Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

STRUKTUR BAWAH

Struktur bawah berfungsi menerima/memikul beban-beban yang


diberikan bangunan atas dan kemudian menyalurkannya ke pondasi.
Beban-beban tersebut selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah.
Untuk mengetahui jenis pondasi yang akan digunakan harus
diketahui terlebih dahulu mengenai keadaan, susunan dan sifat lapisan
tanah serta daya dukungnya. Masalah-masalah teknik yang sering
dijumpai oleh ahli-ahli teknik sipil adalah dalam menentukan daya dukung
dan kemungkinan penurunan/settlement yang terjadi.

1.1.

Penyelidikan Tanah
Metode penyelidikan tanah pada jembatan mencakup seluruh penyelidikan lokasi
kegiatan berdasarkan klasifikasi jenis tanah yang didapat dari hasil tes dengan
mengadakan peninjauan kembali terhadap semua data tanah dan material guna
menentukan jenis tipe pondasi yang tepat dan sesuai tahapan kegiatannya, sebagai
berikut:
1. Mengadakan penyelidikan tanah dan material di lokasi Pekerjaan jembatan yang akan
dibangun dengan menetapkan lokasi titik-titik bor yang diperlukan langsung di
lapangan.
2. Melakukan penyelidikan kondisi permukaan air (sub-surface) sehubungan dengan
pondasi jembatan yang akan dibangun.
3. Menyelidiki lokasi sumber material yang ada di sekitar lokasi Pekerjaan, kemudian
dituangkan dalam bentuk penggambaran peta termasuk sarana lain yang ada seperti
jalan pendekat/oprit, bangunan pelengkap/pengaman dan lain sebagainya.
4. Pekerjaan pengambilan contoh dengan pengeboran (umumnya terhadap undisturbed
sampling) dimaksudkan untuk tujuan penyelidikan lebih lanjut dilaboratorium untuk
mendapatkan informasi yang lebih teliti tentang parameterparameter tanah dari
pengetesan Index Properties (Besaran Indeks) dan Engineering Properties (Besaran
Struktural Indeks).
5. Penyelidikan tanah untuk desain jembatan yang umum dilaksanakan di lingkungan
Bina Marga dengan bentang > 60 m digunakan bor mesin (alat bor yang digerakkan
dengan mesin) di mana kapasitas kedalaman bor dapat mencapai 40 m disertai alat
split spoon sampler untuk Standar Penetration Test ( SPT ) menurut AASHTO T 206
74. Sedangkan untuk bentang < 60m (relatif dari 25 m s/d 60 m tergantung kondisi)
digunakan peralatan utama lapangan yang terdiri atas: (a) Alat sondir dengan bor
tangan (digerakkan dengan tangan); (b) Pengeboran harus dilakukan sampai
kedalaman yang ditentukan (bila tidak ditentukan lain) untuk mendapatkan letak
lapisan tanah dan jenis batuan beserta ukurannya dan harus mencapai tanah keras/batu
dan menembus sedalam kurang lebih 3.00 m; (c) Boring dan sampling harus
dikerjakan dengan memakai Manual Operated Auger dengan kapasitas hingga
kedalaman 10 m; dan (d) Alat tes sondir tipe Gouda atau sejenisnya, antara lain
1

Dutch Cone Penetrometer yang memakai sistem metrik dan harus dilengkapi
dengan Friction Jacket Cone, kapasitas tegangan konus minimum 250 kg/cm 2 dan
kedalamannya dapat mencapai 25 m.
6. Pada setiap jembatan, penyelidikan tanah yang dibutuhkan pada masing-masing lokasi
rencana pondasi harus sudah menetapkan penggunaan jenis bor dan posisi lubang bor
yang direncanakan serta jumlah titik bor minimal satu titik boring, yaitu satu titik bor
mesin atau satu set bor tangan dan sondir, tergantung bentang rencana jembatannya.
Hal ini tergantung pada kondisi area (alam dan lokasi), kepentingan stuktur dan
tersedianya peralatan pengujian beserta teknisinya.
7. SPT dilakukan pada interval kedalaman 1,50 m sampai dengan 2,00 m untuk diambil
contohnya (undisturbed dan disturbed).
8. Mata bor harus mempunyai diameter yang cukup untuk mendapatkan undisturbed
sample yang diinginkan dengan baik, dapat digunakan mata bor steel bit untuk tanah
clay, silt dan mata bor jenis core barrel.
9. Digunakan casing (segera) bilamana tanah yang dibor cenderung mudah runtuh.
10. Untuk menentukan besaran index dan structural properties dari contoh-contoh tanah,
baik yang terganggu (disturbed) maupun yang asli (undisturbed) tersebut di atas dan
contoh material (quarry), maka pengujian di laboratorium dikerjakan berdasarkan
spesifikasi SNI, SK SNI, AASHTO, ASTM, BS dengan urutan terdepan sebagai
prioritas pertamanya.
11. Laporan penyelidikan tanah dan material harus pula berisi analisa dan hasil daya
dukung tanah serta rekomendasi jenis pondasi yang sesuai dengan daya dukung tanah
tersebut dan hasil bor log dituangkan dalam bentuk tabel/formulir bor log dan form
drilling log yang dilengkapi dengan keterangan/data diantaranya tentang tipe bor yang
digunakan, kedalaman lapisan tanah, tinggi muka air tanah, grafik log, uraian
lithologi, jenis sample, nilai SPT, tekanan kekuatan (kg/cm 2), liquid/ plastis limit,
perhitungan pukulan (SPT) dan lain sebagainya.
1.2.

Pekerjaan Pondasi
Pekerjaan pondasi umumnya merupakan pekerjaan awal dari suatu
proyek. Oleh karena itu langkah awal yang dilakukan adalah pemetaan
terlebih dahulu, dan dari pemetaan ini dapat diperoleh suatu patokan
yang tepat antara koordinat pada gambar kerja dan kondisi lapangan.
Langkah-langkah
persiapan
pekerjaan
pondasi
adalah
membersihkan/mempersiapkan
area
proyek
dan
pembuatan
penulangan tiang bor.
Setelah alat pengebor, tulangan, serta ready mix concrete-nya sudah
siap, maka dimulailah proses pengeboran. Skema alat-alat bornya
dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1 Skema Alat-Alat Bor

Gambar di atas bisa menggambarkan secara skematik alat-alat yang


digunakan untuk mengebor. Dalam praktiknya, mesin bornya terpisah
sehingga perlu Crane atau Excavator tersendiri.
1.3.

Pengeboran
Pada pekerjaan pondasi tiang bor, kedalaman dan diameter tiang
bor menjadi parameter utama dipilihnya alat-alat bor. Terdapatnya
batuan atau material di bawah permukaan tanah, ini perlu diantisipasi
sehingga bisa disediakan metode dan peralatan yang cocok. Kalau asal
mengebor saja, mata bornya bisa stack di bawah.
Setelah mencapai suatu kedalaman yang mencukupi untuk
menghindari tanah di tepi lubang berguguran maka perlu di pasang
casing, yaitu pipa yang mempunyai ukuran diameter dalam kurang
lebih sama dengan diameter lubang bor. Setelah casing terpasang,
maka pengeboran dapat dilanjutkan. Mata aunger sudah diganti
dengan Cleaning Bucket yaitu untuk membuang tanah atau lumpur di
dasar lubang.
Jika pekerjaan pengeboran dan pembersihan tanah hasil pengeboran
dan akhirnya sudah menjadi kondisi tanah keras, maka untuk sistem
pondasi bore pile bagian bawah pondasi yang bekerja dengan
mekanisme bearing dapat dilakukan pembesaran. Untuk itu dipakai bor
khusus (Belling Tools).
Akhirnya setelah beberapa lama dan diperkiranakan sudah
mencapai kedalaman rencana maka perlu dipastikan terlebih dahulu
apakah kedalaman lubang bor sudah mencukupi, yaitu dengan
pemeriksaan manual. Perlu juga diperhatikan bahwa hasil pengeboran
perlu juga diperiksa dengan data hasil penyelidikan terdahulu. Apakah
jenis tanah adalah sama seperti yang diperkirakan dalam menentukan
kedalaman tiang bor tersebut. Ini perlu karena sampel tanah
3

sebelumnya umumnya diambil dari satu atau dua tempat yang


dianggap mewakili. Tetapi dengan proses pengeboran ini maka secara
otomatis dapat dilakukan prediksi kondisi tanah secara tepat, satu
persatu pada titik yang dibor.
Jika kedalaman dan lubang bor telah siap maka selanjutnya adalah
penempatan tulangan (Gambar 2). Jika terlalu dalam maka penulangan
harus disambung di lapangan. Pengangkatannya bertahap.
1.4. Pengecoran

Gambar 2 Pekerjaan Penulangan Pondasi

Setelah proses pemasangan tulangan baja maka proses selanjutnya


adalah pengecoran beton. Ini merupakan bagian yang paling kritis yang
menentukan berfungsi tidaknya suatu pondasi. Meskipn proses
pekerjaan sebelumnya sudah benar, tetapi pada tahapan ini gagal
maka gagal pula podasi tersebut secara keseluruhan. Pengecoran
disebut gagal jika lubang pondasi tersebut tidak terisi benar dengan
beton, misalnya ada yang bercampur dengan galian tanah atau segresi
dengan air, tanah longsor sehingga beton mengisi bagian yang tidak
tepat.
Adanya air pada lubang bor menyebabkan pengecoran memerlukan
alat bantu khusus, yaitu pipa tremi. Pipa tersebut mempunyai panjang
yang sama atau lebih panjang dengan kedalaman lubang yang dibor.
Memasukkan pipa tremi ke dalam lubang bor menggunakan alat bantu,
yaitu crane. Setelah pipa tremi sudah berhasil dimasukkan, ujung atas
harus ditahan sedemikian sehingga posisinya terkontrol (dipegang) dan
tidak jatuh, lalu corong pipa tremi dipasang. Pada kondisi pipa sudah
siap maka pengecoran dapat dilakukan.
Pada Pekerjaan pengecoran diperlukan pengalaman yang banyak.
Tahap pengecoran, menuangkan
beton ke corong pipa tremi
menggunakan Concrete Bucket dengan bantuan Crane (Gambar 3).
Dalam menuangkan beton tidak boleh langsung banyak, karena pipa
tremi perlu dicabut lagi, jadi kalau beton tertuang terlalu banyak maka
4

akan sulit untuk mencabutnya. Jika terlalu dini mencabut pipa tremi
dan beton pada bagian bawah belum terkonsolidasi dengan baik, maka
bisa terjadi segresi, tercampur dengan tanah. Proses semua itu terjadi
di bawah (dalam lubang bor) dan tidak kelihatan, jadi pengalaman para
pelaksana di lapangan yang mengangkat pipa tremi memegang peran
yang sangat penting. Pada kasus ini, tidak hanya teori, tetapi perlu
feeling yang tepat. Jika terjadi kesalahan, maka akan berakibat pondasi
akan gagal.
Jika beton yang dicor sudah semakin ke atas (volumenya semakin
banyak) maka pipa tremi harus mulai ditarik ke atas. Adanya pipa tremi
tersebut menyebabkan beton dapat disalurkan ke dasar lubang
langsung dan tanpa mengalami pencampuran dengan air dan lumpur.
Karena berat jenis beton lebih besar dari berat jenis lumpur maka beton
semakin lama semakin kuat untuk mendesak lumpur nai ke atas.
Proses pengecoran ini memerlukan supply beton yang selalu siap
(tidak boleh terlambat). Jika sampai terjadi keterlambatan pipa
treminya bisa tertanam dan tidak bisa dicabut, sedangkan kalau keburu
dicabut
maka
tiang
beton
tidak
continue.
Jadi
bagian
logistik/pengadaan beton harus memperhatikan itu.

Gambar 3 Pekerjaan Pengecoran Pondasi

Jika pengerjaan pengecoran dapat berlangsung dengan baik, maka


pada akhirnya beton dapat muncul dari kedalaman lubang. Jadi
pemasangan pipa tremi mensyaratkan bahwa selama pengecoran dan
penarikan, pipa tremi tersebut harus selalu tertanam pada beton segar.
Pada kondisi tersebut fungsinya sebagai penyumbat atau penahan agar
tidak terjadi segresi atau kecampuran lumpur.
1.5. Pekerjaan Abutment (Kepala Jembatan)
Abutment atau kepala jembatan merupakan bangunan yang
berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan
tanah. Pada proyek ini bagian abutmen menggunakan struktur
5

pasangan batu. Pekerjaan pasangan batu untuk abutment yaitu semen,


pasir, dan air dicampur dan diaduk menjadi mortar dengan
menggunakan concrete mixer. Batu terlebih dahulu dibersihkan, lalu
disusun dengan baik, kemudian diisi/diikat dengan campuran mortar
dengan dimensi sesuai gambar kerja. Abutment dengan pondasi diikat
menggunakan angkur (baja) sehingga menjadi struktur yang monolit.
Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 4 dibawah ini.

BAB 2 Abutment
Gambar 4 Pekerjaan
STRUKTUR ATAS

Struktur atas merupakan bagian atas suatu jembatan yang berfungsi


menampung beban-beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas orang dan
kendaraan maupun lainnya, yang kemudian menyalurkannya ke bangunan
bawah.
2.1.
Lantai

Pekerjaan Gelagar Induk, Gelagar Melintang, dan Plat

2.1.1. Pekerjaan Perancah dan Bekisting


Jembatan beton bertulang ini dipasang dengan menggunakan
perancah. Bahan berasal dari baja. Perancah yang dibuat harus
memperhatikan kondisi aliran sungai pada waktu banjir. Sungai
Brantas mempunyai aliran yang deras, sehingga tiang perancah
tidak boleh terendam air, dikarenakan jika sewaktu-waktu sungai
banjir tiang perancah akan diterjang aliran air yang deras sehingga
berakibat perancah tidak kokoh atau terguling. Solusinya yaitu kaki
tiang perancah khususnya pada posisi tengah dilindungi dengan box
plat baja (air di dalam box baja di pompa keluar). Untuk kaki
perancah pada posisi tepi juga dilindungi menggunakan box plat
baja, agar tanah yang sebagai tumpuan tidak tergerus oleh aliran
sungai. Perakitan perancah pada proyek Jembatan Vinolia
menggunakan bantuan Crane. Dalam merakit perancah harus benarbenar kuat dan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada. Untuk
lebih jelasnya tentang perakitan perancah, lihat Gambar 5.
6

Gambar 5 Pekerjaan Perancah

Gambar 6 Pekerjaan Bekisting

Gambar 7 Perancah dan Bekisting Balok dan Plat Jembatan

Setelah perancah selesai dibuat dan diyakini stabil dan kuat,


mulai dibuat bekisting untuk gelagar beton bertulang dan plat lantai.
Bekisting dibuat dengan dimensi sesuai dengan gambar rencana,
mempunyai kelurusan yang baik dan tidak bocor. Bekisting yang
7

digunakan pada proyek ini, menggunakan bekisting dari multipleks


yang diperkuat baja profil. Setelah selesai perakitan bekisting, maka
harus diperiksa ulang kekuatannya agar tidak melendut saat
pengecoran, dan diperiksa permukaan bekisting agar tidak terjadi
kebocoran saat pengecoran. Bekisting yang menumpu pada
abutment bagian bawah diberi tumpuan dari baja atau kayu, untuk
tempat Elastomer Karet jembatan. Untuk lebih jelas tentang
perakitan bekisting balok dan plat lantai, lihat Gambar 6 dibawah ini.
2.1.2. Penulangan
Setelah acuan selesai, maka harus diolesi dengan minyak
bekisting atau oli bekas. Setelah itu mulai dipasang baja tulangan
dalam acuan tersebut, dengan memperhatikan selimut tebal selimut
beton dengan menahan baja tulangan dengan beton decking. Mutu
beton decking harus lebih tinggi dari beton yang akan dicor.
Prosedur Pekerjaan pekerjaan penulangan yaitu:
1. Menyiapkan material baja tulangan sesuai dengan ukuran dan
gambar yang sudah direncanakan.
2. Menyiapkan lokasi untuk pemotongan dan perakitan tulangan.
3. Menyiapkan peralatan dan tenaga penulangan sesuai dengan
yang dibutuhkan.
4. Pastikan perakitan tulangan dengan bendrat bersilang tumpang
tindih.
5. Potong dan rakit pembesian dengan sesuai ukuran gambar
rencana.
6. Menyiapkan lokasi pemasangan panel rakitan pembesian di
lapangan bersih dari segala kotoran.
7. Pastikan posisi ikatan antar besi tulangan sudah cukup kuat dan
pada tempatnya.
2.1.3. Pengecoran
Perencanaan urutan pengecoran harus mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Melintang dimulai pengecoran beton di tengah, bergerak keluar
secara seimbang/teratur.
2. Memanjang pengecoran beton sedemikian sehingga lendutan
maksimum terjadi pada awal, sehingga bila pengerasan awal
terjadi, beton tidak akan terpengaruh oleh lendutan yang
disebabkan pengecoran beton kemudian.
Bila balok atau plat yang sedang dicor tidak lurus, biasanya dalam
praktek dikerjakan dari titik terendah menuju titik tertinggi.
8

Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum mengecor pelat lantai


adalah sebagai berikut:
1. Periksa bahwa semua kotoran debu, beton lama, potongan kawat
pengikat dan sebagainya dibersihkan dari acuan.
2. Menegaskan bahwa jembatan kerja (runway) ditopang bebas dari
penulangan.
3. Jika keadaan cuaca kurang baik, terutama cuaca panas, periksa
agar pekerjaan dapat berlangsung tanpa melanggar syaratsyarat
teknik.
4. Memastikan
adanya
pengaturan
untuk
cahaya
buatan
(penerangan) bila pengecoran tidak dapat diselesaikan sebelum
gelap.
5. Memastikan terdapat cukup kayu untuk membuat stop end bila
persediaan beton terganggu/terlambat.
6. Memastikan ketersediaan tenaga dan fasilitas untuk mengambil
benda uji bahan atau beton sesuai dengan syarat syarat teknik.
7. Menegaskan bahwa talang (chutes) terbuat dari logam atau
dilapisi logam sehingga beton tidak akan terpisah dalam talang
atau diperbolehkan jatuh lebih dari 1,5 m.
8. Memeriksa tersedianya alat cadangan (standby) yang cukup,
termasuk pengetar, dalam kondisi siap pakai.
Beton yang digunakan yaitu beton ready mix. Proses pengecoran
menggunakan Concrete Pump (dipompa). Pada waktu pengecoran
dilakukan penggetaran/pemadatan terhadap beton dengan alat
Concrete Vibrator.
Untuk plat lantai jembatan, bila lantai akan diberi lapisan
permukaan aspal, suatu daya lekat yang baik akan terjadi antara
beton dan aspal bila permukaan diperkasar, dan ini didapat dengan
cara menyeret sapu
kaku secara melintang pada permukaan
sebelum mengeras. Timing dari kegiatan ini penting untuk mendapat
hasil yang baik. Prosedur perawatan dimulai segera setelah
pengerasan awal terjadi. Untuk lebih jelas proses pengecoran, lihat
Gambar 8 di bawah ini.

Gambar 8 Pekerjaan Pengecoran

2.2.

Pekerjaan Sandaran (Railling)


Pekerjaan sandaran (railing) meliputi pekerjaan bekisting,
penulangan, pemasangan pipa pegangan, dan pengecoran. Semua
pekerjaan pada pekerjaan sandaran (railling) harus dikerjakan sesuai
dengan yang direncanakan dan syarat-syarat yang telah ada.

2.3.

Pekerjaan Oprit Jembatan


Pekerjaan oprit pertama kali yaitu proses pemadatan tanah. Tanah
dipadatkan bertujuan agar tanah dapat menahan titik as pada roda
transportasi. Pekerjaan oprit meliputi pembuatan plat injak,
pemadatan material, dan pengaspalan jalan. Pemadatan material
dengan menggunakan alat berat yang disebut Pad Foot Roller.
Pemadatan dilakukan beberapa kali lintasan sampai material benarbenar padat.

Gambar 9 Proses Pemadatan Tanah Oprit

10

Anda mungkin juga menyukai