ABSES OTAK
TINJAUAN TEORI
I. PENGERTIAN
Abses otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius dalam jaringan otak.
Abses ini dapat terjadi melalui invasi otak langsung dari trauma intracranial atau
pembedahan, penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga, dan gigi (infeksi sinus
paranasal, otitis media, dan sepsis gigi), atau melalui penyebaran infeksi dari organ lain
(abses paru-paru, endokarditis infektif) dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan
dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak adalah komplikasi yang mningkat pada
pasien yang system imunnya disupresi baik karena terapi atau penyakit (Brunner & Suddart,
edisi 8, vol 3, 2002).
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak
(cermin dunia kedokteran, 1993).
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan
otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat
komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang
terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang
mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang
menerima transplantasi organ).
Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1)stadium serebritis dini
2)stadium serebritis lanjut
3)stadium pembentukan kapsul dini
4)stadium pembentukan kapsul lanjut
II. ETIOLOGI
Infeksi otak awalnya berasal dari penyebaran langsung bibit penyakit dari sumber
infeksi di daerah lain yang berdekatan dengan otak (seperti infeksi pada telinga tengah,
infeksi sinus, abses pada gigi) atau melalui peredaran darah yang berasal dari sumber infeksi
di seluruh tubuh. Masuknya kuman penyakit ke dalam jaringan otak dapat terjadi secara
langsung akibat trauma lesakkan (misalnya peluru yang menembuk otak) sehingga terjadi
pembentukkan abses. Abses otak juga dapat disebabkan karena tindakan pembedahan pada
otak dan trauma di daerah wajah. AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari
fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara
langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi.
III. PATOFISIOLOGI
Abses otak terjadi karena adanya invasi bakteri ke otak langsung, penyebaran infeksi
dari daerah lain, penyebaran infeksi dari organ lain. Dari faktor tersebut menyebabkan
infeksi/septikemia jaringan otak sehingga terjadi proses supurasi dari meningen yang
nantinya akan menyebabkan terjadinya ABSES OTAK. Manifestasi terjadinya abses otak iu
sendiri yaitu terjadinya pembentukan transudat eksudat (berupa cairan) dalam serebral,
sehingga menyebabkan edema serebral, cairan transudat dan eksudat jg dapat mengalir
melalui pembuluh darah sampai ke saluran nafas, cairan tersebut akan menumpuk dan
bergabung dengan mukosa sal. nafas, terjadilah penumpukan sekret. Selain terjadi
pembentukan transudat dan eksudat dari abses otak jg terjadi peningkatan tekanan intra
kranial yang dapat menekan area pengatur kesadaran (area mesensefalon), terjadi perubahan
tingkat kesadaran seperti letargi, perubahan perilaku, disorientasi dan fotofobia sampai
terjadi koma dan sistem motorik terganggu (kekuatan otot menurun). Disamping terjadi
penumpukan transudat dan eksudat, peningkatan tekanan intra kranial jg terjadi penekanan
area fokal yang akan menyebabkan kejang dan nyeri kepala.
IV.KOMPLIKASI
Komplikasi meliputi : retardasi mental, epilepsi, kelainan nerologik fokal yang lebih
berat. Komplikasi mi terjadi bila abses otak tidak sembuh sempurna.
V. MANIFESTASI KLINIS
Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak khas, terdapat gejala-gejala
infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial
berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi
khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial
dan gejala neurologik fokal.
Gejala SSP non fokal : akibat kenaikan tekanan intra kranial (nyeri kepala, muntah,
gangguan kesadaran)
Gejala fokal SSP : tergantung lokalisasi abses (gangguan motorik, mental, sensorik,
kejang, ataksia)
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alas an klien untuk meminta bantuan
pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neorologis (kelemahan ekstermitas,
penurunan penglihatan, kejang).
a. Riwayat penyakit sekarang
Faktor penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman
penyebab.
b. Riwayan penyakit terdahulu
Pengkajian yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya huungan
atau
menjadi
presdiposisikeluhan
sekarang
meliputi
pernahkah
klien
metabolism dan terjadi infeksi pada system pernfasansebelum mengalami abses otak.
TD normal atau meningkat berhubungan dengan peningkatan TIK.
B1 (Braething)
Inspeksi kemampuan klien batuk, produksi sputum , sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan dan gangguan pada system pernapasan.
Palpasi thoraks untuk menilai taktil primitus, pada efusi pleura atau abses paru taktil
premitus akan menurun pada sisi yang sakit. auskultasi bunyi napas tambahan.
B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakuakn pada klien abses otak pada
Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting
yang membutuhkan pengkajian. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien abses otak
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesdaran.
Fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara, dan
observasi ekspresi wajah serta aktivitas motorik yang pada klien bses otak tahap lanjut
mengalami perubahan pada status mental.
Pemeriksaan system cranial
Saraf I, tidak ada klien dan fungsi penciuman
Saraf II, pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada abses otak supuratif
disertai dengan abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK.
Saraf III, IV, VI, pada tahap lanjut abses otak yang mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan ,tanpa alas an yang tidak
Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, periosteum derajat
refleks respon normal.
Gerakan involunter
Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak
dengan abses otak disertai dengan peningkatan suhu,dan peningkatan TIK.
System sensorik
Pada system sensorik tidak pengalami perubahan.
4. Pemerikasaan Diagnostik
Menggunakan CT scan sangat baik dalam menentukan letak abses, setelah evolusi dan resolusi
lesi-lesi supuratif, dan dalam menetukan waktu yng optimal untuk dilaksanakan intervensi
pembedahan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Infeksi b/d invasi bakteri ke otak, penyabaran infeksi dari daerah lain dan organ lain.
2. Peningkatan tekanan intra kranial b/d desakan otak oleh karena adanya nanah pada jaringan
otak.
8. Resiko cedera b/d kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran.
9. Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular
10. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan otot
11. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran (koma)
12. Resiko Gangguan integritas kulit b/d bedrest total dalam keadan koma
13. Ansietas pada keluarga b/d kondisi pasien yang memburuk
C. INTERVENSI
Dx 1
infeksi b/d
Tujuan
Setelah
Intervensi
Rasional
1. Pantau suhu tubuh @ 4jam, 1. Mengidentifikasi
invasi
diberikan
bakteri ke
asuhan
otak,
keperawatan
penyimpanan
penyabaran
selama 3 x 24
sasaran
infeksi dari
jam diharapkan
diharapkan
daerah lain
infeksi teratasi
dan organ
dengan kriteria
mempengaruhi
lain.
hasil :
1. TTV dlm
menurunkan
kemajuan
yang
dari
yang
2. Malnutrisai
dapat
batas normal
ketahanan terhadap
(S=360-
infeksi
37,40C, N=
3. Berikan
antibiotic
60-
anjuran
dan
100x/menit,
keefektifannya
dan
pengobatan
infeksi
dan
TD=
mempercepat proses
120/80x/men
penyembuhan
it, RR=1620x/menit
2. Tanda-tanda
infeksi dapat
tertasi,
seperti kalor,
rubor, dolor,
tumor
dan
functilaesa.
3. Sel
darah
peningkatan leukosit
putih
4000-
10000/mm
Dx 2
Peningkatan
Tujuan
Setelah
tekanan intra
diberikan
situasi/keadaan
memprioritaskan
kranial b/d
asuhan
individu/penyebab
intervensi, mengkaji
desakan otak
keperawatan
koma/penurunan
selama 3 x 24
tanda-tanda
jam diharapkan
kegagalan u/
oleh adanya
nanah pada
jaringan otak.
1.
Intervensi
Rasional
Kaji faktor penyebab dari 1. Deteksi dini u/
perfusi
status neurologi/
tidak terjadi
menentukan
peningkatan
perawatan
kegawatan
dengan kriteria
pembedahan.
hasil :
1. Klien tidak
gelisah.
2. Klien tidak
2.
peningkatan tekanan
darah darah,
bradikardi, disritmia,
mengeluh
dispnea, yang
nyeri kepala,
merupakan tanda
muntah
terjadinya
proyektil,
peningkatan TIK.
papiledema.
3.
Evaluasi pupil.
3. GCS : 4, 5,
pergerakan kembali
6.
bola mata
4. TTV dlm
merupakan tanda
batas normal
(S=360-
37,40C, N=
tergoyak.
60-
4.
100x/menit,
Monitor
temperatur
reflek daari
TD=
hipotalamus.
120/80x/men
Peningkatan
it, RR=16-
kebutuhan
20x/menit
metabolisme dan O2
akan menunjang
peningkatan TIK
5.
suasana yg tenang
seperti
dpt mengurangi
masase
lingkungan
punggung,
yang
tenang,
respons psikologi
dan memberikan
suasana/pembicaraan
istirahat u/
yang
tidak gaduh.
mempertahankan
TIK yg rendah.
6.
Bantu
pasien
jika
muntah.
meningkatkan
intratorakal dan
intraabdominal yg
dpt meningkatkan
TIK.
7.
Berikan
klien
penjelasan
(jika
sadar)
sama dlm
meningkatkan
TIK meningkat.
perawatan dan
mengurangi
kecemasan pasien.
8.
kesadaran
menunjukan
peningkatan TIK
dan berguna
menentukan
perkembangan
penyakit.
9. Menurunkan
Kolaborasi :
hipoksemia dpt
9.
meningkatkan
vasodilatasi serebri,
volume darah dan
menurunkan TIK
10.Pemberian intravena
dpt menurunkan TIK
10. Berikan cairan intravena
sesuai
dengan
diindikasikan.
yang
Dx 3
Gangguan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan 1. Monitor klien dengan ketat 1. Untuk
mencegah
perfusi
asuhan
terutama
setelah
jaringan
keperawatan
pungsi.
Anjurkan
lumbal
klien
perubahan tekanan
serebral.
intrakranial.
diharapkan
perfusi
jaringan
otak
optimal
secara 2. Monitor
dengan
tanda-tanda 2. Untuk
peningkatan
tekanan
mendeteksi
tanda-tanda
syok,
harus
kriteria hasil:
yang
1. Tingkat
dilaporkan
kesadaran
dokter
meningkat
menurun,
intervensi awal.
menjadi sadar.
refleks
2. Disorientasi
napas
pupil
irreguler,
ke
untuk
menurun,
kelemahan).
negatif.
3. Konsentrasi
baik.
perubahan
4. Perfusi
menandakan
perubahan-perubahan tekanan
perubahan tekanan
intrakranial ke dokter.
intrakranial
jaringan
dan
oksigenasi
baik.
penting
5. Tanda-tanda
vital
batas
(Suhu=
36,5-
37,40C,
Nadi
=60-100
mencegah
peningkatan
tekanan
intrakranial.
RR=16-20
x/menit,
TD=80/120mm
Hg).
dihindari.
dan
untuk
x/menit,
6. Syok
ada
intervensi awal.
ini
hati-hati,
cegah
tekanan
intrakranial.
6. Untuk
mencegah
keregangan
yang
menimbulkan
peningkatan
tekanan
intrakranial.
otot
dapat
Dx 4
Ketidakefek
Tujuan
Setelah
Intervensi
Rasional
1. Monitor fungsi paru, adanya 1. Memantau
tifan
diberikan
bunyi
bersihan
asuhan
perubahan
napas
tambahan,
irama
dan
dan
mengatasi
komplikasi potensial.
Pengkajian
fungsi
berhubunga
otot
pernapasan
dengan
selama 3 x 24
aksesori,
warna,
kekentalan sputum.
dan
akumulasi
saluran
napas
adalah
penting
sekret
pasien
bersih,
karena
pernapasan
meningkat.
dengan
kriteria
yang
hasil:
1.
dan
Pasien
efektif
adanya
kegagalan,
akibat
dapat
adanya
mengeluark
an sekret.
otot-otot
interkostal
dan
diafragma
2.
Secara
kelemahan
subjektif
berkembang dengan
sesak napas
cepat.
(-)
3.
2. Atur
Frekuens
posisi
fowler
semifowler.
dan 2. Peninggian
tempat
memudahkan
20 x/menit.
pernapasan,
Tidak
kepala
tidur
i napas 164.
meningkatkan
menggunak
an
meningkatkan batuk
otot
bantu
napas.
5.
tidak
lebih efektif.
3. Ajarkan cara batuk efektif.
Tidak
risiko
terdengar
tidak
tinggi
dapat
bila
batuk
6.
suara napas
tambahan
membersihkan jalan
ronchi,
mengi.
kesulitan
dalam
menelan,
sehingga
Batuk
pada pasien
menyebabkan
berkurang,
dan pasien
mencetuskan
dapat
napas akut.
mendemons
gagal
cairan
trasikan
dapat mengencerkan
cara
pertahankan
batuk
efektif.
asupan
cairan
2500 ml/hari.
cairan
fisioterapi
dada; 5. Terapi
vibrasi dada.
fisik
dada
membantu
meningkatkan batuk
lebih efektif.
diperlukan
untuk
mempertahankan
kepatenan
jalan
dengan
dokter
Dx 5
Tujuan
Intervensi
dapat
membantu memecah
mukus yang berlebih.
Rasional
Nyeri
kepala
iritasi
Dalam waktu
b/d 3x24 jam
keluhan nyeri
1. Usahakan
membuat
1. Menurunkan reaksi
terhadap rangsangan
tenang.
eksternal
atau
kesensitifan
jaringan
sakit terkendali
otak
dengan kriteria
menganjurkan klien
hasil :
Klien dapat
untuk beristirahat.
tidur dengan
vasokontriksi
tenang
wajah rileks
klien
2. Dapat menyebabkan
pembuluh
darah
otak.
3. Lakukan
penatalaksanaan
3. Membantu
memverbalisas
menurunkan
(memutuskan)
stimulasi
sensasi
nyeri.
4. Lakukan latihan gerak aktif
4. Dapat
membantu
relaksasi
yang
otot-otot
tegang
dan
menurunkan
nyeri/rasa
tidak
nyaman.
5. Kolaborasi
analgetik.
pemberian
5. Mungkin diperlukan
untuk
menurunkan
rasa
sakit.
Catatan:
Narkotika
merupakan
kontraindikasi
karena
pada
berdampak
status
neurologis sehingga
Dx 6
Hipertermi
Tujuan
Intervensi
Rasional
1. Indikator
mengetahui
inflamasi
keperawatan
hypertermi.
pada otak.
selama 3 x 24 2. Ajarkan
jam,
diharapkan
klien
untuk
status
pentingnya 2. Dalam
kondisi
demam
adekuat
peningkatan
menurun dengan
liter/hari)
kriteria hasil :
memicu timbulnya
1. Suhu
2,5-3 liter/hari.
dehidrasi.
dalam
tubuh
(sedikitnya
untuk
2000
mencegah
evaporasi
yang
batas
normal
(36,5oC-
37,5oC)
2. pasien
terjadi
simpatis
di
hipotalamus
sehingga
tidak
vasodilatasi
mengeluh
terjadi
kulit
dengan merangsang
panas
kelenjar
untuk
keringat
mengurangi
mengalami lembab
keringat.
memicu timbulnya
pertumbuhan jamur.
Juga
akan
mengurangi
kenyamanan klien,
mencegah
timbulnya
ruam
kulit.
5. Buka jendela, jika ada AC, 5. Proses
nyalakan AC
evaporasi,
radiasi,
konversi
dan konduksi
6. Kolaborasi
dalam
pemberian 6. Mempercepat
antipiretik.
penurunan
suhu
tubuh.
Dx 7
Perubahan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan 1. Observasi tekstur dan turgor 1. Mengetahui status
nutrisi
asuhan
kulit.
nutrisi klien.
2. Mengetahui
kebutuhan
keseimbangan
b/d
diharapkan nutrisi
nutrisi klien.
ketidakma
klien
mpuan
dengan
menelan
hasil:
terpenuhi 3. Tentukan
kriteria
kemampuan
jenis
makanan
yang
akan
diberikan
pada
dan
keadaan
hipermetab
olik
1. Turgor
kulit
baik.
2. Berat
dapat
dipertahankan/
ditingkatkan.
3. Keinginan
makan
klien.
menelan, batuk, dan adanya
faktor-faktor
sekret.
tersebut
dapat
menentukan
kemampuan
menelan klien dan
klien
mencegah
risiko
meningkat.
4. Klien
aspirasi.
menghabiskan
gastrointestinal
setengah porsi
bising usus.
bergantung
pada
kerusakan
otak.
Bising
usus
dari
makanan
yang disiapkan.
5. Asupan
masuk
dapat
menentukan
sesuai
respons pemberian
kebutuhan.
makan
6. Kemampuan
makan
atau
terjadinya
klien
komplikasi
meningkat.
misalnya
7. Terdapat
pada
ileus.
kemampuan
menelan.
6. Kebersihan mulut
merangsang nafsu
makan.
8. Hb
dan
albumin dalam
batas normal.
regurgitasi
sesudah makan.
aspirasi.
atau
melatih
kembali
sensori
dan
meningkatkan
dibutuhkan .
kontrol muskuler.
stimulasi
sensori
(termasuk
rasa
masukan.
10. Klien
10. Berikan
makan
dengan
dapat
berkonsentrasi
pada
tenang.
makan
mekanisme
tanpa
adanya
distraksi/gangguan
dari luar.
11. Menguatkan
11. Anjurkan klien menggunakan
sedotan meminum cairan.
otot
dan
menurunkan resiko
terjadinya
tersedak.
12. Meningkatkan
12. Ajarkan manajemen mencapai
kemampuan
menelan
kemampuan menelan.
dan
membantu
pemenuhan nutrisi
klien secara oral.
13. Dapat
13. Anjurkan
klien
untuk
meningkatkan
pelepasan endorfin
latihan/kegiatan.
makanan
sesuai
yang
dengan
kondisi klien.
kebutuhan
nutrisi
Dx 8
Risiko
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan 1. Monitor kejang pada tangan, 1. Gambaran
tinggi
asuhan
cedera
b/d keperawatan
iritabilitas
lainnya.
saraf
kesadaran
memerlukan
menurun
diharapkan
evaluasi
diharapkan risiko
sesuai
cidera
tidak
intervensi
terjadi
dengan
tepat
kriteria hasil:
1. Pasien
yang
dengan
yang
untuk
terjadinya
tidak
komplikasi.
cedera selama
perawatan.
2. Pasien tidak
mengalami
2. Tinggikan
pinggiran
tempat 2. Mencegah
tidur pasien.
yang 3. Melindungi
pasien
tidur.
3. Persiapkan
cedera
kejang
pusat
mencegah
mengalami
ap[abila
sistem
papan
suction
pengaman,
selalu
dan
berada
alat
dekat
klien
berulang.
3. Pasien
klien.
4. Jauhkan
terhindar dari
barang barang
yang membuat
risiko cedera.
alat
alat
yang 4. Menghindarkan
pasien
misalnya
tusuk/ gores.
gunting,
pisau,
dari
luka
jatuh/cedera
jika
keluarga
mengawasi pasien.
bila
memerlukan
bantuan.
7. Kolaborasi
pemberian
terapi; 7. Untuk
diazepam, fenobarbital.
atau
mencegah
mengurangi
kejang.
Dx 9
Gangguan
Tujuan
Setelah
mobilitas
diberikan
fisik
b/d asuhan
kerusakan
dasar
fisik.
melakukan
keperawatan
neuromusku selama
lar.
Intervensi
Rasional
1. Monitor tingkat kemampuan 1. Merupakan
3x24
mampu
melaksanakan
aktivitas
sesuai
fisik
dengan
untuk
intervensi
selanjutnya.
data
gunakan
tingkat
skala
ketergantungan.
imobilisasi, 2. Tingkat
tingkat
ketergantungan
minimal
care
(hanya memerlukan
bantuan
minimal),
kemampuannya
partial
care
dengan kriteria
(memerlukan
hasil:
bantuan sebagian),
1. Tidak terjadi
dan
total
care
kontraktur
(memerlukan
sendi.
bantuan
2. Bertambahny
a
komplit
kekuatan
klien
otot.
yang
memerlukan
3. Klien
pengawasan khusus
menunjukkan
tindakan
yang tinggi).
untuk
3. Menurunkan resiko
meningkatkan
terjadinya
iskemia
mobilitas dan
jaringan
kemampuan
fisik.
akibat
yang tertekan.
4. Ajarkan klien untuk melakukan 4. Gerakan
latihan
gerak
aktif
pada
aktif
memberikan massa,
tonus dan kekuatan
otot
serta
memperbaiki fungsi
jantung
dan
pernapasan.
5. Lakukan
gerak
pasif
kehilangan
dan
bila
tonus
kekuatannya
tidak
dilatih
untuk digerakkan.
6. Hindari
faktor
memungkinkan
trauma
pada
yang 6. Individu
terjadinya
saat
melakukan mobilisasi.
klien
paralisis
mempunyai
kemungkinan
mengalami
kompresi neuropati,
paling sering saraf
ulnar
dan
peritoneal. Bantalan
dapat di tempatkan
di siku dan kepala
fibula
untuk
mencegah
terjadi
masalah ini.
7. Sokong
ekstremitas
mengalami paralisis.
yang 7. Ekstremitas
paralisis
disokong
dengan
posisi
fungsional
dan
memberikan latihan
rentang
gerak
dua
kali
sehari.
8. Monitor komplikasi gangguan 8. Deteksi
mobilitas fisik.
awal
trombosis
vena
profunda
dan
dekubitus sehingga
dengan
penemuan
yang
cepat
penanganan
lebih
mudah
dilaksanakan.
9. Kolaborasi
fisioterapis.
dengan
terapi
fisik
mencegah
deformitas
kontraktur
dengan
menggunakan
pengubahan posisi
yang hati-hati dan
latihan
rentang
gerak.
Dx 10
Tujuan
Intervensi
Rasional
Gangguan
pemenuhan
asuhan
ADL
b/d keperawatan
kemampuan
klien
sehingga
dapat
kelemahan
membantu
otot.
diharapkan
kebutuhan
yang
perawatan
klien
diri
dilakukan
terpenuhi
dengan
tidak
dapat
secara
mandiri.
hasil:
1. Klien
dapat
perlu.
dan ketergantungan
menunjukkan
untuk
perubahan gaya
hidup
untuk
kebutuhan
merawat diri.
2. Klien
mampu
3. Beri
kesempatan
menolong
diri
untuk 3. Mengurangi
seperti
melakukan
aktivitas
panjang,
perawatan diri
ekstensi
mencegah
untuk
ketergantungan.
sesuai
dengan
tingkat
kemampuan 4. Ketidakmampuan
kemampuan.
komunikasi
untuk
3. Mengidentifika
Kemampuan
BAK.
menggunakan
berkomunikasi
dengan
perawat
si
dapat menimbulkan
personal/masya
kamar
masalah
rakat
memungkinkan.
yang
mandi
bila
kondisi
pengosongan
dapat
kandung
kemih
membantu.
oleh
karena
masalah
neurogenik.
5. Identifikasi
kebiasaan
Anjurkn
minum
BAB. 5. Meningkatkan
dan
meningkatkan aktivitas.
latihan
dan
membantu
mencegah
konstipasi.
Kolaborasi :
1. Pemberian
supositoria
pelumas feses/pencahar.
fungsi
ke
dokter
okupasi.
terapi 2. Untuk
mengembangkan
terapi
dan
melengkapi
kebutuhan khusus.
Dx 11
Tujuan
Intervensi
Gangguan
persepsi
asuhan
klien.
kondisi
Rasional
patologis 1. Untuk mengetahui
tipe dan lokasi yang
mengalami
kerusakan
gangguan,
sebagai
penerima
diharapkan
penetapan rencana
rangsangan
gangguan sensori
tindakan.
sensorik.
tidak
dengan
kriteria
hasil:
membedakan
tajam/tumpul,
1. Klien
dapat
panas/dingin,
posisi
bagian
kesadaran terhadap
sensorik
dan
perasaan
kinetik
mempertahan
berpengaruh
kan
terhadap
tingakat
kesadaran dan
keseimbangan/posis
fungsi
persepsi.
2. Klien
dan
kesesuaian
mengganggu
mengakui
ambulasi,
perubahan
meningkatkan
dalam
resiko
kemampuan
trauma.
terjadinya
dan
melihat.
3. Klien
dapat
kembali
klien
mengintegrasikan
suatu
menyentuh,
benda
meraba.
untuk
Biarkan
persepsi
dan
menunjukkan
intepretasi
diri.
perilaku untuk
batas-batas lainnya.
Membantu
klien
mengkompens
untuk
asi
mengorientasikan
terhadap
perubahan
sensori.
kekuatan
4. Klien
dapat
daerah
mempertahan
kan
mental/orienta
dari
yang
terpengaruh.
4. Lindungi klien dari suhu yang 4. Meningkatkan
berlebihan,
kaji
adanya
si umum.
5.
Komplikasi
lindungan
yang
berbahaya.
Anjurkan
pada
klien
dan
sensori dapat
keluarga
untuk
diminimalkan.
menurunkan resiko
terjadinya trauma.
melakukan
5. Anjurkan
klien
untuk 5. Penggunaan
stimulasi
penglihatan
sentuhan membantu
dalan
mengintegrasikan
yang
sakit,
membawa
area
latihan
yang
dan
yang
sakit
yang
berlebihan/kebingu
ngan
yang
berhubungan
dengan
sensori
berlebih.
7. Lakukan
validasi
persepsi klien.
terhadap 7. Membantu
klien
untuk
mengidentifikasi
ketidak konsistenan
Dx 12
Resiko
Tujuan
Setelah diberikan
Gangguan
asuhan
antiseptic
integritas
keperawatan
dapat
kulit b/d
menghilangkan
diharapkan klien
dapat
bedrest total
dalam
keadan koma
Intervensi
1. Kerjasama dengn
Rasional
keluarga 1. Sabun mengandung
sembuh
tanpa komplikasi
kulit
dengan
tetap lembab.
kriteria
hasil:
1. Kulit bersih
2. Pelihara
kebersihan
yang
bersih
dan
rapi
dan
mengurangi resiko
kelembaban
cukup
2. Kulit tidak
mencegah
masuknya
berwarna
merah
3. Kulit pada
bokong tidak
terasa ngilu
mikroorganisme
3. Merubah posisi pasien setiap 3. Mencegah
3-4 jam sekali (mika miki)
penekanan
yang
Dx 13
Tujuan
Intervensi
Rasional
Ansietas
1. Cemas
b/d
asuhan
berkelanjutan
prognosis
keperawatan
dan takut.
memberikan
penyakit
dampak
serangan
jantung
kecemasan pasien
selanjutnya.
tanda
verbal
dan
kriteria hasil:
nonverbal
1. Mengenal
dapat menunjukan
tindakan
perasaannya.
2. Dapat
mengidentifikas
kecemasan,
2. Reaksi
bila
menunjukan
perilaku merusak.
verbal/nonverbal
dan gelisah.
3. Hindari konfrontasi.
3. Konfrontasi dapat
i penyebab atau
meningkatkan rasa
faktor yang
marah,
mempengaruhin
menurunkan kerja
ya
melakukan
tindakan
4. Mengurangi
rangsangan
eksternal
tidak perlu.
5. Tingkatkan
klien.
kontrol
sensasi
yang
5. Kontrol
sensasi
memberikan
informasi
tentang
keadaan
klien,
menekankan pada
penghargaan
terhadap
sumber-
sumber
koping
(pertahanan
yang
diri),
positif,
membantu latihan
relaksasi,
dan
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah langkah ke empat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan rencana tindakan yang mencakup
tindakan mandiri, kolaborasi dan delegasi.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi pada pasien dengan abses
otak adalah :
1. Infeksi teratasi
2. Peningkatan TIK tidak terjadi
3. Perfusi jaringan otak klien kembali normal.
4. Saluran napas klien bersih.
5. Nyeri klien berkurang atau rasa sakit terkendali.
6. Suhu tubuh pasien dalam batas normal.
7. Nutrisi klien terpenuhi.
8. Klien tidak mengalami cedera.
9. Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
10. Gangguan sensori tidak terjadi.
11. Perawatan diri klien terpenuhi.
12. Tidak terjadi gangguan integritas kulit (dekubitus)
13. Ansietas klien berkurang atau hilang.
DAFTAR PUSTAKA