Anda di halaman 1dari 12

KASUS MANIPULASI PAJAK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Akuntansi Sektor Publik


Dosen pengampu: Anim Rahmayati SE.I,M.Si

Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.

Novi Karmila Sari


Nur Ihsan N
Nur Muh. Irwan
Nur Widi Hastuti
5. Sendang

(122221088)
(122221071)
(122221096)
(122221096)
()

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2013/ 2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa kita
panjatkan, atas limpahan rahmat dan kasih-Nya serta anugerah-Nya dan berkat
petunjuk-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Akuntansi
Sektor Publik dalam bentuk makalah yang kami beri judul KASUS
MANIPULASI PAJAK.
Semoga makalah yang telah selesai ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca. Dan apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan, kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan bagi para
pembaca.

Surakarta,

Maret 2015

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting
bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Penerimaan pajak berasal dari
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), penerimaan cukai,
pencairan tunggakan pajak, maupun pajak-pajak lainnya. Direktorat Jenderal
Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan pajak
untuk meningkatkan penerimaan pajak.Ekstensifikasi ditempuh dengan
mencari wajib pajak yang baru.Potensi pajak sebenarnya masih sangat
besar.Upaya intensifikasi dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas
aparatur perpajakan, pelayanan prima terhadap wajib pajak dan pembinaan
kepada para wajib pajak, pengawasan administratif, pemeriksaan, penyidikan,
dan penagihan aktif serta penegakan hukum atau law enforcement. Pajak
dipungut dari warga Negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang
dapat dipaksakan penagihannya.Sistem perpajakan Indonesia mengalami
perubahan pada tahun 1983 dari Official Assessment System menjadi Self
Assessment System.Self Assessment System adalah suatu sistem dimana
pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.
Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar
jika tidak satupun perusahaan (wajib pajak) yang dengan
senang hati dan suka rela membayar pajak. Karena pajak
adalah iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga
tidak membutuhkan kerelaan wajib pajak. Yang dibutuhkan
3

oleh negara adalah ketaatan. Suka tidak suka, rela tidak rela,
yang penting bagi negara adalah perusahaan tersebut telah
membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lain
halnya dengan sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran
dan

kerelaan

pembayar

diperlukan

dalam

hal

ini.

Penghindaran pajak dengan cara illegal adalah penggelapan


pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan
yang berlaku.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Apa yang dimaksud dengan pajak?


Apakah fungsi dan manfaat pajak?
Apa kasus yang berhubungan dengan pajak ?
Bagaimana solusi terhadap kasus pajak?
Apa keterkaitan kasus pajak dengan sektor publik?

C. Tujuan Penulisan
1.
2.
3.
4.
5.

Mengetahui definisi mengenai pajak.


Menjelaskan fungsi dan manfaat pajak.
Mendeskipsikan kasus mengenai pajak.
Menjelaskan solusi terhadap kasus pajak.
Mnegetahui keterkaitan kasus pajak dengan sektor publik.

BAB II
PEMBAHASAN
4

A. Pengertian Pajak
Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, S. H. Pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendaoat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Definisi tersebut kemudian disempurnakan, menjadi: pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membayar
pengeluaran rutin dan surplus nya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Menurut S. I. Djajaningrat definisi pajak sebagai suatu kewajiban
dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai
hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung
untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
Sedangkan definisi pajak yang dikemukakan oleh Dr. N. J.
Feldman : pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang
kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkanya secara umum),
tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum.
B. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai dua fungsi, yaitu :
1. Fungsi budgetair (sumber keuangan negara), artinya pajak merupakan
salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran
rutin maupun pembangunan.
2. Fungsi regularend (pengatur), artinya pajak sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
3. Fungsi stabilisasi
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur

peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang


efektif dan efesien.
4. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

C. Manfaat Pajak
Suparmoko (2000) menyebutkan manfaat pajak digunakan untuk :
manfaat pajak yang pertama adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran
negara seperti pengeluaran yang bersifat self liquiditing (contohnya
adalah pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor)
manfaat pajak yang kedua adalah membiayai pengeluaran reproduktif
(pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat
seperti pengeluaran untuk pengairan dan pertanian)
manfaat pajak yang ketiga adalah membiayai pengeluaran yang bersifat
tidak self liquiditing dan tidak reproduktif (contohnya adalah pengeluaran
untuk pendirian monumen dan objek rekreasi)
manfaat pajak yang keempat adalah membiayai pengeluaran yang tidak
produktif (contohnya adalah pengeluaran untuk membiayai pertahanan
negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang
akan datang yaitu pengeluaran untuk anak yatim piatu).

D. Kasus Manipulasi Pajak

Kasus Pajak: Pemerintah Selamatkan Rp3 Triliun


Bisnis.com, JAKARTATim yang dipimpin Wakil Presiden
Boediono berhasil mengembalikan aset sekitar Rp3 triliun ke kas negara dari
11 kasus penyimpangan pajak skala besar.Boediono mengatakan jumlah
tersebut baru sebagian dari seluruh aset terkait kasus penyimpangan pajak
yang diidentifikasi oleh tim penanganan kasus penyimpangan pajak.
Sampai saat ini aset yang bisa dikembalikan ke kas negara adalah
Rp3 triliun termasuk uang tunai dan aset-aset lainnya, dan masih ada aset
potensial lainnya, kata Wapres dalam konferensi pers di Kantor Presiden,
Selasa (14/10).
Total aset terkait kasus pajak terdiri Rp4,574 triliun, US$718.868,
9.980 dolar Singapura, dan puluhan aset properti lain yang belum dapat
ditentukan nilainya.
Dari seluruh aset di atas, uang tunai Rp2,596 triliun telah
dikembalikan ke kas negara, deposit proses banding pajak senilai Rp953
miliar, beberapa aset siap dieksekusi setelah mendapat ketetapan hukum tetap
senilai Rp2,525 triliun. Wapres memimpin langsung tim penanganan kasus
penyimpangan pajak yang beranggotakan Jaksa Agung Basrief Arief, Kapolri
Sutarman, Menteri Keuangan Chatib Basri, dan Menteri Hukum dan HAM
Amir Syamsudin.
Tim tersebut dibentuk berdasarkan Instruksi Presiden no. 1/2011
yang diterbitkan sebagai reaksi atas temuan penyimpangan penghitungan
pajak oleh Gayus Tambunan, yang saat iitu merupakan salah satu pegawai
Direktorat Jenderal Pajak.
Perkara yang ditangani tim termasuk dua kasus pegawai Ditjen
Pajak Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika, dua kasus Asian Agri, dan
penyelundupan

oleh

anggota

kepolisian
7

Labora

Sitorus.

Boediono

memaparkan tim juga telah menjalankan perbaikan sistem di semua instansi


terkait perpajakan untuk mengurangi potensi penyimpangan.
Perbaikan sistem mencakup penerapan sistem pengaduan internal
(whistleblowing system), perbaikan pengawasan dan sistem informasi di
pengadilan pajak, hingga audit bersama di Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Pajak.
Ini simple, sederhana sekali tapi bisa mengungkap banyak sekali
hal-hal yang terlewatkan. Setelah dilakukan akhirnya bisa membantu upaya
kita menangani dan membuka kasus-kasus, kata Wapres. Menteri Keuangan
Chatib Basri mengatakan sistem whistleblowing dan koordinasi dengan pihak
penegak hukum berhasil mengungkapkan banyak kasus penyimpangan di
berbagai instansi.
Sampai saat ini sudah ada 2.647 pejabat dari berbagai instansi yang
terkena sanksi disiplin yang terdiri dari 1.489 pegawai Kementerian
Keuangan, 216 pegawai Kementerian Hukum dan HAM, dan 942 pegawai
Kejaksaan.Saya tidak klaim sudah bagus. Tapi kita terus usaha supaya lebih
bagus. ada yang sampai dipecat dan dibawa ke KPK, kata Chatib.
Adapun sistem audit bersama Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai,
menurut Menkeu, sukses meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas
perdagangan.
Ditjen Pajak bisa menggunakan data pembayaran bea dan cukai sebuah
perusahaan untuk mengecek pajak yang dibayarkan persahaan tersebut, begitu
juga sebaliknya.
Wapres mengatakan tim penanganan penyimpangan pajak bertemu
secara rutin dalam 3,5 tahun terakhir tanpa banyak publikasi agar bisa bekerja
lebih efektif.
Hasil kajian tim menunjukkan kunci menghindari penyimpangan pajak adalah
koordinasi lebih baik pada tingkat tertinggi pimpinan instansi penegak hukum

dan instansi yang terkait penerimaan negara. Hal pokok lainnya dalam
penanganan penyimpangan pajak adalah tetap fokus pada pengejaran aset
pelaku, tidak sebatas mengejar pelaku untuk diseret ke pengadilan.
Koordinasi ini kekuatan tim yang menangani masalah bersama.
Itulah yang saya kira satu pelajaran utama dari sini. Pengalaman ini tentu
akan disampaikan ke pemerintah yang akan datang, kata Boediono.
E. Solusi
Pakar hukum pidana Romli Atmasasmita menyebut ada enam solusi
yang

tepat

dalam

penanganan

kasus

perpajakaan,

yaitu

(1)

Mempertimbangkan sektor perpajakan dikelola oleh badan atau lembaga


tersendiri

yang

langsung

bertanggungjawab

kepada

presiden.

(2)

Pemberdayaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pajak harus dilakukan dengan


meningkatkan pengetahuan dan keterampilan umum. Sebab, kata Romli, saat
ini di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tidak
sampai 10 persen Penyidik PNS Pajak memiliki latar belakang pendidikan
hukum.
"Terbanyak adalah pendidikan akuntan," kata Romli Romli saat
diskusi publik bertajuk Solusi Sengketa Pajak : Administrasi atau Pidana?
yang digelar Journalist of Law Jakarta, IG and Partner dan Center For
Indonesia Taxation Analysis (CITA) di Jakarta, Rabu (3/9).
Menurut Guru Besar Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, ini
(3) penyidik PNS pajak harus selalu berkonsultasi dan koordinasi dengan
penyidik Polri dan Kejaksaan untuk menetapkan secara cermat status hukum
tersangka pelanggaran pajak atau Tipikor.
Romli

juga

memaparkan,

solusi

lain

adalah

(4)

perlunya

memperdalam penegak hukum dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan. Hal ini mengingat pajak sebagai sumber pendapatan
negara.
Selain itu, pemberdayaan peradilan pajak dalam kasus sengketa pajak
tidak dapat dilakukan pararel dengan penyidikan dugaan tindak pidana
dibidang pajak. Karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan
ketidak-adilan baik bagi wajib pajak maupun fiscus, katanya. Ia
menambahkan, (5) penyidik perlu memahami prinsip ne bis in idem dalam
penanganan kasus pidana pajak terutama yang berkaitan pajak badan
koorporasi.
Lebih jauh Romli mengatakan bahwa (6) peningkatan pendapatan
negara dari pajak berpulang pada komitmen, keseriusan, dan nir-kepentingan
dari pemeriksa/penyidik atau pimpinan Ditjen Pajak. Dari pengaruh
kepentingan, perorangan, atatau pimpinan Ditjen Pajak dari pengaruh
kepentingan perorangan atau kelompok usaha, pungkasnya. (boy/jpnn)
Selain itu, dari sisi perusahaan yang membayar pajak, hal yang dapat
dilakukan agar tidak terjadi manipulasi pajak ialah:
1. Memeriksa pihak pihak terkait dalam kasus ini si pelaku maupun dari
pihak Direktorat Jenderal Pajak.
2. Memperketat sistem pengendalian dan controlling di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak dalam masalah perpajakan.
3. Mengedepankan pendekatan persuasive dalam penyelesaian persoalan
utang pajak, dengan melakukan klarifikasi terlebih dahulu ke
perusahaan yang bersangkutan. Jika dimungkinkan akan diberikan
dispensasi dengan memberikan kelonggaran kepada Group Bakrie
tersebut membayar secara mencicil jika pembayaran tunai tidak
dimungkinkan.

10

11

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting
bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. . Penghindaran pajak dengan
cara illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena
menyalahi aturan yang berlaku.
Untuk menangani masalah manipulasi pajak, ada enam tahap yang
harus dilakukan oleh pemerintah, yaitu :
1. Mempertimbangkan sektor perpajakan dikelola oleh badan atau lembaga
tersendiri yang langsung bertanggungjawab kepada presiden.
2. Pemberdayaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pajak harus dilakukan
dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan umum.
3. Penyidik PNS pajak harus selalu berkonsultasi dan koordinasi dengan
penyidik Polri dan Kejaksaan untuk menetapkan secara cermat status
hukum tersangka pelanggaran pajak atau Tipikor.
4. Perlunya memperdalam penegak hukum dalam Undang-undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan. Hal ini mengingat pajak sebagai sumber
pendapatan negara.
5. Penyidik perlu memahami prinsip ne bis in idem dalam penanganan kasus
pidana pajak terutama yang berkaitan pajak badan koorporasi.
6. Peningkatan pendapatan negara dari pajak berpulang pada komitmen,
keseriusan, dan nir-kepentingan dari pemeriksa/penyidik atau pimpinan
Ditjen Pajak.
7. DAFTAR PUSTAKA

12

Anda mungkin juga menyukai