Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

340/MENKES/PER/III/2010 Rumah Sakit

adalah institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara


paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat
darurat
Menurut PERMENKES No.1045/MENKES/PER/XI/2006 tugas Rumah
Sakit adalah pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan, paripurna tingkat sekunder dan tersier, pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia dalam pemberian pelayanan kesehatan,
Pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehata dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan, Pelaksanaan
administrasi Rumah Sakit.
Kualitas pelayanan yang meningkat dapat dilihat dari tingkat kepuasan
pasien yang merupakan salah satu kegiatan untuk evaluasi peningkatan
pelayanan Rumah Sakit.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah kualitas
pelayanan. Dari beberapa pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit salah
satu yang utama adalah pelayanan makanan. Pelayanan makanan di Rumah
Sakit akan membantu mempercepat proses penyembuhan pasien, yang berarti

pula memperpendek lama hari rawat sehingga dapat menghemat biaya


pengobatan (Depkes RI, 2006). Untuk itu diperlukan suatu sistem
penyelenggaraan makanan guna memenuhi pelayanan makanan di Rumah
Sakit.
Penyelenggaraan makanan Rumah Sakit merupakan rangkaian
kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan
makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan,
penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan
pencatatan, pelaporan serta evaluasi (PGRS, 2013).
Penyelenggaran makanan di Rumah Sakit ini bertujuan untuk
menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman,
dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal
(Pedoman PGRS, 2013).
Menurut Tjahjono (2011) dalam Liber (2014) salah satu faktor yang
mempengaruhi nafsu makan adalah kondisi kesehatan yang menurun,
sehingga orang yang sedang sakit perlu rangsangan lebih untuk meningkatkan
selera makan. Peningkatan kualitas cita rasa makanan Rumah Sakit,
diharapkan bisa menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah rendahnya
tingkat asupan konsumsi makanan pasien.
Cita rasa makanan, berhubungan dengan indera manusia yaitu
meliputi perasa, penciuman, perabaan, penglihatan, dan pendengaran
(Andarwulan, dkk 2010)
RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya merupakan salah satu Rumah
Sakit daerah tipe B yang ada di Tasikmalaya. Berdasarkan pengamatan,

pasien dengan penyakit dalam di RSUD dr. Soekardjo umumnya menyisakan


makanan. Beberapa ruang rawat inap penyakit dalam salah satunya adalah
Ruang 6. Memperhatikan hal ini serta berdasarkan uraian di atas, maka perlu
kiranya untuk mengetahui gambaran kepuasan pasien rawat inap terhadap cita
rasa makanan pada menu makan siang di ruang 6 RSUD dr. Soekardjo.
B. Rumusan masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, maka
dirumuskan masalah sebagai berikut:
Gambaran Kepuasan Pasien Rawat Inap terhadap Cita Rasa Makanan pada
Menu Makan Siang di Ruang 6 RSUD Dr. Soekardjo

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Gambaran Kepuasan Pasien Rawat Inap terhadap Cita
Rasa Makanan pada Menu Makan Siang di Ruang 6 RSUD Dr. Soekardjo.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran kepuasan pasien terhadap besar porsi makanan di
ruang rawat inap di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
b. Mengetahui gambaran kepuasan pasien terhadap penyajian makanan di
ruang rawat inap di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
c. Mengetahui gambaran kepuasan pasien terhadap aroma makanan di
ruang rawat inap di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
d. Mengetahui gambaran kepuasan pasien terhadap rasa (bumbu) makanan
di ruang rawat inap di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
e. Mengetahui gambaran kepuasan pasien terhadap tekstur makanan di
ruang rawat inap di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
f. Mengetahui gambaran kepuasan pasien terhadap suhu makanan di
ruang rawat inap di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya .

D. Ruang lingkup penelitian


Ruang lingkup penelitian ini pada gizi MSPMI tentang gambaran
kepuasan terhadap cita rasa makanan pada menu makan siang di ruang 6 di
RS dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
E. Manfaat penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitiainidiharapkandapatmenambahwawasandanilmupengetahuan
mengenaibagaimanagambarankepuasanpasienrawatinapsertabagaimanapen
yelenggaraanmakanan di Institusikhususnya di RSUD dr. Sokardjo Kota
Tasikmalaya
2. BagiInstitusi
Bagi institusi Rumah Sakit dapat dijadikan sebagai evaluasi dalam
pelayanan maupun penyelenggaraan makanan. Bagi institusi Politeknik
Kesehatan Tasikmalaya terutama Jurusan Gizi dapat menambah sumber
informasi terkait dengan gambaran kepuasan pasien rawat inap RSUD dr.
Sokardjo Kota Tasikmalaya

dan dapat dijadikan sebagai sumber untuk

penelitian selanjutnya.
3. Bagi Masyaratkat
Diharapkan

dapat

memberikan

informasi

serta

gambaran

penyelenggaraan makanan di RSUD dr. Sokardjo Kota Tasikmalaya, agar


dapat memberikan saran kepada institusi terkait yang diharapkan dapat
menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan sehingga
kepuasan masyarakat (pasien) terpenuhi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LandasanTeori
1. PenyelenggaraanMakananRumahSakit
Pelayanan Gizi Rumah Sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di Rumah
Sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat baik rawat inap maupun
rawat jalan, untuk meningkatkan kesehatan dalam rangka upaya preventif,
kuratif, rehabilitatif dan promotif. Ada 4 kegiatan pokok PGRS yaitu
:asuhan gizi rawat jalan, asuhan gizi rawat inap, penyelenggaraan makan,
kegiatan penelitian dan pengembangan gizi terapan (Pedoman PGRS, 2013).
Pelayanan makanan di Rumah Sakit akan membantu mempercepat
proses penyembuhan pasien, yang berarti pula memperpendek lama hari
rawat sehingga dapat menghemat biaya pengobatan (Depkes RI, 2006).
Tujuan dilaksanakannya penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit
untuk menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya,
aman dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang
optimal. Sasaran penyelenggaraan makanan Rumah Sakit terutama pasien
rawat inap. Sesuai dengan kondisi Rumah Sakit, dapat juga dilakukan
penyelenggaraan makanan bagi karyawan (PGRS, 2013).
a. Jenis Produksi Makanan Rumah Sakit
1) Cook-serve : Makanan disiapkan di area Rumah Sakit dan disajikan
lebih banyak atau lebih sedikit secara cepat kepada pasien dan staf.
2) Cook-Chill : Makanan disiapkan di dalam area Rumah Sakit atau di
tempat lain secara cepat dan didinginkan pada suhu sekitar 0-4 oC dan

disimpan hingga 5 hari sebelum dipanaskan kembali di dapur Rumah


Sakit atau di bangsal.
3) Cook-Freeze : Makanan disiapkan di area Rumah Sakit atau di
tempat lain dan secara cepat dibekukan pada suhu sekitar -18 oC dan
disimpan hingga 3 bulan sebelum dipanaskan kembali (biasanya) di
dapur Rumah Sakit.
4) Steamplicity (Compass Group, Uxbridge) : System yang dibuat
komersial yang menggunakan makanan dingin mentah, semi, atau
matang yang dihidangkan pada piring atau kemasan dan dibungkus
dalam film plastic dengan katup uap khusus. Makanan ini
dipanaskan di microwave selama waktu tertentu sebelum disajikan.
(Gandy, dkk, 2011)
b. Jenis Layanan Makanan Rumah Sakit
1) Plated meal service :nampan individu disajikan untuk tiap pasien di
dapur utama Rumah Sakit dan dibawa ke bangsal di dalam troli yang
disekat (jika makanan panas dan dingin) atau troli yang didinginkan
(jika diminta dipanaskan kembali ketika sampai di bangsal).
2) Bulk service :wadah besar berisi makanan dikirim dari dapur ke tiap
area bangsal/ruang makan, tempat staf, misalnya., keperawatan,
perawatan, atau asisten catering atau penjamu bangsal, menyajikan
makanan untuk tiap pasien. Makanan dikirim dalam wadah besar
yang mungkin sudah panas, atau tetap harus didinginkan dan
dipanaskan kembali di bangsal.(Gandy, dkk, 2011)

2. Cita Rasa Makanan


a. Pengertian Cita rasa
Cita rasa adalah suatu cara pemilihan makanan yang harus
dibedakan dari rasa (taste) makanan tersebut. Cita rasa merupakan atribut
makanan yang meliputi penampakan, bau, rasa, tekstur, dan suhu. Cita
rasa merupakan bentuk kerja sama dari kelima macam indera manusia,
yakni perasa, penciuman, perabaan, penglihatan, dan pendengaran Rasa
sendiri merupakan hasil kerja pengecap rasa (taste buds) yang terletak di
lidah, pipi, kerongkongan, atap mulut, yang merupakan bagian dari cita
rasa (Aziz, 2012).
Ada kalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang
menarik meskipun kandungan gizinya tinggi, dengan arti lain kualitas dari
suatu produk makanan sangat ditentukan oleh tingkat kesukaan kosumen
terhadap makanan tersebut. Umumnya pengolahan makanan selalu
berusaha untuk menghasilkan produk yang berkualitas baik. Kualitas
makanan adalah keseluruhan sifat-sifat dari makanan tersebut yang
berpengaruh terhadap konsumen. Definisi bahan makanan tambahan
adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam
jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa,
tekstur flavor dan memperpanjang daya simpan (Wahida, 2010).
1) Penampilan makanan
Cita rasa makanan mengandung 2 aspek utama, yaitu penampilan
makanan dan rasa makanan. Penampilan makanan dipengaruhi oleh

beberapa faktor dan memegang peranana penting dalam daya terima


makanan.
2) Warna
Apabila penampilan makanan tidak menarik waktu disajikan,
walaupun makanan itu rasanya lezat, maka akan mengakibatkan
selera orang yang akan memakannya menjadi hilang. Warna makanan
memegang peranan penting dalam penampilan makanan (Sumiyati,
2009).
3) Besar porsi
Angka kecukupan makanan yang dianjurkan adalah kecukupan
makan untuk satu hari. Pembagian porsi makan sehari-hari, untuk
makan pagi yaitu 1/5, untuk makan siang 2/5 dan untuk makan malam
2/5. Dengan pembagian seperti itu, penyediaan zat-zat gizi dapat
disesuaikan dengan kebutuhan tubuh (Sumiyati, 2009).
4) Cara penyajian
Penyajian

makanan

merupakan

faktor

terakhir

dalam

penyelenggaraan makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita


rasa yang tinggi, tetapi dalam penyajiannya tidak dilakukan dengan
baik, maka nilai makanan tersebut tidak akn berarti, karena makanan
yang ditampilkan waktu disajikan akan merangsang indra penglihatan
sehingga menimbulkan selera yang berkaitan dengan cita rasa
(Sumiyati, 2009).
Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi penampilan
makanan. Penyajian dirancang untuk menyediakan makanan yang

berkualitas tinggi dan dapat memuaskan konsumen, aman serta


harganya layak (Sumiyati, 2009).
Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam
penyusunan makanan akan mempengaruhi penampilan makanan yang
disajikan dan terbatasnya perlengkapan alat merupakan faktor
penghambat bagi pasien untuk menghabiskan makanannya. Dalam
penyajian makanan perlu diperhatikan beberapa hak pokok, yaitu
pemilihan alat yang tepat untuk menyajikan makanan, misalnya
mangkuk, piring atau tempat penyajian makanan khusus dan susunan
makanan dalam alat penyajian makanan. Untuk penampilan makanan
lebi menarik, susunan makanan perlu mendapat perhatian, karena
makanan yang disusun pada alat penyajian yang tepat akan
memberikan kesan yang menarik. Cara penyajian dan peralatan yang
digunakan dalam menghidangkan makanan ikut berpengaruh pada
penerimaan

makanan

tersebut,

sehingga

penghidangan

dan

penggunaan perlatan harus sesuai dengan tingkat sosial calon


konsumen dan kualitas makanan yang disajikan (Sumiyati, 2009).
5) Rasa Makanan
Rasa makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan
cita rasa makanan. Apabila penampilan makanan yang disajikan
merangsang saraf melalui indera pengllihatan sehingga mampu
membangkitkan selera untuk mencicipi makanan tersebut maka tahap
berikutnya cita rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan
terhadap indera pencium dan indera pengecap (Sumiyati, 2009).

10

6) Aroma
Aroma yang disebarkan oleh makanan menjadi daya tarik yang
sangat kuatdan mampu merangsang indera penciuman sehingga
membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan karena
terbentuknya senyawa yang mudah menguap dan sebagai akibat dari
reaksi enzim (Sumiyati, 2009).
7) Tekstur
Keempukan makanan selain ditentukan oleh mutu bahan
makanan yang digunakan juga ditentukan oleh cara memasak
(Sumiyati, 2009).
8) Suhu
Temperatur makanan waktu disajikan memegang peranan
penting dalam penentuan cita rasa makanan. Namun makanan yang
terlalu panas atau terlalu dingin akan sangat mengurangi sensivitas
sarang pengecap terhadap rasa makanan (Sumiyati, 2009).
9) Tingkat Kematangan
Tingkat kematangan tentu akan mempengaruhi cita rasa
makanan, karena makanan yang kurang matang atau terlalu matang
kurang enak dikonsumsi (Sumiyati, 2009).

11

3. Kepuasan Pasien
a. Definisi
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang (pelanggan/pasien)
setelah membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan
(pelayanan yang diterima dan dirasakan) dengan yang diharapkannya
(Irine dalam Semedi 2013)
Kepuasan pasien memang merupakan nilai subyektif terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan. Oleh karenanya subyektifitas pasien
diperngaruhi oleh pengalaman pasien dimasa lalu, pendidikan, situasi
psikis saat itu, dan pengaruh lingkungan (Lusa dalam Firdaus, 2008).
b. Pengukuran kepuasan konsumen
Tingkat kepuasan pelanggan sangat tergantung pada mutu suatu
produk. Suatu produk dikatakan bermutu bagi seseorang kalau produk
tersebut dapat memenuhi kebutuhannya (Montgomery dalam Supranto,
2011).
Merkouris (1999) dalam Suryawati (2006) menyebutkan bahwa
mengukur kepuasan pasien dapat digunakan sebagai alat untuk:
1) Evaluasi kualitas pelayanan kesehatan,
2) Evaluasi terhadap konsultasi intervensi dan hubungan antara perilaku
sehat dan sakit
3) Membuat keputusan administrasi
4) Evaluasi efek dari perubahan organisasi pelayanan
5) Administrasi

12

Model Service Quality yang dikembangkan Zeithalm dan


Parasuraman banyak dipakai sebagai landasan konsep penelitian tentang
kepuasan pasien di banyak tempat. Model ini menyebutkan bahwa
pertanyaan mendasar yang cukup sensitif untuk mengukur pengalaman
konsumen mendapatkan pelayanan tercakup dalam lima dimensi kualitas
pelayanan yaitu:
1) reliability (kehandalan)
kemampuan untuk menampilkan pelayanan yang dijanjikan dengan
segera dan akurat
2) responsiveness (ketanggapan atau kepedulian)
kemampuan untuk membantu konsumen dan meningkatkan kecepatan
pelayanan
3) assurance (jaminan kepastian)
kompetensi yang dimiliki sehingga memberikan rasa aman, bebas dari
bahaya, risiko atau keraguan dan kepastian yang mencakup
pengetahuan, perilaku dan sifat yang dapat dipercaya
4) empathy (perhatian)
sifat dan kemampuan untuk memberikan perhatian penuh kepada
pasien, kemudahan melakukan kontak dan komunikasi yang baik
5) tangibles (wujud nyata)
penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, sarana informasi atau
komunikasi dan petugas atau pegawai (Malik dalam Suryawati, 2004)

13

Untuk mengukur kepuasan pasien menurut Kotler adalah sebagai


berikut:
1) Sistem, keluhan dan saran
Organisasi yang berorientasi kepada pelanggan mempermudah
pelanggannya memberikan saran dan keluhan, diantarnya dengan
menggunakan kotak saran, memberikan kartu komentar pada pasien
yang pulang atau menempatkan staf untuk menangani keluhan
pelanggan.
2) Ghost Shopping
Dengan mengutus orang berpura-pura menjadi pelanggan dan
melaporkan titik titik kekuatan dan kelemahan organisasi tersebut.
3) Analisis Pelanggan yang Beralih ( loss custumer analysis )
Organisasi

menghubungi

pelanggan

yang

telah

berhenti

menggunakan jasa yang diberikan dan mencari tahu alas an yang


terjadi.
4) Survey Kepuasan Pelanggan
Organisasi yang responsif akan melakukan survei kepuasan
pelanggan secara berkala. Cara pengukuran survey antara lain:
a) pengukuran secara langsung dimana pelanggan diberi pertanyaan
dan dibuat skala untuk menjawabnya
b) derived

satisfaction

dimana

pelanggan

diberi

pertanyaan

mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu pelayanan


tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan

14

c) problem analysis dengan meminta pelanggan menuliskan masalah


yang mereka hadapi dan perbaikan yang mereka sarankan
d) importance performance rating dengan meminta pelanggan
membuat peringkat dari berbagai elemen pelayanan didasari oleh
kepentingan elemen dimata pelanggan serta seberapa jauh Rumah
Sakit memenuhi elemen tersebut.
Sementara itu, menurut Fredy Rangkuti kualitas jasa dipengaruhi
dua variabel, kedua variable tersebut yaitu jasa yang dirasakan
(perceived service)

dan jasa yang diharapkan (expected service).

Pengukuran kualitas jasa lebih sulit dibandingkan dengan mengukur


kualitas produk nyata, sebab atribut yang melekat pada jasa tidak mudah
untuk diidentifikasi. (Kotler dalam Shalahudin, 2011)
c. Komponen kepuasan pasien
Dalam pengalaman sehari-hari, kepuasan pasien yang paling sering
dikemukakan dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas RS,
antara lain: keterlambatan pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit
ditemui, dokter yang kurang komunikatif dan informatif, lamanya proses
masuk, aspek pelayanan hotel di RS, serta ketertiban dan kebersihan
lingkungan RS. Sikap perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas,
serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki
peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien RS. Tidak jarang
walaupun pasien/keluarganya merasa outcome tak sesuai dengan
harapannya merasa cukup puas karena dilayani dengan sikap yang
menghargai perasaan dan martabatnya. Banyak variabel non medik ikut

15

menentukan kepuasan pasien antara lain: tingkat pendidikan, latar


belakang

sosial

ekonomi,

budaya,

lingkungan

fisik,

pekerjaan,

kepribadian dan pengalaman hidup pasien. Kepuasan pasien dipengaruhi


oleh karakteristik pasien yaitu: umur, pendidikan, pekerjaan, etnis, sosial
ekonomi, dan diagnosis penyakit

16

B. KerangkaTeori

Makanan
Kenyamanan

Hubungan
pasien dengan
petugas Rumah
Kompetensitekni
Sakit
spetugas
Biaya

Mutumak
anan

Penampilan :
Warna
Bentuk
Porsi
Cara
penyajian

Rasa :
Suhu
Bumbu
Tekstur
Aroma
Tingkat
kematangan

Kepuasan
Pasien

Gambar 1.Kerangka teori


Sumber : Modifikasi dari Jumadi P (1991) dalam Sabarguna (2005)

17

C. KerangkaKonsep
Penampilan :
Porsi
Cara penyajian

Rasa :
Suhu
Bumbu
Tekstur
Aroma

KepuasanPasien

Gambar 2.Kerangka Konsep

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang sesuai
dengan tujuan penelitian, yaitu melihat gambaran atau deskripsi mengenai
kepuasan pasien terhadap cita rasa makanan di ruang Ruang 6 di RSUD dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian

18

Penelitian ini akan dilakukan Ruang 6 RSUD dr. Soekardjo Kota


Tasikmalaya. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 26 sampai
dengan 27 Maret 2015.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi dan sampel
a. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien di Ruang 6
RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya dan tercatat sebagai pasien di
RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya .
b. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien yang
memenuhi kriteria inklusi, sedangkan yang terkena kriteria eksklusi
tidak akan diambil.

19

Kriteria inklusi :
1) Pasien berusia 17 tahun.
Pemilihan pasien berdasarkan usia tersebut karena pada usia tersebut
cara berpikir seseorang sudah dapat bekerja secara efektif dan
sistematis, dapat menganalisa secara kombibubur, sudah berpikir
secara proporsional, dan dapat menarik generalisasi secara mendasar
pada satu macam isi (Piaget dalam Budiningsih, 2004).
2) Pengambilan pasien yang telah menjalani perawatan minimal 1 hari
dengan alasan pasien sudah mengetahui jenis makanan yang biasa
dihidangkan setelah melalui 3 kali waktu makan.
3) Bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi :
1) Pasien yang mendapat makanan cair dan bubur saring.
2) Pasien dengan penyakit yang dapat mengganggu fungsi panca indera
seperti gangguan fungsi penciuman, rasa, dan ganguan alat
pencernaan lainnya.
2. Teknik sampling
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling. Hal ini karena pengambilan sampel dilakukan dengan cara
memilih sampel yang memenuhi kriteria inklusi yang telah ditentukan,
diantaranya sampel telah menjalani perawatan selama minimal 1 hari dan
mendapat makanan lunak atau biasa. Pengambilan sampel akan dilakukan
selama 2 hari.

20

D. Definisi Operasional
1. Variabel
Definisi operasional

: Kepuasan pasien
: Penilaian pasien secara subjektif terhadap
cita rasa makanan yang disajikan.

Cara ukur

: Wawancara

Alat ukur

: Kuesioner

Hasil

: Puas, jika skor rata-rata 2


Tidak puas, jika skor rata-rata <2
(Supranto, 2011)
Rumus Perhitungan Kepuasan per Hari:
= 4 (n x skor)

4 x Jumlah responden
Rata-rata kepuasan selama 3 hari
Keterangan:
= Jumlah Skor Kepuasan (3 hari)
4 = 4 Jenis Makanan yang ditilai setiap kali
3

makan (Makanan pokok, lauk hewani, nabati


dan sayur)
N = Jumlah responden yang memberikan
penilaian puas, tidak puas
Skor = Hasil ukur kepuasan, terdiri dari 4
tingkatan, 1=sangat tidak puas, 2= tidak
puas, 3= puas dan 4=sangat puas
: Ordinal

Skala ukur
2. Penampilan Makanan
Penampilan makanan adalah penampakan yang ditimbulkan
oleh makanan yang disajikan. Penampilan ini meliputi warna, bentuk
makanan, besar porsi, dan cara penyajian.
a. Variabel
: Besar porsi

21

Definisi operasional : Penilaian responden terhadap besar porsi


makanan yang disajikan
Cara ukur
: Wawancara
Alat ukur
: Kuesioner
Hasil ukur
: Sangat tidak puas
diberi skor 1
Tidak puas
diberi skor 2
Puas
diberi skor 3
Sangat Puas
diberi skor 4
(Supranto, 2011)
Skala ukur
: Ordinal
b. Variabel
: Cara penyajian
Definisi operasional : penilaian responden terhadap cara penyajian
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur

makanan yang disajikan.


: Wawancara
: Kuesioner
: Sangat tidak puas
Tidak puas
Puas
Sangat Puas
(Supranto, 2011)
: Ordinal

diberi skor 1
diberi skor 2
diberi skor 3
diberi skor 4

Skala ukur
3. Rasa makanan
Rasa makanan adalah rasa yang ditimbulkan dari makanan yang
disajikan. Rasa makanan meliputi : aroma, bumbu, tekstur, suhu,
tingkat kematangan.
a. Variabel
: Aroma
Definisi operasional :penilaian

responden

terhadap

aroma

makanan yang disajikan.


: Wawancara
: Kuesioner
: Sangat tidak puas
diberi skor 1
Tidak puas
diberi skor 2
Puas
diberi skor 3
Sangat Puas
diberi skor 4
(Supranto, 2011)
Skala ukur
: Ordinal
b. Variabel
: Rasa (bumbu)
Definisi operasional : penilaian responden terhadap rasa (bumbu)
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur

Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur

makanan yang disajikan.


: Wawancara
: Kuesioner
: Sangat tidak puas

diberi skor 1

22

Tidak puas
diberi skor 2
Puas
diberi skor 3
Sangat Puas
diberi skor 4
(Supranto, 2011)
Skala ukur
: Ordinal
c. Variabel
: Tekstur
Definisi operasional : penilaian responden terhadap tekstur
makanan yang disajikan.
Cara ukur
: Wawancara
Alat ukur
: Kuesioner
Hasil ukur
: Sangat tidak puas
diberi skor 1
Tidak puas
diberi skor 2
Puas
diberi skor 3
Sangat Puas
diberi skor 4
(Supranto, 2011)
Skala ukur
: Ordinal
d. Variabel
: Suhu
Definisi operasional : penilaian responden terhadap suhu makanan
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur

Skala ukur

yang disajikan.
: Wawancara
: Kuesioner
: Sangat tidak puas
Tidak puas
Puas
Sangat Puas
(Supranto, 2011)
: Ordinal

diberi skor 1
diberi skor 2
diberi skor 3
diberi skor 4

E. Teknik Pengumpulan Data


1. Jenis data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data primer dan data
sekunder.
a. Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara Wawancara menggunakan
kuesioner. Data primer meliputi penilaian kepuasan pasien terhadap cita
rasa makanan.
b. Data Sekunder

23

Data sekunder meliputi data diet pasien dari buku diet di instalasi
gizi RSUD dr. Soekardjo.
2. Cara pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara Wawancara, yaitu
menanyakan variabel-variabel yang ada pada kuesioner kepada pasien dan
dicentang oleh petugas. Pengisian kuesioner akan dilakukan setelah selesai
makan pagi, siang dan sore.Hal ini dilakukan dengan pertimbangan pasien
masih mengingat makanan apa saja yang diberikan dari Rumah Sakit.
3. Instrument penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
kuesioner. Lembar kuesioner berisi mengenai karakteristik pasien dan
penilaian terhadap cita rasa makanan yang meliputi penampilan (warna,
bentuk makanan, besar porsi, dan cara penyajian) dan rasa makanan
(aroma, bumbu, tekstur, tingkat kematangan, dan suhu).
F. Pengolahan dan Analisis Data
1. Teknik pengolahan data
Data-data primer yang dihasilkan dari pingisian kuesioner responden
diolah sesuai tahap-tahap pengolahan data sebagai berikut :
a. Mengkode data (data coding)
Yaitu memberi kode data untuk penilaian responden mengenai
variabel pada kuesioner.
b. Mengedit Data (data editing)
Yaitu memastikan data yang diperoleh adalah data bersih, lengkap
sehingga dapat diolah.
c. Memasukan Data (data entry)

24

Yaitu kegiatan memasukan data, pengolahan data dan menyimpan


data dengan komputer (SPSS)
d. Membersihkan Data (data cleaning)
Yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang telah dimasukan
memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan
demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

25

2. Teknik Analisis Data


Analisis data menggunakan analisis univariat yang dilakukan untuk
menjelaskan/mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabeldan
disajikan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan dianalisa secara
deskriptif.
G. Jalannya Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Menyusun proposal dan instrumen penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
a. Memberikan Wawancara kepada pasien di ruang Ruang 6 RSUD dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya.
b. Melakukan pengolahan dan analisis data.

26

Anda mungkin juga menyukai