Anda di halaman 1dari 7

ANALISA PENGUKURAN EFEKTIVITAS

LAYANAN PENGADAAN BARANG DAN


JASA SECARA ELEKTRONIK PADA
INSTANSI PEMERINTAHAN PROVINSI
JAWA BARAT
Ni Putu Nurwita Pratami Wijaya
niputunurwita@yahoo.co.id
Institut Manajemen Telkom

ABSTRAK
Kegiatan pemerintah merupakan kegiatan yang
banyak mendapat perhatian karena menggunakan
APBN dan APBD yang berasal dari uang rakyat.
Kegiatan pemerintah yang paling banyak mendapat
sorotan adalah pengadaan barang dan jasa
pemerintah, karena biasanya banyak kasus KKN
terkandung di dalamnya dan diatur dalam Keppres
No.80 Tahun 2003. Pemerintah mengeluarkan
suatu sistem untuk mengurangi penyimpangan
yang terjadi yaitu melalui Pengadaan Barang dan
Jasa
secara
Elektronik
(e-procurement).
Menanggapi keputusan tersebut, Pemerintah
Provinsi Jawa Barat berdasarkan Pergub No.35
Tahun 2008 melaksanakan pengadaan barang dan
jasa secara elektronik (e-procurement). Penelitian
ini bertujuan untuk mengukur efektivitas layanan
pengadaan barang dan jasa secara elektronik pada
Instansi Pemerintahan Provinsi Jawa Barat.
Kata Kunci: E-procurement , LPSE, Pemerintah
Provinsi Jabar.
onic
ABSTRAK
Government activity is an activity with many
attention from people because it is using APBN and
APBD that comes from public money. The most of
government activity under the spotlight is
procurement of goods and service, cause usually
many cases of corruption cantained in it and
regulated by Keppres No.80 year 2003. The
government issued a system to reduce the
deviations that occur through the procurement of
goods and service for electronic (e-procurement).
Government of West Java Province on Pergub
No.35 of 2008 carries out electronic procurement
of goods and service. Objectivity of this research is
measure the effectiveness of procurement services
electronically in West Java Province.
Keywords: E-procurement, LPSE,
of West Java Province

Government

Pendahuluan
Pada hakikatnya pengadaan barang dan jasa
merupakan upaya pihak pengguna untuk
mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa
yang diinginkannya, dengan menggunakan metode
dan proses tertentu agar dicapai kesepakatan harga,
waktu, dan kesepakatan lainnya (Adriana
Sutedi,2008:3). Setiap pengadaan barang dan jasa
baik pemerintah ataupun swasta memiliki prosedur
yang dilandasi pada norma dan etika. Salah satu
perilaku yang melanggar norma dan etika pada
pengadaan barang dan jasa adalah korupsi pada
pengadaan barang dan jasa. Berbagai praktek
korupsi yang dilakukan oleh pemerintah dalam
pengadaan barang dan jasa dan modus pembocoran
yang biasanya dilakukan adalah markup (nilai
proyek digelembungkan) serta spesifikasi barang
diturunkan tanpa mengoreksi nilai proyek. Ada
juga yang sampai nekat dengan melakukan tender
yang fiktif. Begitu besar jumlah kebocoran akibat
praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang masih
berlangsung hingga saat ini.
Dalam mengatur setiap proses pengadaan barang
dan jasa pemerintah termasuk mengatur setiap
individu yang terlibat didalamnya, pemerintah
mengeluarkan Keppres No. 80 Tahun 2003.
Peraturan tersebut mengatur tentang Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah. Tujuan dari
dikeluarkannya peraturan tersebut adalah untuk
mengurangi segala bentuk penyimpangan yang
terjadi dan meningkatkan efisiensi pengadaan
barang dan jasa pemerintah. Walaupun telah
dikeluarkan Keppres untuk mengatur pengadaan
barang dan jasa pemerintah, tetap saja jumlah
korupsi dalam pengadaan tidak dapat dikurangi
jumlahnya. Berkaitan dengan hal tersebut,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 sebagai revisi dari
Keppres No.80 Tahun 2003. Menindaklanjuti
Perpres tersebut, pemerintah bersamaan dengan
LKPP
(Lembaga
Kebijakan
Pengadaan
Pemerintah) membuat suatu sistem baru untuk
melaksanakan pengadaan barang dan jasa
pemerintah yaitu Pengadaan Barang dan jasa secara
elektronik
(e-procurement). Adapun
LPSE
(Layanan Pengadaan secara Elektronik) sebagai
pihak yang menjadi mediator antara penyedia
barang dan jasa (vendor) dan pihak pengguna
(instansi pemerintah), serta sebagai pengelola
sistem e-procurement.
Penerapan pengadaan barang dan jasa pemerintah
secara
elektronik
(e-procurement)
ini
disosialisasikan di seluruh daerah di Indonesia pada
tahun 2009.
Pemerintah mewajibkan seluruh
Instansi Pemerintahan di Indonesia menggunakan
e-procurement tahun 2011 tanpa terkecuali untuk

proses pengadaan barang dan jasa. Berkaitan


dengan hal tersebut, Provinsi Jawa Barat yang juga
merupakan
provinsi
besar
di
Indonesia,
menindaklanjuti
kebijakan
tersebut
demi
pembangunan Jawa Barat. Melalui Pergub Jabar
Nomor 35 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Barang/Jasa secara Elektronik, bahwa
pada dasarnya tujuan melaksanakan barang/jasa
secara elektronik ini adalah dalam rangka
meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi,
persaingan sehat, dan akuntabilitas dalam
pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Penerapan pengadaan barang dan jasa secara
elektronik merupakan suatu bentuk penerapan egovernment di lingkungan pemerintah, dimana
menurut Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan
e-government sebagai berikut: Mengarahkan
seluruh aparat pemerintahan untuk penggunaan IT
(seperti WAN, internet, mobile computing) yang
mempunyai
kemampuan
untuk
mengubah
hubungan dengan masyarakat, bisnis, dan pihak
yang terkait dengan pemerintahan. Disamping itu
penerapan e-procurement ini juga dapat dikatakan
sebagai bentuk implementasi GCG (Good
Corporate Governance). Pemerintah mulai
menggunakan GCG demi terciptanya perubahan
menuju pemerintahan yang baik dan bersih (good
governance). Pelaksanaan pemerintahan yang baik
ini juga sebagai salah satu upaya untuk
menghapuskan berbagai bentuk praktek inefisiensi,
korupsi, kolusi, nepotisme dan penyimpangan
lainnya. Dukungan teknologi informasi dapat
meningkatkan
kapabilitas
lembaga-lembaga
pemerintahan dalam memberikan kontribusi bagi
penciptaan nilai tambah, serta menghindari tindak
KKN. Oleh karena itu, e-procurement yang
dilakukan oleh lembaga pemerintahan adalah salah
satu aplikasi yang merupakan implementasi dari
lembaga tersebut dalam mengimplementasikan
GCG.
Permasalahan yang terjadi apakah penerapan
pengadaan barang dan jasa secara elektronik sudah
sesuai dengan tujuan pembuatannnya yaitu untuk
menekan segala bentuk penyimpangan dan
peningkatan efisiensi serta trasnparansi dalam
proses pengadaan barang dan jasa. Dengan studi
kasus pada pemerintah Provinsi Jawa Barat,
melalui penelitian ini selain untuk melihat
efektivitas penerapan pengadaan barang dan jasa
secara elektronik, bisa dilihat juga faktor
pembentuk efektivitas pengadaan barang dan jasa
secara elektronik. Penelitian ini dilakukan untuk
dapat mengukur efektivitas suatu sistem, apakah
sudah sesuai dengan tujuan atau belum. Jika
hasilnya ternyata tidak sesuai, mengindikasikan
bahwa penerapan sistem e-procurement ini sia-sia
karena tidak sesuai dengan tujuan yang dicapai.
Sehingga melalui penelitian ini dapat memberikan

manfaat secara langsung bagi Instansi Pemerintah


khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai
bahan evaluasi atas penerapan pengadaan barang
dan jasa secara elektronik.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif,
dimana Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu
untuk menjelaskan karakteristik variabel yang
diteliti dalam suatu situasi (Sekaran, 2006:158).
Metode pengumpulan data pada penelitian ini
adalah dengan wawancara dan juga menggunakan
kuesioner. Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh Instansi Pemerintahan Provinsi jawa Barat
yang terletak di Bandung sejumlah 42 Instansi.
Penelitian ini menggunakan teknik sampling
nonprobability
sampling.
Pada
sampling
nonprobability, data tidak dapat digeneralisasikan
karena pada pengambilan sampel tidak semua
elemen populasi berhak menjadi sampel. Namun,
suatu waktu peneliti kurang mempedulikan
generalisasi tetapi lebih mengutamakan untuk
memperoleh informasi pendahuluan secara cepat
dan murah. Teknik nonprobability yang digunakan
adalah purposive sampling. Tipe yang digunakan
adalah judgement sampling. Judgement Sampling
merupakan pemilihan elemen populasi berdasarkan
pertimbangan - pertimbangan peneliti (Simamora,
2004:200), berdasarkan criteria peneliti sehingga
didapatkan jumlah sampel sebanyak 15 instansi.
Untuk menjawab permasalahan pada penelitian ini,
peneliti menggunakan analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Dalam menganalisa data
peneliti menggunakan Metode Deskriptif Statistik
dan Metode Analisis Faktor.

Sistem Pengadaan Barang dan Jasa secara


Elektronik
Secara garis besar sistem pengadaan barang dan
jasa secara elektronik pada instansi pemerintah
dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Pendaftaran Penyedia Barang dan Jasa.
Untuk dapat mengikuti proses pengadaan
barang / jasa secara elektronik, penyedia
barang / jasa (vendor) mendaftar secara online
pada website LPSE kemudian mengikuti
proses verifikasi dokumen pendukung
sebagaimana dipersyaratkan oleh LPSE.
Proses pendaftaran ini dimaksudkan untuk
mendapatkan user id dan password ketika
penyedia barang/jasa (vendor) akan mengikuti
pengadaan barang/jasa secara elektronik.
Persiapan Pengadaan

3)

Untuk membuat paket pekerjaan pada SPSE


(Sistem Pengadaan Secara Elektronik),
PPK/Panitia Pengadaan terlebih dahulu
meminta pengelola LPSE (Layanan Pengadaan
Secara Elektronik) sebagai Admin Agency
untuk membentuk kepanitiaan paket pekerjaan
pada SPSE dan User ID dan Password bagi
PPK/Panitia Pengadaan paket pekerjaan
tersebut.
Pelaksanaan Pengadaan
Jenis pelaksanaan pengadaan dapat dibedakan
menjadi:
E-lelang umum Pasca kualifikasi dengan 1
(satu) file.
E-lelang umum Pasca kualifikasi dengan 2
(dua) file.
E-lelang umum Pra kualifikasi dengan 2
(dua) file.
Pada bisnis proses diatas terlihat bahwa proses
pengadaan barang dan jasa secara elektronik dibagi
menjadi
dua
yaitu
pascakualifikasi
dan
prakualifikasi. Proses Prakualifikasi adalah proses
penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta
pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari
penyedia barang/jasa sebelum memasukkan
penawaran. Proses Pascakualifikasi adalah proses
penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta
pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari
penyedia
barang/jasa
setelah
memasukkan
penawaran (Marbun,2010:7).
Kedua proses pada pengadaan secara elektronik
tersebut sama dengan pengadaan konvensional.
Perbedaannya, jika pada pengadaan konvensional
seluruh proses yang terjadi dilakukan secara
manual langsung di lapangan. Sedangkan pada
pengadaan secara elektronik adalah semua bisnis
proses dilaksanakan dengan menggunakan Sistem
Pengadaan Secara Elektronik (SPSE), sehingga
seluruh pihak yang terlibat hanya menjalankan
sistem tersebut. Berbagai penyimpangan yang
sering terjadi pada proses pengadaan konvensional
dikarenakan proses dilakukan hanya antara pihak
penyedia barang/jasa (vendor) dan pengguna
barang/jasa (instansi). Jika pada pengadaan
barang/jasa secara elektronik
semua proses
terekam dalam sistem, disamping itu melalui proses
pengadaan secara elektronik pihak penyedia dan
pengguna tidak bertemu secara fisik sehingga
sangat
susah
untuk
dapat
melakukan
persekongkolan ataupun penyimpangan yang
mengarah pada KKN.
Pada pengadaan barang/jasa secara konvesional,
setiap prosesnya dimulai dari awal penyerahan
dokumen ke panitia pengadaan hingga proses
tersebut berakhir memungkinkan untuk terjadinya
berbagai bentuk penyimpangan. Baik dilakukan
sendiri ataupun persekongkolan yang melibatkan

banyak pihak. Sedangkan, pada pengadaan


barang/jasa secara elektronik dari proses
pendaftaran hingga pengumuman pemenang pihak
penyedia dan pengguna hanya berkomunikasi
melalui sistem tersebut. Penyedia barang/jasa dan
pengguna hanya bertemu ketika pengumuman
pemenang sudah ada untuk pelaksanaan proyek.
Untuk itu sangat susah dan bahkan tidak bisa untuk
melakukan tindak penyimpang (KKN).
Penerapan e-procurement ini,memiliki kelebihan
dan kekurangan yang dirasakan oleh pihak
pengguna (Instansi) dan pihak penyedia (vendor).
Pihak pengguna barang/jasa (Instansi) menyatakan
bahwa kelebihan yang dirasakan dengan adanya eprocurement ini diantaranya: (1) karena tidak
bertemu secara fisik, sehingga segala bentuk
persekongkolan susah untuk dilakukan, (2) dapat
membuka peluang bagi vendor/rekanan untuk dapat
bersaing secara fair, (3) dengan adanya persaingan
antar vendor, membuat harga yang ditawarkan
menjadi sangat kompetitif dan tentunya bisa
menjadi keuntungan bagi pihak penyelenggara
(instansi). Sedangkan kekurangan yang dirasakan
tidak lebih hanya sebatas kendala teknis.
Sedangkan bagi pihak penyedia baranga/jasa
(vendor) kelebihan yang dirasakan adalah pihak
penyedia merasakan bahwa dengan melalui eprocurement ini ada banyak peluang terbuka,
karena persaingan dilakukan secara fair. Untuk
kekurangan yang dirasakan yaitu (1) akan menjadi
susah, jika vendor tidak mengerti penggunaan
sistem tersebut, (2) vendor tidak memiliki pilihan,
sehingga harus menggunakan sistem tersebut, (3)
kesulitan mengakses.
Faktor-Faktor
Pembentuk
Efektivitas
Pengadaan Barang dan Jasa secara Elektronik
Instansi Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Faktor-faktor yang membentuk efektivitas didapat
dengan menggunakan metode analisa faktor.
Perhitungan yang dilakukan pada 24 item
pengukuran dengan 15 sampel dan hasilnya
terdapat lima faktor yang membentuk efektivitas
pengadaan barang/jasa secara elektronik. Faktor
tersebut didapat dengan melakukan pengukuran
terhadap setiap item pernyataan kuesioner atau
yang merupakan variabel pengukuran. Jumlah Item
pernyataan yang terdapat pada kuesioner berjumlah
24, kemudian pernyataan-pernyataan tersebut akan
dikelompokkan untuk mendapatkan konstruk
(faktor pembentuk). Masing-masing variabel
pengukuran yang memiliki muatan faktor (loading
factor) diatas 0,5 dan merupakan nilai yang paling
besar dari variabel pengukuran tersebut akan
masuk menjadi konstruk. Bagi variabel yang nilai
terbesarnya dibawah 0,5 dinyatakan tidak valid dan
harus dibuang. Kemudian konstruk yang telah

terbentuk dari
diberikan nama
membentuknya.

variabel-varibel
sesuai dengan

pengukuran
item yang

Untuk penelitian ini item pernyataan kuesioner


yang merupakan variabel pengukuran, merujuk
pada Keppres No. 80 Th.2003 yang merupakan
dasar hukum pengadaan barang/jasa pemerintah.
Sehingga konstruk yang telah terbentuk merupakan
faktor-faktor pembentuk efektivitas pengadaan
barang/jasa secara elektronik. Dari hasil diatas
didapat bahwa kelima faktor/konstruk yang telah
terbentuk tersebut adalah Akuntabel, Sasaran,
Keamanan
Data,
Adil/tidak
diskriminatif,
Transparan. Pengertian masing-masing faktor
tersebut adalah:
1) Akuntabel merupakan tercapainya sasaran
sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan
yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa.
2) Sasaran merupakan suatu faktor yang
menjelaskan objektivitas atau target dari
penyelenggaraan pengadaan barang/jasa secara
elektronik sehingga menjadi tepat guna.
3) Keamanan data merupakan suatu pengukuran
khusus untuk pengadaan barang dan jasa
secara elektronik, yang menjadi adanya
keamanan dalam transaksi elektronik.
4) Adil dan tidak diskriminatif merupakan adanya
perlakuan yang sama bagi calon penyedia
barang/jasa dan tidak mengarah untuk
memberi keuntungan kepada pihak tertentu,
dengan cara dan atau alasan apapun.
5) Transparan berarti ketentuan dan informasi
mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk
syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara
evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon
penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka untuk
umum.
Berikutnya setelah kelima konstruk terbentuk
sebagai faktor-faktor pembentuk efektivitas
pengadaan barang/jasa secara elektronik, kemudian
dicari nilai loading factor terbesar. Fungsinya
adalah untuk mengetahui faktor paling dominan
sebagai
pembentuk
efektivitas
pengadaan
barang/jasa secara elektronik. Berdasarkan hasil
analisa faktor tersebut didapatkan hasil bahwa
dalam
membentuk
efektivitas
pengadaan
barang/jasa secara elektronik, faktor yang paling
berperan adalah Sasaran dengan nilai factor
loading 0,827. Hubungan tersebut dapat dijelaskan
melalui gambar berikut:

Akuntabel

0,774
0,827

Efektivitas Pengadaan Barang/Jasa secara Elektron

Sasaran

0,677
Keamanan Data
0,684
Adil / Tidak Diskriminatif
0,708

Transparan

Gambar 1 - Faktor Pembentuk Efektivitas


Pengadaan Barang/Jasa secara Elektronik
Efektivitas Penerapan Pengadaan Barang dan
Jasa secara Elektronik pada Instansi Pemprov
Jabar
Penerapan pengadaan barang/jasa secara elektronik
pada Instansi Pemerintah Provinsi Jawa Barat
sudah dimulai sejak tahun 2009. Pelaksanaannya
mencapai 100% dicapai pada
tahun 2010.
Berdasarkan Pergub No.35 Tahun 2008, bahwa
tujuan
Pemerintah
Provinsi
Jawa
Barat
melaksanakan pengadaan barang/jasa secara
elektronik atau istilahnya e-procurement adalah
untuk meningkatkan efisiensi dan menekan jumlah
KKN yang terjadi di Instansi Pemerintahan
Provinsi Jawa Barat.
Dalam penelitian ini akan diukur efektivitas
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa secara
elektronik pada Instansi Pemerintah Provinsi Jawa
Barat. Dengan sampel berjumlah 15 instansi yang
terdiri dari 11 Dinas ; 2 Badan ; 2 Biro. Pengukuran
dilakukan pada 24 variabel pengukuran dengan 5
konstruk/faktor pembentuk. Perhitungan deskriptif
statistik dilakukan dengan menggunakan alat bantu
kuesioner. Perhitungan deskriptif statistik yang
bertujuan untuk mengukur efektivitas, dijelaskan
melalui metode analisa menggunakan garis
kontinu.
Kuesioner menggunakan skala likert dengan skor 1
sampai 4. Perhitungan dengan menggunakan garis
kontinu dilalukan untuk mendapatkan masingmasing rentang nilai setiap pernyataan. Hasil
pengukuran efektivitas dapat dijabarkan sebagai
berikut:
Kriteria Sangat Tidak Efektif dengan rentang
skor 15-26,25

Kriteria Tidak Efektif dengan rentang skor


26,25-37,5
Kriteria Efektif dengan rentang skor 37,5-48,75
Kriteria Sangat Efektif dengan rentang skor
48,75-60

Berdasarkan rentang tersebut, maka nilai


maksimalnya 60 dan nilai minimalnya 15 dengan
rentang masing-masing kriteria sebesar 11,25
(perhitungan pada lampiran). Efektivitas pengadaan
barang/jasa secara elektronik pada Instansi
Pemerintahan Provinsi Jawa Barat dapat dijelaskan
melalui gambar garis kontinu berikut:
Sasaran 49,167
Keamanan Data 50,33

Sangat Tidak Efektif


Tidak Efektif

Efektif
Sangat Efektif

dicapai Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara


keseluruhan dapat dijabarkan pada data berikut:
Efesiensi Pengadaan Secara
Elektronik
Terhitung Sampai 23 November 2010
Total Paket 1571 Paket
1388 Paket
Pagu
Pagu
Selesai
Penawaran
Efisiensi
% Efisiensi

Rp
2.449.032.612.907,60
Rp
2.208.977.327.572,60
Rp
1.908.032.534.964,06
Rp
300.944.792.608,54
13,62 %

Tabel 1- Efisiensi Pengadaan Secara Elektronik


15

26,25

37,5

48,75

60

Adil/Tdk diskriminatif 51,4


Transparan 47,25
Akuntabel 49,4

Gambar 2-Garis Kontinu Efektivitas Pengadaan


Barang/jasa secara Elektronik
Efektivitas merupakan kesesuaian antara output
yang dihasilkan dengan tujuan awal yang ingin
dicapai. Berdasarkan pengukuran secara deskriptif
statistik dengan menggunakan garis kontinu
didapatkan hasil bahwa pengadaan barang/jasa
secara elektronik pada Instansi Pemerintah Provinsi
Jawa Barat telah berjalan dengan sangat efektif.
Dimana tujuan penyelenggaraan barang/jasa secara
elektronik adalah untuk memerangi tindak KKN
dan
meingkatkan
efisiensi.
Berdasarkan
pengukuran yang dilakukan pada faktor-faktor
yang membentuk efektivitas, didapatkan bahwa
empat faktor berjalan dengan sangat efektif dan
satu faktor berjalan secara efektif. Secara
keseluruhan
penyelenggaraan
pengadaan
barang/jasa secara elektronik telah berjalan sangat
efektif dengan nilai 49,52. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan-pernyataan
yang
diungkapkan
responden dalam wawancara, yang menyatakan
bahwa pelaksanaan e-procurement ini sangat
efektif dalam mengurangi tindak KKN.
Dengan pengukuran statistik yang dilakukan dan
juga penyataan dari pakarnya sendiri, dapat
dijelaskan
bahwa
pelaksanaan
pengadaan
barang/jasa di Instansi Pemerintah Provinsi Jawa
Barat telah efektif dalam meningkatkan efisiensi
dan mengurangi tindak KKN. Nilai efisiensi yang

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa


dari pelaksanaan pengadaan secara elektronik pada
seluruh Instansi Pemerintah Provinsi Jawa Barat
didapatkan hasil bahwa efisiensi yang terjadi
sejumlah 13,62%. Hal ini menunjukkan bahwa
sesuai dengan output yang diinginkan bahwa
melalui pengadaan barang/jasa secara elektronik
sudah dapat meningkatkan efisiensi anggaran.
Sehingga melalui keseluruhan hasil pengukuran
diantaranya melalui wawancara pakar, pengukuran
deskripsi statistik pada seluruh variabel
pengukuran, dan data sekunder dari LPSE
menyatakan bahwa pengadaan barang/jasa secara
elektronik ini telah berlangsung dengan sangat
efektif sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa:
a.
Pengadaan barang dan jasa merupakan
upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau
mewujudkan
barang
dan
jasa
yang
diinginkannya, dengan menggunakan metode
dan proses tertentu agar dicapai kesepakatan
harga, waktu, dan kesepakatan lainnya. Namun
pada prakteknya pada instansi pemerintah telah
banyak terjadi praktek KKN dalam pengadaan,
termasuk Instansi Pemerintah Provinsi Jawa
Barat.
b.
Untuk meningkatkan efisiensi dan
mengurangi tindak KKN dalam pelaksanaan
barang/jasa pemerintah,
maka
dibuat
pengadaan barang/jasa secara elektronik (eprocurement) pada Instansi Pemerintah. Dengan
menggunakan Sistem Pengadaan Secara
Elektronik (SPSE) yang dikelola oleh Layanan
Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

c.

d.

e.

Melalui Pergub No.35 Tahun 2008,


seluruh Instansi Pemerintahan Provinsi Jawa
Barat wajib mengikuti pengadaan secara
elektronik. Dalam rangka implementasi egovernment, meningkatkan efisiensi, dan
mengurangi KKN yang dimulai tahun 2009 dan
saat ini pelaksanaannya sudah mencapai 100%.
Namun pelaksanaannya masih belum maksimal,
dibuktikan dengan keluhan beberapa pakar yang
sebagian besar bermasalah pada bagian teknis.
Berdasarkan pengukuran terhadap variabel
pengukuran maka didapatkan konstruk/faktor
pembentuk pengadaan barang/jasa secara
elektronik dengan loading faktornya yaitu:
Akuntabel: factor loading 0,774 ; Sasaran:
factor loading 0,827 ;Keamanan Data: factor
loading 0,677; Adil/Tidak Diskriminatif: factor
loading 0,684 ; Transparan: factor loading
0,708. Dengan faktor paling dominan
pembentuk efektivitas dalam pengadaan
barang/jasa adalah sasaran.
Dengan pengukuran statistik yang
dilakukan dan juga pernyataan dari pakar
langsung serta perolehan data sekunder, dapat
dijelaskan bahwa pelaksanaan pengadaan
barang/jasa di Instansi Pemerintah Provinsi
Jawa Barat telah berjalan dengan sangat efektif.
Melalui perhitungan garis kontinu didapatkan
hasil kriteria sangat efektif dengan skor 49,52
dan nilai efisiensi yang diperoleh sebesar
13,62%.

Saran
a.

b.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat menduduki


posisi teratas dalam pelaksanaan e-procurement
di Indonesia, dengan pelaksanaannya yang
mencapai 100%. Namun ada baiknya agar
pelaksanaanya menjadi merata. Walaupun
semua instansi sudah mengikuti pengadaan
barang/jasa secara elektronik tetapi tidak
dilakukan secara berkelanjutan, kesannya setiap
instansi
melaksanakannya
hanya
untuk
formalitas. Dibutuhkan pemantauan yang
dilakukan secara berkala, sehingga pelaksanaan
pengadaan barang/jasa secara elektronik ini bisa
dilakukan merata dan berkelanjutan pada
seluruh Instansi Pemerintahan Provinsi Jawa
Barat.
Dalam
pelaksanaan
e-procurement
ini
membutuhkan kesiapan semua pihak, mulai dari
pemerintah, rekanan, dan juga masyarakat
sebagai saksi. Sehingga jika pemerintah
menerapkan suatu sistem yang baru ada baiknya
dipublikasikan ke semua kalangan, karena
semua lapisan masyarakat membutuhkan
informasi. Semua akan terintegrasi dengan baik,
jika pemerintah mampu membimbing semua
warganya, sehingga tidak ada penafsiran

c.

d.

e.

berbeda di berbagai pihak yang mampu


menghambat berjalannya suatu keputusan baru.
Pelaksanaan
e-procurement
ini
sangat
membutuhkan kesigapan dalam perolehan
informasi dan juga keterbaharuan informasi.
Fasilitas yang menunjang sangat diperlukan
dalam proses ini. Untuk itu pemerintah perlu
merespon secara cepat setiap permasalahan
teknis yang terjadi dan juga melakukan
maintenance pada sistem secara berkala.
Pada penelitian ini didapatkan hasil, bahwa
faktor pembentuk efektivitas dengan nilai factor
loading tertinggi yaitu faktor Sasaran.
Hendaknya
untuk
kedepannya,
faktor
pembentuk lainnya dapat dievaluasi kembali
sehingga semua faktor dapat dimaksimalkan
dalam penerapan pengadaan barang/jasa secara
elektronik.
Penelitian ini dibuat untuk mengukur
efektivitas, dan hasilnya sudah didapatkan
beberapa faktor pembentuk efektivitas. Untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, mungkin jika
ada pembaca yang ingin mengembangkan
penelitian ini dapat mengembangkannya pada
faktor-faktor pembentuk efektivitas, karena
masih banyak yang perlu diketahui untuk
dikembangkan.

Daftar Pustaka
Marbun, Rocky. (2010). Tanya Jawab Seputar
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Jakarta : Visi Media.
Sutedi, Adrian. (2009). Aspek-Aspek Hukum
Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai
Permasalahannya. Jakarta : Sinar Grafika.
Sekaran, Uma. (2006). Metodologi Penelitian
Untuk Bisnis. Jakarta : Salemba Empat
Simamora, Bilson. (2004). Riset
(Falsafah, Teori, Aplikasi)

Pemasaran

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Bisnis.


Bandung : CV Alfabeta.
Suprayitno, et.al. (2004). Komitmen Menegakkan
Good Corporate Governance. Jakarta : The
Indonesian
Institute
for
Corporate
Governance.
Transparency
International.
(2007).
Buku
Panduan Mencegah Korupsi Dalam
Pengadaan Barang dan Jasa. Jakarta :
Transparency International Indonesia

Anda mungkin juga menyukai