Anda di halaman 1dari 2

Menggunakan Subkontraktor untuk

pembangunan fisik Property


By Ari Wibowo jin property

Sobat properti, kebiasaan saya selama ini adalah menunjuk subkontraktor untuk melaksanakan
pekerjaan pembangunan fisik di lapangan. Jarang banget kami mengerjakan sendiri secara
swakelola. Alasannya?
1. Alasan pertama adalah saya tidak suka punya team yang gemuk (banyak personil) jika harus
melakukan peran sebagai kontraktor. Kami punya divisi teknik hanya melaksanakan fungsi
administrasi dan supervisi saja. Misal; buka SPK, opname pekerjaan, pengawasan pelaksanaan
pekerjaan, dll.
2. Alasan kedua adalah supaya administrasi keuangan tidak repot. Jika anda juga menjalankan
fungsi kontraktor, maka aktivitas pembelian subject matter sifatnya bisa harian, dan
pembayaran tukang mesti secara mingguan. Repot banget jika setiap minggu mesti ada
pengeluaran, karena itu membuat job reguler kita jadi banyak dan melelahkan. Kalau menunjuk
subkontraktor, opname kita lakukan sebulan sekali, begitu juga pembayaran juga sebulan sekali
Memberikan pekerjaan kepada sub-kontraktor mungkin membuat biaya produksi anda lebih
mahal 10 s/d 15%, yang menjadi margin keuntungan kontraktor. Akan tetapi secara tidak
langsung membuat cashflow anda terbantu karena prosedur pengeluaran (pembayaran) hanya
sebulan sekali, bukan harian atau mingguan.
Repotnya adalah jika kontraktor anda kabur ditengah jalan, sehingga harus mencari kontraktor
pengganti. Konraktor kabur biasanya akibat problem inside mereka, atau kontraktor sudah tahu
bahwa jika proyek diteruskan bakalan rugi, sehingga mereka memilih kabur. Kenaikan harga
subject matter adalah alasan klasik yang membuat kontraktor kabur. Eskalasi harga material
memang momok menakutkan bagi kontraktor. Makanya saya sarankan bahwa jika estimasi
harga borongan saat ini (misalnya) Rp. 2.250.000,-/m2, saya sarankan agar dalam budgeting
anda menganggarkan Rp. 2.350.000,-/m2. Selisih Rp. a hundred.000,-/m2 anda pegang sebagai
security margin yang sewaktu-waktu bisa dilepas kepada kontraktor jika mereka benar-benar
kesulitan.

Salah satu masalah jika kita tunjuk subkontraktor ya seperti kasus diatas, dimana urusan-urusan
dengan suplier, tukang, dll yang seharusnya bukan porsi kita, terkadang kita kena imbasnya jika
kontraktor kita agak kacau manajemennya. Tapi hal seperti itu selalu selesai dan menang di
pihak kita koq, karena nyatanya kita tak ada hubungan hutang piutang dengan mereka. Yang
penting kewajiban kita dengan kontraktor beres sesuai bunyi kontrak.

Anda mungkin juga menyukai