Anda di halaman 1dari 7

RADIOAKTIF DALAM BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

A.

PENDAHULUAN
Radiasi adalah pencemaran/pengeluaran dan perambatan energi menembus ruang atau
sebuah substansi dalam bentuk gelombang atau partikel. Partikel radiasi terdiri dari atom atau
subatom dimana mempunyai masa bergerak, menyebar dengan kecepatan tinggi
menggunakan energi kinetik. Beberapa contoh dari partikel radiasi adalah elektron, beta,
alpha, photon, dan neutron.
Sumber radiasi dapat terjadi secara alamiah maupun buatan. Sumber radiasi alamiah
contohnya radiasi dari sinar kosmis, radiasi dari unsur-unsur kimia yang terdapat pada lapisan
kerak bumi, radiasi yang terjadi pada atmosfer akibat terjadinya pergeseran lintasan
perputaran bola bumi. Sedangkan sumber radiasi buatan contohnya radiasi sinar X,
radiasi sinar beta, radiasi sinar alpha, dan radiasi sinar gamma.
Radioisotop adalah suatu unsur radioaktif yang memancarkan sinar radioaktif.
Radioaktif mempunyai peranan penting dalam melengkapi kebutuhan manusia di berbagai
bidang. Salah satunya di bidang kedokteran dan kesehatan. Penggunaan radioisotop di bidang
kesehatan untuk keperluan radiodiagnostik dan radioterapi dalam kedokteran nuklir. Teknik
nulkir dengan menggunakan radioisotop di bidang kedokteran nuklir dimulai pada tahun
1930-an sebagai wujud dari perkembangan ilmu dan teknologi. Sedangkan di Indonesia
dimulai pada tahun 1967 tidak lama setelah peresmian reaktor nuklir di Bandung.
Ilmu kedokteran nuklir merupakan salah satu ilmu cabang kedokteran yang
memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disintegrasi inti radioaktif buatan untuk tujuan
diagnostik melalui pemantauan proses fisiologi dan biokimia.
Dewasa ini, aplikasi tenaga nuklir dalam bidang kesehatan telah memberikan
sumbangan yang sangat berharga dalam menegakkan diagnostik maupun terapi berbagai jenis
penyakit. Berbagai disiplin ilmu kedokteran seperti ilmu penyakit dalam, ilmu penyakit saraf,
ilmu penyakit jantung, dan sebagainya telah mengambil manfaat dari tehnik nuklir. Sehingga
pada kesempatan kali ini akan dipaparkan tentang peranan radioaktif, mekanisme kerja dan
dampak yang ditimbulkannya dalam bidang kedokteran dan kesehatan.

B.

PEMBAHASAN

1.

Peranan Radioaktif dalam Bidang Kesehatan dan Kedokteran


Bidang kesehatan dan kedokteran merupakan bidang terbesar yang menggunakan
senyawa bertanda radioaktif. Hampir dari 80% dari penggunaan zat radioaktif terletak di
bidang ini. Dengan isotop radioaktif telah dapat diselidiki dan dipelajari proses fisiologi,
biokimia, patologi dan farmakologi berbagai macam obat.
Penggunaan isotop radioaktif dalam kedokteran, sebetulnya telah dimulai semenjak
tahun 1936 pada waktu John Lawrence et al. Menggunakan fosfor-32 untuk terapi. Walaupun
dimulai untuk terapi, tetapi penggunaan radioisotop selanjutnya hampir 90% ditujukan untuk
diagnosis, dan sebagian besar telah dalam bentuk senyawa bertanda.
Cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik pendek,
seperti sinar x disebut radiologi. Radiologi dimanfaatkan untuk menunjang diagnosis
penyakit. Dalam dunia kedokteran nuklir, prinsip radiologi dimanfaatkan dengan memakai
isotop radio aktif yang disuntikkan ke dalam tubuh. Kemudian, isotop tersebut ditangkap oleh
detektor di luar tubuh sehingga diperoleh gambaran yang menunjukan distribusinya di dalam
tubuh. Sebagai contoh untuk mengetahui letak penyempitan pembuluh darah, digunakan
radioisotop natrium. Kemudian jejak radioaktif tersebut dirunut dengan menggunakan
pencacah Geiger. Letak penyempitan pembuluh darah ditunjukan dengan terhentinya aliran
natrium.
Selain digunakan untuk mendiagnosis penyakit, radioisotop juga digunakan untuk terapi
radiasi. Terapi radiasi adalah cara pengobatan dengan memakai radiasi. Terapi seperti ini
biasanya digunakan dalam pengobatan kanker. Pemberian terapi dapat menyembuhkan,
mengurangi gejala, atau mencegah penyebaran kanker, bergantung pada jenis dan stadium
kanker.

a.

Radiodiagnostik
Radiodiagnostik adalah kegiatan penunjang diagnostik menggunakan perangkat radiasi
sinar pengion (sinar x), untuk melihat fungsi tubuh secara anatomi. Ahli dalam bidang ini
dikenal sebagai radiolog. Salah satu contoh radiodiagnostik adalah rontgen. Radiodiagnostik
dilakukan sebelum melakukan radioterapi.
Prinsip dasar digunakannya penunjang diagnostik di bidang radiologi adalah penggunaan
pesawat radiologi sebagai sumber tertutup (Tungsten), dengan energi yang besar (kV) untuk

menghasilkan sinar x (sinar pengion) yang mengenai tubuh pasien. Transmisi radiasi yang
mengenai tubuh tersebut bergantung dari kepadatan organ yang dilalui, makin padat akan
memberikan gambaran putih (opakue) hal ini juga dapat ditimbulkan dengan pemberian
kontras bubur barium pada pemeriksaan traktus intestinal (saluran cerna), juga pada
pemeriksaan traktus urinarius (saluran kemih). Sedangkan sebaliknya akan memberikan
warna hitam (lusence). Penggunaan kontras ini harus menggunakan persyaratan yang cukup
ketat karena sifat alergik yang mungkin timbul pada diri pasien, sehingga diperlukan uji
alergi dan juga ada kontra indikasi tertentu yang dipersyaratankan pada diagnsotik
menggunakan kontras. Hasil pencitraan dalam bentuk gambaran anatomi. Pesawat sinar x ini
juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan umur suatu fosil maupun mummi, juga
digunakan di bandara, industri dengan berbeda radiasi pengion yangdihasilkan. Hasil
pencitraan pada saat ini mengikuti perkembangan teknologi sehingga dapat direkam dalam
film, kertas printer maupun dalam bentuk CD maupun DVD. Beberapa modalitas
radiodiagnostik lain yang berdasarkan pada teknologi sinar-x adalah mammography untuk
mendeteksi keberadaan kanker payudara, fluoroskopi (x-ray movie) untuk mengamati citra
sinar-x dari tubuh pasien melalui monitor secara langsung dan dinamik dengan paparan sinarx secara kontinyu pada pasien, dan Computed Tomography (CT) Scan. Pencitraan dengan
pesawat CT-scan memberikan gambaran tentang sifat morfologik berdasarkan perubahan atau
perbedaan transmisi radiasi melalui organ atau bagian tubuh yang diperiksa. b.

Radioterapi

Radioterapi adalah tindakan medis menggunakan radiasi pengion untuk mematikan sel
kanker sebanyak mungkin, dengan kerusakan pada sel normal sekecil mungkin. Tindakan
terapi ini menggunakan sumber radiasi tertutup pemancar radiasi gamma atau pesawat sinar-x
dan berkas elektron.
Baik sel-sel normal maupun sel-sel kanker bisa dipengaruhi oleh radiasi ini. Radiasi
akan merusak sel-sel kanker sehingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker
akan terhambat. Sekitar 50 60% penderita kanker memerlukan radioterapi. Tujuan
radioterapi adalah untuk pengobatan secara radikal, yaitu untuk mengurangi dan
menghilangkan rasa sakit atau tidak nyaman akibat kanker, selain itu juga bertujuan untuk
mengurangi resiko kekambuhan dari kanker. Dosis dari radiasi ditentukan dari ukuran,
luasnya, tipe, dan stadium tumor bersamaan dengan responnya terhadap radio terapi.
Terdapat dua teknik dalam radioterapi yaitu teleterapi (sumber eksternal) dan brakiterapi
(sumber internal). Pada tindakan teleterapi, posisi sumber radiasi gamma energi tinggi yang
berasal dari Cobalt-60 yang disimpan dalam kontainer metal yang tebal pada alat, dapat
diatur sedemikian rupa sehingga kanker dapat diradiasi dari berbagai arah yang ditujukan

setepat mungkin pada jaringan tumor. Tumor ganas dikenai radiasi yang sangat kuat secara
berulang-ulang menggunakan teknik fraksinasi (dosis terbagi atas perkali pemberian dari total
dosis yang harus diterima oleh pasien) selama jangka waktu beberapa minggu. Radioterapi
diberikan setiap hari dari berbagai arah secara tepat pada kanker. Dengan demikian kanker
akan menerima radiasi yang bersilang dengan dosis tinggi sementara jaringan normal dan
sehat di sekitar lokasi kanker hanya akan menerima dosis yang lebih rendah dengan tingkat
kerusakan yang dapat ditoleransi tubuh dan berangsur pulih.
Radioterapi dapat pula dilakukan dengan menggunakan sumber radiasi terbuka yang
diposisikan sedekat mungkin dengan kanker, dikenal sebagai tindakan brakiterapi. Sumber
radiasi terbuka yang umum digunakan antara lain I-125, Ra-226, yang dikemas dalam bentuk
jarum, biji sebesar beras, atau kawat dan dapat diletakkan dalam rongga tubuh (intracavitary)
seperti kanker serviks, kanker paru, dan kanker esopagus, dalam organ/jaringan (interstisial)
seperti kanker prostat, kanker kepala dan leher, kanker payudara, atau dalam lumen
(intraluminal).
Kegunaan radioterapi adalah sebagai berikut:
1)

Mengobati : banyak kanker yang dapat disembuhkan dengan radioterapi, baik dengan atau
tanpa dikombinasikan dengan pengobatan lain seperti pembedahan dan kemoterapi.

2)

Mengontrol : Jika tidak memungkinkan lagi adanya penyembuhan, radioterapi berguna


untuk mengontrol pertumbuhan sel kanker dengan membuat sel kanker menjadi lebih kecil
dan berhenti menyebar.

3)

Mengurangi gejala : Selain untuk mengontrol kanker, radioterapi dapat mengurangi gejala
yang biasa timbul pada penderita kanker seperti rasa nyeri dan juga membuat hidup penderita
lebih nyaman.

4)

Membantu pengobatan lainnya : terutama post operasi dan kemoterapi yang sering disebut
sebagai adjuvant therapy atau terapi tambahan dengan tujuan agar terapi bedah dan
kemoterapi yang diberikan lebih efektif.

2.

Manfaat Radioisotop dalam Bidang Kesehatan dan Kedokteran


Banyak radioisotop yang digunakan dalam bidang kesehatan dan kedokteran dan
masing-masing radioisotop tersebut memiliki manfaat yang berbeda, antara lain:

a.

I-131 Terapi penyembuhan kanker Tiroid, mendeteksi kerusakan pada kelenjar gondok,
hati dan otak.

b.

Pu-238 energi listrik dari alat pacu jantung.

c.

Tc-99 & Ti-201 Mendeteksi kerusakan jantung.

d.

Na-24 Mendeteksi gangguan peredaran darah.

e.

Xe-133 Mendeteksi Penyakit paru-paru.

f.

P-32 Penyakit mata, tumor dan hati.

g.

Fe-59 Mempelajari pembentukan sel darah merah.

h.

Cr-51 Mendeteksi kerusakan limpa.

i.

Se-75 Mendeteksi kerusakan Pankreas.

j.

Tc-99 Mendeteksi kerusakan tulang dan paru-paru.

k.

Ga-67 Memeriksa kerusakan getah bening.

l.

C-14 Mendeteksi diabetes dan anemia.

m.

Co-60 Membunuh sel-sel kanker.

Mekanisme kerja
a.

Radiodiagnostik
I-131 digunakan sebagai terapi pengobatan untuk kondisi tiroid yang over aktif atau
kita sebut hipertiroid. I-131 ini sendiri adalah suatu isotop yang terbuat dari iodin yang selalu
memancarkan sinar radiasi. Jika I-131 ini dimasukkan kedalam tubuh dalam dosis yang kecil,
maka I-131 ini akan masuk ke dalam pembuluh darah traktus gastrointestinalis. I-131 dan
akan melewati kelenjar tiroid yang kemudian akan menghancurkan sel-sel glandula tersebut.
Hal ini akan memperlambat aktifitas dari kelenjar tiroid dan dalam beberapa kasus dapat
merubah kondisi tiroid.

b.

Radioterapi
Bila jaringan terkena radiasi penyinaran, maka jaringan akan menyerap energi radiasi
dan akan menimbulkan ionisasi atom-atom. Ionisasi tersebut dapat menimbulkan perubahan
kimia dan biokimia yang pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan biologik. Kerusakan
sel yang terjadi dapat berupa kerusakan kromosom, mutasi, perlambatan pembelahan sel dan
kehilangan kemampuan untuk berproduksi.
Radiasi pengion adalah berkas pancaran energi atau partikel yang bila mengenai sebuah
atom akan menyebabkan terpentalnya elektron keluar dari orbit elektron tersebut. Pancaran
energi dapat berupa gelombang elektromagnetik, yang dapat berupa sinar gamma dan sinar

X. Pancaran partikel dapat berupa pancaran elektron (sinar beta) atau pancaran partikel
netron, alfa, proton.
Dengan pemberian setiap terapi, maka akan semakin banyak sel-sel kanker yang mati
dan tumor akan mengecil. Sel-sel yang mati akan hancur, dibawa oleh darah dan diekskresi
keluar dari tubuh. Sebagian besar sel-sel sehat akan bisa pulih kembai dari pengaruh radiasi.
Tetapi bagaimanapun juga, kerusakan yang terjadi pada sel-sel sehat merupakan penyebab
terjadinya efek samping radiasi.
3.

Efek radioaktif bidang kesehatan dan kedokteran


Efek samping radioterapi bervariasi pada tiap pasien. Secara umum efek samping
tersebut tergantung dari dosis terapi, target organ dan keadaan umum pasien. Beberapa efek
samping berupa kelelahan, reaksi kulit (kering, memerah, nyeri, perubahan warna dan
ulserasi), penurunan sel-sel darah, kehilangan nafsu makan, diare, mual dan muntah bisa
terjadi pada setiap pengobatan radioterapi. Kebotakan bisa terjadi tetapi hanya pada area yang
terkena radioterapi. Radiasi tidak menyebabkan kehilangan rambut yang total. Pasien yang
menjalani radiasi eksternal tidak bersifat radioaktif setelah pengobatan sehingga tidak
berbahaya bagi orang di sekitarnya. Efek samping umumnya terjadi pada minggu ketiga atau
keempat dari pengobatan dan hilang dua minggu setelah pengobatan selesai.
Efek radiasi pada sistem, organ atau jaringan:

a.

Darah dan Sumsum Tulang Merah


Darah putih merupakan komponen seluler darah yang tercepat mengalami perubahan
akibat radiasi. Efek pada jaringan ini berupa penurunan jumlah sel. KompOnen seluler darah
yang lain ( butir pembeku dan darah merah ) menyusun setelah sel darah putih. Sumsum
tulang merah yang mendapat dosis tidak terlalu tinggi masih dapat memproduksi sel-sel darah
merah, sedang pada dosis yang cukup tinggi akan terjadi kerusakan permanen yang berakhir
dengan kematian ( dosis lethal 3 5 sv). Akibat penekanan aktivitas sumsum tulang maka
orang yang terkena radiasi akan menderita kecenderungan pendarahan dan infeksi, anemia
dan kekurangan hemoglobinefek stokastik pada penyinaran sumsum tulang adalah leukemia
dan kanker sel darah merah.

b.

Saluran Pencernaan Makanan


Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala mual, muntah,
gangguan pencernaan dan penyerapan makanan serta diare. kemudian dapat timbul karena

dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah. Efek stokastik yang dapat timbul berupa
kanker pada epithel saluran pencernaan.
c.

Organ Reproduksi
Efek somatik non stokastok pada organ reproduksi adalah sterilitas, sedangkan efek
genetik (pewarisan) terjadi karena mutasi gen atau kromosom pada sel kelamin.

d.

Sistem Syaraf
Sistem syaraf termasuk tahan radiasi. Kematian karena kerusakan sistem syaraf terjadi
pada dosis puluhan sievert.

e.

Mata
Lensa mata peka terhadap radiasi. Katarak merupakan efek somatik non stokastik yang
masa tenangnya lama (bisa bertahun-tahun).

f.

Kulit
Efek somatik non stokastik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis, mulai dengan
kemerahan sampai luka bakar dan kematian jaringan. efek somatik stokastik pada kulit adalah
kanker kulit.

g.

Tulang
Bagian tulang yang peka terhadap radiasi adalah sumsum tulang dan selaput dalam
serta luar pada tulang. kerusakan pada tulang biasanya terjadi karena penimbunan stontium90 atau radium-226 dalam tulang. Efek somatik stokastik berupa kanker pada sel epithel
selaput tulang.

h.

Kelenjar Gondok
Kelenjar gondok berfungsi mengatur metabolisme umum melalui hormon tiroxin yang
dihasilkannya. Kelenjar ini relatif tahan terhadap penyinaran luar namun mudah rusak karena
kontaminasi internal oleh yodium radioaktif.

i.

Paru-paru
Paru-paru pada umumnya menderita kerusakan akibat penyinaran dari gas, uap atau
partikel dalam bentuk aerosol yang bersifat radioaktif yang terhirup melalui pernafasan.

Anda mungkin juga menyukai