STRUKTUR BAWAH
1.1.
Penyelidikan Tanah
Metode penyelidikan tanah pada jembatan mencakup seluruh penyelidikan lokasi
kegiatan berdasarkan klasifikasi jenis tanah yang didapat dari hasil tes dengan
mengadakan peninjauan kembali terhadap semua data tanah dan material guna
menentukan jenis tipe pondasi yang tepat dan sesuai tahapan kegiatannya, sebagai
berikut:
1. Mengadakan penyelidikan tanah dan material di lokasi Pekerjaan jembatan yang akan
dibangun dengan menetapkan lokasi titik-titik bor yang diperlukan langsung di
lapangan.
2. Melakukan penyelidikan kondisi permukaan air (sub-surface) sehubungan dengan
pondasi jembatan yang akan dibangun.
3. Menyelidiki lokasi sumber material yang ada di sekitar lokasi Pekerjaan, kemudian
dituangkan dalam bentuk penggambaran peta termasuk sarana lain yang ada seperti
jalan pendekat/oprit, bangunan pelengkap/pengaman dan lain sebagainya.
4. Pekerjaan pengambilan contoh dengan pengeboran (umumnya terhadap undisturbed
sampling) dimaksudkan untuk tujuan penyelidikan lebih lanjut dilaboratorium untuk
mendapatkan informasi yang lebih teliti tentang parameterparameter tanah dari
pengetesan Index Properties (Besaran Indeks) dan Engineering Properties (Besaran
Struktural Indeks).
5. Penyelidikan tanah untuk desain jembatan yang umum dilaksanakan di lingkungan
Bina Marga dengan bentang > 60 m digunakan bor mesin (alat bor yang digerakkan
dengan mesin) di mana kapasitas kedalaman bor dapat mencapai 40 m disertai alat
split spoon sampler untuk Standar Penetration Test ( SPT ) menurut AASHTO T 206
74. Sedangkan untuk bentang < 60m (relatif dari 25 m s/d 60 m tergantung kondisi)
digunakan peralatan utama lapangan yang terdiri atas: (a) Alat sondir dengan bor
tangan (digerakkan dengan tangan); (b) Pengeboran harus dilakukan sampai
kedalaman yang ditentukan (bila tidak ditentukan lain) untuk mendapatkan letak
lapisan tanah dan jenis batuan beserta ukurannya dan harus mencapai tanah keras/batu
dan menembus sedalam kurang lebih 3.00 m; (c) Boring dan sampling harus
dikerjakan dengan memakai Manual Operated Auger dengan kapasitas hingga
kedalaman 10 m; dan (d) Alat tes sondir tipe Gouda atau sejenisnya, antara lain
1
Dutch Cone Penetrometer yang memakai sistem metrik dan harus dilengkapi
dengan Friction Jacket Cone, kapasitas tegangan konus minimum 250 kg/cm 2 dan
kedalamannya dapat mencapai 25 m.
6. Pada setiap jembatan, penyelidikan tanah yang dibutuhkan pada masing-masing lokasi
rencana pondasi harus sudah menetapkan penggunaan jenis bor dan posisi lubang bor
yang direncanakan serta jumlah titik bor minimal satu titik boring, yaitu satu titik bor
mesin atau satu set bor tangan dan sondir, tergantung bentang rencana jembatannya.
Hal ini tergantung pada kondisi area (alam dan lokasi), kepentingan stuktur dan
tersedianya peralatan pengujian beserta teknisinya.
7. SPT dilakukan pada interval kedalaman 1,50 m sampai dengan 2,00 m untuk diambil
contohnya (undisturbed dan disturbed).
8. Mata bor harus mempunyai diameter yang cukup untuk mendapatkan undisturbed
sample yang diinginkan dengan baik, dapat digunakan mata bor steel bit untuk tanah
clay, silt dan mata bor jenis core barrel.
9. Digunakan casing (segera) bilamana tanah yang dibor cenderung mudah runtuh.
10. Untuk menentukan besaran index dan structural properties dari contoh-contoh tanah,
baik yang terganggu (disturbed) maupun yang asli (undisturbed) tersebut di atas dan
contoh material (quarry), maka pengujian di laboratorium dikerjakan berdasarkan
spesifikasi SNI, SK SNI, AASHTO, ASTM, BS dengan urutan terdepan sebagai
prioritas pertamanya.
11. Laporan penyelidikan tanah dan material harus pula berisi analisa dan hasil daya
dukung tanah serta rekomendasi jenis pondasi yang sesuai dengan daya dukung tanah
tersebut dan hasil bor log dituangkan dalam bentuk tabel/formulir bor log dan form
drilling log yang dilengkapi dengan keterangan/data diantaranya tentang tipe bor yang
digunakan, kedalaman lapisan tanah, tinggi muka air tanah, grafik log, uraian
lithologi, jenis sample, nilai SPT, tekanan kekuatan (kg/cm 2), liquid/ plastis limit,
perhitungan pukulan (SPT) dan lain sebagainya.
1.2.
Pekerjaan Pondasi
Pekerjaan pondasi umumnya merupakan pekerjaan awal dari suatu
proyek. Oleh karena itu langkah awal yang dilakukan adalah pemetaan
terlebih dahulu, dan dari pemetaan ini dapat diperoleh suatu patokan
yang tepat antara koordinat pada gambar kerja dan kondisi lapangan.
Langkah-langkah
persiapan
pekerjaan
pondasi
adalah
membersihkan/mempersiapkan
area
proyek
dan
pembuatan
penulangan tiang bor.
Setelah alat pengebor, tulangan, serta ready mix concrete-nya sudah
siap, maka dimulailah proses pengeboran. Skema alat-alat bornya
dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Pengeboran
Pada pekerjaan pondasi tiang bor, kedalaman dan diameter tiang
bor menjadi parameter utama dipilihnya alat-alat bor. Terdapatnya
batuan atau material di bawah permukaan tanah, ini perlu diantisipasi
sehingga bisa disediakan metode dan peralatan yang cocok. Kalau asal
mengebor saja, mata bornya bisa stack di bawah.
Setelah mencapai suatu kedalaman yang mencukupi untuk
menghindari tanah di tepi lubang berguguran maka perlu di pasang
casing, yaitu pipa yang mempunyai ukuran diameter dalam kurang
lebih sama dengan diameter lubang bor. Setelah casing terpasang,
maka pengeboran dapat dilanjutkan. Mata aunger sudah diganti
dengan Cleaning Bucket yaitu untuk membuang tanah atau lumpur di
dasar lubang.
Jika pekerjaan pengeboran dan pembersihan tanah hasil pengeboran
dan akhirnya sudah menjadi kondisi tanah keras, maka untuk sistem
pondasi bore pile bagian bawah pondasi yang bekerja dengan
mekanisme bearing dapat dilakukan pembesaran. Untuk itu dipakai bor
khusus (Belling Tools).
Akhirnya setelah beberapa lama dan diperkiranakan sudah
mencapai kedalaman rencana maka perlu dipastikan terlebih dahulu
apakah kedalaman lubang bor sudah mencukupi, yaitu dengan
pemeriksaan manual. Perlu juga diperhatikan bahwa hasil pengeboran
perlu juga diperiksa dengan data hasil penyelidikan terdahulu. Apakah
jenis tanah adalah sama seperti yang diperkirakan dalam menentukan
kedalaman tiang bor tersebut. Ini perlu karena sampel tanah
3
akan sulit untuk mencabutnya. Jika terlalu dini mencabut pipa tremi
dan beton pada bagian bawah belum terkonsolidasi dengan baik, maka
bisa terjadi segresi, tercampur dengan tanah. Proses semua itu terjadi
di bawah (dalam lubang bor) dan tidak kelihatan, jadi pengalaman para
pelaksana di lapangan yang mengangkat pipa tremi memegang peran
yang sangat penting. Pada kasus ini, tidak hanya teori, tetapi perlu
feeling yang tepat. Jika terjadi kesalahan, maka akan berakibat pondasi
akan gagal.
Jika beton yang dicor sudah semakin ke atas (volumenya semakin
banyak) maka pipa tremi harus mulai ditarik ke atas. Adanya pipa tremi
tersebut menyebabkan beton dapat disalurkan ke dasar lubang
langsung dan tanpa mengalami pencampuran dengan air dan lumpur.
Karena berat jenis beton lebih besar dari berat jenis lumpur maka beton
semakin lama semakin kuat untuk mendesak lumpur nai ke atas.
Proses pengecoran ini memerlukan supply beton yang selalu siap
(tidak boleh terlambat). Jika sampai terjadi keterlambatan pipa
treminya bisa tertanam dan tidak bisa dicabut, sedangkan kalau keburu
dicabut
maka
tiang
beton
tidak
continue.
Jadi
bagian
logistik/pengadaan beton harus memperhatikan itu.
BAB 2 Abutment
Gambar 4 Pekerjaan
STRUKTUR ATAS
2.2.
2.3.
10