Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Strategis


2.1.1 Penentuan Kawasan Strategis (Buku Tata Ruang)
Perkembangan wilayah merupakan fungsi dari perubahan dinamis
bak dari internal wilayah maupun kekuatan eksternal. Hal ini mendorong
semua wilayah menyusun strategi pembangunan yang tepat, diantaranya
dengan menetapkan kawasan strategis. Beberapa factor yang
melatarbelakangi perlunya kawasan strategis diantaranya:
1) Faktor internal wilayah, meliputi perkembangan penduduk dan tingkat
urbanisasi yang makin meningkat, proses produksi dan industrialisasi,
peningkatan pertumbuhan ekonomi yang menuntut kebutuhan lahan,
tingkat kemiskinan masih tinggi, dan perlunya pemerataan
pembangunan wilayah, serta kerusakan lingkungan yang semakin
meningkat.
2) Faktor eksternal, yang meliputi perubahan global, revolusi teknologi
informasi serta leberalisai ekonomi dan perdagangan bebas menuntut
perubahan manajemen dan peningkatan keunggulan dan daya saing
wilayah.
3) Faktor politik, pertahanan dan keamanan berkaitan denag polisi
geostrategic dan geopolitik Negara tehadap ancaman dan konflik
dengan negra lain mengharuskan Negara menetapkan kawasan
strategis pertahanan keamanan untuk menjaga keutuhan NKRI.

2.1.2 Batasan Dan Klarifikasi Kawasan Strategis


Kawasan strategis adalah wilayah yang memiliki nilai strategis,
penting dan prioritas dikarenakan memiliki pengaruh yang luas baik
internal maupun eksternal bagi perkembangan wilayah tersebut. UU no
26 tahun 2007 membagi kawasan strategis berdasarkan luas wwilayah
cakupan pengaruhnya, yaitu kawasan strategis nasional, provinsi,
kabupaten kota. Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis
kawasan dimaksudkan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi
dan/atau mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis
kawasan yang bersangkutan demi terwujudnya pemanfaatan yang
behasil guna, berdaya guna, dan berkelanjutan.
Penetapan kawasan strategis pada setiap jenjang wilayah
administrative didasarkan pada pengaruh yang sangat penting terhadap
kedaulatan Negara, pertahanan, keamanan, ekonomi, social, budaya
dan/atau lingkungan, termasuk kawasan yang ditetapkan sebagai warisan
dunia. Pengaruh aspek kedaulatan Negara, pertahanan, keamanan lebih
ditunjukan bagi penentapan kawasan strategis nasional, sedangkan yang
berkaitan dengan aspek ekonomi, social, budaya, dan lingkungan, yang
dapat berlaku untuk kawasan strategis nasional, provinsi, kabupaten/kota,
diukur berdasarkan pendekatan eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
penanganan kawasan yang bersangkutan.
Tabel 1. Batasan dan Klasifikasi Kawasan Strategis.
No Kawasan Strategis / Wilayah
Komponen Pengaruh
KS (prioritas)
Pengaruh
1.
KS Nasional
Nasional
Kedaulatan Negara, pertahanan,
Dan keamanan Negara, ekonomi,
social,
budaya,
Dan/atau

KS Provinsi

Provinsi

KS Kabupaten-Kota

KabupatenKota

lingkungan, warisan dunia, (world


herritage)
Ekonomi,
social,
budaya,
dan/atau lingkungan.
Ekonomi,
social,
budaya,
dan/atau lingkungan.

(Sumber: Lutfi, 2013)


UU Nomor 26 Tahun 2007 memnbuat lima jenis kawasan
strategis, berdasarkan pertimbangan kepentingan pertahanan dan
keamanan, pertumbuhan ekonomi, social, budaya, pendayahgunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup.
1) Kawasan strategis pertahanan dan keamanan, terdiri atas (a)
kawasan perbatasan Negara, termasuk pulau kecil terdepan, Dan
(b)kawasan latihan militer.
2) Kawasan strategis pertumbuhan ekonomi, terdiri atas, (a) kawasan
metropolitan, (b) kawasan ekonomi khusus, (c) kawasan
pengembangan ekonomi terpadu, (d) kawasan tertinggal, serta (e)
kawasan perdangangan dan pelabuhan bebas.
3) Kawasan strategis social dan budaya, terdiri atas, (a) kawasan adat
tertentu, (b) kawasan konservasi warisan budaya, temasuk warisan
budaya yang diakui sebagai warisan dunia, seperti kompleks candi
borobudur Dan komplek candi prambanan.
4) Kawasan strategis pendayagunaan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi, terdiri atas (a) kawasan pertambangan minyak dan
gas bumi lepas pantai, serta (b) kawasan yang menjadi lokasi
instalasi tenaga nuklir, (c) kawasan operasional pemanfaatan
teknologi, dirgantara.
5) Kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, terdiri
atas: (a) kawasan pelindungan dan pelestarian lingkungan hidup,
seperti taman nasional, (b) daerah aliran sungai Dan hutan lindung,
(c) lingkungan kritis, (d) konservasi keanakaragaman hayati.

2.1.3 Kriteria dan penentuan kawasan strategis


Nilai strategis suatu kawasan baik tingkat nasional, provinsi,
maupun kabupaten/kota ditentukan berdasarkan aspek eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan. PP No 26 tahun 2008
tentang rencana tata ruang wilayah nasional memberikan rincian tentang
kriteria penentuan kawasan strategis, yaitu:
a. Strategis pertahanan Dan keamanan:
1. Diperuntukan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan
pertahanan Negara berdasarkan geostrategic nasional;
2. Diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah
pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan laiinya, gudang
amunisi, daerah uji coba system persenjataan, dan/atau kawasan
industri sistem pertahanan; atau
3. Merupakan wilayah kedaulatan Negara termasuk pulau-pulau kecil
terluar yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga
dan/atau laut lepas.
b. Strategis Ekonomi

1. Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;


2. Memiliki sector unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan
ekonomi nasional;
3. Memiliki potensi ekspor;
4. Didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan
ekonomi;
5. Memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
6. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional
dalam rangka mewujudkan ketahanan panga nasional;
7. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energy
dalam rangka mewujudkan ketahanan energy nasional; atau
8. Ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
c. Strategis social budaya
1. Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat
atau budaya nasional;
2. Merupakan prioritas peningkatan kualitas social dan budaya serta
jadi diri bangsa;
3. Merupakan asset nasional atau internasional yang harus dilindungi
dan dilestarikan;
4. Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional;
5. Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau
6. Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik social skala nasional.
d. Strategis sumberdaya alam Dan teknologi
1. Diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis
nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir;
2. Memiliki sumber daya alam strategis nasional;
3. Berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan
antariksa;
4. Berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom Dan nuklir;
atau
5. Berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.
e. Strategis lingkungan hidup
1. Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
2. Merupakan asset nasional berupa kawasan lindung yang
ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang
hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi
dan/atau dilestarikan;
3. Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap
tahun berpeluang menimbulkan kerugian Negara;
4. Memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
Berdasarkan batasan tersebut di atas penerapan kawasan
strategis ditujukan untuk menjaga keutuhan NKRI, perkembangan
perekonomian Negara dan wilayah yang semakin baik, integrasi social
yang semakin kuat dan pemanfaatan sumberdaya dan teknologi yang
memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Sebagai
bentuk operasionalisasi dari amana UU nomor 26 tahun 2007, dalam PP
nomor 26 tahun 2008 telah ditetapkan beberapa kawasan strategis
nasional sebagai berikut. (lihat tabel 1) :

Tabel 2. Penentuan Kawasan Strategis Nasional dan Tipe-Tipenya


No

Kawasan strategis dan tipe


1. KAWASAN STRATEGIS EKONOMI
Kawasan ekonomi terpadu (KAPET)2)

Kawasan Perkotaan (KP) Metropolitan 1)

Kawasan Strategis lain (Kawasan Perdagangan


bebas Dan Pelabuhan Bebas)2)

2. KAWASAN STRATEGIS LINGKUNGAN

Nama kawasan strategis


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

KAPET Banda Aceh Darussalam


KAPET Bima-NTB
KAPET Mbay-NTT
KAPET Khatulistiwa-Kalimantan Barat
KAPET DAS Kahayan Kapuas Dan Barito- Kalimantan Tengah
KAPET Batu licin, Kalimantan Selatan
KAPET Samarinda, Sanga-sanga, Muara Jawa, Dan Balik papan,
Kalimantan Timur
8. KAPET Manado-Bitung, Sulawesi Utara
9. KAPET Batui, Sulawesi Tengah
10. KAPET Parepare, Sulawesi Selatan
11. KAPET Buton, Kolaka, Dan Kendari, Sulawesi Tenggara
12. KAPET Seram, Maluku
13. KAPET Biak, Papua
1. KP Medan-Binjai-DeliSerdang-Karo (Mebidangro), Sumatera Utara
2. KP Jabodetabek- Punjur termasuk Kepulauan Seribu (DKI Jakarta,
Banten, Dan Jawa Barat)
3. KP Cekungan Bandung, Jawa Barat
4. KP Kendal-Demak-Ungaran-Salatiga-Semarang-Purwodadi (kedung
sepur), Jawa Tengah)
5. KP
Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan
(Gerbangkertosusila) Jawa Timur
6. KP Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (sarbagita), Bali
7. KP Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar (Mamminasata), Sulawesi
Selatan
1. Kawasan Industri Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam
2. Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Sabang,
Nanggroe Aceh Darussalam
3. Kawasan Batam, Bintan, Dan Karimun, Kepulauan Riau
4. Kawasan Selat Sunda (Provinsi Lampung Dan Banten)

Taman Nasional1)

DAS Dan Hutan Lindung1)

Kawasan Lindung Kritis1)

Konservasi Keanekaragaman hayati1)


3. KAWASAN STRATEGIS SOSIAL BUDAYA
Social Budaya1)

1. Kawasan Ekosisistem Leuser (Nanggroe Aceh Darussalam)


2. Kawasan Lingkungan Hidup Taman Nasional Kerinci Seblat (Jambi
Sumatera Barat, Bengkulu, Dan Sumatera Selatan)
3. Kawasan Taman Nasional Berbak (Jambi)
4. Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (jambi Dan riau)
5. Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (Jambi)
6. Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (Jawa Tengah Dan DIY)
7. Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (Banten)
8. Kawasan Taman Nasional Komodo (Nusa Tenggara Barat)
9. Kawasan Gunung Rinjani (NTB)
10. Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (Kalimantan Barat)
11. Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (Kalimatan Tengah)
12. Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa-Watumohai Dan Rawa Tinondo
(Sulawesi Tenggara)
13. Kawasan Taman Nasional Lorentz (Papua)
1. Kawasan Danau Toba Dan Sekitarnya (SUMUT)
2. Kawasan Hutan Lindung Bukit Batabuh (Riau Dan SUMBAR)
3. Kawasan Hutan lindung Mahato (Riau)
4. Kawasan Konservasi Dan Wisata DAS Tondano (SULUT)
1. Kawasan Pangandaran-Kalipuncang-Segara anakan-Nusakambangan
(Pacangsanak) (JABAR Dan JATENG)
2. Kawasan kritis lingkungan Balingarah (SULTENG)
3. Kawasan kritis lingkungan buol-lambunu (SULTENG)
1. Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat (Papua
Barat)
2. Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Teluk Bintuni (Papua)

1. Kawasan Poso Dan Sekitarnya-SULTENG


2. Kawasan Toraja Dan Sekitarnya-SULSEL
2)
Warisan Budaya
1. Kawasan Borobudur Dan Sekitarnya (JATENG)
2. Kawasan Candi Prambanan (JATENG)
4. KAWASAN STRATEGIS PENGGUNAAN SDA DAN TEKNOLOGI
Pertambangan2)
1. Kawasan Soroako Dan Sekitarnya (SULSEL)
2. Kawasan Timika (PAPUA)
Kelautan
1. Kawasan Laut Banda (Maluku)

Instalasi-Stasiun Pengamat Bumi-Dirgantara2)

1. Kawasan Instalansi Lingkungan Dan Cuaca (DKI Jakarta)


2. Kawasan Fasilitas Pengelolahan Data Dan Satelit (DKI Jakarta)
3. Kawasan Stasiun Bumi Satelit Cuaca Dan Lingkungan (Papua)
4. Kawasan Stasiun Bumi Penerima Satelit Mikro (Jawa Barat)
5. Kawasan Stasiun Bumi Sumber Alam Parepare ( SULSEL)
6. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Kototabang (SUMBAT)
7. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Pamengpeuk (JABAR)
8. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Tanjung Sari (JABAR)
9. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Watukosek (JATIM)
10. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Pontianak (KALTIM)
11. Kawasan Fasilitas Uji Terbang Roket Pamengpeuk (JABAR)
12. Kawasan Stasiun Telecomand (JABAR)
13. Kawasan Stasiun Telemetry Tracking and Command Wahana Peluncur
Satelit (Papua)
5.KAWASAN STRATEGIS PERTAHANAN DAN KEAMANAN
Perbatasan Darat2)
1. Kawasan Perbatasan Darat RI dengan Negara Malaysia (KALBAR,
KALTIM, KALUT)
2. Kawasan Perbatasan Darat RI dengan Negara Timor Leste (NTT)
3. Kawasan Perbatasan Darat RI Dan Jantung Kalimantan (Heart of
Borneo) (KALBAR, KALTIM, KALTENG)
4. Kawasan Perbatasan Darat RI dengan Negara Papua Nugini (Papua)
Perbatasan Laut2)
1. Kawasan
Perbatasan
Laut
RI
dengan
Negara
Malaysia/Vietnam/Singapura (Provinsi Riau Dan Kepulauan Riau)
termasuk 20 pulau kecil terluar.
2. Kawasan Perbatasan Laut RItermasuk 2 pulau kecil terluar (Pulau
Rondo Dan Berhala) dengan Negara India/Thailand/Malaysia (Provinsi
NAD Dan SUMUT)
3. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 5 pulau kecil terluar (Pulau Alor,
Batek, Dana, Ndana, Dan Mangudu) dengan Timor Leste/Australia
( Provinsi NTT)
4. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 18 pulau kecil terluar dengan
Negara Malaysia Dan Philipina (Provinsi KALTIM, SULTENG, SULUT)
5. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 20 pulau kecil terluar dengan
Timor Leste/Australia (Provinsi Maluku Dan Papua)
6. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 8 pulau kecil terluar (Pulau

Jiew, Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondi, Dan Liki) dengan
Negara pulau (Provinsi Maluku Utara, Papua Barat, Dan Papua)
7. Kawasan Perbatasan Laut RI termasuk 19 pulau kecil terluar yang
berhadapan dengan laut lepas (Provinsi NAD, SUMUT, SUMBAR,
Bengkulu, Lampung, Banten, JABAR, JATENG, JATIM, Dan NTB.
Sumber: PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Keterangan: 1=revitalisasi kawasan, 2=pengembangan kawasan

Dalam rangka pengembangan kawasan strategis ekonomi


khususnya percepatan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia,
pemerintahan melalui UU No 39 Tahun 2009 menetapkan UU tentang
kawasan ekonomi khusus (KEK), yang merupakan suatu kawasan yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh
fasilitas tertentu yang ditujukan untuk melipat gandakan (multiplier)
pertumbuhan ekonomi nasional, serta memberikan dampak yang besar pada
peningkatan lapangan kerja dalam negeri. Pengembangan KEK
dilaksanakan dengan fungsi untuk melakukan dan mengembangkan usaha
di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energy,
transportasi, maritime, perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan
bidang lainnya. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang
memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategic serta berfungsi untunk
menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain
yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.
Kondisi geografis yang berdekatan dengan Negara tetangga
memberikan peluang yang besar bagi kawasan strategis ekonomi, kawasan
perbatasan, dan KEK untuk memperkuat jalinan kerjasama yang saling
menguntungkan, misalnya melalui pelaksanaan kerjasama ekonomi suregional (KERS) seperti Brunei-Indonesia-Malaysia-Philipin East ASEAN
Growth Area (BIMP-EAGA), Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle
(IMT-GT), Dan Australia-Indonesia Development Area (AIDA), serta
kerjasama perbatasa seperti Forum Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia
(SOSEK MALINDO).
Selain kawasan strategis nasional, sesuai dengan hirarkinya
masing-masing provinsi dan kabupaten-kota juga dapat menentukan
kawasan strategisnya di dalam wilayahnya. Factor terpenting dalam
penetapan kawasan strategis adalah kebijakan politik dan besarnya
pengaruh atau dampak kawasan tersebut terhadap kondisi internal wilayah
(intra region) maupun wilayah sekitarnya (interregion)serta kegiatan lainnya
terutama:
a) Mempunyai pengaruh yang besar terhadap upaya pengembangan tata
ruang wilayah sekitarnya;
b) Mempunyai dampak penting, baik terhadap kegiatan lainnya (multiplier
effect)
c) Merupakan factor pendorong bagi peningkatan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat serta pemerataan perkembangan wilayah.
Jenis dan luas pengaruh kawasan strategis bervariasi menurut jenis
dan tujuan pengembangan. Beberapa aspek dampak pengaruh dan dampak
penting yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kawasan strategis
untuk masing-masing tipe dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
NO
1

Tabel 3 indicator-indikator dalam penetapan kawasan strategis


Tipe
Indikator
Pertimbangan
Kawasan
Bentuk Kawasan
(Pengaruh/Dampak)
Strategis
Pertahanan
1) Geostrategis
(posisi
1) Kawasan
perbatasan
Dan
georafis Dan politik)
(darat Dan laut)
Keamanan
2) Geopolitik
2) Pulau-pulau kecil terluar
3) Pertahanan
Dan
3) Kawasan basis militer

keamanan
4) Strategis militer
2

Ekonomi

Lingkungan

Social budaya

Sumber daya
alam
Dan
teknologi

1)
2)
3)
4)
5)

Potensi ekonomi
Geoekonomi
Konsentrasi pasar
Infrastruktur
Industrialisasi
Dan
urbanisasi
6) Keuntungan Dan daya
saing wilayah
7) Produkasi Dan eksport
8) Peran sebagai prime
mover
(pusat
pertumbuhan)
9) Peran
bagi
daerah
sekitarnya
10) Kesejahteraan
masyarakat
1) Perlindungan lingkungan
(fungsi lindung)
2) Kritis lingkungan
3) Daerah aliran sungai
4) Daya dukung lingkungan
5) Keanekaragaman hayati
(flora fauna)
6) Peran dalam perubahan
iklim
7) Konflik lingkungan
1) Warisan
budaya
(heritage)
2) Keunikan adat istiadat
budaya Dan kelangkaan
3) Pelestarian budaya
4) Keanekaragaman
budaya
5) Konflik budaya
1) Nilai strategis sumber
daya alam (regional,
nasional, Dan global)
2) Potensi
konflik
sumberdaya alam
3) Nilai strategis teknologi
(ekonomi Dan hankam)
4) Nilai
strategis
ilmu
pengetahuan
Dan
teknologi (IPTEK)

4) Kawasan latihan
5) Kawasan nuklir
6) Kawasan
ujicoba
senjata
1) Metropolitan
2) Kawasan
ekonomi
terpadu (KAPET)
3) Perkotaan
4) Kawasan industri
5) Kawasan tumbuh cepat
6) Kawasan
ekonomi
khusus

1) Kawasan lindung mutlak


2) Kawasan hutan lindung
3) Taman nasional, suaka
alam, cagar alam, dan
sejenisnya
4) DAS dan sub DAS kritis
5) Kawasan
keanekaragaman hayati
6) Cagar alam geologi
1) Kawasan
warisan
budaya (heritage)
2) Kawasan adat istiadat
khusus
3) Kawasan cagar budaya

1) Kawasan pertambangan
strategis
2) Kawasan
stasiun
pengamatan
bumi
dirgantara Dan laut
3) Kawasan cagar IPTEK.

2.1.4 Tahapan Penetapan Kawasan Strategis


Sebagaimana di jelaskan sebelumnya, kawasan strategis merupakan
bagian integral dan utuh dari keberadaan Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional, Provinsi dan Kabupaten. Dengan demikian penetapan RTRW


sekaligus (otomatis) akan disertai dengan penetapan kawasan strategis.
Pemerintahan pusat/provinsi/kabupaten memiliki wewenang dalam pelaksanaan
penataan ruang kawasan strategis yag meliputi:
a. Penetapan kawasan strategis;
Penetapan kawasan strategis menjadi bagian dari penetapan RTRW yang
ditetapkan dalam peraturan pemerintah dan peraturan daerah (provinsi Dan
kabupaten)
b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis;
Perencanaan tata ruang kawasan stategis merupakan perencanaan tingkat
rinci yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan hirarki
perencanaannya. Perencanaan rinci setingkat dengan rencana detil kawasan
strategis.
c. Pemanfaatan ruang kawasan strategis;
Pemerintahan pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten) sesuai dengan
kewenangannya dalam pemanfaatan kawasan strategis. Kawasan strategis
nasional pemanfaatannya menjadi wewenang pemerintah pusat, sedangkan
kawasan strategis daerah ditangani oleh pemerintah daerah.
d. Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis
Pemerintah pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten) sesuai dengan
kewenangannya melakukan pengendalian pemanfaatan kawasan strategis.
Pengendalian kawasan strategis nasional dilakukan oleh pemerintaah pusat,
sedangkan kawasan strategis daerah ditangani oleh pemerintah daerah.
Meskipun dalam penetapan kawasan strategis masing-masing
pemerintahan pusat dan daerah memiliki kewenangan tersendiri, namun dalam
melakukan perencanaan-pemanfaatan dan pengendalian kawasan strategis
harus terintegrasi dan melakukan kerjasama (sinkronisasi, koordinasi)
dikarenakan wilayahnya terdapat di masing-masing tingkatan.
2.1.5 Penetapan Kawasan Strategis Nasional
a. Kriteria Kawasan Strategis Nasional
Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan
kepentingan:
1. pertahanan dan keamanan;
2. pertumbuhan ekonomi;
3. sosial dan budaya;
4. pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan/atau
5. fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
b. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan ditetapkan dengan kriteria:
1. diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan
negara berdasarkan geostrategi nasional;
2. diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah
pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi,
daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem
pertahanan; atau
3. merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar
yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.
c. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi ditetapkan dengan kriteria:
1. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;

2. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan


ekonomi nasional;
3. memiliki potensi ekspor;
4. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi;
5. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
6. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional;
7. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam
rangka mewujudkan ketahanan energi nasional; atau
8. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
d. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya
ditetapkan dengan kriteria:
1. merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau
budaya nasional;
2. merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri
bangsa;
3. merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan
dilestarikan;
4. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional;
5. memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau
6. memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.
e. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi ditetapkan dengan kriteria:
1. diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional,
pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir;
2. memiliki sumber daya alam strategis nasional;
3. berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa;
4. berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau
5. berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.
f. Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria:
1. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
2. merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi
perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau
diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;
3. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun
berpeluang menimbulkan kerugian negara;
4. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
5. menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;
6. rawan bencana alam nasional; atau
7. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai
dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.
2.1.6 Penetapan Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten
a. Kawasan strategis wilayah kabupaten ditetapkan dengan kriteria:
1. Memperhatikan faktor-faktor di dalam tatanan ruang wilayah kabupaten
yang memiliki kekhususan;
2. Memperhatikan kawasan strategis nasional dan kawasan strategis wilayah
provinsi yang ada di wilayah kabupaten;
3. Dapat berhimpitan dengan kawasan strategis nasional dan/atau provinsi,
namun harus memiliki kepentingan/kekhususan yang berbeda serta harus

4.

5.

6.

7.

ada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah


provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang jelas;
Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut
kepentingan ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
kabupaten yaitu merupakan aglomerasi berbagai kegiatan ekonomi yang
memiliki:
potensi ekonomi cepat tumbuh;
sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi;
potensi ekspor;
dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan
ekonomi;
kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan;
fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam
rangka mewujudkan ketahanan energi; atau
kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal di
dalam wilayah kabupaten;
Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut
kepentingan sosial budaya, antara lain kawasan yang merupakan:
tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya;
prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya;
aset yang harus dilindungi dan dilestarikan;
tempat perlindungan peninggalan budaya;
tempat yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman
budaya; atau
tempat yang memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial.
Merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis pendayagunaan sumber
daya alam dan/atau teknologi tinggi di wilayah kabupaten, antara lain:
fungsi bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi berdasarkan posisi geografis sumber daya alam strategi,
pengembangan teknologi kedirgantaraan, serta tenaga atom dan
nuklir;
sumber daya alam strategis;
fungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan teknologi
kedirgantaraan;
fungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau
fungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.
Merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup seperti:
tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora
dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang
harus dilindungi dan/atau dilestarikan;
kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air
yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian;
kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim
makro;
kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas
lingkungan hidup;

kawasan rawan bencana alam; atau


kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan
mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.
Merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis lainnya yang sesuai
dengan kepentingan pembangunan wilayah kabupaten;
Untuk mewadahi penataan ruang kawasan yang tidak bisa
terakomodasi dalam rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
2.1.7 Penetapan Kawasan Strategis Wilayah Kota
Kawasan strategis kota ditetapkan dengan kriteria:
1. Memperhatikan kawasan strategis nasional dan kawasan strategis provinsi
yang ada di wilayah kota;
2. Kawasan strategis kota dapat berhimpitan dengan kawasan strategis nasional
dan/atau
kawasan
strategis
provinsi,
namun
harus
memiliki
kepentingan/kekhususan yang berbeda serta harus ada pembagian
kewenangan yang jelas.
3. Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut
kepentingan ekonomi yaitu merupakan aglomerasi berbagai kegiatan ekonomi
yang memiliki:
potensi ekonomi cepat tumbuh;
sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi;
potensi ekspor;
dukungan jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi;
kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
fungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam
rangka mewujudkan ketahanan energi;
4. Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut
kepentingan sosial budaya seperti:
tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya;
prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya;
aset yang harus dilindungi dan dilestarikan;
tempat perlindungan peninggalan budaya;
tempat yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman
budaya;
tempat yang memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial;
hasil karya cipta budaya masyarakat kota yang dapat menunjukkan jatidiri
maupun penanda (focal point, landmark) budaya kota; dan/atau
kriteria lainnya yang dikembangkan sesuai dengan kepentingan
pembangunan kota.
5. Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis pendayagunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi di wilayah kota, antara lain:
kawasan yang diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam
strategis, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir;
memiliki sumber daya alam strategis;
memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan
antariksa;
memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau
memiliki fungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

6.

Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut


kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup seperti:
tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora
dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang
harus dilindungi dan/atau dilestarikan;
kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air
yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian;
kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim
makro;
kawasan yang menuntut prioritas tinggi untuk peningkatan kualitas
lingkungan hidup;
kawasan rawan bencana alam; dan/atau
kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan
mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.
7. Dapat merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis lainnya yang sesuai
dengan kepentingan pembangunan wilayah kota.
2.2 KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH
Kawasan strategis cepat tumbuh dapat dipilih apabila memenuhi kriteria:
1. Komitmen politik kepala daerah dan DPRD provinsi/kabupaten/kota untuk
melaksanakan pengembangan kawasan secara berkelanjutan;
2. Potensi yang besar ditinjau dari dukungan ketersediaan sumberdaya alam
yang meliputi sektor dan produk-produk unggulan yang dapat diperbaharui,
kesesuaian lahan, dan ketersedian pencadangan lahan bagi pengembangan
investasi, khususnya dalam mendorong industri pengolahan di dalam negeri
berbahan baku lokal sebagai potensi penggerak pengembangan
perekonomian kawasan secara berkelanjutan;
3. Potensi infrastruktur atau prasarana dasar yang relatif memadai seperti jalan,
jembatan, air bersih, listrik, bahan bakar, dan telekomunikasi; serta sarana
penunjang, seperti alat angkutan/transportasi, gudang, pendingin
(coldstorage), peralatan pengolahan dan distribusi, sesuai kebutuhan
pengembangan bisnis sektor dan produk unggulan di kawasan;
4. Keterkaitan pengelolaan pembangunan antarpusat pertumbuhan, dan pusat
pertumbuhan dengan daerah tertinggal di sekitarnya dalam suatu keterpaduan
sistem wilayah pengembangan ekonomi;
5. Kelembagaan pengelolaan kawasan, serta pengelolaan bisnis sektor dan
produk unggulan kawasan, yang didukung dengan sistem dan mekanisme
pengelolaan pembangunan tahunan secara hirakhis fungsional mulai dari
tingkat pusat, tingkat provinsi, dan kabupaten/kota; dan
6. Dukungan tenaga kerja terampil dan terdidik dalam mengelola bisnis sektor
dan produk unggulan kawasan.
2.2.1 STRATEGI PENGEMBANGAN DAN MANAJEMEN KAWASAN CEPAT
TUMBUH. Oleh : Bambang Tata Samiadji
Sudah menjadi fenomena umum bahwa pertumbuhan kawasan
tidak ada yang sama atau merata. Pertumbuhan kawasan selalu
menunjukkan adanya corak dimana lokasi-lokasi tertentu tumbuh cepat,
tumbuh secara pelan, tumbuh sangat lambat atau stagnan, Dan malah
ada yang cenderung merosot atau deterioration. Walaupun corak
pertumbuhan kawasan-kawasan itu berbeda-berbeda, namun saling
berkaitan Dan bermitra secara keruangan (spatial interaction)

Untuk itu patut di duga bahwa masing-masing kawasan saling


menarik (pull) Dan mendorong (push) satu sama lain. Pada gilirannya,
kawasan yang memiliki keunggulan akan menjadi kawasan yang lebih
cepat tumbuh dibanding kawasan-kawasan mitranya. Di sinilah perlunya
strategi untuk tetap menjaga posisioning pertumbuhan kawasan-kawasan
yang cepat tumbuh agar tetap tumbuh dalam hubungan ruang yang
komplementer dengan kawasan-kawasan lainnya.
Kawasan cepat tumbuh (KCT) selalu berbasis ekonomi Dan kota
merupakan simpul basis ekonomi atau kutub (bagian penting) bagi KCT.
Sejauh ini belum ada KCT tanpa atribut kota di dalamnya. Dengan
demikian kota menjadi tumpuan bagi berlangsungnya KCT. Namun
demikian tidak semua kota menjadi simpul pertumbuhan kawasan, dan
kiranya hanya beberapa simpul atau kota-kota tertentu yang mampu meleverage pertumbuhan KCT.
Pada umumnya kota demikian itu mempunyai keunggulan, yaitu
Comparative Advantages atau keunggulan alamiah utamanya keunggulan
lokasi (yang strategis); Dan competitive advantages atau keunggulan buata ang
diciptakan. Terbukti sejauh ini bahwa kawasan metropolitan sebagai KCT
mempunyai keunggulan lokasi Dan keunggulan kelengkapan prasarana yang
mendorong semakin cepatnya tumbuh suatu kawasan.
Potensi Kawasan Cepat Tumbuh (KCT)
Kawasan cepat tumbuh (KCT) mudah dikenali dengan indicator
pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih tinggi bahkan diatas
pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional. Kalau pertumbuhan ekonomi
rata-rata nasional. Kalau pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional sekitar
5-7% pertahun, maka KCT diperkirakan bisa tumbuh lebih dari 7%
pertahun, atau bis sekitar 9% pertahun bersama dengan pertumbuhan
ekonomi kota-kotanya bisa sampai 11% pertahun. Kawasan-kawasan ini
umumnya membentuk struktur metropolitan yang kita kenal selama ini
seperti: metropolitan Jakarta, metropolitan bandung, metropolitan
Surabaya, metropolitan medan, Dan metropolitan Makassar serta
beberapa metropolitan lainnya. Umumnya KCT-KCT tersebut berada di
jawa yang memang sudah sejak lama sudah tumbuh cepat. Namun
belakangan juga telah muncul KCT-KCT baru diluar jawa seperti KCT
Batam, KCT samarinda-Balikpapan, dan KCT Banjarmasin. Ada
kemungkinan kawasan-kawasan lain diluar Jawa pada masa mendatang
menjadi KCT-KCT baru yang kompetitif. Perkembangan ini akan
tegantung pada pengungkitan (Leveraging) Comparative Advantages
Dan Competitive Advantages dri kota-kota bersangkutan.
Sebagai basis Dan simpul kegiatan ekonomi, KCT dengan kotakota utamanya mempunyai peran penting bagi perekonomian Negara
antara lain sekitar 14 KCT metropolitan, atau hanya sekitar 3% dari
seluruh kota-kota di Indonesia telah mampu menyumbang sekitar 30%
dari produk domestic bruto (PDB) Nasional. Selain itu, KCT Metropolitan
juga mempunyai peranan penting sebagai sumber penerimaan fiskal
nasional (APBN). Seperti diketahui bahwa 80% dari APBN berasal dari
pajak Dan sekitar 70% berasal pajak badan, pajak pribadi, PPN, pajak
final yang kesemuanya bersumber di perkotaan. Diperkirakan 50% dari
APBN disumbang oleh ke-14 KCT-KCT Metropolitan.
Berdasarkan kenyataan diatas, KCT merupakan kunci atau
andalan keekonomian nasional Dan oleh karenanya KCT-KCT harus
terus ditumbuhkan demi pertumbuhan ekonomi nasional. Ekonomi

nasional yang kuat akan menjamin kestabilan politik Dan memberi


kesempatan bagi tumbuhnya sector lain yang pada gilirannya pula
mampu mengangkat kesejahteraan social bersama. Hal ini sesuai dengan
visi rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJP-N) demi
tercapainnya
pertumbuhan
ekonomi
yang
berkualitas
Dan
bersinambungan sehingga pendapatan perkapita nasional setara dengan
Negara-negara maju lainnya. (Lampiran UU No 17 tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang)
Namun tak dapat disangkal bahwa kemumpunian pertumbuha
KCT yang mampu mengangkat perekonomian nasional itu tak bebas dari
rundung permasalahan. Diantaranya tingginya pertumbuhan penduduk
terutama akibat migrasi (urbanisasi) seiring dengan pertumbuhan
ekonomi kota. Bertambahnya penduduk sebenarnya mampu mendorong
percepatan pertumbuhan lebih melesat bila kualitas sumber daya
manusia itu mampuni, tetapi sebaliknya akan memburuk Dan menuju
kritis bila sebagian besar kualitas penduduk non-trampil Dan parasitis.
Bertumbuhnya jumlah penduduk yang non-trampil Dan parasitis ini
memungkinkan potensi kota sebagai basis pertumbuhan ekonomi akan
tergerus Dan muncul persoalan-persoalan seperti kemiskinan kota.
Kesemrawutan mobilitas penduduk, rendahnya pelayan kepada
masyarakat.
dan kerusakan lingkungan sebagai akibat daya dukung lingkungan dan daya
tampung lingkungan yang tak ditingkatkan.
Persoalan lain akibat semakin bertumbuhnya KCT adalah ketimpangan
antar daerah dimana disat pihak KCT semakin melaju, tetapi kawasan-kawasan
lain semakin tertinggal. Ketimpangan yang semakin melebar akan menciptakan
mobilitas penduduk ke KCT-KCT. Akibat lebih jauh pertumbuhan KCT menjadi
sosok kawasan obesitas dan invaliditas yang pada gilirannya bisa mengganggu
pertumbuhan ekonomi nasional itu sendiri.
Persoalan baru yang secara tak langsung sebagi akibat dari butir 1 dan 2
tersebut bahwa KCT seringkali mendorong semakin membesarnya emisi karbon
dikota-kota KCT yang ada. Dampaknya akan mengganggu lingkungan melalui
perubahan cuaca yang ekstrem di KCT sendiri maupun kawasan-kawasan
lainnya.
Berdasarkan kajian potensi KCT tersebut telah memberi sinyal bahwa
KCT memiliki dua sisi, yaitu sisi berjasa sebagai pendorong ekonomi nasional
maupu sumbangan yang besar terhadap kemampuan fiskal Negara dan daerah,
tetapi sekaligus juga sisi yang semakin meningkatnya persoalan-persoalan kritis
yang bisa meluas.
Strategi Pengembangan
Sesuai dengan tujuan nasional jangka panjang untuk menjaga
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan bersinambung, maka strategi
pengembangan bisa ditawarkan sebagai berikut :
1. Pengembangan KCT diseluruh Indonesia sebagai bagian dari Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) sehingga KCT menjadi bagian dari
pembentukan struktur wilayah nasional yang harmonis dan pemanfaatan
ruang yang optimal sesuai dengan potensi KCT. Boleh jadi KCT menjadi
bagian dari pengembangan kawasan strategis disamping kawasan kawasan
strategis yang lain ada.
2. Menjaga dan semakin memantapkan laju pertumbuhan pada masing-masing
KCT maupun kerja sama antar KCT membentuk jaringan KCT bersinerji

mutalistis dalam rangka forward looking pengembangan produk-produk


ekonomi unggulan.
3. Mendorong pengembangan ekonomi KCT dengan memanfaatkan basis
kawasan-kawasan belakang (hinter land) sebagai basis rantai pasokan
(supply chain). Dengan demikian pengembangan KCT tidak berjalan sendiri
maju kedepan, tetapi juga mampu menarik kawasan-kawasan belakang untuk
ikut maju. Dengan demikian percepatan pertumbuhan KCT tidak
meninggalkan posisi kawasan mitra dibelakang tetapi juga mampu memacu
tumbuhnya KCT-KCT baru dan perluasan jaringan KCT pada masa lebih
lanjut.
4. Mengawal pertumbuhan KCT dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan
dan menahan sebsar mungkin kegiatan-kegiatan pelepasan karbon hasil
residu kegiatan ekonomi KCT. Hal ini untuk menjaga keseimbangan antara
kegiatan produktivitas dengan pelestarian lingkungan KCT, khususnya
dilingkungan perkotaannya.
Melalui keempat strategi tersebut, maka implikasi kemungkinan
perkembangannya antara lain sebagai berikut :
1. Pertumbuhan KCT akan tetap berlangsung dengan kinerja yang lebih
produktif sehingga pertumbuhan itu mampu mendorong pertumbuhan
lainnya serta mampu menyerap kelebihan tenaga kerja dan mengurangi
jumlah kemiskinan, khususnya kemiskinan diperkotaan yang terus
bertambah. Implikasi lain yang tak kalah pentingnya bahwa pendorong
pertumbuhan KCT langsung akan mengangkat laju pertumbuhan ekonomi
nasional dan sekaligus bagi pemerintah maupun pemerintahan daerah
bersangkutan.
2. Pertumbuhan KCT bisa mendorong terbentuknya struktur tata ruang
nasional yang lebih hierarki dan efisiensi sehingga lebih mudah
pengendaliannya menuju sistem tata ruang yang lebih kokh, dinamis dan
seimbang antar kawasan.
3. Pertumbuhan KCT akan banyak menuntut perubuhan paradigma
pembangunan kawasan yang boleh jadi munculnya banyak inisiatif
pengembangan seperti perlibatan swasta dan masyarakat dalam proses
pembangunan kawasan, reformasi birokrasi pemerintahan yang lebih fokus,
perhatian lebih serius pada masalah lingkungan khususnya dampak
perubahan iklim, dan terobosan skim pembiayaan untuk mendanai berbagai
kebutuhan percepatan KCT.
4. Munculnya masalah Ikutan berupa krisis akibat tingginya kenutuha KCT,
khususnya krisis energi yang bakal muncul dan marjinalisasi kelompok
tertentu, yaitu kelompok tradisional yang non terampil atau outsider dalam
mekanisme percepatan KCT.
Mengingat KCT merupakan fenomena pertumbuhankawasan dan
exist bagi pertumbuhan ekonomi nasional termasuk daerah serta handal
sebagai prime mover bagi pembentukan struktur pengembangan
wilayah. Namun dipihak lain bisa berpotensi mencuatkan permasalahan
baru yang serius, maka perlu antisipasi berupa langkah kelola yang
eefektif bagi percepatan pengembangan KCT. Langah kelola ini juga
untuk mengeliminir dampak-dampak yang tidak diinginkan. Langahlangkah tersebu diantaranya:
1. Manajemen KCT
Perkembangan KCT merupakan ranah publik dan dengan demikian
merupakan tanggung jawab pemerintah untuk mengelolanya melalui sistem
kelembagaan. Tata kelola yang perlu dilakukan tidak harus terbentuknya

lembaga baru khusus menangani percepatan KCT, tetapi setidaknya melalui 3


pendekatan yaitu, regulasi, kebijakan fiskal, dan bantuan teknis.
2. Regulasi
Yaitu kebijakan pengembangan KCT melalui penetapan peraturan
perundangan. Hal yang dibutuhkan bahwa KCT adalah bagian integral dari
penataan ruang nasional. Oleh karena itu langkah yang perlu dilakukan
adalah:
Pertama perlu penetapan KCT sebagai Kawasan Strategis Nasional.
Dengan ketetapan ini, maka ada landasan bagi Pemerintah untuk melakukan
langkah-langkah pengelolaan percepatan KCT. Penetapam KCT sebagai
Kawasan Startegis Nasional perlu dirumuskan dalam bentuk Peraturan
Presiden (Perpres) sebagai implementasi Kawasan Strategis Nasional yang
didefinisikan dalam PP Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN.
Kedua, setelah penetapan KCT sebagai Kawasan Strategis, maka
dirumuskan lebih fokus dalam suatu perencanaan strategis dan
pelaksanaannya.
Perencanaan
dan
pelaksanaan
pengembangan
bersangkutan. Oleh karenanya perlu ditetapkan secara tegas dalam Instruksi
Presiden (Inpres) tentang pengembangan KCT-KCT masa depan. Dalam
Inpres ini tentukan juga memasukkan aspek-aspek lingkungan (khususnya
soal berkaitan dengan emisi korban) dan efisiensi pemanfaatan energi
sebagaimana bagian dari strategi.
Ketiga, di tingkat daerah perlu melengkapi langkah-langkah nasional
tersebut diantaranya, penetapan Peraturan Daerah (perda) atau setidaknya
Peraturan Kepala Daerah terkait dengan Perpres dan Inpres yang ada.
3. Kebijakan Fiskal
Yaitu langkah-langkah fiskal atau penganggaran dari APBN di tingkat
nasional dan APBD ditingkat daerah. Langkah-langkah fiskal ini landasannya
adalah regulasi yang ditetapkan di atas dan perundangan yang berlaku,
antara lain UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
perundangan tentang Desentralisasi Fiskal yang ada (UU Nomor 33 tahun
2004 yang sebentar lagi akan direvisi). Kebijakan fiskal yang perlu dilakukan
yaitu:
Pemerintah menganggarkan belanja operasional maupun belanja
modal guna memfasilitasi pengembangan di KCT-KCT yang ditetapkan .
Dana-dana ini biasanya dikelola oleh kementerian atau lembaga terkait untuk
dikelola langsung maupun diperbantukan ke daerah-daerah KCT selain tetap
melanjutkan transfer ke daerah oleh Kementerian Keuangan dalam rangka
desentralisasi fiskal. Kebijakan Fiskal melalui langkah-langkah penganggaran
ini sangat penting dan terbukti sangat efektif.
Walaupun kebijakan fiskal cukup efektif sebagai stimulus
pengembangan kawasan, bagaimanapun kapasitas fiskal sangat terbatas
dibandingkan dengan kebutuhan yang sangat besar bagi pengembangan KCT
khususnya kebutuhan investasi. Untuk itu perlu ditetapkan strategi
pengelolaan yang fokus terhadap penggalangan dana dari pihak swasta dan
masyarakat sendiri sesuai dengan peraturan dan perundangan. Strategi
pengelolaan dengan melibatkan swasta dan masyarakat juga terbukti ampuh
dan pada kenyataanya peran mereka justru lebih dominan dalam
pembangunan ekonomi kawasan selama ini, termasuk juga pelibatan swasta
dalam pembangunan infrastruktur.
Pemerintah daerah juga menetapkan program program strategis bagi
KCT di daerahnya khususnya dalam investasi. Kegiatan investasi ini selain

bisa dilakukan secara rutin melalui Belanja Modal, juga perlu


dikembangkannya skim pembiayaan seperti pinjaman daerah baik pinjaman
dari Pemerintah, dari daerah lain, ataupun dari masyarakata berupa Obligasi
Daerah.
4. Bantuan Teknik
Bantuan Teknik adalah personal tenaga ahli yang diperbantukan
kepada kementerian/lembaga ataupun kepada daerah. Bantuan ini biasanya
didanai oleh Pemerintah dan bisa juga bantuan dari Negara Donor
(Development Partner) berupa technical Assistance. Tugas utama dari
personel tenaga ahli ini kecuali membantu secara teknis kepada
kementerian/lembaga ataupun daerah, adalah membantu memecahkan
masalah atau hambatan hambatan di KCT dan pembinaan Capacity
Building di Pemerintah maupun pemerintah daerah. Dalam prakteknya,
bantuan Teknis dari Pemerintah itu tidak harus selalu ada. Oleh karenanya
keberadaanya harus sesuai dengan yang dibutuhkan.
5. Peranan Stakeholder
Walaupun pengembangan KCT merupakan ranah publik yang
ditangani langsung oleh Pemerintah, yang berkepentingan tidak hanya
Pemerintah sendiri, tetapi juga seluruh masyarakat baik masyarakat
pengusaha atau swasta juga masyarakat umumnya yang selama ini menjadi
subjek pembangunan itu sendiri. Untuk itu perlu ada dua hal prinsip yaitu : (1)
Keterbukaan dan Transparansi dari Pemerintah, dan (2) Partisipasi
masyarakat dan swasta dalam pengembangan KCT.
Keterbukaan yang dilakukan oleh Pemerintah utamanya adalah
informasi secara terbuka dan langsung kepada masyarakat tentang rencana,
program (dan pendanaan), target (output) dan efek (outcome) nya
pengembangan KCT serta siapa saja yang terlibat langsung dalam
pengembangannya. Begitu juga perkembangannya yang secara kuartalan
juga disampaikan agar semua pihak mengetahui dan bisa memberi penilaian
baik berupa kesetujuannya, masukan - masukannya, termasuk juga kritikan
yang diperlukan. Distribusi informasi tersebut dilakukan dengan teknologi
yang ada dan mudah diakses oleh masyarakat baik berupa media cetak
maupun elektronik.
Sedangkan partisipasi masyarakat bisa dilakukan melalui format yang
sudah ada baik dalam proses penganggaran seperti Musyawarah Rencana
Pembangunan (Musrenbang) yang lebih terarah, juga peningkatan Kerja
Sama Pemerintah Swasta Masyarakat (Public Private Partnership) untuk
lebih dimasyaratkan dan dikembangkan peluang sebesar besarnya. Namun
diakui bahwa partisipasi masyarakat khususnya dalam skala perencanaan
yang luas seperti KCT ini tidak bisa seintensif skala perencanaan kecil seperti
pemukiman yang langsung terkait dengan kepentingannya. Oleh karenanya
Pemerintah bersama dengan pemerintah daerah yang harus aktif dan tidak
menunggu inisiatif masyarakat untuk berpartisipasi.
Di antara stakeholder lainnya, peranan pemerintah daerah adalah
yang sangat utama karena menyangkut daerah otonomnya dan manfaat serta
dampak pengembangan KCT ada di daerah bersangkutan. Kepentingan
daerah ini tidak sendiri, tetapi terkait dengan daerah daerah mitra maupun
daerah daerah burit (hinterland). Oleh karenanya kerja sama antar daerah
(inter regional cooperation) adalah keharusan sebagaimana diatur dalam PP
nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah.

Rangkuman
Kawasan Cepat Tumbuh (KCT) adalah kenyataan sebagai
fenomena dalam perkembangan wilayah. Pengaruh ekonomi KCT sangat
besar baik kepada keenokomian nasional, keekonomian masyarakat,
bahkan punya pengaruh signifikan terhadap kapasitas fiskal nasional.
Sesuai dengan rencana jangka panjang nasional untuk peningkatan
ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan, maka KCT perlu tetap
dikembangkan dan lebih ditumbuhkan. Namun KCT juga melahirkan
banyak dampak utamanya urbanisasi, ketimpangan antar daerah, dan
juga aspek lingkungan bila tidak dikelola secara strategis dan sistematis.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka KCT selayaknya ditetapkan
sebagai Kawasan Strategis Nasional secara lebih legalistik melalui
penetapan peraturan perundangan yang kemudian diikuti dengan
berbagai komitmen oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat, khususnya pihak swasta di bidang investasi.
2.3 DAYA DUKUNG LINGKUNGAN HIDUP
Menurut UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, daya dukung lingkungan hidup diartikan sebagai kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
Undang-undang sebelumnya, yaitu UU Nomor 23 tahun 1992 tentang
Lingkungan hidup, membedakan daya dukung lingkungan menjadi daya dukung
alam,daya tampung lingkungan binaan dan daya tampung lingkungan sosial.
1. Daya dukung alam adalah kemampuan lingkungan alam beserta segenap
unsur dan sumbernya untuk menunjang perikehidupan manusia serta
makhluk lain secara berkelanjutan.
2. Daya tampung lingkungan binaan adalah kemampuan lingkungan hidup
buatan manusia untuk memenuhi perikehidupan penduduk.
3. Daya tampung lingkungan sosial adalah kemampuan manusia dan kelompok
penduduk yang berbeda-beda untuk hidup bersama-sama sebagai satu
masyarakat secara serasi, selaras, seimbang, rukun, tertib, dan aman.
a. Pentingnya Daya Dukung Lingkungan dalam Pembangunan
Wilayah sebagai living systems merefleksikan adanya
keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan. Dengan demikian,
perubahan dalam ruang wilayah akan menyebabkan perubahan pada
kualitas lingkungan baik positif maupun negatif. Padahal lingkungan hidup
secara alamiah memiliki daya dukung yang terbatas (carrying capacity).
Oleh karena itu perlu adanya inisiatif untuk mengintegrasikan komponen
lingkungan dalam aspek pembangunan.
Pembangunan adalah optimasi, interdependensi dan interaksi
antara komponen pembangunan, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, tata nilai masyarakat, dan teknologi untuk meningkatkan
kualitas hidup. Dalam kenyataannya, pertumbuhan penduduk yang tinggi
dan tuntutan kebutuhan manusia menyebabkan manusia mengeksploitasi
sumberdaya alam tanpa memperhatikan kemampuan daya dukungnya,
akibatnya terjadi penurunan kualitas lingkungan. Disamping itu,
kerusakan juga merupakan akibat dari sistem pengaturan penggunaan
sumberdaya alam yang belumn memadai.
Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam mensyaratkan
diketahuinya kemampuan daya dukung lingkungan saat ini, melalui suatu

1.

2.

3.
4.
5.

6.
7.

analisis perlu diduga kapan dan seberapa jauh kemampuan daya dukung
tersebut dapat ditingkatkan. Selain itu pemahaman tentang variasi
keruangan dan faktor determinan sangat membantu dalam merumuskan
kebijakan pembangunan.
Dinamika daya dukung wilayah merupakan fungsi keseimbangan
dari sumberdaya wilayah dengan jumlah penduduk pada tingkat hidup
layak dengan segala implikasinya. Akibat luasnya pengertian daya
dukung wilayah, maka dalam tulisan ini pengertian daya dukung wilayah
menjadi enam konsep, yaitu :
Konsep ekonomi, daya dukung wilayah adalah kemampuan wilayah
dalam mendukung penduduknya untuk hidup pada tingkat yang layak, di
atas garis kemiskinan. Secara operasional diindikasikan dengan jumlah
penduduk miskin.
Konsep sosial, daya dukung wilayah adalah kemampuan wilayah dalam
mendukung penduduknya untuk dapat terpenuhi kebutuhan kebutuhan
sosialnya seperti beribadah, pendidikan, dan kesehatan, berbelanja, dan
lain sebagainya.
Konsep pangan, daya dukung wilayah adalah kemampuan wilayah dalam
memberikan atau mencukupi kebutuhan pangan dari daerahnya sendiri
(swasembada)
Konsep papan (permukiman), daya dukung wilayah adalah kemampuan
wilayah dalam memberikan atau mencukupi kebutuhan lahan untuk
permukiman dan permukiman itu sendiri.\
Konsep lingkungan, daya dukung wilayah adalah kemampuan wilayah
dalam memberikan lingkungan yang baik tanpa merusak lingkungan bagi
penduduk yang tinggal. Secara operasional diindikasikan dengan
dinamika tekanan penduduk terhadap lahan pertanian.
Konsep mobilitas, daya dukung wilayah adalah kemampuan wilayah
dalam memberikan kebebasan dan ruang gerak yang baik kepada
penduduknya untuk melakukan mobilitas.
Konsep tata ruang, daya dukung wilayah adalah kemampuan wilayah
dalam memberikan pola keseimbangan peruntukan fungsi wilayah antara
kawasan lindung dan kawasan budidaya.

b. Beberapa indikator daya dukung lingkungan hidup :


KEPADATAN PENDUDUK DAN KEPADATAN AGRARIS
- Kepadatan Penduduk
KP = JP/LW
Keterangan :
KP = Kepadatan penduduk (orang/ha)
JP = Jumlah penduduk (orang)
LW= Luas wilayah (ha)
-

Kepadatan agraris (Kasar)


KAk = JP/LP
Keterangan :
KAK = kepadatan penduduk agraris kasar (orang/ha)
JP = jumlah penduduk (orang)
L = luas lahan pertanian yang dapat diusahakan (arable-land) (ha)

Kepadatan agraris ( Halus)


KAK = JPP/LP
Keterangan :

KAK = kepadatan penduduk agraris halus (orang/ha)


JPP = jumlah penduduk petani (orang)
L = luas lahan pertanian yang dapat diusahakan (arable-land) (ha)
Konsep kepadatan penduduk dibangun atas dasar pengertian penduduk
dan pengertian lahan. Pengertian penduduk mencakup keseluruhan
penduduk (total penduduk), ataupun dibatasi pada penduduk yang
hidupnya tergantung pada pertanian (petani dan keluarganya) di suatu
wilayah. Lahan terdiri dari lahan yang dapat diusahakan (arable land atau
cultivable land) dan lahan yang tidak dapat diusahakan (non-arable land).
DAYA TAMPUNG WILAYAH
A
= L/P
Keterangan :
A
= Daya dukung lahan
L
= Luas lahan (ha)
P
= Populasi Penduduk (jiwa)
Apabila nilai daya dukung lahan (A) tersebut melebihi nilai konsumsi
lahan yang ditentukan (standar Yeates) maka dikatakan populasi
penduduk pada wilayah tersebut sudah melebihi daya dukung
lingkungannya (di luar ambang batas). Nilai daya dukung lahan yang
ditunjukkan dengan konsumsi lahan per kapita untuk berbagai ukuran
populasi kota menurut Yeates (1980) sebagai berikut :
Tabel 4 Konsumsi lahan per kapita
No
Populasi Penduduk (jiwa)
1
10.000
2
25.000
3
50.000
4
100.000
5
250.000
6
500.000
7
1.000.000
8
2.000.000

Konsumsi lahan (ha/jiwa)


0,100
0,091
0,086
0,076
0,070
0,066
0,061
0,057

Sumber : Yeates, 1980


DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK LAHAN PERTANIAN

Lp /Pd
KFM /Pr

Lp
Pd
KFM
Pr

= Daya dukung wilayah pertanian


= Luas panen (ha)
= Jumlah penduduk (jiwa)
= Kebutuhan fisik minimum (kg/kapita/tahun)
= Produksi lahan rata rata per hektar (kg/ha)

1. < 1, berarti wilayah tersebut tidak mampu melaksanakan


swasembada pangan, atau dapat diartikan bahwa jumlah penduduknya
telah melebihi jumlah optimal.
2. > 1, berarti wilayah tersebut mampu melaksanakan swasembada
pangan, dalam arti jumlah penduduknya di bawah jumlah penduduk
optimal.
3. = 1, berarti wilayah tersebut memiliki daya dukung lingkungan
optimal.
Daya dukung wilayah untuk lahan pertanian adalah kemampuan
suatu wilayah dalam memproduksi beras guna memenuhi kebutuhan
pangan penduduk setempat untuk hidup sejahtera atau mencapai kondisi
swasembada beras. Konsep yang digunakan untuk memahami ambang
batas kritis daya dukung ini adalah adanya jumlah populasi yang terbatas
dan dapat didukung tanpa menurunkan derajad lingkungan yang alami
sehingga ekosistem dapat terpelihara. Secara khusus, kemampuan daya
dukung pada sektor pertanian diperoleh dari perbandingan antara lahan
yang tersedia dengan jumlah petani, sehingga data yang perlu diketahui
adalah luas lahan panen, jumlah penduduk, kebutuhan fisik minimum,
dan produksi lahan rata-rata per hektar.

DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERMUKIMAN


Daya dukung wilayah untuk permukiman, dapat diartikan sebagai
kemampuan suatu wilayah dalam menyediakan lahan permukiman guna
menampung jumlah penduduk tertentu untuk bertempat tinggal secara
layak.
Tabel 5 Kebutuhan Ruang per Kapita menurut Lokasi Geografis (Zona
Kawasan)
Lokasi
Tingkat
kepadatan
Geografis
Lingkungan
Jumlah rumah/ha
(Perdesaanperkotaan)
Zona Lindung
Zona Perdesaan

Kepadatan 0 jiwa/ha
Kepadatan lebih kecil dari
50 jiwa/ha

Zona
Kota

Kepadatan
antara
51
samapai
dengan
100
jiwa/ha
Kepadatan antara 101
sampai
dengan
300
jiwa/ha
Kepadatan antara 301
sampai
dengan
500jiwa/ha

Pinggiran

Zona Perkotaan
Zona Pusat Kota

Zona Pusat Kota


Metropolitan

Kepadatan lebih
dari 501 jiwa/ha

besar

Jumlah rumah 0 unit/ha


Jumlah rumah paling banyak
15 unit/ha atau luas rata-rata
tiap rumah maksimal 666 m2
Jumlah rumah paling banyak
25 unit/ha atau luas rata-rata
tiap rumah maksimal 400 m2
Jumlah rumah paling banyak
75 unit/ha atau luas rata-rata
tiap rumah maksimal 133 m2
Jumlah rumah paling banyak
125 unit/ha atau luas ratarata tiap rumah maksimal 80
m2
Jumlah rumah paling banyak
300 unit/ha atau luas rata-

Kebutuhan
ruang/kap
(m2/kapita
0 m2/kapita
133 m2/kap

80 m2/kapi

26 m2/kapi

16 m2/kapi

6,6 m2/kap

rata tiap rumah maksimal 33


m2
Zona Preservasi

Sesuai dengan ketentuan


yang
berlaku
daerah
masing-masing
Sumber:
Peraturan
Menteri
Negara
Perumahan
Rakyat
No.11/PERMEN/M/2008
Keterangan : Kebutuhan ruang/kapita menggunakan asumsi 5
orang/rumah
DDPm =

LPm /JP
a

Keterangan :
DDPm = Daya Dukung Permukiman
LPm = Luas Permukiman (ha)
JP
= Jumlah Penduduk

= Koefisien luas kebutuhan ruang/kapita (m2 / kapita)

1. Apabila DDPm > 1, artinya bahwa daya dukung permukiman tinggi,


masih mampu menampung penduduk untuk bermukim (membangun
rumah) dalam wilayah tersebut.
2. Apabila DDPm = 1, bermakna bahwa daya dukung permukiman
optimal, terjadi keseimbangan antara penduduk yang bermukim
dengan luas wilayah yang ada.
3. Apabila DDPm = 1, berarti bahwa daya dukung permukiman rendah,
tidak mampu menampung penduduk untuk bermukim dalam wilayah
tersebut.
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK FUNGSI LINDUNG
Daya dukung untuk fungsi lindung merupakan kemampuan suatu
kawasan dengan berbagai aktivitas penggunaan lahan di dalamnya untuk
menjaga kesimbangan ekosistem (kawasan lindung) pada suatu luasan
wilayah tertentu.
Tabel 6 Penggunaan Lahan dan Nilai Koefisien Lindung
No.
Penggunaan Lahan
Koefisien No.
Penggunaan Lahan
Lindung
1
Cagar alam
1,00
9
Perkebunan rakyat
2
Suaka margasatwa
1,00
10
Persawahan
3
Taman wisata
1,00
11
Ladang/tegalan
4
Taman buru
0,82
12
Padang rumput
5
Hutan lindung
1,00
13
Danau/tambak
6
Hutan cadangan
0,61
14
Tanaman kayu
7
Hutan produksi
0,68
15
Pemukiman
8
Perkebunan besar
0,54
16
Tanah Kosong
Sumber: Rusthon (1993)
Berdasarkan tabel di atas, dengan menggunakan data
penggunaan lahan atau tutupan lahan (land cover), dapat dirumuskan
perhitungan daya dukung wilayah lindung dengan formulasi sebagai
berikut:

Koefisien
Lindung
0,42
0,46
0,21
0,28
0,98
0,37
0,18
0,01

DDL

Lgl 1. a 1+ Lgl 2. a 2+ Lgl 3. a 3+ Lgln . an

Keterangan :
DDL = Daya Dukung Fungsi Lingkungan
Lgl1 = Luas guna lahan jenis 1 (ha)
a1
= koefisien lindung untuk guna lahan 1
LW
= luasan wilayah (ha)
DAYA DUKUNG EKONOMI WILAYAH
Cloud ( dalam soerjani, 2008) memberikan ilistrasi daya dukung
lingkungan dengan memformulasikan hubungan sumber daya alam,
jumlah penduduk, dan kualitas hidup.

Rkh=

( jumlah sember daya alam yang dapat dikelola)


jumlah penduduk x konsumsi per kapita

Dengan menggunakan asumsi bahwa output sumber daya alam


secara ekonomi direpresentasikan dalam Gross Domestic Product (GDP)
atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) maka dapat disusun daya
dukung ekonomi suatu wilayah, yaitu:
DDE =

PDRB tot
JP X K

Keterangan:
DDE
PDRBtot
JP
K

= Daya dukung ekonomi wilayah


= Produk Domestik Regional Bruto (Rp)
= Jumlah penduduk (jiwa)
= Konsumsi penduduk per kapita (Rp)

Kisaran nilai DEE adalah:


1. Apabila DDE > 1, berarti bahwa potensi sumber data dan ekonomi
wilayah masih memiliki kemampuan untuk mendukung kebutuhan dan
konsumsi penduduk dalam batas minimal (KFM atau garis
kemiskinan) atau tingkat sejahtera dan kualitas hidup makin baik.
2. Apabila DDE < 1, berarti bahwa berdasarkan kemampuan ekonomi
wilayah, di wilayah tersebut sudah tidak mampu mendukung
penduduk dalam batas sejahtera.
3. Apabila DDE = 1, berarti terdapat keseimbangan antara kemampuan
ekonomi wilayah dengan tingkat konsumsi atau kebutuhan penduduk.
Namun, kondisi seperti ini harus diwaspadai oleh tebatasnya
kemampuan ekonomi wilayah dan meningkatnya penduduk dan
kebutuhannya.
DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DENGAN BATAS AMBANG
Daya dukung lingkungan berbasis ambang batas dimaksudkan
untuk membandingkan antara kebutuhan guna lahan dengan kondisi
lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan binaan. Dalam
kasus pengembangan kota, metode ini bertujuan mempelajari dampak
pertumbuhan penduduk dan sistem perkotaan terhadap lingkungan.

Kapasiatas ambang batas sebagai dasar untuk membatasi rekomendasi


pertumbuhan.
Secara umum terdapat tiga faktor yang menjadi penentu
keterbatasan ambang batas perluasan kota, yaitu:
1. Limitasi lingkungan alam
2. Limitasi penggunaan lahan
3. Limitasi lingkungan binaan
Pengembangan wilayah berbasisi daya dukung atau ambang
batas ini dapat diformulasikan secara kuantitatif sebagai berikut:
WB
= (LW Lm)
Lm
= (La Lb Li)
Katerangan:
WB
= Wilayah bisa dikembangkan
LW
= Luas wilayah (km2)
Lm
= Limitasi atau batas ambang, yaitu wilayah yang beresiko untuk
dikembangkan (km2)
La
= Limitasi alam, yaitu areal lindung dan rawan bencana serta
kondisi tanah dan hidrologi yang tidak sesuai (km2)
Lb
= Limitasi binaan, yaitu areal penggunaan lahan untuk budidaya
non pertanian (km2)
Li
= Limitasi infrastruktur dan utilitas, yaitu areal yang telah
digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan utilitas wilayah (km2)
DAYA DUKUNG SUMBERDAYA LAHAN
Menurut McCall dalam Riyadi dan Bratakusumah (2004:178),
daya dukung lahan merupakan penggunaan tanah dan data populasi
yang sistematis. Dimana seluruh aktifitas manusia dalam mencukupi
kebutuhan hidup membutuhkan ruang sehingga ketersediaan lahan
berpengaruh besar terhadap aktivitas manusia. Demikian juga besarnya
jumlah penduduk dalam suatu wilayah tersebut untuk mendukung
penduduknya sehingga mempengaruhi suatu standar hidup yang layak.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat diketahui bahwa paling tidak
ada 2 variabel pokok yang harus diketahui secara pasti untuk melakukan
analisis daya dukung lahan, yaitu:
1)
Potensi lahan yang tersedia, termasuk luas lahan.
2)
Jumlah penduduk.
Faktor-Faktor Penentu Daya Dukung Lahan
Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004:183), terdapat lima faktor yang
menentukan daya dukung lahan pada suatu daerah yaitu:
1. Total area lahan pertanian, adalah jumlah lahan yang digunakan untuk
kegiatan pertanian yang ada dalam suatu wilayah atau kelurahan.
2. Frekuensi panen/hektar/tahun, adalah waktu yang dibutuhkan untuk
pengambilan hasil panen baik dalam kurung waktu relatif
pendek, maupun panjang tergantung umur tanaman.
3. Jumlah Kepala Keluarga (Rumah Tangga), yaitu sekelompok orang
yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus dan
biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur atau dengan
kata lain banyaknya orang/manusia yang menempati sebuah rumah
dalam suatu daerah atau kelurahan tertentu.
4. Persentase Jumlah Penduduk

Bertambahnya jumlah penduduk berarti bertambah pula tenaga kerja,


yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan perbaikan
teknologi maupun menghasilkan keluaran (output). Jadi pertumbuhan
penduduk berakibat pada memburuknya kualitas lingkungan melalui
hubungan antara pertumbuhan jumlah dan tersedianya tenaga kerja
yang produktif.
5. Ukuran rata-rata lahan pertanian yang dimiliki petani.
Faktor-faktor penghambat daya dukung lahan
1. Masalah internal merupakan sejumlah masalah yang terjadi pada
lahan pertanian seperti kecilnya area lahan, dan nutrisi lahan yang
terbatas.
2. Masalah eksternal merupakan masalah di luar lahan seperti kondisi
alam, yakni pencemaran lingkungan, bencana alam, dan pengaruh
iklim yang tidak stabil. Pencemaran lingkungan berkaitan dengan
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh populasi sehingga dapat
menggangu daya dukung lahan. Bencana alam berupa goncangan
yang terjadi pada alam yang berpengaruh pada rendahnya daya
dukung lahan seperti erosi, banjir, atau badai. Pengaruh iklim yang
tidak stabil yakni perubahan iklim secara mendadak sehingga dapat
mengganggu hasil produksi pertanian.
Adapun formulasi unutuk mengukur kemampuan lahan:

IKLw=

LWk1 4
0,3 x LW

Keterangan:
IKLw = indeks kemampuan lahan wilayah
LWk1-4 = luas wilayah yang memiliki kemampuan lahan I-IV
LW
= luas wilayah
0,3
= koefisien minimal 30% fungsi lindung suatu wilayah (untuk
wilayah berkembang), sedangkan untuk wilayah belum berkembang
dapat menggunakan indeks 0,4 atau yang lebih besar lagi.
Kisaran nilai indeks kemampuan lahan wilayah, adalah:
1. Apabila IKLw > 1, berarti bahwa wilayah memiliki kemampuan
mengembangkan potensi lahanya lebih optimal khususnya untuk
berbagai ragam kawasan budidaya, dengan tetap terjaga
keseimbangan lingkungan.
2. Apabila IKLw < 1, berarti bahwa wilayah lebih banyak memiliki fungsi
lndung, khususnya perlindungan terhadap tata air dan gangguan dari
persoalan banjir, erosi, sedimentasi, serta kekurangan air.
DAYA DUKUNG SUMBERDAYA AIR
Daya dukung sumberdaya air pada dasarnya mengadopsi istilah
daya dukung lingkungan sebagai kemampuan lingkungan atau suatu
wilayah dalam memenuhi kebutuhan air bagi populasi didalamnya dengan
mempertimbangkan potensi ketersedian sumberdaya air yang tersedia.
DDA

PSA
KA

Keterangan:

DDA
PSA
KA

= Daya dukung sumberdaya air


= Potensi sumberdaya air
= Kebutuhan air

Berdasarkan formulasi tersebut, maka bisa diartikan:


1. Apabila DDA > 1, terjadi surplus air, air masih mampu mendukung
populasi yang ada.
2. Apabila DDA < 1, terjadi defisit air dan daya dukung air terlampaui.
KESERASIAN DAN KUALITAS LINGKUNGAN
Z scorei=

( XiX )
Sd

Keterangan
Z scorei = Nilai Z score untuk variabel atau paramater i. Rentang nilai
Z score adalah negatif (di bawah rata rata) dan positif (di atas rata
rata), setelah dibobot dengan standar deviasi
Xi
= Data mentah dari variabel pengamatan i
X
= Rata rata data variabel pengamatan
Sd
= Standar deviasi
DAN SEBAGAINYA
2.4 Kawasan Peri Urban
Istilah peri urban merupakan istilah yang berasal dari bahasa
Inggris. Istilah peri merupakan kata sifat yang bermakna pinggiran atau
sekitar dari suatu objek tertentu. Sementara istilah urban merupakan
istilah yang berarti sifat kekotaan atau sesuatu yang berkenaan dengan
kota. Penggabungan dari kedua istilah tersebut yaitu peri dan urban akan
membentuk kata sifat baruyang secara harafiah berarti sifat kekotaan dan
sekitar, sehingga apabila ditamabah dengan kata region, maka kata peri
urban region mempunyai makna sebagai suatu wilayah yang berada
disekitar perkotaan.
Kawasan peri urban merupakan kawasan yang berdimensi multi,
hal ini dikarenakan pengkaburan makna sekitar perkotaan, yang berarti
memiliki makna sifat kekotaan dan sifat kedesaan. Pengidentifikasian
kawasan peri urban sangat sulit jika dilihat dari dimensi non-fisikal, oleh
karena itu pada tahap pengenalan kawasan peri urban hanya didasarkan
pada istilah kedesaan maupun kekotaan dari segi fisik morfologi yang
diindikasikan oleh bentuk pemanfaatan lahan non-agrarisversus
penggunaan lahan agraris.. dari sisi ini wilayah perkotaan merupakan
suatu wilayah yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan nonagraris, sedangkan wilayah kedesaan adalah wilayah yang didominasi
oleh bentuk pemanfaatan lahan agraris.
Dari segi sosial-ekonomi pengidentifikasian kawasan peri urban ini
sedikit berbeda dengan pengidentifikasian secara fisikal, karena
pengidentifikasian segi ini menyangkut perilaku sosial maupun ekonomi
masyarakat. Secara ilmiah penentuan batasan kawasan peri urban ini
sanagt sulit, namun McGee (1994:13) mengemukakan bahwa batas
terluar dari kawasan peri urban ini adalah tempat dimana orang masih
maumenglaju untuk bekerja/melakukan kegiatan kekota. Hal seperti ini

terjadi juga di daearah administratif Jogjakarta. Pagi hari orang akan


melakukan perjalanan dari kawasan pedesaan ke kawasan perkotaan,
dan sebaliknya di sore hari, orang akan melakukan perjalanan pulang dari
kawasan perkotaan ke kawasan pedesaaan. Dengan demikian dari waktu
kewaktu kawasan peri urban ini akan semakin meluas baik ditinjau dari
segi fisikal morfologis maupun dari segi sosial ekonomi. Hal inilah yang
terjadi pada kawasan jalan Palagan tentara Pelajar saat ini. Fenomena
seperti ini didasarkan pada kenyataan bahwa moda transportasi saat ini
selalu bertambah canggih dengan kemampuan jangkau yang semakin
jauh ditambah penyingkatan waktu yang diperlukan untuk melakukan
perjalanan.
Batasan fisikal morfologis kawasan peri urban mengisyaratkan
adanya kecendrungan semakin luasnya kawasan peri urban ini. Hal ini
didasarkan pada kenyataan dilapangan bahwa pertambahan penduduk
dan kegiatannya selalu diikuti dengan tuntutan peningkatan ruang yang
akan dimanfaatkan, baik digunakan sebagai tempat tinggal maupun untuk
tempat kegiatan lainnya. Perkembangan sarana dan prasarana
transportasi memegang peranan yang sangat signifikan atas
perkembangan kawasan peri urban.
Pertambahan volume dan frekuensi kegiatan yang ada juga akan
diikuti dengan tuntutan penyediaan ruang yang brfungsi untuk
mengakomodasi kegiatan-kegiatan baru tersebut. Dan seperti yang kita
ketahui bersama bahwa runag terbuka yanag berda dikawasan dalam
kota semakin menyusut, maka tidak semua pertambahan tuntutan akan
ruang baik untuk pemukiman maupun kegiatan-kegiatan lainnyadapat
diakomodasikan, sehingga penambahan pemukiman dan ruang kegiatankegitana lainnya tersebut dilaksanakan diluar kawasan perkotaaan yang
sudah terbangun , atau dilahan-lahan terbuka yang masih berupa lahan
pertanian yang letaknya tidak jauh dari kawasan perkotaan. Disinilah latar
belakang terjadi perembetan kenampakan fisikal kekotaan kearah luar
terjadi yang dikenal dengan urban sprawl.
Proses urban Sprawl ini mengakibatkan bertambah luasnya lahan
kekotaan terbangun (urban built-up land) dan dari sinilah kawasan peri
urban dikenali. Menurut Andreas (1942) pengertian kawasan peri urban
adalah suatu zona yang didalamnya terdapat percampuran antara
struktur lahan kedesaan dan lahan kekotaan ( the intermingling zone of
characteristically urban land use structure). Sedangkan Pryor
merumuskan definisinya tentang pencitraan kawasan peri urban adalah
sebagai berikut : The rural urban fringe is the zone of transition in land
use, social and demographic characteristics, lying between (a) the
continuously bult-up urban and suburban areas of the central city,and (b)
the rural hinterland, characterized by the almost absence of non-farm
dwellings, occupations and land use, and of urban and rural social
orientation an incomplete range and penetration of urban utility services;
uncoordinated zoning or planning regulation; areal extension beyond
although contiguous with the political boundary of the cental city; and
unactual and potential increase density, with the current density above
that surrounding rural districts but lower than the central city. These
characteristics may differ both zonally and sectorally, and will be modified
through time.
Secara komprehansif, definisi tersebut dapat diungkapkan bahwa
kawasan peri urban atau rural urban fringe merupakan zona peralihan

pemanfaatan lahan, peralihan karakteristik social dan peralihan


karakteristik demografis yang terletak antara:
a. Wilayah kekotaan terbangun yang menyatu dengan permukiman kekotaan
utamanya dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pusat kota, dan
b. Daerah buriloka (hinterland) kedesaannya yang diciri khasi oleh nyaris
langkanya tempat tinggal penduduk bukan petani, mata pencaharian bukan
kedesaan dan pemanfaatan lahan bukan kedesaan.
Didalamnya terdapat percampuran orientasi sosial ekonomi
kedesaan dan kekotaan dan mulai terjadi penetrasi utilitas dan fasilitas
kekotaan serta dicirikhas oleh adanya aplikasi peraturan zoning dan
perencanaan yang tidak terkoordinasi dengan baik. Sementara itu
perkembangan fisikal kekotaan telah melampaui batas-batas administrasi
kota dan di wilayah tersebut sangat potensial terjadinya kenaikan
kepadatan penduduk yang signifikan dan menciptakan kepadatan yang
lebih tinggi dari rerata kepadatan penduduk di daerak kedesaan di
sekitarnya, namun masih lebih rendah dari rerata kepadatan penduduk
dibagian dalam kota.
Melihat dari beberapa definisi diatas, maka batasan fisikal dari
kawasan peri urban masih kabur, namun menekankan pada performa
pemanfaatan lahan, maka batasan dari segi ini tidk jauh pergeserannya
dari batasan kawasan peri urban dari segi ekonomi. (dari buku
Deterrminasi kawasan peri-urban. Hadai Sabari Yunus.)
Tabel 7 Karakteristik peri urban
1. Karakteristik Pemanfaatan Lahan
Kondisi fisik
2. 2. Orientasi Fungsi Bangunan
3. 3. Karakteristik sirkulasi
1. Perspektif keterampilan
Kondisi social
2. 2. Perspektif mobilitas penduduk
1. Perspektif mata pencarian penduduk
asli
Kondisi ekonomi
2. Perspektif mata pencarian penduduk
pendatang
Di sekeliling pusat suatu kota terdapat wilayah dengan macammacam tata guna lahan, terutama untuk perumahan penduduk.
Pertumbuhan kota keluar melahirkan wilayah pinggiran kota yang disebut
suburbia (periurban). Di negara-negara barat dalam abad ke-21 ini
pertumbuhan suburbia amat mencolok.
Whynne Hammond mengemukakan lima alasan tumbuhnya
pinggiran kota, sebagai berikut :
1. Peningkatan pelayanan transportasi kota. Tersedianya trem, bus kota dan
kereta api dibawah tanah ( khususnya di negeri barat dan juga di Jepang).
Memudahkan orang bertempat tinggal jauh dari tempat kerjanya. Apalagi
setelah kendaraan bermotor mudah dimiliki, terjadilah suburban explosion.
Dimasa lampau perumahan penduduk terutama berderet di sepanjang jalan
raya atau rel kereta api, akan tetapi sekarang lahan-lahan kosong di pinggiran
kota yang semula pedesaan menjadi kawasan perumahan.
2. Pertumbuhan penduduk.Ramainya suburbia dengan manusia baru disebabkan
oleh dua hal, yaitu: berpindahnya sebagian penduduk dari bagian pusat kota
ke bagian tepi-tepinya, masuknya penduduk dari pedesaaan.

3. Meningkatnya taraf hidup masyarakat. Bertambahnya kemakmuran secara


pribadi memungkinkan orang untuk mendapatkan perumahan lebih baik,
entah dengan menyewa atau memiliki sendiri. Bersama dengan mengecilnya
jumlah anggota keluarga, ikut mengurangi kepadatan penduduk dan juga
memencarkannya dengan mudah.
4. Gerakan pendirian bangunan pada masyarakat. Pemerintah membantu
mereka yang ingin memiliki rumah sendiri melalui pemberian kredit lewat jasa
suatu bank yang ditunjuk.
5. Dorongan dari hakikat manusia sendiri. Suburbia pernah dijuluki " collective
attempt at private living" akan tetapi kebenarannya hanya berlaku di negaranegara tertentu, misalnya di Inggris, Amerika serikat, dan wilayah-wilayah lain
dimana pengaruh Inggris pernah kuat. Hal itu disebabkan barangkali karena
bangsa anglo-saxon, melebihi bangsa lain dalam hal ingin bertempat tinggal di
rumah-rumah yang longgar dikelilingi oleh halaman atau kebun luas.
Dikebanyakan negara Eropa sebaliknya seperti di Perancis, juga di Australia,
gaya hidup di kawasan suburban belum berkembang benar dan orang
cenderung tinggal di gedung-gedung flat yang tinggi dan menjadi apartemen
untuk ditempati sendirian atau bersama keluarga.
Apakah ciri-ciri yang khas dari suburbia ? yang paling mudah
dilihat adalah: makin jauh lokasinya dari pusat kota, makin baru
perubahannya dan makin kurang padat penghuninya.
Ciri khas permasalahan di kawasan ini adalah:
- kawasan pinggir kota cenderung mempunyai keterbatasan infrastruktur dan
fasilitas sosial karena sifatnya yang jauh dari pusat pertumbuhan atau kota
- kawasan pinggir kota mempunyai kesenjangan pada dirinya (hampir pada
semua aspek) karena terdapat kawasan lama dan kawasan baru
- kawasan pinggir kota kental dengan jenis permasalahan yang bersifat lintas
batas administrasi
Tiga ciri khas permasalahan tersebut diatas selalu disertai dengan
cerita peminggiran (marjinalisasi) terhadap suatu pihak; terutama
terhadap pihak yang tidak mempunyai sumber daya uang. Kehidupan
bertani sudah tidak ekonomis lagi, perubahan penggunaan lahan menjadi
non-pertanian mungkin menyengsarakan, peluang kerja yang sulit digapai
dsb. Terdapat cerita kemiskinan dan pemiskinan golongan masyarakat
tertentu yang bersanding dengan cerita pembangunan kawasan baru
(perumahan, hyperstore dsj; cerminan total semangat globalisasi).
Dapat disimpulkan bahwa suburbia dibangun tanpa rencana
dalam situasi peralihan, tata guna lahan ditangani secara semrawut,
meski status resminya rural tetapi nyatanya campuran rural-urban.
Berbarengan dengan bertambahnya penduduk dan beranekaragamnya
mata pencaharian, menjadi dominanlah penduduk suburbia yang nonagraris kerjanya dan menjadi pelaju (ulang-alik) ke kota. Namun ada
suburbia yang tetap bereksistensi rural murni, sehingga oleh Spectorsky
disebut exurbia, karena letaknya di luar kota atau di luar suburbia.
Exurbia ini di kemudian hari juga beralih strukturnya kearah urban dan
lenyap pula ruralitasnya.

Anda mungkin juga menyukai