Anda di halaman 1dari 2

JAKARTA - Pemerintah mengimbau agar masyarakat Indonesia tidak ketergantungan pada

beras sebagai bahan makanan utama. Menanggapi imbauan tersebut, salah seorang dosen
Universitas Padjadjaran (unpad) pun mengembangkan beras singkong atau rasi sebagai alternatif
bahan makanan.
Marleen Sunyoto, pengajar pada Fakultas Teknologi Industri Pertanian Unpad (FTIP) Unpad
menjadikan rasi sebagai tema utama penelitian disertasinya. Ide ini pertama kali muncul pada
2007 lalu ketika dia menjadi juri dalam Ethnic Food Festival yang dihelat oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan (Disindag) Jawa Barat.
Saat itu, banyak peserta mengolah singkong sebagai bahan pangan utama. Salah satu peserta dari
Cireundeu, Cimahi, menyajikan 'nasi goreng singkong'. Di sana, masyarakat telah terbiasa
mengonsumsi rasi selama ratusan tahun. Mereka membuatnya dengan memeras parutan
singkong hingga menjadi tepung, kemudian ampasnya dijemur. Setelah kering, ampas singkong
yang berbentuk seperti butiran beras ini lalu ditanak seperti cara memasak nasi.
Marleen mengakui, rasi ala Cireundeu ini memang enak. Namun, menurutnya, bentuk rasi itu
kurang menyerupai beras. Teksturnya lebih seperti ketan dengan warna agak kekuningan. "Saya
carikan metoda bagaimana nanti kalau ditanak warnanya seperti nasi, bentuk butirannya seperti
nasi, kekenyalannnya seperti nasi. Inilah yang menjadi tantangan saya. 'Rasi' yang saya buat pun
bukan hanya perasan singkong, tapi dicampur dengan bahan-bahan lain sehingga lebih bergizi,
kata Marleen seperti dikutip dari situs Unpad, Kamis (28/4/2011).
Marleen bertekad, ingin memberikan alternatif makanan pokok di Indonesia sehingga tidak
selalu tergantung pada beras padi. Untuk rasi, dia tidak akan murni hanya mengolah singkong
menjadi seperti butiran beras padi. Nantinya, singkong akan melalui tahapan fortifikasi atau
penambahan zat-zat gizi yang penting untuk tubuh.
Ibu satu anak ini pun bekerja keras untuk merealisasikan idenya. Dia masih mengembangkan
formulasi dan metodologi rasi yang tepat. "Sehingga, rasi tersebut tidak hanya memiliki bentuk
dan rasa seperti beras padi, tapi juga memiliki kandungan gizi tinggi dengan harga yang murah,"
ujarnya mengimbuhkan.
Wanita berkacamata ini tak sendirian, dia dibantu berbagai pihak dan berkonsultasi dengan
beberapa ahli fortifikasi. Para mahasiswa bimbingannya bahkan ikut mengolah rasi menjadi
aneka penganan seperti egg roll, tape, tiwul, dan cream soup. Marleen berniat membawa kreasi
para mahasiswanya tersebut ke aneka seminar untuk menyosialisasikan bahwa dengan singkong
(cassava) pun orang bisa hidup sehat.
Kepala Pusat Inkubator Bisnis Unpad itu berharap, rasi fotofikasi yang sedang dikembangkannya
dapat menjadi alternatif pengganti beras miskin (Raskin). Pembagian Raskin untuk masyarakat
berekonomi lemah atau di daerah rawan pangan seringkali terbentur masalah jeleknya kualitas
beras yang dibagikan seperti berbau apek, berjamur, bahkan berkutu.

"Dengan mengonsumsi 'rasi', masyarakat dapat hidup sehat tanpa harus mengeluarkan biaya
tinggi untuk konsumsi panganan pokok" ujar Marleen berharap. (rfa)

Anda mungkin juga menyukai