Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

ABSES OTAK
TINJAUAN TEORI
I. PENGERTIAN
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak.
Abses ini dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari trauma intracranial atau
pembedahan, penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga, dan gigi (infeksi sinus
paranasal, otitis media, dan sepsis gigi), atau melalui penyebaran infeksi dari organ lain
(abses paru-paru, endokarditis infektif) dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan
dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak adalah komplikasi yang mningkat pada
pasien yang system imunnya disupresi baik karena terapi atau penyakit (Brunner & Suddart,
edisi 8, vol 3, 2002).
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak
(cermin dunia kedokteran, 1993).
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan
otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat
komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang
terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang
mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang
menerima transplantasi organ).
Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1)stadium serebritis dini
2)stadium serebritis lanjut
3)stadium pembentukan kapsul dini
4)stadium pembentukan kapsul lanjut

II. ETIOLOGI
Infeksi otak awalnya berasal dari penyebaran langsung bibit penyakit dari sumber
infeksi di daerah lain yang berdekatan dengan otak (seperti infeksi pada telinga tengah,

infeksi sinus, abses pada gigi) atau melalui peredaran darah yang berasal dari sumber infeksi
di seluruh tubuh. Masuknya kuman penyakit ke dalam jaringan otak dapat terjadi secara
langsung akibat trauma lesakkan (misalnya peluru yang menembuk otak) sehingga terjadi
pembentukkan abses. Abses otak juga dapat disebabkan karena tindakan pembedahan pada
otak dan trauma di daerah wajah. AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari
fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara
langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi.

III. PATOFISIOLOGI
Abses otak terjadi karena adanya invasi bakteri ke otak langsung, penyebaran infeksi
dari daerah lain, penyebaran infeksi dari organ lain. Dari faktor tersebut menyebabkan
infeksi/septikemia jaringan otak sehingga terjadi proses supurasi dari meningen yang
nantinya akan menyebabkan terjadinya ABSES OTAK. Manifestasi terjadinya abses otak iu
sendiri yaitu terjadinya pembentukan transudat eksudat (berupa cairan) dalam serebral,
sehingga menyebabkan edema serebral, cairan transudat dan eksudat jg dapat mengalir
melalui pembuluh darah sampai ke saluran nafas, cairan tersebut akan menumpuk dan
bergabung dengan mukosa sal. nafas, terjadilah penumpukan sekret. Selain terjadi
pembentukan transudat dan eksudat dari abses otak jg terjadi peningkatan tekanan intra
kranial yang dapat menekan area pengatur kesadaran (area mesensefalon), terjadi perubahan
tingkat kesadaran seperti letargi, perubahan perilaku, disorientasi dan fotofobia sampai
terjadi koma dan sistem motorik terganggu (kekuatan otot menurun). Disamping terjadi
penumpukan transudat dan eksudat, peningkatan tekanan intra kranial jg terjadi penekanan
area fokal yang akan menyebabkan kejang dan nyeri kepala.

IV.KOMPLIKASI
Komplikasi meliputi : retardasi mental, epilepsi, kelainan nerologik fokal yang lebih
berat. Komplikasi mi terjadi bila abses otak tidak sembuh sempurna.

V. MANIFESTASI KLINIS
Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak khas, terdapat gejala-gejala
infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial
berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi

khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial
dan gejala neurologik fokal.

Gejala sistemik : panas, malaise, menggigil, dan bradikardi

Gejala SSP non fokal : akibat kenaikan tekanan intra kranial (nyeri kepala, muntah,
gangguan kesadaran)

Gejala fokal SSP : tergantung lokalisasi abses (gangguan motorik, mental, sensorik,
kejang, ataksia)

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium
disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Foto polos kepala memperlihatkan tanda
peninggian tekanan intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi
ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses.
Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG
memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi
siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses
serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini,
pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif
noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat
diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada
daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain
mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic
Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih
cepat juga lebih akurat.

VII. PENATALAKSANAAN MEDIS


Pada umumnya terapi Abses otak meliputi pemberian antibiotik dan tindakan operatif
berupa eksisi (aspirasi), drainase dan ekstirpasi. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam
menentukan pemberian antibiotik, sebagai berikut:
1). Bila gejala klinik belum berlangsung lama (kurang dan 1 minggu) atau kapsul
belum terbentuk.
2). Sifat-sifat abses

a).Abses yang lokasinya jauh dalam jaringan otak merupakan kontraindikasi


operasi.
b). Besar abses.
c), Soliter atau multipel; pada abses multipel tidak dilakukanOperasi.
Pemilihan antibiotik didasarkan hasil pemeriksaan bakteriologik dan sensitivitas. Sebelum
ada hash pemeriksaan bakteriologik dapat diberikan antibiotik secana polifragmasi
ampisilin/penisilin dan kioramfenikol. Bila penyebabnya kuman anaerob dapat diberikan
metronidasol. Golongan sefalosporin generasi ke tiga dapat pula digunakan. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas.

TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN

1. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alas an klien untuk meminta bantuan
pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neorologis (kelemahan ekstermitas,
penurunan penglihatan, kejang).
a. Riwayat penyakit sekarang
Faktor penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman
penyebab.
b. Riwayan penyakit terdahulu
Pengkajian yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya huungan
atau

menjadi

presdiposisikeluhan

sekarang

meliputi

pernahkah

klien

mengalami riwayat trauma langsung dari trauma intracranial atau pembedahan


atau infeksi dari daerah lain.
2. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien dengan abses otak meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien. Malakuakn pengkajian secara menyeluruh dengan
klien,member pertanyaan dan pengawasan untuk menentukan kelayakan emosi dan
pikiran. Sedangkan pengkajian dalam mekanisme koping yang secara sadar biasa
digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan
masalah kesehatan saat ini yang tela diketahui dan perubahan perilaku akibat stress.
Karena klien harus dirawat inap maka keadaan ini juga bisa mempengruhi status
ekonomi klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sebaiknya sebaiknya dilakuakn persistem (B1-B6) dengan focus
pada pemeriksaan b3 (Brain) yang terarah dihubungkan dengan keluhan dari klien
dimulai dari TTV. Peningkatan suhu pada klien abses otak 38-41 derajat celcius.
Keadaan ini karena terjadinya inflamasi dan proses supurasi di jaringan otak.
Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila
disertai peningkatan frekuensi pernafasan seing berhubungan dengan peningkatan laju

metabolism dan terjadi infeksi pada system pernfasansebelum mengalami abses otak.
TD normal atau meningkat berhubungan dengan peningkatan TIK.

B1 (Braething)
Inspeksi kemampuan klien batuk, produksi sputum , sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan dan gangguan pada system pernapasan.
Palpasi thoraks untuk menilai taktil primitus, pada efusi pleura atau abses paru taktil

premitus akan menurun pada sisi yang sakit. auskultasi bunyi napas tambahan.
B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakuakn pada klien abses otak pada

tahap lanjut apabila klien sudah mengalami syok.


B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan focus dan lengkap dibandingkan system ang lain.

Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting
yang membutuhkan pengkajian. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien abses otak
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesdaran.
Fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara, dan
observasi ekspresi wajah serta aktivitas motorik yang pada klien bses otak tahap lanjut
mengalami perubahan pada status mental.
Pemeriksaan system cranial
Saraf I, tidak ada klien dan fungsi penciuman
Saraf II, pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada abses otak supuratif
disertai dengan abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya

peningkatan TIK.
Saraf III, IV, VI, pada tahap lanjut abses otak yang mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan ,tanpa alas an yang tidak

diketahui klien biasanya mengalami fotofobia.


Saraf V, VII, VII, IX, X, XI, XII, tida mengalami kelainan ataupun perubahan.
Sistem motorik
Kekuatan menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada abses otak tahap lanjut
mengalami perubahan sehingga klien mengalami kelemahan ekstermitas dan mengganggu
aktivitas sehari-hari.

Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, periosteum derajat
refleks respon normal.
Gerakan involunter
Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak
dengan abses otak disertai dengan peningkatan suhu,dan peningkatan TIK.
System sensorik
Pada system sensorik tidak pengalami perubahan.
4. Pemerikasaan Diagnostik
Menggunakan CT scan sangat baik dalam menentukan letak abses, setelah evolusi dan resolusi
lesi-lesi supuratif, dan dalam menetukan waktu yng optimal untuk dilaksanakan intervensi
pembedahan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Infeksi b/d invasi bakteri ke otak, penyabaran infeksi dari daerah lain dan organ lain.
2. Peningkatan tekanan intra kranial b/d desakan otak oleh karena adanya nanah pada jaringan
otak.

3. Perubahan perfusi jaringan otak b/d edema serebral.


4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret, kemampuan batuk menurun
akibat penurunan kesadaran.

5. Nyeri kepala b/d penekanan area fokal


6. Hipertermi b/d proses imflamasi pada otak, dan proses supurasi dari meningen.
7. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik.

8. Resiko cedera b/d kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran.
9. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular
10. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan otot
11. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran (koma)
12. Resiko Gangguan integritas kulit b/d bedrest total dalam keadan koma
13. Ansietas pada keluarga b/d kondisi pasien yang memburuk

C. INTERVENSI
Dx 1
infeksi b/d

Tujuan
Setelah

Intervensi
Rasional
1. Pantau suhu tubuh @ 4jam, 1. Mengidentifikasi

invasi

diberikan

bakteri ke

asuhan

dapat dicapai dan

otak,

keperawatan

penyimpanan

penyabaran

selama 3 x 24

sasaran

infeksi dari

jam diharapkan

diharapkan

daerah lain

infeksi teratasi

dan organ

dengan kriteria

mempengaruhi

lain.

hasil :

kesehatan umum dan

1. TTV dlm

menurunkan

hasil pemeriksaan leukosit.

2. Berikan nutrisi yang adekuat

kemajuan

yang
dari
yang

2. Malnutrisai

dapat

batas normal

ketahanan terhadap

(S=360-

infeksi

37,40C, N=

3. Berikan

antibiotic

60-

anjuran

dan

100x/menit,

keefektifannya

sesuai 3. Sebagai pencegahan


evaluasi

dan

pengobatan

infeksi

dan

TD=

mempercepat proses

120/80x/men

penyembuhan

it, RR=1620x/menit
2. Tanda-tanda
infeksi dapat
tertasi,
seperti kalor,
rubor, dolor,
tumor

dan

functilaesa.
3. Sel

darah

4. Kolaborasi dalam pemeriksaan 4. Mengetahui


darah lengkap

peningkatan leukosit

putih

4000-

10000/mm

Dx 2
Peningkatan

Tujuan
Setelah

tekanan intra

diberikan

situasi/keadaan

memprioritaskan

kranial b/d

asuhan

individu/penyebab

intervensi, mengkaji

desakan otak

keperawatan

koma/penurunan

selama 3 x 24

jaringan dan kemungkinan

tanda-tanda

jam diharapkan

penyebab peningkatan TIK.

kegagalan u/

oleh adanya
nanah pada
jaringan otak.

1.

Intervensi
Rasional
Kaji faktor penyebab dari 1. Deteksi dini u/

perfusi

status neurologi/

tidak terjadi

menentukan

peningkatan

perawatan

TIK pada klien

kegawatan

dengan kriteria

pembedahan.

hasil :
1. Klien tidak
gelisah.
2. Klien tidak

2.

Observasi tanda-tanda vital 2. Mengetahui adanya


tiap 4 jam.

peningkatan tekanan
darah darah,
bradikardi, disritmia,

mengeluh

dispnea, yang

nyeri kepala,

merupakan tanda

muntah

terjadinya

proyektil,

peningkatan TIK.

papiledema.

3.

Evaluasi pupil.

3. Reaksi pupil dan

3. GCS : 4, 5,

pergerakan kembali

6.

bola mata

4. TTV dlm

merupakan tanda

batas normal

dari gangguan saraf

(S=360-

jika batang otak

37,40C, N=

tergoyak.

60-

4.

100x/menit,

Monitor

temperatur

dan 4. Panas merupakan

pengaturan suhu lingkungan.

reflek daari

TD=

hipotalamus.

120/80x/men

Peningkatan

it, RR=16-

kebutuhan

20x/menit

metabolisme dan O2
akan menunjang
peningkatan TIK
5.

Kurangi rangsangan ekstra 5. Memberikan


dan berikan rasa nyaman

suasana yg tenang

seperti

dpt mengurangi

masase

lingkungan

punggung,

yang

tenang,

respons psikologi

sentuhan yang ramah dan

dan memberikan

suasana/pembicaraan

istirahat u/

yang

tidak gaduh.

mempertahankan
TIK yg rendah.

6.

Bantu

pasien

jika

batuk, 6. Aktivitas ini dapat

muntah.

meningkatkan
intratorakal dan
intraabdominal yg
dpt meningkatkan
TIK.

7.

Berikan
klien

penjelasan
(jika

sadar)

pada 7. Meningkatkan kerja


dan

sama dlm

keluarga tentang sebab-akibat

meningkatkan

TIK meningkat.

perawatan dan
mengurangi
kecemasan pasien.

8.

Observasi tingkat kesadaran 8. Perubahan


dengan GCS.

kesadaran
menunjukan
peningkatan TIK
dan berguna
menentukan
perkembangan
penyakit.
9. Menurunkan

Kolaborasi :

hipoksemia dpt

9.

meningkatkan

Pemberian O2 sesuai indikasi

vasodilatasi serebri,
volume darah dan
menurunkan TIK
10.Pemberian intravena
dpt menurunkan TIK
10. Berikan cairan intravena
sesuai

dengan

diindikasikan.

yang

Dx 3
Gangguan

Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan 1. Monitor klien dengan ketat 1. Untuk
mencegah

perfusi

asuhan

terutama

setelah

jaringan

keperawatan

pungsi.

Anjurkan

lumbal
klien

nyeri kepala yang


menyertai

b/d edema selama 2x24 jam

berbaring minimal 4-6 jam

perubahan tekanan

serebral.

setelah lumbal pungsi.

intrakranial.

diharapkan
perfusi

jaringan

otak
optimal

secara 2. Monitor
dengan

tanda-tanda 2. Untuk

peningkatan

tekanan

mendeteksi

tanda-tanda

syok,
harus

kriteria hasil:

intrakranial selama perjalanan

yang

1. Tingkat

penyakit (nadi lambat, tekanan

dilaporkan

kesadaran

darah meningkat, kesadaran

dokter

meningkat

menurun,

intervensi awal.

menjadi sadar.

refleks

2. Disorientasi

napas
pupil

irreguler,

ke
untuk

menurun,

kelemahan).

negatif.
3. Konsentrasi

3. Monitor tanda-tanda vital dan 3. Perubahan-

baik.

neurologis tiap 5-30 menit.

perubahan

4. Perfusi

Catat dan laporkan segera

menandakan

perubahan-perubahan tekanan

perubahan tekanan

intrakranial ke dokter.

intrakranial

jaringan

dan

oksigenasi
baik.

penting

5. Tanda-tanda
vital
batas
(Suhu=

36,5-

37,40C,

Nadi

=60-100

mencegah

peningkatan

anjurkan untuk tirah baring.

tekanan
intrakranial.

5. Tinggikan sedikit kepala klien 5. Untuk mengurangi


dengan

RR=16-20

gerakan yang tiba-tiba dan

x/menit,

tidak perlu dari kepala dan

TD=80/120mm

leher, hindari fleksi leher.

Hg).
dihindari.

dan
untuk

atau gerakan-gerakan klien,

x/menit,

6. Syok

ada

intervensi awal.

dalam 4. Hindari posisi tungkai ditekuk 4. Untuk


normal

ini

hati-hati,

cegah

6. Bantu seluruh aktivitas dan


dapat

gerakan-gerakan klien. Beri


petunjuk untuk BAB (jangan
enema). Anjurkan klien untuk
menghembuskan napas dalam
bila miring dan bergerak di

tekanan
intrakranial.

6. Untuk

mencegah

keregangan
yang
menimbulkan
peningkatan
tekanan
intrakranial.

otot
dapat

Dx 4
Ketidakefek

Tujuan
Setelah

Intervensi
Rasional
1. Monitor fungsi paru, adanya 1. Memantau

tifan

diberikan

bunyi

bersihan

asuhan

perubahan

napas

tambahan,
irama

dan

dan

mengatasi
komplikasi potensial.

jalan nafas keperawatan

kedalaman, penggunaan otot-

Pengkajian

fungsi

berhubunga

otot

pernapasan

dengan

selama 3 x 24

dengan jam diharapkan

aksesori,

warna,

kekentalan sputum.

dan

interval yang teratur

akumulasi

saluran

napas

adalah

penting

sekret

pasien

bersih,

karena

pernapasan

meningkat.

dengan

kriteria

yang

hasil:
1.

dan
Pasien

efektif
adanya

kegagalan,

akibat

dapat

adanya

mengeluark

atau paralisis pada

an sekret.

otot-otot

interkostal

dan

diafragma

2.

Secara

kelemahan

subjektif

berkembang dengan

sesak napas

cepat.

(-)
3.

2. Atur
Frekuens

posisi

fowler

semifowler.

dan 2. Peninggian
tempat
memudahkan

20 x/menit.

pernapasan,

Tidak

kepala
tidur

i napas 164.

meningkatkan

menggunak

ekspansi dada, dan

an

meningkatkan batuk

otot

bantu
napas.
5.

tidak

lebih efektif.
3. Ajarkan cara batuk efektif.

3. Klien berada pada

Tidak

risiko

terdengar

tidak

tinggi
dapat

bila
batuk

6.

suara napas

dengan efektif untuk

tambahan

membersihkan jalan

ronchi,

napas dan mengalami

mengi.

kesulitan

dalam

menelan,

sehingga

Batuk
pada pasien

menyebabkan

berkurang,

aspirasi saliva dan

dan pasien

mencetuskan

dapat

napas akut.

mendemons

4. Penuhi hidrasi cairan via oral 4. Pemenuhan

gagal
cairan

trasikan

seperti minum air putih dan

dapat mengencerkan

cara

pertahankan

mukus yang kental

batuk

efektif.

asupan

cairan

2500 ml/hari.

dan dapat membantu


pemenuhan

cairan

yang banyak keluar


dari tubuh.
5. Lakukan

fisioterapi

dada; 5. Terapi

vibrasi dada.

fisik

dada

membantu
meningkatkan batuk
lebih efektif.

6. Lakukan pengisapan lendir di 6. Pengisapan mungkin


jalan napas.

diperlukan

untuk

mempertahankan
kepatenan

jalan

napas menjadi bersih.


7. Mukolitik
7. Kolaborasi

dengan

dokter

dalam pemberian mukolitik.

Dx 5

Tujuan

Intervensi

dapat

membantu memecah
mukus yang berlebih.

Rasional

Nyeri
kepala
iritasi

Dalam waktu
b/d 3x24 jam
keluhan nyeri

1. Usahakan

membuat

1. Menurunkan reaksi

lingkungan yang aman dan

terhadap rangsangan

tenang.

eksternal

atau

selaput dan berkurang /rasa

kesensitifan

jaringan

sakit terkendali

terhadap cahaya dan

otak

dengan kriteria

menganjurkan klien

hasil :
Klien dapat

untuk beristirahat.

tidur dengan

2. Kompres dingin (es) pada


kepala.

vasokontriksi

tenang
wajah rileks
klien

2. Dapat menyebabkan
pembuluh

darah

otak.
3. Lakukan

penatalaksanaan

3. Membantu

memverbalisas

nyeri dengan metode distraksi

menurunkan

ikan rasa sakit.

dan relaksasi nafas dalam.

(memutuskan)
stimulasi

sensasi

nyeri.
4. Lakukan latihan gerak aktif

4. Dapat

membantu

/pasif sesuai kondisi dengan

relaksasi

lembut dan hati-hati.

yang

otot-otot

tegang

dan

menurunkan
nyeri/rasa

tidak

nyaman.
5. Kolaborasi
analgetik.

pemberian

5. Mungkin diperlukan
untuk

menurunkan

rasa

sakit.

Catatan:

Narkotika

merupakan
kontraindikasi
karena
pada

berdampak
status

neurologis sehingga

sukar untuk dikaji

Dx 6
Hipertermi

Tujuan

Intervensi

Rasional

Setelah diberikan 1. Monitor tanda vital tiap 6 jam.

1. Indikator

b/d proses asuhan

mengetahui

inflamasi

keperawatan

hypertermi.

pada otak.

selama 3 x 24 2. Ajarkan
jam,

diharapkan

klien

untuk
status

pentingnya 2. Dalam

kondisi

mempertahankan cairan yang

demam

suhu tubuh pasien

adekuat

peningkatan

menurun dengan

liter/hari)

kriteria hasil :

dehidrasi, misalnya sari buah

memicu timbulnya

1. Suhu

2,5-3 liter/hari.

dehidrasi.

dalam

tubuh

(sedikitnya
untuk

2000

mencegah

evaporasi

yang

batas

normal

3. Berikan kompres hangat pada 3. Menghambat pusat

(36,5oC-

lipatan ketiak dan dahi.

37,5oC)
2. pasien

terjadi

simpatis

di

hipotalamus
sehingga

tidak

vasodilatasi

mengeluh

terjadi
kulit

dengan merangsang

panas

kelenjar
untuk

keringat
mengurangi

panas tubuh melalui


penguapan.
4. Anjurkan klien untuk memakai 4. Kondisi kulit yang
pakaian tipis yang menyerap

mengalami lembab

keringat.

memicu timbulnya
pertumbuhan jamur.
Juga

akan

mengurangi
kenyamanan klien,

mencegah
timbulnya

ruam

kulit.
5. Buka jendela, jika ada AC, 5. Proses
nyalakan AC

evaporasi,

radiasi,

konversi

dan konduksi
6. Kolaborasi

dalam

pemberian 6. Mempercepat

antipiretik.

penurunan

suhu

tubuh.

Dx 7
Perubahan

Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan 1. Observasi tekstur dan turgor 1. Mengetahui status

nutrisi

asuhan

kulit.

kurang dari keperawatan

nutrisi klien.

2. Observasi asupan dan keluaran.

2. Mengetahui

kebutuhan

selama 3x24 jam

keseimbangan

b/d

diharapkan nutrisi

nutrisi klien.

ketidakma

klien

mpuan

dengan

menelan

hasil:

terpenuhi 3. Tentukan
kriteria

kemampuan

klien 3. Untuk menetapkan

dalam mengunyah, menelan,

jenis

makanan

dan refleks batuk.

yang

akan

diberikan

pada

dan
keadaan
hipermetab
olik

1. Turgor

kulit

baik.
2. Berat

4. Kaji kemampuan klien dalam 4. Dengan mengkaji


badan

dapat
dipertahankan/
ditingkatkan.
3. Keinginan
makan

klien.
menelan, batuk, dan adanya

faktor-faktor

sekret.

tersebut

dapat

menentukan
kemampuan
menelan klien dan

klien

mencegah

risiko

meningkat.
4. Klien

aspirasi.

dapat 5. Auskultasi bising usus, amati 5. Fungsi

menghabiskan

penurunan atau hiperaktivitas

gastrointestinal

setengah porsi

bising usus.

bergantung

pada

kerusakan

otak.

Bising

usus

dari

makanan

yang disiapkan.
5. Asupan
masuk

dapat

menentukan

sesuai

respons pemberian

kebutuhan.

makan

6. Kemampuan
makan

atau

terjadinya

klien

komplikasi

meningkat.

misalnya

7. Terdapat

pada

ileus.

kemampuan

6. Lakukan oral higiene.

menelan.

6. Kebersihan mulut
merangsang nafsu
makan.

8. Hb

dan

albumin dalam
batas normal.

7. Letakkan posisi kepala lebih 7. Menurunkan risiko


tinggi pada waktu, selama dan

regurgitasi

sesudah makan.

aspirasi.

atau

8. Stimulasi bibir untuk menutup 8. Membantu dalam


dan membuka mulut secara

melatih

kembali

manual dengan menekan ringan

sensori

dan

diatas bibir/dibawah dagu jika

meningkatkan

dibutuhkan .

kontrol muskuler.

9. Letakkan makanan pada daerah 9. Memberikan


mulut yang tidak terganggu.

stimulasi

sensori

(termasuk

rasa

kecap) yang dapat


mencetuskan usaha
untuk menelan dan
meningkatkan

masukan.
10. Klien
10. Berikan

makan

dengan

dapat

berkonsentrasi

perlahan pada lingkungan yang

pada

tenang.

makan

mekanisme
tanpa

adanya
distraksi/gangguan
dari luar.
11. Menguatkan
11. Anjurkan klien menggunakan
sedotan meminum cairan.

otot

fasial dan dan otot


menelan

dan

menurunkan resiko
terjadinya
tersedak.
12. Meningkatkan
12. Ajarkan manajemen mencapai

kemampuan
menelan

kemampuan menelan.

dan

membantu
pemenuhan nutrisi
klien secara oral.
13. Dapat
13. Anjurkan

klien

untuk

meningkatkan

berpartisipasi dalam program

pelepasan endorfin

latihan/kegiatan.

dalam otak yang


meningkatkan
nafsu makan.
14. Memberikan

14. Kolaborasi dengan ahli gizi


dalam pemberian diet.

makanan
sesuai

yang
dengan

kondisi klien.

15. Kolaborasi dalam pemasangan


15. Memenuhi

NGT bila diperlukan.

kebutuhan

nutrisi

klien secara enteral


apabila klien tidak
mampu menelan.

Dx 8
Risiko

Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan 1. Monitor kejang pada tangan, 1. Gambaran

tinggi

asuhan

cedera

b/d keperawatan

kaki, mulut, dan otot-otot muka

iritabilitas

lainnya.

saraf

kesadaran

selama 2x24 jam

memerlukan

menurun

diharapkan

evaluasi

diharapkan risiko

sesuai

cidera

tidak

intervensi

terjadi

dengan

tepat

kriteria hasil:
1. Pasien

yang
dengan
yang
untuk

terjadinya

tidak

komplikasi.

cedera selama
perawatan.
2. Pasien tidak
mengalami

2. Tinggikan

pinggiran

tempat 2. Mencegah

tidur pasien.

jatuh dari tempat


lingkungan

yang 3. Melindungi

aman seperti batasan ranjang,


ada

pasien

tidur.
3. Persiapkan

cedera
kejang

pusat

mencegah

mengalami

ap[abila

sistem

papan
suction

pengaman,
selalu

dan

berada

alat
dekat

klien

bila kejang terjadi.

berulang.
3. Pasien

klien.
4. Jauhkan

terhindar dari
barang barang
yang membuat
risiko cedera.

alat

alat

yang 4. Menghindarkan

berpotensi menimbulkan bahaya

pasien

misalnya

tusuk/ gores.

gunting,

pisau,

dari

luka

barang pecah belah.


5. Pertahankan bedrest total selama 5. Mengurangi risiko
fase akut.

jatuh/cedera

jika

terjadi vertigo dan


ataksia.
6. Meminta

keluarga

untuk 6. Mengawasi pasien

mengawasi pasien.

bila

memerlukan

bantuan.
7. Kolaborasi

pemberian

terapi; 7. Untuk

diazepam, fenobarbital.

atau

mencegah
mengurangi

kejang.

Dx 9
Gangguan

Tujuan
Setelah

mobilitas

diberikan

fisik

b/d asuhan

kerusakan

klien dalam melakukan mobilitas

dasar

fisik.

melakukan

keperawatan

neuromusku selama
lar.

Intervensi
Rasional
1. Monitor tingkat kemampuan 1. Merupakan

3x24
mampu

melaksanakan
aktivitas
sesuai

fisik
dengan

untuk

intervensi
selanjutnya.

jam diharapkan 2. Monitor


Klien

data

gunakan

tingkat
skala

ketergantungan.

imobilisasi, 2. Tingkat
tingkat

ketergantungan
minimal

care

(hanya memerlukan
bantuan

minimal),

kemampuannya

partial

care

dengan kriteria

(memerlukan

hasil:

bantuan sebagian),

1. Tidak terjadi

dan

total

care

kontraktur

(memerlukan

sendi.

bantuan

2. Bertambahny
a

komplit

dari perawat dan

kekuatan

klien

otot.

yang

memerlukan

3. Klien

pengawasan khusus

menunjukkan

karena risiko cedera

tindakan

yang tinggi).

untuk

3. Ubah posisi klien tiap 2 jam.

3. Menurunkan resiko

meningkatkan

terjadinya

iskemia

mobilitas dan

jaringan

kemampuan

sirkulasi darah yang

fisik.

jelek pada daerah

akibat

yang tertekan.
4. Ajarkan klien untuk melakukan 4. Gerakan
latihan

gerak

aktif

pada

ekstrimitas yang tidak sakit.

aktif

memberikan massa,
tonus dan kekuatan
otot

serta

memperbaiki fungsi
jantung

dan

pernapasan.
5. Lakukan

gerak

pasif

pada 5. Otot volunter akan

ekstrimitas yang sakit.

kehilangan
dan
bila

tonus

kekuatannya
tidak

dilatih

untuk digerakkan.
6. Hindari

faktor

memungkinkan
trauma

pada

yang 6. Individu
terjadinya

saat

melakukan mobilisasi.

klien

paralisis

mempunyai
kemungkinan
mengalami

kompresi neuropati,
paling sering saraf
ulnar

dan

peritoneal. Bantalan
dapat di tempatkan
di siku dan kepala
fibula

untuk

mencegah

terjadi

masalah ini.
7. Sokong

ekstremitas

mengalami paralisis.

yang 7. Ekstremitas
paralisis

disokong

dengan

posisi

fungsional

dan

memberikan latihan
rentang

gerak

secara pasif paling


sedikit

dua

kali

sehari.
8. Monitor komplikasi gangguan 8. Deteksi
mobilitas fisik.

awal

trombosis

vena

profunda

dan

dekubitus sehingga
dengan

penemuan

yang

cepat

penanganan

lebih

mudah
dilaksanakan.
9. Kolaborasi
fisioterapis.

dengan

tim 9. Kolaborasi dengan


ahli
untuk

terapi

fisik

mencegah

deformitas

kontraktur

dengan

menggunakan
pengubahan posisi
yang hati-hati dan
latihan

rentang

gerak.

Dx 10

Tujuan

Intervensi

Rasional

Gangguan

Setelah diberikan 1. Monitor kemampuan aktivitas 1. Mengetahui

pemenuhan

asuhan

ADL

perawatan diri klien.

b/d keperawatan

kemampuan

klien

sehingga

dapat

kelemahan

selama 3x24 jam

membantu

otot.

diharapkan

perawatan diri klien

kebutuhan

yang

perawatan
klien

diri

dilakukan

terpenuhi

dengan

tidak

dapat
secara

mandiri.

kriteria 2. Hindarkan apa yang tidak dapat 2. Menghindari klien

hasil:
1. Klien

dapat

dilakukan klien dan bantu bila

dari keadaan cemas

perlu.

dan ketergantungan

menunjukkan

untuk

perubahan gaya

frustasi dan harga

hidup

diri klien rendah.

untuk

kebutuhan
merawat diri.
2. Klien

mampu

3. Beri

kesempatan

menolong

diri

untuk 3. Mengurangi
seperti

menggunakan kombinasi pisau

melakukan

garpu, sikat dengan pegangan

aktivitas

panjang,

perawatan diri

berpijak pada lantai atau ke

ekstensi

mencegah

untuk

ketergantungan.

sesuai

dengan

tingkat

toilet, kursi untuk mandi.


4. Monitor

kemampuan 4. Ketidakmampuan

kemampuan.

komunikasi

untuk

3. Mengidentifika

Kemampuan

BAK.

menggunakan

berkomunikasi
dengan

perawat

si

urinal, pispot. Antarkan ke

dapat menimbulkan

personal/masya

kamar

masalah

rakat

memungkinkan.

yang

mandi

bila

kondisi

pengosongan

dapat

kandung

kemih

membantu.

oleh

karena

masalah
neurogenik.
5. Identifikasi

kebiasaan

Anjurkn

minum

BAB. 5. Meningkatkan
dan

meningkatkan aktivitas.

latihan

dan

membantu
mencegah
konstipasi.

Kolaborasi :
1. Pemberian

supositoria

pelumas feses/pencahar.

dan 1. Pertolongan utama


terhadap

fungsi

usus atau defekasi.


2. Konsul

ke

dokter

okupasi.

terapi 2. Untuk
mengembangkan
terapi

dan

melengkapi
kebutuhan khusus.

Dx 11

Tujuan

Intervensi

Gangguan

Setelah diberikan 1. Tentukan

persepsi

asuhan

sensori b/d keperawatan

klien.

kondisi

Rasional
patologis 1. Untuk mengetahui
tipe dan lokasi yang
mengalami

kerusakan

selama 3x24 jam

gangguan,

sebagai

penerima

diharapkan

penetapan rencana

rangsangan

gangguan sensori

tindakan.

sensorik.

tidak

terjadi 2. Kaji kesadaran sensori, seperti 2. Penurunan

dengan

kriteria

hasil:

membedakan
tajam/tumpul,

1. Klien

dapat

panas/dingin,
posisi

bagian

tubuh/otot, rasa persendian.

kesadaran terhadap
sensorik

dan

perasaan

kinetik

mempertahan

berpengaruh

kan

terhadap

tingakat

kesadaran dan

keseimbangan/posis

fungsi

persepsi.

dari gerakan yang

2. Klien

dan

kesesuaian

mengganggu

mengakui

ambulasi,

perubahan

meningkatkan

dalam

resiko

kemampuan

trauma.

terjadinya

untuk meraba 3. Berikan stimulasi terhadap rasa 3. Melatih


merasa

dan

melihat.
3. Klien

dapat

kembali

sentuhan, seperti memberikan

jaras sensorik untuk

klien

mengintegrasikan

suatu

menyentuh,

benda
meraba.

untuk
Biarkan

persepsi

dan

menunjukkan

klien menyentuh dinding atau

intepretasi

diri.

perilaku untuk

batas-batas lainnya.

Membantu

klien

mengkompens

untuk

asi

mengorientasikan

terhadap

perubahan

bagian dirinya dan

sensori.

kekuatan

4. Klien

dapat

daerah

mempertahan
kan
mental/orienta

dari
yang

terpengaruh.
4. Lindungi klien dari suhu yang 4. Meningkatkan
berlebihan,

kaji

adanya

keamanan klien dan

si umum.
5.

Komplikasi

lindungan

yang

berbahaya.

Anjurkan

pada

klien

dan

sensori dapat

keluarga

untuk

diminimalkan.

pemeriksaan terhadap suhu air

menurunkan resiko
terjadinya trauma.

melakukan

dengan tangan yang normal.

5. Anjurkan

klien

untuk 5. Penggunaan

mengamati kaki dan tangannya

stimulasi

bila perlu dan menyadari posisi

penglihatan

bagian tubuh yang sakit. Buatlah

sentuhan membantu

klien sadar akan semua bagian

dalan

tubuh yang terabaikan seperti

mengintegrasikan

stimulasi sensorik pada daerah

sisi yang sakit.

yang

sakit,

membawa

area

latihan
yang

dan

yang
sakit

melewati garis tengah, ingatkan


individu untuk merawat sisi
yang sakit.
6. Hilangkan kebisingan/stimulasi 6. Menurunkan
eksternal yang berlebihan.

ansietas dan respon


emosi

yang

berlebihan/kebingu
ngan

yang

berhubungan
dengan

sensori

berlebih.
7. Lakukan

validasi

persepsi klien.

terhadap 7. Membantu

klien

untuk
mengidentifikasi
ketidak konsistenan

dari persepsi dan


integrasi stimulus.

Dx 12
Resiko

Tujuan
Setelah diberikan

Gangguan

asuhan

untuk sabun mandi saat mandi

antiseptic

integritas

keperawatan

dan masase sesudah mandi.

dapat

kulit b/d

selama 1x24 jam

menghilangkan

diharapkan klien

kuman dan kotoran

dapat

pada kulit sehingga

bedrest total
dalam
keadan koma

Intervensi
1. Kerjasama dengn

Rasional
keluarga 1. Sabun mengandung

sembuh

tanpa komplikasi

kulit

dengan

tetap lembab.

kriteria

hasil:
1. Kulit bersih

2. Pelihara

kebersihan

kerapian linen setiap hari.

yang

bersih

dan

dan 2. Linen yang bersih


dan

rapi

dan

mengurangi resiko

kelembaban

kerusakan kulit dan

cukup
2. Kulit tidak

mencegah
masuknya

berwarna
merah
3. Kulit pada
bokong tidak
terasa ngilu

mikroorganisme
3. Merubah posisi pasien setiap 3. Mencegah
3-4 jam sekali (mika miki)

penekanan

yang

terlalu lama yang


dapat menyebabkan
iritasi.

Dx 13

Tujuan

Intervensi

Rasional

Ansietas

Setelah diberikan 1. Bantu klien mengekspresikan

1. Cemas

b/d

asuhan

perasaan marah, kehilangan,

berkelanjutan

prognosis

keperawatan

dan takut.

memberikan

penyakit

selama 1x24 jam

dampak

yang buruk. diharapkan

serangan

jantung

kecemasan pasien

selanjutnya.

berkurang dengan 2. Kaji

tanda

verbal

dan

kriteria hasil:

nonverbal

1. Mengenal

dampingi klien, dan lakukan

dapat menunjukan

tindakan

rasa agitasi, marah,

perasaannya.
2. Dapat

mengidentifikas

kecemasan,

2. Reaksi

bila

menunjukan

perilaku merusak.

verbal/nonverbal

dan gelisah.

3. Hindari konfrontasi.

3. Konfrontasi dapat

i penyebab atau

meningkatkan rasa

faktor yang

marah,

mempengaruhin

menurunkan kerja

ya

sama, dan mungkin


memperlambat
penyembuhan.
4. Mulai

melakukan

tindakan

4. Mengurangi

untuk mengurangi kecemasan.

rangsangan

Beri lingkungan yang tenang

eksternal

dan suasana penuh istirahat.

tidak perlu.

5. Tingkatkan
klien.

kontrol

sensasi

yang

5. Kontrol

sensasi

klien (dan dalam


menurunkan
ketakutan) dengan
cara

memberikan

informasi

tentang

keadaan

klien,

menekankan pada
penghargaan
terhadap

sumber-

sumber

koping

(pertahanan
yang

diri),
positif,

membantu latihan
relaksasi,

dan

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah langkah ke empat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan rencana tindakan yang mencakup
tindakan mandiri, kolaborasi dan delegasi.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi pada pasien dengan abses
otak adalah :
1. Infeksi teratasi
2. Peningkatan TIK tidak terjadi
3. Perfusi jaringan otak klien kembali normal.
4. Saluran napas klien bersih.
5. Nyeri klien berkurang atau rasa sakit terkendali.
6. Suhu tubuh pasien dalam batas normal.
7. Nutrisi klien terpenuhi.
8. Klien tidak mengalami cedera.
9. Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
10. Gangguan sensori tidak terjadi.
11. Perawatan diri klien terpenuhi.
12. Tidak terjadi gangguan integritas kulit (dekubitus)
13. Ansietas klien berkurang atau hilang.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis


Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : Jakarta
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai