang perlu diganti, akan bervariasi
dari tahun ke tahun.
Ringkasan lingkup pekerjaan pemeliharaan berkala disajikan pada Tabel 2.2.
Pengendapan yang aktual dapat bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya,
seperti juga bervariasi dari waktu ke waktu; kecepatan pengendapan paling tinggi
81

_________________________________________________
Kuliah Rawa

terjadi segera setelah pembangunan atau peningkatan saluran bila tanggul belum
ditutupi dengan tanaman pelindung, dan bagian saluran di mana terdapat pertemuan
air pasang dari ke dua arah.

Pengerukan lumpur

Saluran primer
Pengerukan lumpur pada saluran primer diperlukan bila kedalaman saluran menjadi
terlalu dangkal untuk lalu lintas air atau bila pekerjaan O&P (drainase, kualitas air)
terhambat. Waktu yang tepat untuk pengerukan lumpur ditentukan berdasarkan hasil
pengukuran tahunan dari beberapa penampang melintang pada lokasi yang telah
ditetapkan.
Pada umumnya, saluran primer terlalu dalam untuk pengerukan lumpur

secara

manual, oleh karenanya lebih baik digunakan alat excavator hidrolis atau kapal
keruk. Apabila saluran terlalu lebar untuk jangkauan long-arm excavator maka perlu
digunakan ponton untuk tempat kedudukan excavator agar dapat menjangkau
bagian tengah saluran. Penggunaan kapal keruk yang kecil pada saluran yang lebih
lebar adalah merupakan alternatif yang memungkinkan dengan kombinasi excavator
hidrolis untuk pembentukan tebing saluran dan tanggul. Perhatian khusus diperlukan
untuk mencegah terjadinya pengerukan yang terlalu dalam oleh kapal keruk pada
bagian tepi saluran karena dapat mengekibatkan tanggul longsor berat.
Berdasarkan pengalaman dari beberapa proyek, kapasitas kerja efektip per
excavator diperkirakan sebesar 30 m3/jam, dan untuk kapal keruk sebesar
4.000 m3/hari.
Tabel 2.2

Kegiatan pemeliharaan berkala

Kegiatan
Pengerukan saluran

Lokasi

Interval *)
(tahun)

saluran primer
saluran sekunder
saluran tersier

5
2
2

82

Kecepatan
pengendapan
(m3/m/tahun)
1
0.4
0.2

Tanggung jawab
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
P3A

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Perbaikan tanggul longsor

tanggul banjir
2
dan kerusakan akibat erosi,

saluran primer
5
pembentukan kembali tebing saluran sekunder
2
dan berm

saluran tersier
2
Penggantian (bagian-bagian)

bangunan
bervariasi
yang rusak dari bangunan air
pengatur air
dan gedung

gedung
*) Gambaran indikatif, tergantung kepada keadaan spesifik dari sistem

Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
Kabupaten/Provinsi
P3A
Tanggung jawab
seperti pada jenis
saluran

Saluran sekunder
Endapan lumpur dalam saluran sekunder dapat diangkat dengan menggunakan
mesin atau tenaga manusia pada waktu air surut. Untuk pengerukan lumpur dengan
tenaga manusia menggunakan peralatan tradisionil seperti cangkul dan keranjang.
Produktivitas pengerukan dengan tenaga manusia biasanya rendah, antara 1
sampai 2 m3/orang-hari, disebabkan kondisi tempat kerja yang berlumpur.
Upaya-upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerja dengan
mengembangkan peralatan yang sesuai seperti skop, serta cangkul dan garpu yang
didesain secara khusus. Dengan peralatan tersebut pekerjaan dapat dilakukan dari
tepi saluran saja untuk menghindari kesulitan bekerja di tempat yang berlumpur dan
memanjat tebing yang licin. Produktivitas kerja bervariasi antara 2 sampai 8
m3/orang-hari (FAO, 1982), tergantung dari kondisi kerja, peralatan yang digunakan
dan kedalaman yang dikeruk.
Disarankan sebaiknya untuk menggunakan alat penggali mekanik excavator hidrolis
dari pada pengerukan dengan tenaga manusia. Alasan dari pilihan ini adalah;
-

pengerukan dengan tenaga manusia lebih mahal dari pada dengan alat penggali
mekanik;

produktivitas tenaga kerja manusia jauh lebih rendah dari pada alat penggali
mekanik (1-2 m3/orang-hari dibandingkan dengan 150 m3/hari).

Kualitas galian manusia pada umumnya kurang baik dibandingkan dengan kualitas
alat penggali mekanik karena petani harus bekerja dalam kondisi sulit (berlumpur
dan licin).
83

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Saluran tersier
Apabila

pemeliharaan

rutin

di

saluran

tersier

dilaksanakan

dengan

baik,

pemeliharaan berkala pada umumnya tidak diperlukan lagi. Bila pemeliharaan


berkala harus dilakukan, pada umumnya dilakukan dengan tenaga manusia oleh
petani yang diorganisir dalam wadah P3A..
2.1.3 Pemeliharaan darurat
Pemeliharaan darurat mencakup perbaikan-perbaikan yang diperlukan sebagai
akibat kerusakan yang tidak terduga seperti robohnya tanggul atau bangunan air,
kerusakan akibat banjir, dan lain-lain. Untuk mencegah kerusakan yang lebih besar,
diperlukan penanggulangan sesegera mungkin. Kegiatan pemeliharaan yang lain
yang sedang berjalan perlu ditangguhkan untuk dikerahkan pada pemeliharaan
darurat baik tenaga kerjanya maupun peralatan yang tersedia. Pemeliharaan ini juga
diperlukan dalam hal kerusakan kecil pada bangunan air dan pekerjaan tanah
sekitarnya yang menghambat operasi bangunan air. Sebagai contoh adalah
rusaknya

komponen

yang

bergerak

seperti

engsel

dan

tali/kabel

yang

menggerakkan buka dan tutupnya pintu air. Kerusakan yang demikian akan
berakibat fatal terhadap O&P di lahan usaha tani dan dapat menyebabkan
kerusakan pada tanaman. Perbaikan mendesak sangat diperlukan.
Pemeliharaan darurat tidak dapat diperkirakan sebelumnya baik dalam perencanaan
maupun pembiayaannya. Dana khusus harus disediakan, atau dana dari kontrak
yang sedang berjalan dapat dialihkan dengan menangguhkan pekerjaan yang
dianggap kurang penting.

84

_________________________________________________
Kuliah Rawa

2.1.4 Metoda pelaksanaan


Pekerjaan pemeliharaan pada tingkat lahan usaha dilakukan oleh para petani sendiri.
Sedangkan pekerjaan pemeliharaan pada tingkat jaringan utama dilakukan oleh pemborong
atau tenaga kerja yang dipilih langsung oleh organisasi O&P di mana sebaiknya diambil dari
tenaga kerja dari penduduk setempat. Hal ini akan menambah penghasilan masyarakat
setempat, di samping dapat diharapkan bahwa tenaga kerja dari petani setempat akan lebih
tertarik untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik di salurannya sendri dibandingkan dengan
tenaga kerja dari luar daerah. Staf O&P terutama berkonsentrasi pada pengawasan dan
administrasi pekerjaan yang diborongkan. Beberapa hal yang penting pada pekerjaan yang
diborongkan akan dibahas pada uraian berikut.
2.1.5

Pengawasan pekerjaan pemeliharaan yang diborongkan

Pekerjaan pemeliharaan pada tingkat tersier dan lahan usaha dikerjakan oleh para petani
sendiri atau diorganisir oleh P3A. Apabila diorganisir oleh P3A diharapkan bahwa pekerjaan
ini akan dilakukan oleh penduduk setempat. Sejauh pekerjaan pemeliharaan yang akan
dilakukan menyangkut saluran primer dan sekunder serta bangunan pengatur air yang terkait,
disarankan agar pemerintah provinsi atau kabupaten mengusahakan untuk meminimalkan
pekerjaan administrasinya.
Apabila pekerjaan tersebut tidak dapat dilakukan oleh petani setempat, maka sebaiknya
diserahkan kepada pemborong yang profesional, berdasarkan pada kontrak untuk pekerjaan
yang ukurannya cukup besar. Oleh karena itu agar pekerjaan tersebut lebih efektif sebaiknya
menggabungkan beberapa pekerjaan pemeliharaan kedalam satu kontrak. Disarankan agar
mengikut sertakan staf lapangan O&P dalam melaksanakan pengawasan pekerjaan
pemeliharaan di wilayahnya. Sebelum pekerjaan dimulai, pemborong diwajibkan untuk
menyerahkan rencana rinci dan jadual kegiatan, yang meliputi metoda kerja dan urutan
kegiatan, untuk memperoleh persetujuan.

Rencana kerja harus dibuat sedemikian rupa

sehingga gangguan terhadap fungsi pengelolaan air dari saluran dan bangunan air dapat
diminimalkan. Apabila penutupan saluran diperlukan, maka pekerjaan tersebut sedapat
mungkin harus dilaksanakan sebelum musim tanam. Setelah mendapat persetujuan dari
pihak-pihak yang terkait, rencana kerja dari pemborong harus dijelaskan kepada pengawas
dan staf O&P serta perwakilan P3A sejauh pekerjaan tersebut di wilayah kerja mereka.
85

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Kriteria dari kualitas kerja yang dapat diterima harus dicantumkan dalam dokumen lelang.
Kriteria ini harus menjadi acuan dasar untuk diterimanya pekerjaan pemborong.
Selama pelaksanaan pekerjaan, pemborong harus mempunyai perwakilan permanen yang
berada di dalam daerah pekerjaan. Dia akan selalu memberikan informasi kepada pengawas
tentang lokasi pelaksanaan pekerjaan berikutnya.
Pemborong harus memperoleh ijin dari pihak terkait apabila dalam pelaksanaan pekerjaan
tersebut akan mengganggu aliran air dalam saluran. Pemborong tidak boleh ikut campur
tangan dalam pengoperasian pintu air.
2.1.6

Metoda kerja dan kriteria hasil kerja

Rekomendasi untuk metoda kerja yang terpenting pada kegiatan pemeliharaan rutin dan
berkala yang diuraikan dalam bagian ini adalah berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut;
-

tenaga kerja cukup tersedia, kecuali pada saat pengolahan tanah dan masa panen;

timbulnya tambahan pendapatan bagi petani di daerah lahan rawa pasang surut sesuai
dengan tujuan proyek, sehingga dapat mengurangi perpindahan penduduk ke daerah lain:

daerah proyek pada umumnya terpencil dan mobilisasi alat berat relatif menjadi mahal;

pembakaran tumbuhan pada tanggul harus dihindari karena akan merangsang


pertumbuhan rumput alang-alang yang sifat penyebarannya tidak merata (resiko erosi)
dan tumbuh dengan cepat (resiko pemeliharaan);

pembersihan tanaman gulma dengan bahan kimia akan membahayakan kesehatan karena
residunya akan mencemari sumber air minum, oleh karenanya harus dilarang.

2.3

Pelaksanaan operasi

Pada umumnya di saluran primer tidak ditemukan adanya bangunan pengatur


air.Oleh karena itu muka air di dalam saluran primer tersebut ditentukan oleh fluktuai
air pasang surut, dan dapat dipengaruhi pula oleh debit air di sungai.
2.1.1 Operasi bangunan air di saluran sekunder

86

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Apabila di saluran sekunder terdapat bangunan pengatur air, pengoperasian bangunan


tersebut sebaiknya mengikuti pedoman yang diuraikaan pada Volume II: Pengelolaan Air,
kecuali ada kesepakatan umum antara pihak-pihak terkait bahwa aturan pengoperasian lain
harus diikuti.
Kemudian pertanyaan akan timbul, kapan aturan pengoperasian yang normal harus
diikuti, apakah pada saat musim kemarau yang ekstrim atau musim hujan yang
ekstrim juga berlaku. Disarankan agar aturan pengoperasian secara normal harus
diikuti, dan aturan untuk keadaan musim kering dan musim hujan yang ekstrim
hanya

dapat

diikuti

apabila

disepakati

oleh

pemerintah

Kabupaten

yang

bersangkutan dan perwakilan dari P3A.


2.1.2 Operasi bangunan air di saluran tersier
Apabila di saluran tersier terdapat bangunan pengatur air, pengoperasian bangunan tersebut
sebaiknya mengikuti pedoman yang diuraikaan pada Volume II: Pengelolaan Air, kecuali ada
kesepakatan umum antara pihak-pihak terkait bahwa aturan pengoperasian lain harus diikuti.
Di sini juga pertanyaan akan timbul, kapan aturan pengoperasian yang normal harus
diikuti, apakah pada saat musim kemarau yang ekstrim atau musim hujan yang
ekstrim juga berlaku. Di sini bahkan dijumpai keadaan di mana saluran tersier
tertentu mengikuti aturan pengoperasian periode ekstrim, sementara pada saluran
sekunder yang terkait mengikuti aturan pengoperasian yang normal. Disarankan
agar di saluran tersier mengikuti aturan pengoperasian normal, dan aturan untuk
musim kemarau dan musim hujan ekstrim hanya dapat diikuti apabila terdapat
kesepakatan antara P3A dan para petani yang memiliki lahan sepanjang saluran
tersier terkait.

87

_________________________________________________
Kuliah Rawa

2. PERSIAPAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN


Pada pedoman ini diasumsikan bahwa yang bertanggung jawab atas pekerjaan O&P ini
seperti tertera pada Tabel 2.1.
2.1

Organisasi

Susunan kelembagaan untuk organisasi pelaksana O&P disajikan dalam Gambar 3.1.
2.1.1

Organisasi pemeliharaan

Pekerjaan pemeliharaan pada jaringan primer dan sekunder dilaksanakan oleh


pemerintah Kabupaten atau Provinsi. Oleh karena itu penting untuk memiliki
dokumen yang mencakup semua data dan informasi tentang saluran primer dan
sekunder beserta bangunan airnya, serta kebutuhan pemeliharaan dan frekuansi
pemeliharaannya. Berdasarkan atas satuan harga atau jam kerja, jumlah total biaya
pemeliharaan yang dibutuhkan selama satu tahun dapat ditetapkan. Berdasarkan
pada data dan informasi tersebut, dapat disusun suatu rencana pemeliharaan.
Apabila diperlukan, dokumen lelang dapat disiapkan dan dipublikasikan tepat pada
waktunya.
Dalam penyusunan persiapan rencana pemeliharaan, sangat penting untuk
berkonsultasi dengan P3A yang bersangkutan dan instansi-instansi terkait yang
bekerja di areal yang sama. Informasi dari kegiatan pemeliharaan aktual yang tepat
waktu akan dapat diberikan untuk mencegah hal-hal yang tidak menyenangkan bagi
para petani yang bersangkutan.

88

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Pemeliharaan jaringan tersier dilaksanakan oleh P3A melalui konsultasi dengan


petani yang bersangkutan. Sangat penting adanya kesepakatan mengenai tugas
dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam pelaksanaan pemeliharaan,
demikian juga mengenai waktu pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan. Sangat
disarankan bahwa pekerjaan pemeliharaan dilaksanakan sebagai suatu kegiatan
bersama.
Siklus perencanaan pemeliharaan tergantung kepada seberapa besar kebutuhan
suatu sistem jaringan dan prosedur pembiayaannya. Petani harus menyesuaikan
dengan siklus perencanaan pemerintah Kabupaten sehingga dapat menjamin
masukan mereka dalam proses perencanaan dan desain tepat pada waktunya.
Prosedur pendanaan pemerintah Kabupaten biasanya agak kaku sehingga sering
tidak ada ruang untuk pekerjaan ad-hoc.
Pada kenyataannya tidak semua pekerjaan dapat direncanakan mendahului siklus
pemeliharaan tahunan. Suatu kerusakan dari sebuah komponen yang sederhana
dapat mengakibatkan bangunan air tidak berfungsi dengan konsekuensi lebih lanjut
terhadap pengelolaan air dan kondisi tanaman di lapangan. Suatu dana darurat
secara terpisah perlu dikelola untuk memungkinkan dilakukannya perbaikan secara
cepat bila diperlukan.
Petani harus diikut-sertakan di dalam penyusunan prosedur perencanaan dan
desain untuk menjamin keberlanjutan keikut-sertaan mereka dan untuk ini perlu bagi
petani untuk mengambil insiatif dalam perencanaan pemeliharaan dan perlu punya
akses ke staf O&P Kabupaten untuk menyerahkan usulan mereka. Pekerjaan harus
dilaksanakan tanpa konsensus awal dan persetujuan dari petani. Untuk hal-hal yang
lebih besar, gabungan P3A dapat menjembatani antara pemerintah Kabupaten dan
petani. Walaupun demikian, penyiapan O&P yang sifatnya spesifik, Ketua dari P3A
yang bersangkutan harus dapat malaksanakan peranan ini.

89

_________________________________________________
Kuliah Rawa

PRESIDEN

DEPARTEMEN
KIMPRASWIL/PU

DEPARTEMEN
DALAM NEGERI

BAPPENAS

DEPARTEMEN
LAINNYA

DJSDA

PUSAT

T
I
NGKAT

A
Konsultan

Direktur
Proyek

GUBERNUR

Konsultan

Dinas SDA

BAPPEDA

Dinas Lainnya

PTPA
PROV
I
NS
I

Garis Komando
Proyek
PPTPA

Balai PSDA

Gabungan P3A

Garis Konsultasi
dan Koordinasi
Garis
Bimbingan

BUPATI

KA
BU
PA
TEN

KomisiIrigasi

Sub Dinas SDA

SUSUNAN KELEMBAGAAN
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Dinas Pengairan

Gambar 3.1 Susunan kelembagaan organisasi operasi dan pemeliharaan


90

_________________________________________________
Kuliah Rawa

2.1.2

Organisasi operasi

Seperti diuraikan sebelumnya, pemerintah Kabupaten atau Provinsi bertanggung jawab


atas pengoperasian bangunan air di saluran sekunder dan juga di saluran primer bila ada
bangunan airnya. Berdasarkan aturan pengoperasian yang telah disepakati bersama,
pengoperasani bangunan air harus dilaksanakan.
Hal yang sangat penting adalah bahwa para penjaga pintu harus memperoleh
perintah yang jelas bagaimana untuk mengoperasikan pintu pada keadaan
normal dan bagaimana pada keadaan ekstrim. Penting juga untuk menunjuk
petugas yang dapat dihubungi, di mana penjaga pintu dapat berkonsultasi
apabila timbul pertanyaan yang mendesak.
Sebagai dasar pengoperasian bangunan air adalah aturan secara umum seperti
yang diuraikan dalam Volume II: Pengelolaan Air. Berdasarkan aturan umum ini
langkah pertama dalam menentukan pengoperasian bangunan air pada saluran
sekunder harus dibuat terlebih dahulu. Dalam kerangka kerja ini, pengoperasian
bangunan air untuk bangunan air di saluran tersier dapat ditetapkan, dengan
memperhitungkan rencana tanam pada jaringan tersier. Atas dasar ini,
kesepakatan atas rejim pengelolaan air di lapangan selama musim tanam akan
dapat dicapai, yaitu berupa Rencana Pengelolaan Air. Pelaksanaan operasi
harus dapat dipertahankan selama keadaan normal dan dapat diubah selama
keadaan ekstrim. Berdasarkan data lapangan yang aktual yang diperoleh melalui
pemantauan, rencana dapat diubah untuk musim tanam tahun depan.
2.2

Staf operasi dan pemeliharaan

2.2.1

Kebutuhan staf

91

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Jumlah staf dan latar belakang pendidikan yang diperlukan secara garis besar disajikan
dalam Tabel 3.1. Jumlah kebutuhan staf ini perlu dihitung secara rinci berdasarkan atas
kekhususan sistem jaringan yang bersangkutan dan ketersediaan dana.
Tabel 3.1

Jumlah dan latar belakang pendidikan staf O&P yang diperlukan

Jabatan

Jumlah staf Kabupaten dan Provinsi


per 1,000 ha sistem jaringan
Saluran Primer/Saluran Sekunder

Jumlah staf P3A per 1 ha sistem


jaringan
Saluran tersier

Pengamat
Juru
Pakarya

1/5
1/0.5 - 1/1.0
1/0.2 1/0.4

Ketua
Sekretaris
Kelompok Tani

1/30 1/60
1/30 1/60
Per bangunan air tersier

Dalam menetapkan batas dan ukuran wilayah kerja staf O&P, panjang total
saluran dan jumlah serta aksesibilitas dari bangunan pengatur air harus menjadi
pertimbangan.
2.2.2

Pelatihan staf

Semua petani dan staf O&P sangat penting untuk diberikan pelatihan dalam aspek-aspek
O&P lahan rawa pasang surut yang sifatnya spesifik. Standar modul pelatihan dan
manual yang disusun untuk tingkatan staf yang berbeda (termasuk training of trainers)
berikut adalah sesuai untuk tujuan tersebut (Euroconsult/BIEC/TIA, 1996):
-

Modul Pelatihan O&P:

Volume 1A, 1B

Pelatihan Instruktur

Volume 2

Pengamat Pengairan

Volume 3

Juru Pengairan dan Pakarya

Volume 4

P3A, Kepala Desa dan PPL

Manual Pelatihan O&P:

92

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Volume 1A, 1B

Pelatihan Instruktur

Volume 2

Pengamat Pengairan

Volume 3

Juru Pengairan dan Pakarya

Manual O&P; Lokakarya Staf Cabang Dinas Pengairan dan Kepala Ranting
Dinas Pengairan.

Pelatihan dilakukan tidak hanya sekali saja, akan tetapi harus diikuti dengan praktek kerja
lapangan, pertemuan-pertemuan dan diskusi dengan sesama peserta serta evaluasi kinerja
peserta oleh staf pengawas (supervisor). Dari kegiatan lanjutan ini, dapat diidetifikasi
perlunya pelatihan tambahan dan faktor-faktor lain yang mengakibatkan hambatan
terhadap kinerja yang diharapkan, seperti misalnya kurangnya dukungan administrasi dan
logistik.
2.3

Fasitas dan peralatan

Kondisi prima suatu kinerja yang baik untuk petani dan staf O&P adalah ketersediaan
peralatan dan fasilitas yang memadai. Daftar peralatan dan fasilitas kerja disajikan dalam
Tabel 3.2.
2.4

Uraian tugas dan manual O&P

Uraian tugas yang jelas bagi semua tingkatan staf sangat penting untuk menghasilkan
kinerja yang baik dan untuk pemantauan kinerja staf O&P. Lampiran I menyajikan suatu
contoh uraian tugas staf O&P.
Manual dan Buku Panduan Lapangan sangat diperlukan untuk staf O&P karena
melengkapi mereka dengan sistem pengumpulan data yang spesifik dan relevan
serta memberi pedoman untuk pelaksanaan tugas mereka.

93

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Tabel 3.2

Fasilitas dan peralatan O&P yang disarankan

Fasilitas / Peralatan

Gedung

Tenaga Listrik

Transportasi

Peralatan
Kantor

Komunikasi
Peralatan O&P

2.5

kantor
(100 m)
kantor/rumah
(70 m)
rumah
(70 m)
rumah
(54 m)
rumah
(36 m)
gen-set
(5 kVA)
gen-set
(1 kVA)
petromak
lampu senter
speedboat/mobil (40 pk)
ketek
(8 pk)
sepeda motor
sepeda
filling cabinet
meja & kursi
meja & kursi
kursi tamu
meja&kursi untuk rapat
mesin ketik
Handy Talkie
Handphone
alat ukur topografi
salino-meter
kamera foto
rambu ukur
penakar hujan
bor tanah
piezometer
meteran (50 m)
meteran (5 m)
parang, cangkul, arit

Jumlah yang direkomendasikan


Pengamat
Juru/
Pakarya
Saluran Primer
Saluran
3,000 6,000
Sekunder
ha
700 1,500 ha
1
1
1
1
1
4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
4
1
1
1
4
1
4
1 set

Perkiraan
umur-pakai
(tahun)

15
15
15
15
15
10
10
2
1
8
8
5
3
10
4
4
5
5
10
10
10
10
6
5
1
5
5
2
2
1
1

Sistem data dan inventarisasi

Pelaksanaan O&P yang efektif memerlukan informasi yang akurat tentang kondisi tanah
dan hidro-topografi lahan serta kondisi khusus lain di lokasi yang berbeda dalam satu
areal. Informasi ini diperoleh dari dokumen yang ada, dilengkapi dengan data yang
dikumpulkan oleh staf O&P. Di bawah ini disampaikan daftar sistem data yang paling
penting di mana harus tersedia untuk, dan bila perlu diperbarui oleh staf O&P.

94

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Data untuk prosedur O&P yang harus tersedia di Kantor O&P Kabupaten dan
P3A adalah:
-

bagan organisasi bagi organisasi O&P untuk saluran primer dan sekunder
serta bangunan pengatur airnya, dan dokumen lain yang diperlukan dalam
kerangka kerja organisasi dan tanggung jawab yang terkait;

bagan organisasi P3A dan organisasi petani lainnya di dalam areal, dengan
peta yang menunjukkan wilayah yuridiksi serta daftar nama dan alamat
pengurusnya;

administrasi petugas O&P dan uraian tugas mereka;

fotokopi peraturan pemerintah yang terkait; Manual O&P, Buku Panduan


Lapangan serta bahan instruksi dan pedoman lain;

formulir survai dan pemantauan O&P.

Data tentang prasarana O&P yang harus tersedia di Kantor O&P Kabupaten dan
P3A adalah:
-

inventarisasi saluran yang mencakup panjang dan penampang melintang


berdasarkan hasil desain atau as-built drawing, bila tersedia. Bila ada
perubahan dalam sistem jaringan yang dibuat oleh pihak lain dengan atau
tanpa persetujuan pemerintah (misalnya menghubungkan saluran buntu ke
saluran lain) juga harus dimasukkan;

inventarisasi bangunan air (bangunan pengatur air, jembatan dan dermaga)


beserta ukurannya berdasarkan hasil desain atau as-built drawing, bila
tersedia;

inventarisasi unit tersier, sekunder dan primer (jumlah, luas, jumlah petani,
penggunaan lahan, P3A);

gambar desain dan as-built drawing;

inventarisasi semua fasilitas dan peralatan serta aset lain milik organisasi
O&P;

hasil pemutahiran tahunan inventarisasi;

hasil survai kebutuhan pemeliharaan;

95

_________________________________________________
Kuliah Rawa

laporan-laporan yang relevan, catatan desain atau dokumen lain yang


berhubungan dengan prasarana.

2.6

Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

2.6.1

Struktur organisasi

P3A perlu diorganisir dan dilatih agar mereka mampu mengerjakan tugas mereka.
Struktur organisasi dan tugas P3A secara memadai diuraikan dalam peraturan pemerintah
yang terkait. Di daerah rawa pasang surut, satu P3A biasanya mencakup beberapa unit
tersier dengan sub-grup per tersier. Untuk koordinasi pada tingkat yang lebih tinggi, suatu
Gabungan P3A dapat dibentuk yang terdiri dari perwakilan beberapa P3A. Batas wilayah
P3A sebaiknya sama dengan batas hidrolik sistem jaringan. Blok tersier harus terdiri dari
semua petani yang memanfaatkan air dari satu tersier yang sama sehingga dengan
demikian batas blok tersier terletak di tengah dua tersier.
2.6.2

Operasi dan pemeliharaan oleh P3A

Tanggung jawab pengoperasian bangunan pengatur air pada saluran tersier


terletak pada P3A yang bersangkutan, sedangkan pengoperasian pintu air pada
saluran sekunder dan primer merupakan tanggung jawab dari petugas O&P
pemerintahan Kabupaten atau Provinsi. Salah satu tugas penting dari P3A
adalah tercapainya kesepakatan antar anggota dalam pengoperasian pintu air,
serta mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bila terjadi konflik. Pengurus
P3A diharapkan dapat menunjuk petugas pintu air di setiap pintu saluran tersier.
Petani perorangan bertanggung jawab atas pelaksanaan pengelolaan air di
lahan masing-masing, dan diharapkan melalui keanggotaan P3A mereka akan
menjadi lebih sadar akan pentingnya O&P yang baik, serta akan memberi
perhatian lebih untuk mengembangkan jaringan kuarter di lahannya.

96

_________________________________________________
Kuliah Rawa

2.6.3

Pembentukan P3A

Berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku, inisiatip untuk membentuk organisasi


P3A datang dari pemerintahan daerah (Camat, Kepala Desa), dengan petunjuk dari Dinas
Pengairan untuk hal-hal yang berhubungan dengan masalah teknis, dan Dinas Pertanian
untuk masalah pertanian. Untuk maksud tersebut, perlu dilakukan pertemuan/rapat,
pimpinan perlu ditunjuk, keuntungan menjadi anggota P3A perlu dijelaskan, batas
wilayah P3A perlu ditetapkan, dan mereka perlu dibantu untuk menyusun aturan yang
sifatnya khusus. Terakhir, organisasi P3A ini harus dilegalisir sampai memiliki kekuatan
hukum.
Menjelaskan keuntungan menjadi anggota P3A akan lebih memberikan rangsangan
keinginan diantara petani untuk membentuk P3A dari pada menekankan pada tugas dan
tanggung jawab mereka. Pada umumnya keuntungan ini mencakup:
-

untuk petani:

organisasi dengan status resmi;

meberikan kerangka kerja untuk bekerja sama;

pengelolaan air dan tanah yang lebih baik akan menghasilkan produksi yang
lebih tinggi;

memberikan petani kesempatan untuk menentukan O&P jaringannya;

memungkinkan dilakukannya hubungan komersial dengan pemerintah dan pihak


swasta.

untuk pemerintah:

investasi prasarana akan dimanfaatkan dengan lebih baik;


mengamankan biaya O&P;
menghasilkan nilai ekonomis yang lebih tinggi;
pengembangan dapat berjalan dengan stabil.

97

_________________________________________________
Kuliah Rawa

3. PROSEDUR PERENCANAAN
Perencanaan dan pembiayaan kegiatan O&P tahunan dan musiman harus
mengikuti prosedur standar. Sebagai contoh jadual waktu kegiatan O&P untuk
perencanaan tahunan ditunjukkan pada Gambar 4.1. Suatu rencana harus
disusun untuk dapat memberikan arahan dan sasaran dari berbagai macam
kebutuhan pemeliharaan, peningkatan staf O&P, fasilitas dan peralatan,
pelatihan dan pengembangan P3A, kebutuhan dana O&P, dan lain-lain.
4.1

Perencanaan operasi

Tujuan dari pengoperasian sistem jaringan adalah sedapat mungkin memberikan


kepuasan kepada petani agar tidak terjadi konflik terhadap kebutuhan air untuk
suplesi dan drainasi di

lahan mereka. Hal ini akan berhubungan langsung

dengan kebutuhan pertanian dan kondisi lahan usaha tani (Gambar 4.2). Dalam
beberapa kasus, kebutuhan akan navigasi dan air minum penduduk, harus ikut
diperhitungkan juga. Perencanaan operasi ini akan mencakup:
-

rencana tanam musiman;

rencana O&P;

rencana pemantauan dan percontohan

98

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Kegiatan

Musim Hujan
O

Musim Kemarau
F

Musim tanam
Operasi
Rencana operasi musiman

rencana tanam

rencana pengelolaan air

rencana pemantauan dan


percontohan

Rencana mingguan operasi


pintu air
Operasi pintu air harian
Pemantauan
Pemeliharaan
Inspeksi lapangan bulanan
Survai
Pengalokasian dana
Rencana pelaksanaan
pemeliharaaan
Pelaksanaan pemeliharaan

Gambar 4.1

Jadual waktu kegiatan O&P

99

_________________________________________________
Kuliah Rawa

I. MUSIM TANAM

II. MINGGUAN

III. HARIAN

PENYESUAIAN PENGOPERASIAN

Muka Air
Lahan Usaha

Saluran

Bangunan Air

PEMANTAUAN
OPERASI BANGUNAN AIR
TARGET OPERASI

RENCANA PENELOLAAN AIR


Masuka
n

Koordinas
i

Kalender Tanam
dan
Pola Tanam

P3A
Kelompok Tani
Pertanian

Rencana
Pengelolaan Air
versus Muka Air
Aktual di Lahan

P3A
Kelompok Tani

Target Operasi
versus Muka Air
Aktual di
Saluran

Siklus

P3A
Kelompok Tani
Penjaga Pintu

Peren

Tujuan

I. RENCANA
PENGELOLAAN AIR

II. TARGET OPERASI

III. OPERASI
BANGUNAN
AIR

Muka Air
Lahan Optimal
dan Kualitas Air

Muka Air
Saluran Optimal
dan Kualitas Air

Pengaturan
Optimal., Operasi
Pintu dan
Bangunan Air

canaa
n
Musim Tanam

Minggua
n

Harian

Gambar 4.2 Perencanaan operasi pada jaringan tersier

100

_________________________________________________
Kuliah Rawa

3.1.1

Rencana tanam musiman

Rencana tanam musiman harus dapat mengindikasikan pada setiap unit tersier :
-

jenis-jenis tanaman yang akan ditanam dan lokasi setiap jenis tanaman;

kalender tanam.

Rencana tanam ini sebaiknya disusun bersama antara P3A dan PPL
berdasarkan atas rencana petani perorangan untuk musim tanam berikutnya.
Perencanaan tanam utama untuk musim hujan harus memperhitungkan juga
untuk tanam kedua yaitu tanaman musim kemarau. Renana tanam juga sangat
berguna untuk tujuan penyuluhan, dan dapat menjadi dasar pelaksanaan
kegiatan kolektif lain oleh P3A.
Satu tujuan penting dari penyiapan rencana tanam adalah guna merangsang
para petani untuk menanam jenis tanaman yang membutuhkan pengelolaan air
yang sama, selain untuk mensinkronkan waktu tanam di antara petani dalam
satu unit pengelolaan air. Hal in penting untuk mengurangi timbulnya konflik
dalam kebutuhan pengelolaan air diantara petani. Sinkronisasi waktu tanam juga
akan mengurangi dampak akibat serangan hama dan penyakit tanaman.
3.1.2

Rencana operasi dan pemeliharaan

Rencana O&P musiman memberikan kerangka kerja di mana muka air saluran (target
operasi) dan pengoperasian bangunan air harian akan didasarkan. Aturan pengoperasian
dan muka air yang disarankan pada kondisi yang berbeda-beda telah dijelaskan dalam
Volume II: Pengelolaan Air.
Berdasarkan ketentuan umum yang berlaku, P3A dan khususnya pimpinan blok
tersier harus menyusun rencana operasi pintu tersier. Rencana pengoperasian
pintu pada saluran sekunder harus disusun oleh staf O&P bekerja sama dengan
P3A dan petugas penyuluhan pertanian. Rencana tersebut akan memberikan
101

_________________________________________________
Kuliah Rawa

gambaran tentang tujuan dari pengelolaan air dan muka air saluran yang harus
dijaga selama pengoperasian normal dan pengoperasian pada kondisi ekstrim
musim hujan dan musin kemarau, serta kebutuhan untuk pengoperatian pintu.
Rencana tersebut disarankan untuk disepakati secara tertulis antara pengguna
air (atau wakilnya), staf O&P dan staf penyuluhan pertanian.
Masukan yang diperlukan untuk penyusunan rencana O&P tersebut meliputi:
-

rencana tanam;

ramalan pasang surut (tanggal pasang purnama dan pasang perbani) dan
fluktuasi muka air bukan pasang surut yang diharapkan;

kondisi fisik lahan yang dilayani bangunan air;

katagori hidro-topografi yang dominan;

jenis tanah yang dominan;

disamping dari peta dan laporan survai yang ada, informasi harus juga
diperoleh dari pengalaman selama musim tanam sebelumnya, khususnya
tentang kemungkinan adanya irgasi pasang surut;

kondisi saluran dan bangunan air saat ini.

Konflik mungkin akan timbul misalnya antara kebutuhan air minum penduduk
dengan drainasi, atau antara petani yang memiliki lahan beririgasi pasang surut
dengan mereka yang memerlukan muka air rendah secara permanen untuk
keperluan drainasi. Suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak
harus dapat dicapai baik pada tingkat tersier maupun tingkat sekunder.
Di dalam sistem jaringan yang mempunyai bangunan pengatur air, baik pada
tingkat tersier maupun sekunder, rencana yang belakangan harus sebanyak
mungkin dapat memenuhi kebutuhan rencana yang pertama. Disamping itu,
pengoperasian bangunan air akan menyesuaikan dengan kebutuhan masingmasing seperti untuk lalu lintas air, untuk air minum penduduk, atau untuk
penggelontoran saluran secara teratur.

102

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Target operasi dibuat untuk penjaga pintu, menunjukkan posisi pintu pada saat
air surut dan saat air pasang serta muka air yang harus dijaga di saluran dengan
pengaturan pintu air.
3.1.3

Rencana pemantauan dan percontohan

Pemantauan memberikan evaluasi terhadap efektivitas pekerjaan O&P, untuk


mengidentifikasi bila terjadi perubahan atau fluktuasi di dalam kondisi alamiah
(tanah, sungai, kualitas air) dan buatan (saluran, tanggul, bangunan air) serta
untuk mengumpulkan data yang dapat dipergunakan untuk penyusunan
perencanaan mendatang. Aspek-aspek yang perlu dipantau meliputi:
-

tata guna lahan, pertumbuhan tanaman dan produksi;

curah hujan;

muka air sungai dan salinitas;

kedalaman air tanah, pH serta kandungan besi (Fe3+);

muka air saluran, pH dan salinitas;

operasi pintu yang aktual;

kondisi pemeliharaan prasarana.

Sangat disarankan bahwa dalam melaksanakan pemantauan harus diikuti


dengan percontohan pelaksanaan O&P yang baik. Dua atau tiga tipikal unit
sekunder atau tersier yang dilayani oleh satu pintu air dapat dipilih sebagai
percontohan di mana petugas O&P akan memberikan perhatian khusus untuk
melaksanakan O&P yang optimum, bersamaan dengan pemantauan terhadap
muka air saluran dan muka air tanah beserta kualitasnya.
Setiap tahun sebelum penyusunan pembiayaan tahunan, suatu rencana harus
dibuat, apa yang akan dipantau, dimana dan berapa kali. Stasiun pengamatan
permanen seperti penakar hujan dan pencatat muka air otomatis (AWLR) sudah
jelas tempatnya, sementara lokasi dan frekuensi pengamatan untuk hal-hal
lainnya perlu ditetapkan dan bila perlu direvisi. Disamping program pengumpulan
103

_________________________________________________
Kuliah Rawa

data, rencana pemantauan harus juga menetapkan kebutuhan akan peralatan,


bahan-bahan dan pembiayaan, tanggung jawab staf dalam pengumpulan data,
seta bagaimana dan oleh siapa data tersebut akan diproses dan dipublikasikan.
3.2

Perencanaan pemeliharaan

Perencanaan pemeliharaan meliputi:


-

perkiraan kebutuhan pemeliharaan untuk penyusunan perhitungan biaya dan


permintaan dana;

perencanaan pelaksanaan pekerjaan setelah tersedianya alokasi dana yang


dibutuhkan.

3.2.1

Tanggung-jawab pemeliharaan

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, petani dan P3A bertanggung jawab untuk tingkat
lahan usaha dan saluran tersier, sedangkan pemerintahan Kabupaten dan Provinsi
bertanggung jawab pada pemeliharaan saluran primer dan sekunder. Dalam keadaan
spesifik tertentu pembagian tanggung jawab ini tidak diikuti secara ketat sekali. Sebagai
contoh, di areal yang saluran tersiernya cukup besar, petani tidak dapat melakukan
pemeliharaan salurannya dengan baik, khususnya apabila P3A nya belum berkembang
dengan baik. Dalam hal ini, pemerintah Kabupaten/Provinsi dapat memberikan bantuan
kepada petani, seperti pengerukan lumpur di saluran tersier sekali dalam beberapa tahun,
sementara petani akan melaksanakan pemeliharaan rutinnya.
3.2.2

Penghitungan kebutuhan pemeliharaan

Kebutuhan pemeliharaan harus dihitung sebelum penyusunan pembiayaan tahunan.


Pembiayaan yang realistik harus didasarkan atas kebutuhan nyata, atau Angka Kebutuhan
Nyata Operasi dan Pemeliharaat (AKNOP) (PP77), dan bukan atas dasar angka rata-rata
per hektar atau kriteria lain yang lebih dibuat-buat. Penghitungan kebutuhan nyata
pemeliharaan memerlukan hal-hal sebagai berikut:
104

_________________________________________________
Kuliah Rawa

pemutahiran sistem inventarisasi, dalam hal:

panjang dan penampang melintang saluran dan tanggul;


jumlah, jenis dan dimensi desain dari bangunan air dan gedung;
jumlah dan jenis peralatan O&P.
Data tersebut bersama dengan frekuensi pekerjaan yang diperlukan akan menjadi
dasar penghitungan kebutuhan pemeliharaan rutin;
-

survai kondisi pemeliharaan untuk menetapkan kebutuhan pemeliharaan


berkala. Survai ini meliputi:

kondisi saluran, tanggul dan bangunan air;


jumlah pengendapan di dalam saluran;
kondisi fasilitas dan peralatan.
Dasar dari informasi ini adalah laporan pemeriksaan bulanan yang dibuat oleh staf lapangan O&P. Sebagai tambahan, setiap
tahun penampang melintang saluran di mana terjadi pengendapan lumpur yang berat perlu disurvai untuk menentukan
jumlahnya. Penggalian kembali atau pengerukan lumpur dibenarkan apabila terjadi hambatan dalam pengelolaan air dan fungsi
transportasi.

Kebutuhan pemeliharaan berkala harus didasarkan atas urutan prioritas:


- prioritas tinggi:

pemeliharaan mana, bila tidak dikerjakan, akan beresiko


serius

mengakibatkan

pemanfaatan

prasarana

dan

peralatan dengan baik tidak mungkin;


- prioritas sedang

pemeliharaan mana, bila tidak dikerjakan, akan membatasi


pemanfaatan prasarana dan peralatan secara optimum,
tanpa mengakibatkan seluruhnya tidak mungkin;

- prioritas rendah

pemeliharaan mana dapat ditunda untuk dilaksanakan


tahun berikutnya tanpa berakibat serius.

3.2.3

Perencanaan pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan

Urutan prioritas pekerjaan pemeliharaan dapat membantu dalam menetapkan


perencanaan pemeliharaan akhir. Pekerjaan-pekerjaan tertentu dengan prioritas
105

_________________________________________________
Kuliah Rawa

rendah dapat ditunda pelaksanaannya guna mendukung pekerjaan yang lebih


mendesak yang baru ditemukan.
Kebanyakan pekerjaan pemeliharaan rutin dapat dilakukan dengan tenaga
manusia yang dipekerjakan langsung oleh P3A atau oleh organisasi O&P. P3A
dapat langsung melaksanakan pekerjaan pemeliharaan pada jaringan tersier.
Asalkan pekerjaan ini dilakukan secara teratur, waktu yang tepat untuk
melaksanakan pemeliharaan tidaklah sangat penting.
Pemeliharaan berkala pada jaringan primer dan sekunder pada umumnya
dilakukan oleh pemborong. Dokumen lelang dan perintah kepada pemborong
harus jelas menyatakan bahwa pekerjaan tersebut tidak boleh mengganggu
kegiatan pertanian petani yang sedang berjalan. Pekerjaan yang memerlukan
penutupan saluran sedapat mungkin direncanakan dilakukan pada waktu lahan
tidak ditanami (musim bera), yaitu setelah panen tanaman ke dua.
3.3

Koordinasi dengan instansi terkait lainnya

Koordinasi yang erat dengan instansi terkait lainnya sangat diperlukan, khususnya dengan
petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), staf pemerintahan daerah (Camat, Kepala
Desa), dan perwakilan dari organisasi petani. Oleh karena itu disarankan untuk selalu
mengadakan pertemuan/rapat dengan semua pihak terkait pada saat-saat yang diperlukan.
Topik yang akan didiskusikan tergantung masalah-masalah yang ada pada tahun itu,
termasuk perencanaan dan pelaksanaan O&P (pengoperasian pintu, masalah keasaman
dan keracunan, banjir, kekeringan, air minum), aspek-aspek pemeliharaan (kebutuhan
pemeliharaan, ketersediaan dana, pelaksanaan dan prioritasisasi, pemeliharaan saluran
tersier oleh petani) dan hal-hal yang terkait dengan P3A.

106

_________________________________________________
Kuliah Rawa

4. PROSEDUR PEMBIAYAAN
Pembiayaan O&P yang tidak mencukupi merupakan penyebab utama kinerja
yang buruk dari kebanyakan daerah pengembangan lahan rawa pasang surut.
Untuk memperbaiki kualitas dan efisiensi dari perencanaan pembiayaan,
prosedur yang standar dan transparan sangatlah penting. Prosedur yang
107

_________________________________________________
Kuliah Rawa

disarankan pada bab ini didasarkan atas konsep Angka Kebutuhan Nyata O&P
(AKNOP).
4.1

Angka kebutuhan nyata O&P

AKNOP adalah suatu alat manajemen yang memberikan suatu gambaran tentang
kebutuhan biaya O&P tahunan dari suatu sistem jaringan dan dapat digunakan untuk
penyusunan perencanaan pembiayaan jangka panjang, jangka pendek serta tahunan.
Perencanaan pembiayaan ini didasarkan atas hasil inventarisasi prasarana hidraulis serta
fasilitas dan peralatan yang ada dalam sistem jaringan yang bersangkutan. Biaya
pemeliharaan rutin pada awalnya diperkirakan atas dasar asumsi terhadap jenis dan
frekuensi dari pekerjaan yang diperlukan. Melalui pemantauan secara teratur, asumsi
tersebut dapat diperbaiki dan disesuaikan terhadap kondisi-kondisi khusus di setiap
bagian dari sistem. Biaya pemeliharaan berkala adalah untuk AKNOP jangka panjang
diperkirakan atas dasar biaya penggantian rata-rata dari bagian yang bersangkutan, dan
untuk AKNOP tahunan diperkirakan atas dasar survai lapangan kebutuhan nyata
pemeliharaan dan perbaikan. Secara ringkas, penyusunan pembiayaan tahunan dari
kebutuhan pemeliharaan memerlukan:
-

pemutahiran data inventarisasi;

survai lapangan untuk menetapkan kebutuhan pemeliharaan berkala;

perhitungan kembali secara hati-hati kebutuhan pemeliharaan rutin.

AKNOP biasanya memerlukan pembiayaan tahunan sedikit lebih tinggi dari pada
yang biasa dianggap mencukupi. Biaya ini lebih besar dari pada yang
dikompensasikan melalui penghematan biaya perbaikan besar atau biaya
rehabilitasi, di mana akan diperlukan setiap beberapa tahun apabila biaya
tahunan tidak sesuai dengan kebutuhan nyata pemeliharaan. Keuntungan lain
dari AKNOP adalah:
-

AKNOP

menstandarisir

dan

memfasilitasi

penyusunan

perencanaan

pembiayaan jangka panjang dan tahunan;

108

_________________________________________________
Kuliah Rawa

AKNOP jangka pendek didasarkan atas kebutuhan nyata dan oleh karena itu
merupakan jaminan bahwa prasarana hidraulis dapat dijaga dalam keadaan
berfungsi dengan baik;

AKNOP menghasilkan suatu pendekatan sistematik terhadap perencanaan


dan pembiayaan di mana semua aspek akan dicakup dengan baik;

AKNOP dapat

digunakan

untuk

memantau

kebutuhan

pemeliharaan

sepanjang tahun dan untuk membandingkan biaya O&P dari sistem yang
berbeda;
-

terakhir, AKNOP dapat digunakan untuk menetapkan tingkat pengembalian


biaya dari sistem yang bersangkutan.

4.2

Kebutuhan pembiayaan O&P

Biaya operasi dan pemeliharaan meliputi:

I
-

Biaya operasi
gaji staf dan tunjangan. Secara umum di dasarkan atas sekala standar gaji
pemerintah.

Tunjangan

meliputi

honorarium,

perjalanan

dinas

dan

perlengkapan lapangan. Dalam hal staf O&P diangkat untuk mengawasi lebih
dari satu sistem, biaya mereka dapat dimasukkan dalam pembiayaan sistem
yang lebih besar atau di bagi dalam dua sistem;
-

biaya operasional fasilitas dan peralatan. Biaya ini meliputi biaya alat tulis
kantor, listrik, operasional alat transport dan komunikasi, serta bahan-bahan
yang diperlukan untuk operasional lapangan. Biaya ini juga biasanya
mencakup biaya tenaga kerja diluar dari yang dipekerjakan khusus untuk
pekerjaan pemeliharaan;

biaya pemeliharaan peralatan. Untuk tujuan perencanaan jangka panjang,


biaya ini dapat dihitung dari umur efektip peralatan yang diharapkan. Untuk
penyusunan biaya tahunan harus didasarkan pada (perkiraan) kebutuhan
nyata perbaikan dan penggantian;

biaya operasional lain. Biaya ini meliputi biaya pertemuan/rapat (Temu


Karya), loka-karya lapangan, pelatihan, dan lain-lain. Untuk rencana jangka
109

_________________________________________________
Kuliah Rawa

panjang, biaya ini dapat dihitung secara kasar, sedangkan untuk pembiayaan
tahunan harus didasarkan atas perencanaan yang realistis:
II

Biaya pemeliharaan

biaya pemeliharaan rutin saluran dan tanggul. Sedimentasi dalam saluran,


erosi tanggul, dan lain-lain tersedia dari hasil pemantauan pemeliharaan;

biaya pemeliharaan berkala pengerukan lumpur saluran. Untuk perencanaan


jangka panjang, pada awalnya kecepatan pengendapan yang didapat dari
hasil pemantauan dapat digunakan sebagai dasar penghitungan biaya. Untuk
penyusunan biaya jangka pendek, jumlah pengendapan perlu disurvai setiap
tahun. Hasil dari survai ini akan memungkinkan penyesuaian kecepatan
pengendapan untuk perencanaan jangka panjang sesuai dengan keadaan
areal yang bersangkutan;

biaya pemeliharaan rutin bangunan air dan gedung. Biaya ini meliputi biaya
pembersihan,

pelumasan

dan

penggemukan

komponen-komponen

bangunan air yang bergerak, pengecatan atau pengeteran kayu dan logam,
pengecatan putih tembok/dinding dan atap, dan lain-lain. Biaya ini harus
didasarkan pada kuantitas nyata (jumlah bangunan air dan gedung di kalikan
dengan luas areal yang dicat) yang diperoleh dari gambar desain dan
inventarisasi sistem jaringan;
-

biaya pemeliharaan berkala bangunan air dan gedung. Untuk tujuan


perencanaan jangka panjang, biaya ini dapat dihitung dari umur efektif yang
diharapkan dari bangunan air dan gedung yang bersangkutan. Sedangkan
untuk penghitungan biaya tahunan harus didasarkan atas (perkiraan)
kebutuhan nyata perbaikan dan penggantian.

Urutan prioritas harus dibuat dalam rangka menyusun kebutuhan pemeliharaan berkala
saluran, bangunan air dan gedung untuk membedakan antara prioritas tinggi, sedang dan
rendah. Pemeliharaan rutin sangat penting untuk menjaga agar prasarana dapat berfungsi
dengan baik, oleh karena itu tidak diperlukan adanya urutan prioritas.Jadual kegiatan
pembiayaan O&P di sajikan dalam Gambar 5.1.

110

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Rincian biaya tersebut secara umum berlaku untuk biaya langsung O&P dari
suatu sistem jaringan.
4.3

Pengembalian biaya (Cost recovery)

Untuk pelaksanaan O&P jaringan primer dan sekunder, pemerintah Kabupaten atau
Provinsi harus dapat menyediakan dana dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD). Pemerintah Pusat dapat membantu Kabupaten atau Provinsi melalui Dana
Alokasi Khusus (DAK).
Untuk jaringan tersier, petani harus melaksanakan O&P nya dengan tenaga
kerjanya sendiri, atau dari pendanaan P3A. Dalam hal P3A tidak mampu untuk
memenuhi tugas ini, pemerintah Kabupaten dapat memberikan bantuan kepada
P3A atas dasar kebutuhan dasar O&P seperti dijelaskan dalam Undang-Undang
Sumber Daya Air.

111

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Bulan

Kegiatan

10

11

12

Catatan

Kimpraswil/PU
Konsultansi
Rencana Kerja Awal
Nota Keuangan
Rencana Kerja Rinci
DUP
DIP
Rencana Kerja Akhir
Petani/P3A
Pemantauan
Inventarisasi
Rencana Kerja Awal
Rencana Kerja Rinci
Rencana Kerja Akhir

Gambar 5.1

Jadual kegiatan indikatif perencanaan dan pembiayaan O&P pada tingkat Kabupaten / Provinsi

112

_________________________________________________
Kuliah Rawa

5. PEMANTAUAN DAN EVALUASI


Pemantauan terdiri dari pengumpulan data, memproses data sampai menjadi informasi
yang berguna, dan pelaporan dari hasil pemantauan. Informasi yang berguna bagi penjaga
pintu tidak sama dengan informasi yang berguna bagi tingkatan staf lain dalam orgasisasi
O&P. Pada tingkatan Dinas Kabupaten, sebagai contoh, menerima laporan harian data
muka air saluran, bahkan bila berkaitan dengan target muka air, tidak bermanfaat sama
sekali. Dengan berjalannya waktu, data akan sampai ke kantor sudah kadaluwarsa,
sementara melalui pengiriman data harian dari banyak pintu air akan memakan terlalu
banyak waktu staf. Staf ini memerlukan informasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka,
sebagai contoh suatu ringkasan atau analisa statistik dari data muka air selama satu
musim penuh dalam kaitannya dengan target muka air, kualitasd air dan produksi
tanaman. Hal ini akan memudahkan mereka dalam mengevaluasi efektivitas O&P dan
menarik kesimpulan yang berguna bagi perencanaan O&P mendatang dalam unit yang
bersangkutan.
Bila tidak dikelola dengan hati-hati dan dibatasi dengan ketat apa yang benarbenar diperlukan, pemantauan akan menghasilkan kumpulan data yang tidak
berguna. Penyampaian data dengan jelas sangatlah penting.
Kebanyakan dari pemantauan harus dilaksanakan oleh staf Kabupaten atau staf
Provinsi yang secara permanen berada di lapangan yaitu organisasi O&P.
Apabila mungkin, prosedur pemantauan harus distandarisir dan dicegah jangan
sampai tumpang tindih dengan kegiatan serupa yang dilaksanakan oleh instansi
lain. Kerja sama yang erat dengan Departemen Pertanian sangat diperlukan
dalam pemantauan jenis dan produksi tanaman.

5.1

Meteorologi dan hidrologi


44

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Kecuali untuk curah hujan, data meteorologi lainnya digunakan terutama untuk tujuan
perencanaan jangka panjang. Satu stasiun meteorologi biasanya mencukupi untuk areal
yang agak luas, mencakup beberapa daerah pengembangan rawa pasang surut.
Pengamatan dilakukan oleh staf khusus, bukan oleh staf O&P biasa.

Curah hujan
Disamping untuk tujuan perencanaan jangka panjang, data curah hujan digunakan untuk
menetapkan pengoperasian pintu air. Disarankan satu stasiun curah hujan per Juru.
Pemasangan penakar hujan sebaiknya mengikuti standar KIMPRASWIL: penakar
terbuka 200 cm2 (diameter 16 cm), terletak 1,20 m di atas muka tanah, pemasangan tidak
terlalu dekat dengan pohon-pohonan dan gedung, serta dilindungi dengan pagar. Curah
hujan diukur tiap hari pada jam 07.00 pagi dengan menggunakan gelas ukur standar. Jika
tidak tersedia gelas ukur standar, gelas ukur biasa dapat digunakan. Dengan penakar
terbuka 200 cm2, setiap 20 cm3 menunjukkan curah hujan 1 mm.

Muka air sungai


Disamping untuk tujuan perencanaan jangka panjang, pencatatan muka air sungai penting
untuk mengecek hidro-topografi aktual di dalam sistem jaringan yang bersangkutan dan
fungsi dari pada saluran. Jumlah dan lokasi stasiun dan perioda pengamatan tergantung
pada hasil analisa rejim sungai. Pada sungai yang dipengaruhi pasang surut penuh,
mungkin cukup setiap tahun mengoperasikan stasiun selama satu bulan pada musim
hujan dan satu bulan pada musim kemarau. Pengoperasian stasiun pengamatan muka air
sungai bukan merupakan tugas biasa dari staf O&P, oleh karena itu tidak dibahas dalam
bab ini.
5.2

Operasi pintu air

45

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Penjaga pintu harus menyimpan catatan harian dari pengoperasian pintu air
aktual dan muka air (non-pasang surut) bagian hulu saluran. Informasi ini harus
dievaluasi oleh staf O&P dalam kaitannya dengan kualitas tanah dan air serta
pertumbuhan tanaman di dalam daerah layanan pintu. Ini akan memberikan
indikasi efektivitas pengoperasian pintu dan akan membantu dalam pengambilan
keputusan target pengoperasian pintu periode berikutnya.
Disarankan agar setiap Juru memilih dua atau tiga unit O&P sebagai unit
percontohan di mana dia akan memberikan perhatian khusus terhadap
pengoperasian pintu dan secara teratur mengukur muka air dan kualitas air
tanah.
5.3

Muka air saluran dan kualitas air

Pencatatan fluktuasi muka air saluran diperlukan dari waktu ke waktu untuk mengecek
hidro-topografi lahan setempat atau untuk mengecek berfungsinya saluran dengan baik.
Jika fluktuasi air sangat berkurang, hal ini dapat menunjukkan terjadinya pengendapan di
dalam saluran. Pembacaan ini harus dilakukan bersamaam dengan pengamatan stasiun
muka air sungai.
Pembacaan muka air pasang surut pada rambu ukur sebaiknya dilakukan dua
jam sekali. Walaupun dengan rambu ukur yang dipasang secara temporer,
elevasi nol rambu ukur tersebut harus diikatkan dengan Benchmark terdekat
melaui pengukuran topografi, di mana sebaiknya diikatkaan ke elevasi muka air
laut rata-rata (MSL), atau paling tidak ke elevasi referensi proyek (PRL) yang
diketahui. Semua data muka air kemudian dapat dinyatakan dalam MSL atau
PRL.
Aspek kualitas air saluran, di mana pada umumnya perlu untuk dipantau adalah
salinitas dan keasaman air.

46

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Salinitas
Salinitas air dapat diukur dengan alat pengukur penghantar listrik (electrical conductivity
meter) dan dinyatakan dalam mS/cm (milli-Siemens per centimetre) atau dalam bagian
per seribu (ppt, parts per thousand). Sejauh air asin ini tidak menggenangi lahan, intrusi
air asin yang terjadi sewaktu-waktu ke dalam saluran tdak merusak tanaman. Kebutuhan
untuk pengukuran salinitas air oleh staf O&P harus dihitung disetiap areal. Dalam banyak
hal, dengan merasakan air sudah cukup untuk menentukan apakah pintu air harus ditutup
untuk mencegah masuknya air asin ke dalam saluran.

Keasaman
Pada daerah di mana masih terdapat keasaman, pengukurannya biasanya dilakukan
dengan mencelup selembar kertas indikator pH ke dalam air dan kemudian
membandingkan warna kertas pH tersebut dengan warna standar yang ada. Nilai pH
kurang dari 5 adalah sangat asam dan perlu penyesuaian pengoperasian pintu, yaitu
membuang air dalam saluran dan mengisikannya kembali dengan air yang kualitasnya
lebih baik.
Disarankan agar pemantauan secara teratur keasaman di dalam saluran
dilakukan paralel dengan pengamatan air tanah pada beberapa unit tersier
terpilih. Di areal lainnya, hanya pengukuran keasaman sewaktu-waktu harus
dilakukan yaitu dalam hal adanya keraguan terhadap kualitas air atau bila
kualitas airnya sangat memburuk.

5.4

Muka air tanah dan kualitas air

Disarankan agar pemantauan secara teratur dilakukan pada dua atau tiga unit tersier
terpilih per wilayah Juru, di mana pada saat yang sama akan berperan sebagai unit
47

_________________________________________________
Kuliah Rawa

percontohan untuk pengoperasian pintu yang baik. Di dalam setiap unit ini dipasang
sejumlah tabung/pipa air tanah dan pengamatan dilakukan meliputi muka air tanah,
salinitas, keasaman dan kandungan besi (Fe2+). Frekuensi pengamatan yang dianjurkan
adalah mingguan pada awal musim hujan dimana keasaman dan kandungan besi pada
umumnya tertinggi.
Di areal lainnya, hanya pengukuran sewaktu-waktu harus dilakukan yaitu dalam
hal adanya keraguan tentang kualitas air atau apabila kualitas air sangat
memburuk.

Muka air tanah


Kedalaman muka air tanah ditentukan dalam pipa air tanah, yaitu pipa PVC atau bahan
lainnya, dengan panjang 2 m atau lebih di mana sepanjang 0,50m harus berada di atas
muka tanah dan selebihnya keseluruhan pipa berlubang dimasukkan ke dalam tanah.

Keasaman
Contoh air diambil dari dalam pipa air tanah ( dengan sebuah botol yang diikat dengan
tali/tongkat) dan keasaman air tanah diukur dengan kertas pH.
Kandungan besi (Fe2+)
Disarankan agar dijaga batas atas konsentrasi besi sebesar 100 ppm dengan penekanan
yang lebih besar pada drainasi terkontrol dan pencucian tanah. Dibawah keadaan beracun,
nilai batas ini harus dijaga jauh lebih rendah. Kandungan Fe2+ biasanya diukur dengan
lembar kertas indikator. Apabila berhubungan dengan udara di dalam pipa air tanah, Fe2+
akan cepat teroksidasi menjadi Fe3+. Oleh karena itu, untuk dapat mengukur kandungan
Fe2+ air tanah yang benar harus dilakukan sebagai berikut:
-

keluarkan air dari dalam tabung/pipa;


48

_________________________________________________
Kuliah Rawa

tunggu satu atau dua menit untuk membiarkan air tanah baru masuk ke
dalam tabung;

ambil contoh air dan secepatnya diukur kandungan Fe2+ nya.

Pengambilan contoh air dari dalam tabung akan mengganggu muka air tanah,
oleh karena itu pengamatan muka air tanah harus selalu dilakukan sebelum
pengukuran pH dan kandungan Fe2+.
5.5

Pemeriksaan pemeliharaan rutin

Selama melaksanakan tugas sehari-hari mereka, staf lapangan mengamati dengan teratur
kondisi saluran, tanggul dan bangunan air. Kegiatan ini akan menghasilkan dasar
penyusunan laporan pemeriksaan kebutuhan pemeliharaan dan pelaksanaan pemeliharaan
secara teratur (bulanan). Laporan ini sebaiknya harus dimasukkan ke dalam Buku Catatan
Pemeliharaan (BCP). Sebuah contoh dari formulir yang digunakan dalam Buku Catatan
Pemeliharaan disajikan dalam Annex II.
Keadaan

darurat

seperti

longsornya

tanggul

dengan

tiba-tiba

akan

mengakibatkan kerusakan akibat banjir atau terhalangnya lalu lintas air, harus
dilaporkan dengan segera dan tidak harus menunggu untuk pelaporan regular.
Di dalam Buka Catatan Pemeliharaan, suatu urutan prioritas dapat ditambahkan,
sebagai contoh: 1 = mendesak (prasarana tidak berfungsi dengan benar,
pekerjaan mendesak diperlukan); 2 = penting tetapi tidak mendesak; 3 = kurang
penting.
Pekerjaan pemeliharaan yang sudah dilaksanakan selama periode pelaporan
harus dimasukkan juga ke dalam Buku Catatan. Bagian-bagian yang dapat
diperbaiki oleh staf lapangan sendiri tidak dimasukkan dalam Buku Catatan.
5.6

Pemantauan pelaksanaan pemeliharaan


49

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Pekerjaan pemeliharaan dilaksanakan oleh pemborong atau tenaga kerja yang diangkat
langsung oleh organisasi O&P. Informasi mingguan tentang kemajuan dan kualitas
pekerjaan pemeliharaan diperlukan untuk dapat menghasilkan pelaksanaan pekerjaan
yang benar dan tepat waktu. Informasi ini juga menjadi dasar pembayaran kepada
pemborong. Formulir yang digunakan untuk survai pemeliharaan dan pelaporannya telah
diberikan oleh Euroconsult (1998).
5.7

Pertanian

Penggunaan lahan dan pengembangan tanaman


Sebelum setiap musim tanam dimulai, dilakukan suatu survai tentang rencana tanam
petani pada setiap unit tersier. Disamping untuk tujuan agronomis, informasi ini sangat
penting untuk penyusunan rencana O&P musiman di dalam sistem jaringan yang
bersangkutan. Selama musim tanam, rencana ini harus diverifikasi dan penggunaan lahan
aktual ditetapkan. Informasi tentang pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit
tanaman, waktu pemakaian pupuk dan lain lain harus tersedia untuk staf O&P, yang mana
kemudian dapat menyesuaikan rencana O&P dan pengoperasian pintu air. Survai
penggunaan lahan adalah tugas dari staf penyuluhan pertanian bersama-sama dengan
P3A.

Produksi tanaman
Produksi tanaman adalah indikator yang terbaik dari keberhasilan pengoperasian
pintu air. Produksi tergantung pada banyak faktor di mana O&P hanya
merupakan salah satu faktor. Staf O&P harus selalu berkeinginan untuk
mengidentifikasi terjadinya perbedaan dalam produksi antara tempat yang satu
50

_________________________________________________
Kuliah Rawa

dengan tempat yang lain dalam satu sistem dan mencoba menganalisa apakah
hal ini berhubungan dengan adanya perbedaan dalam kondisi fisik, O&P dan
pengoperasian pintu air. Pemantauan produksi tanaman merupakan tugas dari
staf penyuluhan pertanian.
5.8

Evaluasi kinerja

Hasil pemantauan akan memberikan gambaran nyata dari fungsi sistem pada tingkatan
yang berbeda. Hasil ini dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi pilihan perbaikan
yang terbaik untuk suatu sistem yang spesifik. Dianjurkan untuk melakukan evaluasi
tahunan hasil pemantauan dan untuk menetapkan pilihan perbaikan. Dengan cara ini,
kinerja sistem perlahan-lahan akan meningkat dan petani akan memperoleh keuntungan
yang lebih besar dari lahannya.

DAFTAR RUJUKAN
Euroconsult/BIEC/TIA, 1996.
Telang and Saleh Agricultural Development Project
Drainage Development Component
Jakarta,Indonesia.
51

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Euroconsult/BIEC/TIA, 1996.
O&M Training Modules
Voleme 1A, 1B

Training Instuctor

Volume 2

Pengamat Pengairan

Volume 3

Juru Pengairan dan Pakarya

Volume 4

P3A, Kepala Desa,PPL.

Euroconsult/BIEC/TIA, 1996.
O&M Training Manuals
Voleme 1A, 1B

Training Instuctor

Volume 2

Pengamat Pengairan

Volume 3

Juru Pengairan dan Pakarya

Euroconsult/BIEC/TIA, 1996.
Manual O&M Lokakarya Staff Cabang Dinas Pengairan dan Kepala
Ranting Dinas Pengairan.
Euroconsult et al., 1998.
Pedoman O&P Jaringan Reklamasi Rawa Rantau Rasau, Propinsi Jambi.
Integrated Swamp Development Project. Jakarta, Indonesia.
FAO, 1982.

LAMPIRAN I CONTOH URAIAN TUGAS

Pengamat

52

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Pengamat bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan O&P sehari-hari pada


wilayah kerjanya. Dia harus bertempat tinggal di dalam atau sangat dekat
dengan wilayahnya. Tugas utamanya adalah untuk:
-

membimbing Juru Pengairan dan melakukan koordinasi dengan Pengamat


lainnya berkaitan dengan semua kegiatan O&P;

mengawasi seluruh pekerjaan pemeliharaan:

mengawasi perencanaan pengelolaan air dan pelaksanaannya;

mengidentifikasi kebutuhan pemeliharaan dan melaksanakan suvai kuantitas


pemeliharaan;

komunikasi dengan Dinas Kabupaten, dengan Pemerintah Daerah (tingkat


Camat) dan dengan instansi lainnya yang bekerja pada daerah yang sama.

Pada pertemuan mingguan dengan Juru Pengairan harus dibahas semua aspek
O&P di areal yang bersangkutan, dan harus memberikan pedoman dan instruksi
yang berkaitan dengan setiap masalah yang mungkin ditemukan. Dia harus
memiliki pengetahuan yang cukup tentang kondisi aktual tanah dan air di
wilayahnya, suatu pengertian tentang proses perkembangan tanah di lahan
rawa, dan dia harus mampu memberikan penjelasan tentang tujuan dari
pengelolaan air dalam hubungannya dengan perkembangan tanah dan
pertumbuhan tanaman.
Tugas dari Pengamat dalam pelaksanaan O&P adalah:
Umum:

a.

Bertanggung jawab pada kegiatan O&P sehari-hari di


wilayahnya;

b.

Pengadministrasian

dan

pembayaran

gaji

staf

Desa,

dan

lapangan dan pekerja;


c.

Koordinasi

dengan

Camat,

Kepala

perwakilan dari instansi terkait lainnya di wilayahnya


(Transmigrasi, Pertanian, Perkebunan dan lain-lain);
d.

Pemutahiran peta dan data inventarisasi;

53

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Pemeliharaan:

e.

Pengawasan lapangan terhadap semua kegiatan


pemeliharaan di wilayahnya;

f. Melaporkan

kebutuhan

pemeliharaan

berkala

dan

pemeliharaan darurat;
g. Melakukan

suvai

dan

kuantifikasi

pekerjaan

pemeliharaan yang direncanakan;


Operasi:

h. Memberikan pedoman dan instruksi terhadap pengelolaan air


dan pengoperasian pintu kepada Juru Pengairan;

Pemantauan:

i.

Mengumpulkan

dan

menganalisa

data

hasil

pemantauan;
j.

Melaporkan

hasil

pemantauan

kepada

Dinas

Kabupaten.
Juru Pengairan
Juru Pengairan dibantu oleh pekerja, adalah pelaksana sehari-hari pekerjaan O&P pada
jaringan sekunder. Dia harus dapat memberikan kepada petani yang tergabung dalam
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), pedoman pengelolaan air pada tingkat lahan
usaha tani dan pelaksanaan O&P prasarana jaringan tersier. Sangat penting untuk
melakukan kontak yang baik dan sering dengan masyarakat petani yang bersangkutan.
Tugas dari Juru Pengairan dalam pelaksanaan O&P adalah:
Umum:

a.

Membantu Pengamat dalam pemutahiran peta dan


sistem inventarisasi di wilayahnya;

Pemeliharaan:

b.

Membantu Pengamat dalam pengawasan

terhadap

semua kegiatan pemeliharaan;


e.

Melaporkan kebutuhan pemeliharaan berkala dan


pemeliharaan darurat;

f.

Membimbing petani dalam melaksankan pekerjaan


pemeliharaan pada jaringan tersier;

54

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Operasi:

e.

Bersama dengan P3A menetapkan strategi pengelolaan air,


menyusun Rencana Pengelolaan Air Musiman dan Target
Operasi Mingguan untuk seluruh bangunan air;

f.

Bertanggung jawab terhadap pengoperasian bangunan


sekunder;

g. Membimbing petani dalam pengoperasian bangunan air tersier


yang baik;
h.

Memberikan pedoman kepada petani dalam pembangunan


dan pengoperasian drainasi lapangan;

Pemantauan:

i.

Mengumpulkan data hasil pemantauan;

j.

Memberikan laporan kepada Pengamat.

Pakarya/Penjaga Pintu
a. Menerima target operasi mingguan dari P3A/Juru Pengairan;
b. Melaksanakan pengoperasian pintu harian sesuai dengan target operasi;
c. Mencatat operasi pintu aktual dalam formulir Operasi Pintu Air Mingguan;
d. Menyusun program pemeliharaan lokal sekitar bangunan air.

55

_________________________________________________
Kuliah Rawa

LAMPIRAN II CONTOH FORMULIR YANG DIGUNAKAN DALAM BUKU CATATAN PEMELIHARAAN


Kecamatan/ Sub Dinas:...
Kabupaten/ Dinas:..

Sistem Jaringan Rawa Pasang Surut:


No.

Tanggal
pelaporan

Saluran/Bangunan
Air:
jenis, jml, lokasi

Lahan yang
dilayani
saluran atau
bangunan air
4

Catatan:
Formulir ini diisi berdasarkan laporan lapangan.
Urutan Prioritas:
1 = mendesak
2 = penting
3 = kurang penting

Pekerjaan yang
akan
dilaksanakan

Volume

Total

Unit

Urutan
prioritas
8

Pelaksanaan
Tanggal

Kecamatan

Swakelola atau
Pemborong

10

11

Sumber: Pedoman Prosedur Pemeliharaan


Jaringan Irigasi, DJ. Pengairan, Oktober 1995

56

_________________________________________________
Kuliah Rawa

57

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Data Pengukuran Kecepatan Arus


Lokasi
Titik

: Sungai Sekanak
: SK 1

Tanggal

: 7 - 8 Februari 2004

Jam

14.00

15.00

16.00

Bacaan
Rambu (m)

1.15 P
2.90 T

1.05
2.80

0.96
2.72

Jumlah
Detik
(T)

Putaran
(N)

Kecepatan
Arus
(m/det)

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.30

15
15
15
15
15
15

0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0

1-1 air tenang

0.20
0.50
1.00
1.50
2.20

15
15
15
15
15

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

1-2 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.20

15
15
15
15
15
15

5
6
4
2
2
1

0.1
0.11
0.08
0.05
0.05
0.03

1-1 air keluar


2.4

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.10

15
15
15
15
15
15

8
6
5
4
5
4

0.15
0.11
0.1
0.08
0.1
0.08

1-2 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.50
2.10

15
15
15
15
15

5
6
5
3
3

0.0.1
0.11
0.1
0.07
0.07

1-1 air keluar


2.3

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00

15
15
15
15
15

6
7
6
5
2

0.11
0.13
0.11
0.1
0.05

1-2 air keluar


2.2

Kedalaman
alat (m)

Keterangan

2.5

2.4

2.3

17.00

18.00

19.00

20.00

21.00

0.91
2.65

0.85
2.60

0.76
2.50

0.68
2.43

0.57

0.20
0.50
1.00
1.50
2.05

15
15
15
15
15

8
8
8
6
4

0.15
0.15
0.11
0.08

1-1 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.50
1.95

15
15
15
15
15

15
14
11
9
6

0.26
0.25
0.19
0.16
0.11

1-2 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00

15
15
15
15
15

16
13
13
11
7

0.28
0.23
0.23
0.19
0.13

1-1 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.50
1.90

15
15
15
15
15

17
15
11
11
7

0.29
0.26
0.19
0.19
0.13

1-2 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.50
1.90

15
15
15
15
15

13
13
11
10
7

0.23
0.23
0.19
0.18
0.13

1-1 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.50
1.90

15
15
15
15
15

14
12
11
7
5

0.25
0.21
0.19
0.13
0.1

1-2 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.50
1.85

15
15
15
15
15

13
13
11
9
7

0.23
0.23
0.19
0.16
0.13

1-1 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.50
1.75

15
15
15
15
15

12
12
10
6
4

0.21
0.21
0.18
0.11
0.08

1-2 air keluar

0.20

15

10

0.18

1-1 air keluar

45

2.25

2.15

2.2

2.1

2.1

2.05

1.95

_________________________________________________
Kuliah Rawa

2.35

22.00

0.49
2.26

0.50
1.00
1.50
1.75

15
15
15
15

11
8
6
5

0.19
0.15
0.11
0.1

0.20
0.50
1.00
1.50
1.65

15
15
15
15
15

10
8
5
5
4

0.18
0.15
0.1
0.1
0.08

1-2 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.50
1.70

15
15
15
15
15

15
11
9
6
4

0.26
0.19
0.16
0.11
0.08

1-1 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.50
1.60

15
15
15
15
15

12
10
9
7
5

0.21
0.18
0.16
0.13
0.1

1-2 air keluar

0.20
0.50
0.75
1.00
1.60

15
15
15
15
15

10
9
8
8
6

0.18
0.16
0.15
0.15
0.11

0.20
0.50
1.00
1.50

15
15
15
15

8
6
6
5

0.15
0.11
0.11
0.1

1-2 air keluar


1.7

0.20
0.50
1.00
1.50

15
15
15
15

9
7
5
3

0.16
0.13
0.1
0.07

1-1 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.40

15
15
15
15

7
5
4
3

0.13
0.1
0.08
0.07

1-2 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.40

15
15
15
15

7
8
6
4

0.13
0.15
0.11
0.08

1-1 air keluar

0.20

15

0.11

1-2 air keluar

1.95

1.85

1.9

1.8

1-1 air keluar


23.00

24.00

1.00

0.40
2.18

3.32
2.10

0.24
2.00

46

1.8

1.7

1.6

1.6

_________________________________________________
Kuliah Rawa

2.00

0.16
1.90

3.00

0.10
1.84

4.00

0
1.74

0.50
1.00
1.30

15
15
15

5
3
3

0.1
0.07
0.07

0.20
0.50
1.00
1.20

15
15
15

9
7
5
5

0.16
0.13
0.1
0.1

1-1 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.20

15
15
15
15

6
5
3
2

0.11
0.1
0.07
0.06

1-2 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.25

15
15
15

7
6
5
5

0.13
0.11
0.1
0.1

1-1 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.15

15
15
15
15

6
4
4
3

0.11
0.08
0.08
0.07

1-2 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.15

15
15
15
15

5
5
4
3

9.1
0.1
0.08
0.07

1-1 air keluar

0.20
0.50
0.75
1.00

15
15
15
15

5
4
4
2

0.1
0.08
0.08
0.05

1-2 air keluar

0.20
0.50
0.75
1.05

15
15
15
15

7
6
5
2

0.13
0.11
0.1
0.05

1-1 air keluar

0.20
0.50
0.75
0.90

15
15
15
15

0
0
0
0

0.11
0.11
0.08
0.07

1-2 air keluar

0.20
0.50
0.75
1.00

15
15
15
15

0
0
0
0

0.05
0.03
0
0

1-1 air keluar

1.5

1.55

1.45

1.45

1.35

1.35

1.2

(0.03
5.00

)
1.64

6.00

0
1.64

47

1.25

1.1

1.2

_________________________________________________
Kuliah Rawa

7.00

8.00

9.00

10.00

11.00

0.15
1.90

0.43
2.20

0.72
2.50

0.94
2.70

1.04

0.20
0.50
0.75
0.90

15
15
15
15

0
0
0
0

0
0
0
0

1-2 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.25

15
15
15
15

0
0
0
0

0
0
0
0

1-1 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.15

15
15
15
15

0
0
0
0

0
0
0
0

1-2 air keluar

0.20
0.50
1.00
1.50

15
15
15
15

0
0
0
0

0.03
0.03
0.03
0.03

1-1 air masuk

0.20
0.50
1.00
1.40

15
15
15
15

2
2
1
1

0.05
0.05
0.03
0.03

1-2 air masuk

0.20
0.50
1.00
1.50
1.80

15
15
15

4
3
3
4
4

0.08
0.07
0.07
0.08
0.08

1-1 air masuk


2

0.20
0.50
1.00
1.50
1.70

15
15
15
15
15

2
4
3
4
4

0.05
0.08
0.07
0.08
0.08

1-2 air masuk

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00

15
15
15
15
15

4
3
2
5
4

0.08
0.07
0.05
0.1
0.08

1-1 air masuk

0.20
0.50
1.00
1.50
1.90

15
15
15
15
15

4
2
4
3
3

0.08
0.05
0.08
0.07
0.07

1-2 air masuk

0.20

15

0.11

1-1 air masuk

48

1.1

1.45

1.35

1.7

1.6

1.9

2.2

2.1

_________________________________________________
Kuliah Rawa

2.80

12.00

13.00

14.00

1.10
2.85

1.12
2.88

1.09
2.85

0.50
1.00
1.50
2.00
2.10

15
15
15
15
15

5
5
4
3
3

0.1
0.1
0.08
0.07
0.07

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00

15
15
15
15
15

4
4
5
4
4

0.08
0.08
0.1
0.08
0.08

1-2 air masuk

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.15

15
15
15
15
15
15

2
1
0
0
0
0

0.05
0.03
0
0
0
0

1-1 air masuk

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00

15
15
15
15
15

1
1
0
0
0

0.03
0.03
0.03
0
0

1-2 air masuk

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.15

15
15
15
15
15
15

0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0

1-1 air masuk

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00

15
15
15
15
15

0
0
0
0
0

0
0
0
0
0

1-2 air masuk

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.10

15
15
15
15
15
15

2
1
1
1
0
0

0.05
0.03
0.03
0.03
0
0

1-1 air masuk

0.20
0.50
1.00
1.50
1.90

15
15
15
15
15

1
1
1
0
0

0.03
0.03
0.03
0
0

1-2 air masuk

49

2.3

2.2

2.35

2.2

2.35

2.2

2.3

2.15

_________________________________________________
Kuliah Rawa

15.00

1.04
2.80

0.20
0.50
1.00
1.50
2.00
2.05

15
15
15
15
15
15

8
8
5
3
1
1

0.15
0.15
0.1
0.07
0.03
0.03

1-1 air masuk

0.20
0.50
1.00
1.50
1.85

15
15
15
15
15

4
3
5
2
1

0.08
0.07
0.1
0.05
0.03

1-2 air masuk

2.29

2.05

PENGUKURAN PASANG SURUT VERTIKAL

Lokas
i
Titik
Tanggal
No.

: Sungai Buah
: BH.1
: Jum'at 6 Februari 2004
Jam

Elevasi
(m)

Keterangan

Lembar ke 1

No
.

Jam
12.0
0
12.3
0
13.0
0
13.3
0
14.0
0
14.3
0
15.0
0
15.3
0
16.0
0
16.3
0

0.00
0.30
1.00
1.30
2.00
2.30
3.00
3.30
4.00
4.30

50

Elevasi
(m)
111.00
108.00
108.00
103.00
99.00
91.00
89.00
83.00
81.00
80.00

Keterangan
air masuk
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar

_________________________________________________
Kuliah Rawa

17.0
0
17.3
0
18.0
0
18.3
0
19.0
0
19.3
0
20.0
0
20.3
0
21.0
0
21.3
0
22.0
0
22.3
0
23.0
0
23.3
0

5.00
5.30
6.00

20.00

6.30

37.00

7.00

41.00

7.30

54.00

8.00

65.00

8.30

76.00

9.00

85.00

9.30
10.0
0
10.3
0
11.0
0
11.3
0

91.00
97.00
100.00
104.00
106.00

air tenang
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk

79.00
74.00
58.00
52.00
45.00
39.00
34.00
28.00
25.00
22.00
19.00
17.00
14.00
12.00

air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar

PENGUKURAN PASANG SURUT VERTIKAL

Lokas
i
Titik
Tanggal
No.

: Sungai Buah
: BH.1
: Sabtu 7 Februari 2004
Jam

Elevasi
(m)

0.00

8.00

0.30

4.00

1.00

3.00

1.30

1.00

2.00

Keterangan
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar

51

Lembar ke 2

No
.

Jam
12.0
0
12.3
0
13.0
0
13.3
0
14.0
0

Elevasi
(m)
110.00
110.00
109.00
107.00
105.00

Keterangan
air masuk
air tenang
air tenang
air keluar
air keluar

_________________________________________________
Kuliah Rawa

2.30

(3.00)

3.00

(5.00)

3.30

(6.00)

4.00

(7.00)

4.30

(8.00)

5.00

(9.00)

5.30

(6.00)

6.00

2.00

6.30

39.00

7.00

50.00

7.30

57.00

8.00

66.00

8.30

74.00

9.00

83.00

9.30
10.0
0
10.3
0
11.0
0
11.3
0

90.00
97.00
101.00
106.00
108.00

air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk

14.3
0
15.0
0
15.3
0
16.0
0
16.3
0
17.0
0
17.3
0
18.0
0
18.3
0
19.0
0
19.3
0
20.0
0
20.3
0
21.0
0
21.3
0
22.0
0
22.3
0
23.0
0
23.3
0

97.00
94.00
89.00
87.00
80.00
79.00
75.00
71.00
64.00
6.00
56.00
47.00
4.00
39.00
35.00
32.00
29.00
24.00
21.00

air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar

PENGUKURAN PASANG SURUT VERTIKAL

Lokas
i
Titik
Tanggal

: Sungai Buah
: BH.1
: Minggu 8 Februari
2004

Lembar ke 3

52

_________________________________________________
Kuliah Rawa

No.

Jam

Elevasi
(m)

0.00

16.00

0.30

12.00

1.00

7.00

1.30

2.00

2.00

2.30

(1.00)

3.00

(2.00)

3.30

(3.00)

4.00

(4.00)

4.30

5.00

4.00

5.30

9.00

6.00

14.00

Keterangan
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air keluar
air masuk
air masuk
air masuk
air masuk

6.30
7.00
7.30
8.00
8.30
9.00
9.30
10.0
0
10.3
0
11.0
0
11.3

53

No
.

Jam

Elevasi
(m)

Keterangan

12.0
0
12.3
0
13.0
0
13.3
0
14.0
0
14.3
0
15.0
0
15.3
0
16.0
0
16.3
0
17.0
0
17.3
0
18.0
0
18.3
0
19.0
0
19.3
0
20.0
0
20.3
0
21.0
0
21.3
0
22.0
0
22.3
0
23.0
0
23.3
_________________________________________________
Kuliah Rawa

References Cited
Cowardin, L.M., Carter, Virginia, Golet, F.C., and LaRoe, E.T., 1979,
Classification of wetlands and deepwater habitats of the United States: U.S. Fish
and Wildlife Service Report FWS/OBS-79/31, 131 p.

54

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Wetland Definitions and Classifications in the United


States
By Ralph W. Tiner, U.S. Fish and Wildlife Service
http://water.usgs.gov/nwsum/WSP2425/definitions.html
"Wetland" is a generic term for all the different kinds of wet habitats--implying
that it is land that is wet for some period of time, but not necessarily permanently wet.
Wetlands have numerous definitions and classifications in the United States as a result of
their diversity, the need for their inventory, and the regulation of their uses. This article
provides an overview of wetland definitions and classification systems of major wetland
types in the United States. It also introduces the U.S. Fish and Wildlife Service (FWS)
classification system (Cowardin and others, 1979) that is used throughout this volume.
Wetlands typically occur in topographic settings where surface water collects and (or)
ground water discharges, making the area wet for extended periods of time. Examples of
some of these topographic settings, and some common names for wetland types
associated with them are:

Depressions (swales, sloughs, prairie potholes, Carolina bays, playas, vernal


pools, oxbows, and glacial kettles)

Relatively flat depositional areas that are subject to flooding (intertidal flats and
marshes, coastal lowlands, sheltered embayments, shorelines, deltas, and flood
plains)

Broad, flat areas that lack drainage outlets (interstream divides and permafrost
muskegs)

Sloping terrain associated with springs, seeps, and drainageways; and relatively
flat or sloping areas adjacent to bogs and subject to expansion by accumulation of
peat

Open water bodies (floating mats and submersed beds)

Cross sections of some typical wetland landscapes and the position of the wetland
relative to specific topographic features are shown in figure 14.
All areas considered to be wetlands must have enough water at some time during the
year to stress plants and animals that are not adapted to life in water or saturated soils. A
variety of wetland plant communities and soil types have developed in the United States
because of regional differences in hydrologic regimes, climate, soil-forming processes,
and geologic settings. Consequently, many terms, such as "marsh," "bog," "fen,"
"swamp," "pocosin," "pothole," "playa," "salina," "vernal pool," "bottom-land hardwood
swamp," "river bottom," "lowland," and others are applied to different types of wetlands
across the country.

WETLAND DEFINITIONS
Wetlands have been defined for specific purposes, such as research studies,
general habitat classification, natural resource inventories, and environmental regulations.
Before the beginning of wetland-protection laws in the 1960's, wetlands were broadly
defined by scientists working in specialized fields (Lefor and Kennard, 1977). A
botanist's definition would emphasize plants; a soil scientist would focus on soil
properties; and a hydrologist's definition would emphasize fluctuations of the water table.
57

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Nonregulatory Definition
The FWS developed a nonregulatory, technical definition that could have several
uses, ranging from wetland protection to scientific investigations. This definition
emphasizes three important attributes of wetlands: (1) hydrology--the degree of flooding
or soil saturation; (2) vegetation--plants adapted to grow in water or in a soil or substrate
that is occasionally oxygen deficient due to saturation (hydrophytes); and (3) soils--those
saturated long enough during the growing season to produce oxygen-deficient conditions
in the upper part of the soil, which commonly includes the major part of the root zone of
plants (hydric soils) (Cowardin and others, 1979; Tiner, 1991). To supplement this
definition and to help identify wetlands in the United States, the FWS prepared a list of
wetland plants (Reed, 1988). In addition, the Soil Conservation Service 1 developed a list
of hydric soils (U.S. Soil Conservation Service, 1991).
On the basis of plant and soil conditions, wetlands typically fall into one of three
categories: (1) areas with hydrophytes and hydric soils (marshes, swamps, and bogs); (2)
areas without soils but with hydrophytes (aquatic beds and seaweed-covered rocky
shores); and (3) areas without soil and without hydrophytes (gravel beaches and tidal
flats) that are periodically flooded. The FWS definition generally does not include
permanent deep-water areas as wetlands. However, permanent shallow waters that
commonly support aquatic beds and emergent plants (erect, rooted, nonwoody plants that
are mostly above water) are classified as wetlands.

Regulatory Definitions as Compared to


Nonregulatory Definitions
In the 1960's and 1970's, State and Federal environmental laws gave some
protection to wetlands. On the basis of different interests to be protected, however, each
governing body developed a different definition of wetlands. Examples of some of these
definitions are given in table 2. Only wet soils vegetated with hydrophytes are considered
as wetlands by the three Federal agencies involved with regulation--the SCS, the U.S.
Environmental Protection Agency (EPA), and the U.S. Army Corps of Engineers (Corps).
The FWS uses a nonregulatory definition that is Broader and includes aquatic beds in
shallow freshwater and naturally nonvegetated areas. In the context of vegetated
wetlands, all four agency definitions are conceptually the same in that they include
hydrology, vegetation, and soils.
Most States have developed regulatory definitions to protect certain wetlands
from exploitation. Therefore, State definitions are much Broader than any of the Federal
definitions. The State definitions tend to emphasize the presence of certain plants for
identification purposes (table 2). However, the States did not produce a comprehensive
list of "wetland plant species," making it difficult to use vegetation consistently to
identify the limits of wetlands (Tiner, 1989 and 1993a).

58

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Table 2. Examples of wetland definitions used by Federal and State agencies in the
United States
Organization (reference)

Wetland definition

FEDERAL
U.S. Fish and Wildlife Service "Wetlands are lands transitional between terrestrial
(Cowardin and others, 1979)and aquatic systems where the water table is usually
at or near the surface or the land is covered by
shallow water. For the purposes of this classification
wetlands must have one or more of the following
three attributes: (1) at least periodically, the land
supports predominantly hydrophytes; (2) the substrate
is predominantly undrained hydric soil; and (3) the
substrate is nonsoil and is saturated with water or
covered by shallow water at some time during the
growing season of each year."
U.S. Army Corps of Engineers (33"Wetlands are those areas that are inundated or
CFR 328.3) U.S. Environmentalsaturated by surface or groundwater at a frequency
Protection Agency (40 CFR 230.3) and duration sufficient to support, and that under
normal circumstances do support, a prevalence of
vegetation typically adapted for life in saturated soil
conditions. Wetlands generally include swamps,
marshes, bogs, and similar areas."
U.S. Soil Conservation Service"Wetlands are defined as areas that have a
(National Food Security Act Manualpredominance of hydric soils and that are inundated
1988)or saturated by surface or ground water at a frequency
(The Act is commonly known asand duration sufficient to support, and under normal
the "Swampbuster")circumstances do support, a prevalence of
hydrophytic vegetation typically adapted for life in
saturated soil conditions, except lands in Alaska
identified as having high potential for agricultural
development and a predominance of permafrost
soils."
STATE
Connecticut"Wetlands mean land, including submerged land
(CT General Statutes, Sections 22a-36which consists of any of the soil types designated as
to 45,poorly drained, very poorly drained, alluvial, and
inclusive, 1972, 1987)floodplain by the National Cooperative Soils Survey,
as may be amended from time to time, by the Soil
Conservation Service of the United States Department
of Agriculture. Watercourses are defined as rivers,
streams, brooks, waterways, lakes, ponds, marshes,
swamps, bogs, and all other bodies of water, natural
or artificial, public or private."

59

_________________________________________________
Kuliah Rawa

Referensi :
1. Pedoman Teknsi Rawa
2.WayanSudana,PotensiLahanRawauntukPertanian,Balai
Pengkajiandan
PengembanganTeknologiPertanianBogor

Dalam pelaksanaannya, O&P dibagi menjadi dua kegiatan yaitu operasi dan
pemeliharaan, dan khususnya untuk pelaksanaan aturan pengoperasian diuraikan
dalam Volume II :

___________________________________________________________________________________________________________
Bahan Kuliah Rawa

60

Anda mungkin juga menyukai