RSNI ________________________
KELASPENUTUPANLAHANDALAM
PENAFSIRANCITRAOPTIS
RESOLUSISEDANG
ICS
Badan Standarisasi Nasional
BSN
Daftar Isi
Halaman
Daftar isi ...
Prakata .
1
Ruang lingkup
2
Acuan Normatif
3
Istilah dan definisi
4
Singkatan istilah
5
Pengolahan citra (dihapus).
6
Struktur klasifikasi ...
7
Standar klasifikasi
Lampiran A Monografi Interpretasi Citra Penginderaan Jauh.
Lampiran B Jenis data/citra
i
iii
1
2
8
9
9
11
16
Prakata
Standar ini berisikan pengolahan citra, struktur klasifikasi, standar klasifikasi dan
jenis data / citra yang umum digunakan secara nasional untuk pekerjaan penafsiran
citra satelit optis resolusi sedang di bidang kehutanan.
SNI ini dipersiapkan oleh Panitia Teknis 07-01, Informasi Geografi/Geomatika.
Standar
ini
telah
disepakati
dalam
konsensus
nasional
tanggal
. di ., yang dihadiri oleh ahli-ahli yang terkait
dibidangnya dari instansi pemerintah, instansi non-pemerintah serta instansi terkait
lainnya.
Pendahuluan
Ruang lingkup
Standar ini meliputi istilah dan definisi yang terkait dengan penafsiran citra dan kelas
penutupan lahan untuk kehutanan, jenis data yang dipergunakan, pengolahan yang
dilakukan, klasifikasi dan struktur klasifikasi, metode atau detil tahapan kegiatan dan
standar klasifikasi dengan data dan metode yang dipilih, berikut standar
penyajiannya. Standar ini digunakan sebagai pedoman baku dalam mengerjakan
penafsiran citra satelit resolusi sedang dan menyajikan data penutupan lahan
Indonesia dalam rangka pemantauan sumberdaya hutan.
2.1
citra
gambaran kenampakan permukaan bumi hasil penginderaan pada spektrum
elektromagnetik tertentu yang ditayangkan pada layar atau disimpan pada media
rekam/cetak.
2.2
citra satelit/imagery
citra hasil penginderaan suatu jenis satelit tertentu.
2.3
citra satelit optis resolusi sedang
citra hasil penginderaan suatu jenis satelit tertentu yang menggunakan gelombang
cahaya tampak untuk menangkap obyek di permukaan bumi dengan resolusi spasial
antara 20-80 m dan dapat dipetakan dengan skala 1:50.000 sampai dengan
1:250.000, jenis antara lain Landsat 7 ETM +, Spot HRV
2.4
data
unsur dasar yang membentuk informasi; gambaran dari sekumpulan fakta, konsep
atau instruksi yang tersusun dalam suatu cara atau bentuk yang formal sehingga
sesuai untuk komunikasi, interprestasi atau pemprosesan secara manual atau
secara digital.
2.5
data digital
Data yang telah diubah dalam bentuk atau format yang dapat dibaca oleh komputer.
2.6
data spasial
data yang terkait atau berhubungan dengan lokasi / posisi geografis.
2.7
digitasi
proses pengubahan/konversi dari data analog/grafis ke dalam bentuk digital.
2.8
digitasi on screen
proses digitasi yang dilakukan secara langsung diatas layar komputer setelah citra
sebagai sumber datanya telah diolah untuk memberikan kenampakan visual yang
optimal untuk menunjukkan perbedaan obyek satu dengan lainnya.
2.9
elemen (unsur) interpretasi
elemen (unsur) yang digunakan untuk menafsirkan suatu kenampakan pada citra,
elemen tersebut terdiri dari warna/rona, bentuk, ukuran, bayangan, pola, tekstur,
struktur, situs, dan asosiasi. Ada objek yang dapat ditentukan hanya dengan satu
elemen saja, tetapi ada juga yang baru dapat ditentukan setelah mengaji sembilan
elemen interpretasi.
2.10
hutan
suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
2.11
hutan primer
hutan alam atau hutan yang tumbuh dan berkembang secara alami, stabil dan belum
pernah mengalami gangguan eksploitasi oleh manusia.
2.12
hutan sekunder/hutan bekas tebangan
hutan yang timbul secara alamiah sesudah terjadinya kerusakan/perubahan pada
tumbuhan hutan yang pertama. Hutan yang telah mengalami gangguan eksplotasi
oleh manusia, biasanya ditandai dengan adanya jaringan jalan ataupun jaringan
sistem eksploitasi lainnya.
2.13
informasi
data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan berarti bagi yang
menerimanya, menggambarkan suatu kejadian (event) dan kesatuan nyata (fact dan
entity), serta digunakan untuk pengambilan keputusan.
2.14
interpretasi Citra
kegiatan perkiraan suatu objek berdasarkan bentuk tone, tekstur, lokasi, asosiasi
yang tampak pada citra.
2.15
kehutanan
sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil
hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
2.16
klasifikasi
proses pengolahan data citra menjadi peta tematik. Proses klasifikasi dapat berupa
dengan proses klasifikasi digital maupun proses klasifikasi manual.
2.17
klasifikasi digital
proses klasifikasi dengan mempergunakan metode kalkulasi algoritmis, meliputi
klasifikasi terselia (supervised/penentuan objek ditentukan penafsir) atau tak terselia
(unsupervised/penentuan objek diserahkan kepada komputer)
2.18
kodefikasi
pemberian kode/label penafsiran/interpretasi masing-masing obyek.
2.19
konvergensi bukti (convergence of evidence)
proses deduktif yang ditempuh untuk menentukan jenis objek berdasarkan elemen
(unsur) interpretasi.
2.20
kunci interpretasi
keterangan tentang karakteristik grafis atau spasial yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan objek atau kenampakan tertentu dengan mendasarkan pada
unsur interpretasi.
2.21
monogram/monografi
potongan citra yang berisikan informasi/contoh kelas penutupan lahan yang dapat
dijadikan acuan dalam proses interpretasi.
2.22
pemberian atribut
proses mengidentifikasi kelas obyek pada setiap polygon hasil delineasi penafsiran
dan memberikan kode sesuai dengan klas penafsirannya.
2.23
pemetaan penutupan lahan
kegiatan penggambaran kondisi penutupan lahan di permukaan bumi menurut
sistem/struktur klasifikasi yang ditetapkan ke dalam suatu peta pada skala tertentu.
2.24
penafsiran
proses pencarian (ekstraksi) informasi melalui berbagai jenis citra dan metode
analisis agar bermanfaat atau bermakna bagi pengguna.
2.25
penggunaan lahan/land use
penyebutan kenampakan sosio-ekonomis (gatra fungsional) suatu areal,
pengelompokan kelas penggunaan lahannya disesuaikan dengan kegiatan manusia
pada bidang lahan tersebut, pada sektor kehutanan istilah ini lebih dikenal sebagai
fungsi hutan.
2.26
penginderaan jauh
pengumpulan dan pencatatan informasi tanpa kontak langsung dengan obyek, pada
julat elektromagnetik ultraviolet, tampak inframerah dan mikro dengan
mempergunakan peralatan pengindera seperti scanner dan kamera yang
ditempatkan pada wahana bergerak seperti pesawat udara atau pesawat angkasa,
dan menganalisis informasi yng diterima dengan teknik interpretasi foto, citra dan
pengolahan citra.
2.27
pengolahan citra/image processing
disebut juga image processing, merupakan kegiatan memanipulasi citra digital yang
terdiri dari penajaman, rektifikasi dan klasifikasi.
2.28
penutupan lahan/land cover
gambaran obyek (kenampakan biofisik) di permukaan bumi yang diperoleh dari
sumber data terpilih (umumnya data penginderaan jauh) dan dikelompokkan ke
dalam kelas-kelas tutupan yang sesuai dengan kebutuhannya.
2.29
resolusi
ukuran ketelian yang mampu disajikan oleh data citra satelit, yang terdiri atas
resolusi spasial, resolusi radiometrik, resolusi temporal, resolusi spektral.
2.30
resolusi spasial
ukuran obyek terkecil di lapangan yang diwakili oleh satu nilai pixel/pixel value yang
mampu disajikan oleh citra sebagai ukuran ketelitian data citra.
2.31
resolusi radiometrik
ukuran bit/binary digit yang mampu disajikan oleh citra.
2.32
resolusi temporal
kemampuan satelit untuk kembali merekam daerah yang sama
2.33
resolusi spektral
kemampuan sensor menangkap panjang gelombang yang dipantulkan oleh obyek di
muka bumi.
2.34
Sensor
merupakan alat perekam obyek, dimana setiap sensor mempunyai kepekaan
terbatas dalam menangkap spektral dan terbatas kemampuannya untuk mengindera
obyek
2.35
spektrum elektromagnetik
julat gelombang elektromagnetik yang dapat dimanfaatkan untuk penginderaan
sumber daya alam yang terbagi atas segmen-segmen, dan setiap segmen memiliki
nilai kepekaan tersendiri terhadap objek tertentu.
2.36
struktur klasifikasi
suatu sistematika hirarkis/berjenjang yang dapat memberikan informasi tentang
kemampuan penyajian informasi penutupan lahan untuk sumber data dan skala yang
berbeda.
3 Singkatan istilah
3.1 CCT
3.2 CD
3.3 DVD
3.4 GCP
Struktur klasifikasi
Tabel 1
Detil hierarki rancangan klasifikasi penutupan lahan
No
1
Level
Atas
(fisiognom
ik /
kenampak
an)
Kriteria
Sistem
Divisi
Ordo
Penjelasan / keterangan
Membagi kelompok menjadi
terrestrial, akuatik (air dalam)
dan subterran (bawah tanah)
Membagi kelompok besar yaitu
kelompok bervegetasi dan tidak
bervegetasi
Mengelompokkan atas
kekhasanan / dominasi suatu
strata vegetasi menurut bentuk
pertumbuhan
Mengelompokkkan atas liputan
relatif bentuk kehidupan paling
atas (pohon, perdu, perdu kerdil,
terna dan non vaskuler.
Mengelompokkan atas dasar
fenologi, tipe dan periodesitas
keberadaan daun
Kelas formasi
Subkelas
formasi
Grup formasi
Subgrup
formasi
Formasi
10
Bawah
(floristic /
satuan
species)
Aliansi
Asosiasi
Sumber data
Citra penginderaan jauh
(resolusi rendah)
Citra penginderaan jauh
(resolusi rendah)
Citra penginderaan jauh
(resolusi rendah) + data
pendukung + survei
lapangan
Survei lapangan + data
pendukung + Citra
penginderaan jauh
(resolusi rendah)
Survei lapangan + data
pendukung + citra
penginderaan jauh
(resolusi sedang)
Citra penginderaan jauh
(resolusi sedang) +
survei lapangan + data
pendukung
Data pendukung + citra
penginderaan jauh
(resolusi sedang)
Citra penginderaan jauh
(resolusi sedang)
Keterangan:
1. Tabel 1, dikembangkan dari FGDC, 1997 dan Grosman et al., 1998
2. Data pendukung dimaksud, meliputi data ketinggian tempat, sistem lahan, kondisi tempat tumbuh,
tanah, batuan induk, iklim, curah hujan, dan musim.
Tabel 2
Contoh struktur klasifikasi penutupan lahan
Sumber Data
Citra satelit resolusi sedang
Citra satelit resolusi tinggi
1 : 10.000
Sesuai dengan sumber data yang dipergunakan, yaitu citra penginderaan jauh
resolusi sedang (dalam hal ini dipergunakan citra Landsat), klasifikasi penutupan
lahan lebih berada pada tingkat fisiognomik/kenampakan, dengan kriteria formasi.
5. Standar klasifikasi
5.1 Penafian (Disclaimer)
Klasifikasi penutupan lahan untuk citra resolusi sedang disusun berdasar analisis
citra Landsat 7 ETM+ untuk liputan seluruh Indonesia. Oleh karena itu, apabila ada
perbedaan hasil identifikasi karena menggunakan citra resolusi sedang jenis lain
sangat dimungkinkan.
Dalam penyajian pemetaan klasifikasi penutupan lahan, konsistensi kelas hasil
penafsiran dari waktu ke waktu adalah sangat penting. Konsistensi tersebut
mengandung pengertian :
1. Kelas objek yang sama akan didefinisikan sebagai kelas yang sama, walaupun
mempergunakan sumber data yang berbeda-beda
2. Kelas yang ada dapat di turunkan atau didetilkan dalam sub-sub kelas yang
dapat disajikan sesuai dengan kebutuhan skala peta dan sumber data yang ada,
namun sub-sub kelas tersebut harus tetap dapat dikelompokkan kembali
(grouping) menjadi kelas awalnya
3. Sub-sub kelas yang ada di dalam tiap kelas dapat dideteksi oleh sumber data
remote sensing dengan resolusi yang lebih baik
Untuk konsistensi pada proses interpretasi citra, juga untuk kebutuhan pemetaan,
dipergunakan batasan sebagai berikut :
1. Penafsiran dapat dilakukan pada skala 1:250.000 s.d. 1:100.000
2. Kemampuan penyajian data pada skala 1:250.000 atau 1:100.000. Objek dengan
satuan pemetaan terkecil berukuran 0,5 cm x 0,5 cm (0,25 cm2 pada peta) atau
156,25ha (skala 1:250.000) atau 25ha (skala 1:100.000).
3. Identifikasi objek sebelum melakukan delineasi lebih dititikberatkan berdasar
kenampakan pada citra. Informasi sekunder seperti status hutan dan rencana
tata ruang dipergunakan untuk melengkapi informasi dalam identifikasi objek.
4. Identifikasi objek dilakukan berdasar kenampakan tertera (existing), dan bukan
berdasar kemungkinan perkembangan penutupan, kecuali dilengkapi dengan
informasi lapangan
5. Identifikasi objek dapat lebih didetilkan berdasarkan informasi lapangan ataupun
local knowledge dari penafsir
Simbol
2001
Hp
2002
Hs
2005
Hrp
20051
Hrs
2004
Hmp
No
1
Kelas
Definisi
Spesifikasi
Kenampakkan hutan primer ditandai dengan
adanya obyek yang berwarna hijau tua (pada band
543) cenderung gelap dan bertekstur kasar
dengan tajuk-tajuk pohon yang kelihatan
bergerombol. Tidak terdapat bekas tebangan.
Pada citra, warna yang cenderung gelap karena
posisi obyek yang berada pada tebing
pegunungan tinggi sehingga cahaya matahari
kurang
Kenampakkan hutan sekunder ditandai dengan
adanya obyek yang berwarna hijau tua (pada band
543) cenderung gelap dan bertekstur kasar
dengan tajuk-tajuk pohon yang kelihatan
bergerombol. Terdapat bekas tebangan. Pada
citra, warna yang cenderung gelap karena posisi
obyek yang berada pada tebing pegunungan tinggi
sehingga cahaya matahari kurang
Kelas
No
Kode
Simbol
Hutan mangrove
sekunder / bekas
tebangan
20041
Hms
Semak belukar
2007
Hutan tanaman
2006
Ht
Perkebunan/Kebun
2010
Pk
10
20071
Br
11
Rumput
3000
Definisi
Spesifikasi
Kelas
No
Kode
Simbol
12
20091
Pt
13
20092
Pc
14
Sawah / persawahan
20093
Sw
Definisi
Spesifikasi
Tambak
20094
Tm
16
Permukiman / Lahan
2012
Pm
Kelas
No
Kode
Simbol
terbangun
Definisi
perkotaan, pedesaan, industri, fasilitas umum dll,
dengan memperlihatkan bentuk-bentuk yang jelas
Spesifikasi
rapat di permukiman kota, Jaringan jalan nampak
padat. Permukiman di pedesaan lebih jarang dan
terlihat adanya pola jalan penghubung antar
kelompok permukiman
Kenampakkan transmigrasi ditandai dengan
bentuk lahan terbangun dan tanaman pertanian
atau tegakan pohon yang teratur dengan batas
yang jelas dan pada tampilan citra band 543
terlihat bahwa tegakan tersebut berwarna hijau
muda dengan tekstur kasar dan dibatasi oleh
lahan terbuka atau pemukiman yang ditandai
dengan warna merah muda.
17
Transmigrasi
20122
Tr
18
Tanah terbuka
2014
19
Pertambangan /
tambang
20141
Tb
20
Tubuh air
5001
21
Rawa
50011
Rw
No
Kelas
Kode
Simbol
22
Tertutup Awan
2500
Aw
23
Bandara / Pelabuhan
20121
Bdr/Plb
24
Terumbu Karang
5100
Tk
Definisi
Spesifikasi
terkadang meliputi wilayah cukup luas dan dalam
yang ditandai dengan warna hitam pada kombinasi
band 543 citra Landsat. Sedangkan pada kondisi
kering genangan tersebut akan terlihat merah atau
coklat pada kombinasi band 543
Terlihat dengan warna putih atau biru atau
semburat pink dan hitam (bayangan awan)