Anda di halaman 1dari 2

Hari Raya Kuningan diperingati setiap 210 hari atau 6 bulan sekali dalam kalender

Bali tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Kuningan. (1 bulan dalam kalender Bali =
35 hari). Di hari Raya Kuningan yang suci ini diceritakan Ida Sang Hyang Widi turun
ke dunia untuk memberikan berkah kesejahteraan buat seluruh umat di dunia.
Masyarakat Hindu di Bali yakini, pelaksanaan upacara pada hari raya Kuningan
sebaiknya dilakukan sebelum tengah hari, sebelum waktu para Dewa, Bhatara, dan
Pitara kembali ke sorga.
Hari raya Kuningan adalah rangkaian upacara Galungan, 10 hari sebelum Kuningan.
Ada beberapa perlengkapan Hari Kuningan yang khas yaitu: Endongan sebagai
simbol persembahan kepada Hyang Widhi. Tamyang sebagai simbol penolak
malabahaya. Kolem sebagai simbol tempat peristirahatan hyang Widhi, para Dewa
dan leluhur kita.
Pada hari Raya ini dibuat nasi kuning, lambang kemakmuran dan dihaturkan
sesajen-sesajen sebagai tanda terima kasih kita sebagai umat manusia atas
anugrah yang telah diberikan Hyang Widhi, sesajen itu berupa bahan-bahan
sandang dan pangan yang semuanya itu dilimpahkan oleh beliau kepada umatNya
atas dasar cinta-kasihnya. Tamyang ini mengingatkan manusia pada hukum alam,
bila alam lingkungan kita jaga dan pelihara itu semua akan mendatangkan
anugerah dan kemakmuran, namun sebaliknya bila alam dirusak akan menimbulkan
bencana dan petaka buat kita dan umat manusia. Sedangkan endongan bermakna
perbekalan. Bekal yang paling utama dalam mengarungi kehidupan adalah ilmu
pengetahuan dan bhakti Oleh karena itu melalui perayaan Hari Kuningan ini umat
Hindu khususnya di bali, diharapkan mampu menata kembali kehidupan yang
harmonis sesuai dengan tujuan yang telah di gariskan oleh Sang Hyang Widhi.
Seluruh umat Hindu yang ada di Bali melakukan upacara adat Hari Raya Kuningan
ini tidak di wajibkan melaksanakannya di pura, apa lagi bila jarak pura terlalu jauh
dari tempat tinggal. Pelaksanaan upacara ini bisa dilakukan juga dirumah
mengingat waktu nya yang terlalu singkat, kebiasaaan ini menjadi salah satu adat
yang terus dilestarikan hingga saat ini, Pada hari Rabu, Kliwon, wuku Pahang,
disebut dengan hari Pegat Wakan yang merupakan hari terakhir dari semua
rangkaian Hari Raya Galungan-Kuningan. Sesajen yang dihaturkan pada hari ini
yaitu sesayut Dirgayusa, panyeneng, tatebus kehadapan Tuhan Yang Maha Esa
sebagai pencipta bumi dan alam seisinya. Dengan demikian berakhirlah semua
rangkaian hari raya Galungan-Kuningan selama 42 hari.
Pada Hari Raya ini dibuat nasi Kuning lambing kemakmuran dan dihaturkan sesajen.
Sesajen sebagai tanda Terima Kasih kita sebagai umat manusia atas anugerah yang
telah di berikan Sang Hyang Widhi, sesajen itu berupa bahan pangan. Bahan ,
sedang yang semua itu di limpahkan oleh beliau kepada umatnya atas dasar cinta
kasihnya.

Menurut pandangan saya pribadi Hari Raya Kuningan sebuah refeksi spiritual yaitu :
1.

Keyakinan : (Sradha) ini merupakan di mana Hari Raya Kuningan merupakan


salah satu wujud nyata dari sebuah pelaksanaan upacara Agama Hindu.

2. Cinta Kasih : (Bhakti) merupakan bakat yang paling utama dalam mengarungi
kehidupan adalah ilmu pengetahuan.
3. Kedamaian : (Santhi) yang merupakan anti kekerasan, dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kehidupan sebagai manusia yang berbudi luhur dan bermartabat.
4. Kebenaran : (Satya) merupakan wujud nyata dalam rangkaian Hari Raya
Agama Hindu yang patut kita laksanakan dengan ketulusan hati.
5. Kebahagiaan : (Ananda) setelah kita melaksanakan sebuah rangkaian
upacara Hari Raya Kuningan, kita telah di limpahkan keyakinan, cinta kasih,
kedamaian, kebenaran dan mencapailah kebahagiaan.
Jadi dari makna Refeksi Spiritual Hari Raya Kuningan itu sendiri adalah
memohon keselamatan, kemakmuran, kesejahtraan, perlindungan, juga
tuntutan lahir batin kepada para Dewa, Bhatara, dan Pitra agarsemua yang
diinginkan bias terkabul dan terlaksana seijin Yang Widhi.

Anda mungkin juga menyukai